Anda di halaman 1dari 23

PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI SYARIAH:

Suatu Alternatif Menjaga Akuntabilitas Laporan Keuangan1


Oleh
Nur Hidayat2
Abstrak
Akuntansi syariah adalah wacana baru dalam bidang akuntansi, wacana ini
baru muncul ketika bermunculannya lembaga-lembaga ekonomi syariah yang
mulai berpraktik. Pencarian bentuk akuntansi yang sejalan dengan nilai-nilai
syariah telah dilakukan oleh beberapa ilmuan dan peneliti, walaupun hasilnya
belum dapat dikatakan memuaskan tetapi paling tidak suatu pencarian tersebut
telah mendapatkan hasil berupa rumusan-rumusan normatif tentang bagaimana
seharusnya sebuah laporan keuangan akuntansi syariah disajikan.
Ciri yang melekat dari akuntansi syariah adalah mengandalkan etika dan
spiritualitas, sehingga dapat terjaga integritasnya dalam menciptakan rasa
keadilan bagi semua pengguna laporannya, hal ini tentu menjadi sangat menarik
bila dihubungkan dengan fenomena laporan keuangan saat ini yang semakin kehilangan kepercayaan penggunanya, tentu saja prinsip-prinsip akuntansi syariah
diharapkan mampu menjadi solusi menjaga akuntabilitas laporan keuangan.
Kata kunci: akuntansi syariah, prinsip-prinsip akuntansi syariah, etika dan
spiritualitas, akuntabilitas, laporan keuangan
I.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Kewajiban melaksanakan pembukuan (akuntansi) yang tertuang dalam
salah satu pernyataan Allah (QS, 2:282), menunjukkan betapa pentingnya akuntansi bagi masyarakat Muslim, walapun ada yang berpendapat kewajiban tersebut
lebih ditekankan dalam rangka menunaikan kewajiban zakat [membersihkan diri
dari harta yang tidak halal (QS, 87:14)]. Tetapi apabila dilakukan penelusuran
lebih jauh terhadap manfaat laporan keuangan bagi pelaku bisnis, akan terjawab
bahwa betapa pentingnya laporan keuangan, karena akan menyangkut hak-hak
para pemilik modal terhadap pembagian laba, hak-hak pekerja untuk memperoleh
imbalan yang sesuai dengan konstribusi laba yang dihasilkan dari peran sertanya
dalam perusahaan, dan lain sebagainya.
Fenomena akuntansi syariah diharapkan dapat mewakili kebutuhan akan
laporan keuangan yang benar-benar jujur, adil, dan dapat dipercaya kerena
laporan keuangan akuntansi syariah berbasiskan pada syariah, dan syariah
Paper ini sengaja ditulis sebagai partisipasi dalam Simposium Nasional Akuntansi VII
yang akan diselenggarakan di Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar, 2-3 Desember
2004
2
Nur Hidayat, SE., MEI., Ak. adalah alumni Program Magister Ekonomi Islam IAIN
Bandung, alumni Program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) STIE Tridharma Bandung,
Konsultan Akuntansi pada MAP Consultant Bandung dan Pengajar Akuntansi pada PAAP FE
Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung.
1

sendiri memiliki tujuan mulia yakni menciptakan kemaslahatan bagi umat


manusia. Dengan demikian, tepat kiranya bila prinsip-prinsip akuntansi syariah
dapat dijadikan solusi alternatif dalam menjaga akuntantabilitas laporan
keuangan.
Pengguna laporan keuangan sangat mengharapkan laporan keuangan
yang dihasilkan oleh akuntansi benar-benar memberikan informasi yang andal,
dapat dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan, tetapi harapan itu tidak
selamanya terpuaskan, bahkan yang terjadi bisa sebaliknya. Bila demikian, para
akuntan haruslah bekerja keras untuk tetap menjaga keandalan dari laporan
keuangan yang disajikan dengan mengacu pada prinsip-prinsip akuntansi,
sayangnya normatif akuntansi yang kongkritnya dibuat dalam bentuk standar [di
Indonesia SAK] masih sangat lemah dalam mendorong penegakan moral, padahal
benteng terakhir dari kemurnian laporan keuangan adalah penegakan moral.
Akuntansi syariah memasuki wilayah akuntansi dan penekanan pada nilai-nilai
moral dan spiritual, bermodalkan pada dua hal tersebut diharapkan akuntansi
syariah mampu menjawab kebutuhan pemakai laporan keuangan yang menuntut
akuntabilitas laporan keuangan tetap terjaga.
1.2. Identifikasi Masalah
Dalam rangka menemukan suatu alternatif dalam menjaga akuntabilitas
laporan keuangan, dilakukan penelitian terhadap prinsip-prinsip akuntansi
syariah. Masalah ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan prinsip-prinsip akuntansi syariah dengan akuntansi
konvensional.
2. Apakah prinsip-prinsip akuntansi syariah dapat dijadikan salah satu alternatif
dalam menjaga akuntabilitas laporan keuangan.
1.3. Tujuan Penelitan
Berdasarkan pada identifikasi masalah di atas maka tujuan penelitian
dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan prinsip-prinsip akuntansi syariah
dengan akuntansi konvensional.
2. Untuk mengetahui apakah prinsip-prinsip akuntansi syariah dapat dijadikan
salah satu alternatif dalam menjaga akuntabilitas laporan keuangan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Dengan dilakukan analisis terhadap prinsip-prinsip akuntansi syariah
sebagai salah satu alternatif dalam menjaga akuntabilitas alporan keuangan,
diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu dan guna
laksananya:
1. Dalam pengembangan ilmu adalah memberi sumbangan bagi pengembangan
akuntansi syariah, dan dapat menarik minat penelitian lanjutan dan
penciptaan teori-teori baru untuk memperdalam studi akuntansi syariah.
2. Kegunaan bagi aspek guna laksana: sebagai bahan rujukan dalam praktek
akuntansi syariah terutama dalam penyusunan laporan keuangan yang tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip syariah, dan sebagai bahan pertimbangan
bagi lembaga profesi akuntan (Indonesia: Ikatan Akuntan Indonesia) dalam
penyusunan dan penyempurnaan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) khusus
2

[PSAK yang mengatur tentang Akuntansi Syariah (bagi praktek ekonomi yang
menggunakan prinsip-prinsip syariah)].
1.5. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan basic atau fundamental research karena terutama
bertujuan untuk memperoleh lebih banyak pengetahuan dan pemahaman
mengenai fenomena-fenomena yang terjadi, secara umum diarahkan kepada
usaha untuk mengembangkan dan penemuan teori sebagai dasar pengembangan
ilmu pengetahuan (Teguh, 1999:17).
Penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan rasionalitas dan kebenaran
hakikat, pengetahuan dan praktik akuntansi, maka penelitian ini menggunakan
kajian teori kritis, dan filosofis (Adnan, 1996:7; Muhammad, 2002:23)
1.5.1. Metode Penelitian yang Digunakan
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode penelitian
deskriptif, data yang dikumpulkan disusun, dijelaskan, dan selanjutnya dilakukan
analisa (Surakhmad, 1985:140) dengan pendekatan analisis perbandingan
(komparatif) yang berusaha mencari pemecahan melalui penelitian pada faktorfaktor tertentu yang berhubungan dengan fenomena yang sedang diteliti dan
membandingkan satu faktor dengan faktor lainnya (Surakhmad, 1985:141) juga
dimaksudkan untuk mengetahui hakikat sesuatu, dengan pendekatan analisis
proposisi yang mengungkap pernyataan tentang sifat dari realitas (Nazir,
1999:20). Menggunakan data ex post facto. Ex post facto artinya data yang
dikumpulkan setelah semua kejadian berlangsung (Nazir, 1999:69)
1.5.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang
berbentuk rumusan-rumusan normatif tentang prinsip-prinsip syariah, prinsipprinsip ekonomi syariah dan prinsip-prinsip akuntansi syariah, aturan atau
ketentuan-ketentuan penyajian laporan keuangan yang tidak dapat dinyatakan
dalam angka-angka kuantitatif.
Sumber data diperoleh melalui: Standar Akuntansi Keuangan yang disusun
oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) sebagai acuan dalam praktik menjalankan
akuntansi, literatur atau buku-buku akuntansi keuangan yang beraliran
konvensional, dan format laporan keuangan yang dipergunakan oleh institusi
ekonomi non syariah (konvensional); Accounting and Auditing for Islamic
Financial Institution yang disusun oleh AAOIFI (Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institution) sebagai acuan dalam praktik
akuntansi lembaga-lembaga keuangan syariah, Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 59 tentang Perbankan Syariah, literatur atau buku-buku
akuntansi keuangan yang berdasarkan ketentuan-ketentuan syariah, dan format
laporan keuangan yang dipergunkan oleh institusi ekonomi syariah.
1.5.3. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini, data yang
digunakan adalah berupa pernyataan-pernyataan para ahli yang relevan. Pengumpulan data dengan teknik purposif sampling/data, yang selanjutnya didukung

oleh teknik analisis isi (content analysis) (Adnan, 1996:10-11; Muhammad,


2002:27).
Penelitian kualitatif setidak-tidaknya memiliki tiga tahapan yang tepat dalam
menganalisis, yaitu: data reduction, data display, dan conclution drawing (Miles
dan Heberman, 1984; Sutopo, 1988, Syafiie, 1988 dalam Muhammad, 2002:27).
Tiga komponen tersebut harus saling berkorelasi dan saling mendukung. Gaffikin
(1989:119) menyarankan dalam menerapkan metodologis analisis paling tidak ada
empat tahapan yang harus dilalui oleh peneliti, 1) logical, 2) environmental, 3)
ideological, dan 4) linguistic. Keempat tahapan ini akan menjadikan satu rangkaian
yang saling bertaut (koheren), sehingga akan menghasilkan suatu konstruksi
teori.
Dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data dan informasi melalui
studi kepustakaan, yaitu menganalisa isi buku (book survey) serta melakukan
kritik interpretatif positif untuk menetapkan maksud pengarangnya. Menganalisa
keadaan dan latar belakang buku tersebut serta verifikasi terhadap pernyataan
dan pokok-pokok pikiran pengarangnya.
1.5.4. Analisis Data
Data-data yang telah ada sesuai dengan kebutuhan penelitian ini,
diinventarisir dan dianalisis, sesuai dengan topik penelitian memperbandingkan
antara dua fenomena, merujuk analisis data yang dikemukakan oleh Bisri
(1998:61-62), sebagai berikut:
1. Mengadakan seleksi data yang telah terkumpul serta mencocokkan dengan
data yang menunjang pada penelitian ini.
2. Mengklasifikasikan data, data yang telah diseleksi tersebut diklasifikasikan
secara khusus yaitu yang menyangkut pada pembahasan dalam penelitian ini.
3. Penganalisaan data, data yang sudah diklasifikasikan tersebut kemudian
dinalisa keabsahannya. Selanjutnya, dibandingkan untuk didapatkan unsurunsur persamaan, dan unsur-unsur perbedaan substansi, metodologi, dan
penyajian.
4. Mencari hubungan timbal-balik antara data-data yang diperbandingkan.
Dalam membangun teori sosial yang didalamnya juga termasuk teori
akuntansi, maka proses analisis kritis dan rasional sangat dibutuhkan, dalam
penelitian ini (perbandingan antara Akuntansi Konvensional dengan Akuntansi
Syariah), pendekatan kritis merupakan salah satu pendekatan yang relevan dan
dianjurkan untuk diterapkan. Untuk memahami praktik dan teori akuntansi yang
sesuai dengan tujuan penelitian ini, Lodh (1996:3) merekomendasikan bahwa
penelitian yang lebih tepat untuk digunakan adalah critical studies in accounting.
II. Landasar Teoritis
2.1. Prinsip-prinsip Akuntansi Syariah
Berdasarkan prinsip-prinsip syariah masalah akuntansi akan berkait pula
dengan prinsip-prinsip syariah, karena syariah mencakup seluruh aspek
kehidupan umat manusia, baik ekonomi, politik, sosial dan falsafah moral. Dengan
demikian syariah berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan manusia
termasuk di dalam hal akuntansi (Muhammad, 2002:112). Wan Ismail Wan Yusoh
(2001 dalam Harahap, 2001:212) mengemukakan beberapa syarat sebagai dasardasar akuntansi syariah, sebagai berikut: 1) benar (truth) dan sah (valid), 2) adil
4

(justice), yang berarti menempatkan sesuatu sesuai dengan peruntukannya,


diterapkan terhadap semua situasi dan tidak bias, harus dapat memenuhi
kebutuhan minimum yang harus dimiliki oleh seseorang, 3) kebaikan
(benevolence/ihsan), harus dapat melakukan hal-hal yang lebih baik dari standar
dan kebiasaan. Sebenarnya prinsip-prinsip akuntansi konvensional telah memasukkan aspek-aspek seperti yang diutarakan di atas hanya saja prinsip
conservatism yang selalu membela kepentingan pemilik modal menjadi tidak
sejalan dengan prinsip-prinsip akuntansi syariah (Adnan, 1997 dalam Harahap,
2001:213).
Muhammad (2002:114-115) mencoba merumuskan prinsip-prinsip akuntansi syariah dengan membagi dua bagian: 1) berdasarkan pengukuran dan
penyingkapan, dan 2) berdasarkan pemegang kuasa dan pelaksana.
Prinsip akuntansi syariah berdasarkan pengukuran dan penyingkapannya
terdiri dari, 1) Zakat: penilaian bagian-bagian yang dizakati diukur secara tepat,
dibayarkan kepada mustahik sesuai yang dikehendaki oleh Al-Quran (delapan
asnaf) atau zakat dapat pula disalurkan melalui lembaga zakat yang resmi. 2)
Bebas bunga: Entitas harus menghindari adanya bunga dalam pembebananpembebanan dari transaksi yang dilakukan, menghindari hal ini akan lebih tepat
bila entitas berbentuk bagi hasil atau bentuk lain yang sifatnya tidak memakai
instrumen bunga. 3) Halal: menghindari bentuk bisnis yang berhubungan dengan
hal-hal yang diharamkan oleh syariah, seperti perjudian, alkohol, prostitusi, atau
produk yang haram lainnya. Menghindari transaksi yang bersifat spekulatif, seperti
bai al-gharar; munabadh dan najash.
Prinsip akuntansi syariah berdasarkan pemegang kuasa dan pelaksana
terdiri dari: 1) Ketaqwaan: mengakui bahwa Allah adalah penguasa tertinggi. Allah
melihat setiap gerak yang akan diperhitungkan pada hari pembalasan. Dapat
membedakan yang benar (al-haq) dan yang salah (al-bathil). Mendapatkan
bimbingan dari Allah dalam pengambilan keputusan. Mencari ridha dan barakah
Allah dalam menjalankan aktivitas. 2) Kebenaran: visi keberhasilan dan kegagalan
yang meluas ke dunia mencapai maslahah. Menjaga dan memperbaiki hubungan
baik dengan Allah (hablun min Allah) dan menjaga hubungan dengan sesama
manusia (hablun min al-nas). 3) Pertanggungjawaban: Pertanggung-jawaban
tertinggi adalah kepada Allah, berlaku amanah. Mengakui kerja adalah ibadah
yang selalu dikaitkan dengan norma dan nilai syariah. Merealisasikan fungsi
manusia sebagai khalifah di muka bumi dan bertanggung jawab atas
perbuatannya. Berbuat adil kepada sesama ciptaan Allah, bukan hanya kepada
manusia.
Merujuk dari investigasi yang dilakukan oleh Syahatah (2001:73-92) kaidah
akuntansi yang terpenting berdasarkan hasil istimbath dari sumber-sumber hukum
Islam (syariah), adalah sebagai berikut:
1. Independensi jaminan keuangan. Perusahaan hendaklah mempunyai sifat
yang jelas dan terpisah dari pemilik perusahaan.
2. Kesinambungan aktivitas. Kaidah ini memandang bahwa aktivitas suatu perusahaan itu mesti berkesinambungan (terus beraktivitas).
3. Hauliyah (pentahunan/penetapan periode). Sesuai dengan firman Allah dalam
Al-Quran (9:36) sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua
belas bulan ... jadi periode akuntansi syariah lebih tepat memakai putaran

tahun, karena hal tersebut juga berhubungan dengan nisab zakat yang
menggunakan bilangan tahun.
4. Pembukuan langsung dan lengkap secara detail. Kaidah ini menghendaki
pembukuan secara rinci dalam mencatat transaksi, dimuali dari tanggal, bulan,
tahun, dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan, hal ini disarkan perintah dalam
Al-Quran (2:282) uktubuhu perintah mencatat kemudian ila ajalin
musamma menunjukkan suatu tanggal kejadian tertentu.
5. Pembukuan disertai dengan penjelasan atau penyaksian obyek. Kaidah ini
menghendaki pembukuan semua aktivitas ekonomi keangan berdasarkan
dokumen-dokumen yang mencakup segia bentuk dan isi secara keseluruhan.
Dalam fikih Islam, bentuk ini disesbut pencatatan dengan kesaksian.
6. Pertambahan laba dalam produksi, serta keberadaannya dalam perdagangan.
Dalam fikih islam, laba dianggap sebagai perkembangan pada harta pokok
yang terjadi dalam masa haul (periode akuntansi), baik setelah harta itu diubah
dari barang menjadi uang meupun belum berubah. Kaidah inilah yang dipakai
dalam menghitung zakat mal.
7. Penilaian uang berdasarkan emas dan perak. Al-Quran telah mengisyaratkan
bahwa emas dan perak adalah sebagai wadah sentral dalam penetapan harga
(QS, 12:20, 3:75, 9:34)
8. Prinsip penilaian harga berdasarkan nilai tukar yang sedang berlaku.
Implementasi kaidah ini untuk memelihara keselamatan dan keutuhan modal
pokok untuk perusahaan dari segia tingginya volume proses penukaran barang
dan kemampuan barang itu untuk berkembang dan menghasilkan laba.
9. Prinsip perbandingan dalam menentukan laba. Prinsip ini ditujukan untuk
menghitung dan mengukur laba atau rugi pada perusahaan mudharabah yang
kontinu, serta menentukan aktivitas-aktivitas ekonomi lainnya yang menghendaki perbandingan antara beban-beban dan uang masuk selama periode
tertentu.
10. Prinsip muwaamah (keserasian) antara pernyataan dan kemaslahatan.
Catatan akuntansi harus menjelaskan keterangan-keterangan yang telah
dipublikasikan secara wajar, yaitu sesuai dengan kesanggupan dan situasi
serta metode yang digunakan yang dapat melindungi kemaslahatan serta tidak
menimbulkan kemudharatan.
2.2. Tujuan Laporan Keuangan Akuntansi Syariah
Sesuai dengan tujuan syariah yang berusaha untuk menciptakan
maslahah terhadap seluruh aktivitas manusia tidak terkecuali dalam aktivitas
ekonomi yang didalamnya juga melingkupi aktivitas akuntansi, maka akuntansi
yang direfleksikan dalam laporan keuangan memiliki tujuan yang tidak
bertentangan dengan tujuan syariah. Untuk merealisasikan tujuan tersebut
Harahap (1999:120) menyebutkan bahwa pemberian informasi akuntansi melalui
laporan keuangan harus dapat menjamin kebenaran, kepastian, keterbukaan,
keadilan diantara pihak-pihak yang mempunyai hubungan ekonomi hal ini sejalan
dengan pernyataan Harahap (2001:120) inti prinsip ekonomi syariah menurut AlQuran adalah: keadilan, kerjasama, keseimbangan larangan melakukan transaksi
apapun yang bertentangan dengan syariah, eksploitasi dan segala bentuk
kedhaliman (penganiayaan). Secara tegas Triyuwono (2000:25) menyampaikan
bahwa tujuan akhir akuntansi syariah [laporan keuangan] adalah untuk mengikat
6

para individu pada suatu jaringan etika dalam rangka menciptakan realitas sosial
(menjalankan bisnis) yang mengandung nilai tauhid dan ketundukan kepada
ketentuan Tuhan, yang merupakan rangkaian dari tujuan syariah yaitu mencapai
maslahah (Hidayat, 2002b:431).
Tujuan akuntansi syariah sangat luas, namun demikian penekanannya
adalah pada upaya untuk merealisasikan tegaknya syariah dalam kegiatan
ekonomi yang dijalankan oleh manusia (Adnan, 1997, Triyowono, 2000 dalam
Harahap, 2001:120). Selanjutnya Adnan (1996) untuk menspesifikkan tujuan
akuntansi syariah membagi menjadi dua tingkatan yaitu 1) tingkatan ideal, dan 2)
tingkatan pragmatis. Pada tataran ideal tujuan akuntansi syariah adalah sesuai
dengan peran manusia dimuka bumi dan hakekat pemilik segalanya (QS, 2:30,
3:109, 5:17, 6:165), maka sudah semestinya yang menjadi tujuan ideal dari
laporan keuangan adalah pertang-gungjawaban muamalah kepada Tuhan Sang
Pemilik Hakiki, Allah swt. Namun karena sifat Allah Yang Maha Tahu segalanya,
tujuan ini bisa dipahami dan ditransformasikan dalam bentuk pengamalan apa
yang menjadi perintah syariah. Dengan kata lain, akuntansi [laporan keuangan]
terutama harus berfungsi sebagai media penghitungan zakat, karena zakat
merupakan bentuk manifestasi kepatuhan seseorang hamba atas perintah Tuhan.
Tujuan pragmatis dari Akuntansi Syariah [laporan keuangan] diarahkan pada
upaya menyediakan informasi kepada stakeholder dalam mengambil keputusan
(Adnan, 1999:4 dalam Asudi dan Triyuwono, 2001:87).
Khan (1992) mengidentifikasi tujuan laporan keuangan akuntansi syariah,
sebagai berikut:
1. Penentuan laba-rugi yang tepat. Kehati-hatian harus dilaksanakan dalam
menyiapkan laporan keuangan agar dapat mencapai hasil yang sesuai dengan
syariah, dan konsisten dalam pemilihan metode yang digunakan sehingga
dapat menjamin kepentingan semua pihak (pengguna laporan keuangan).
Penentuan laba rugi yang tepat juga sangat urgen dalam rangka menghitung
kewajiban zakat, bagi hasil, dan pembagian laba kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
2. Meningkatkan dan menilai efisiensi kepemimpinan. Sistem akuntansi harus
mampu memberikan standar untuk menjamin bahwa manajemen mengikuti
kebijakan-kebijakan yang sehat.
3. Ketaatan pada hukum syariah. Setiap aktivitas yang dijalankan oleh entitas
usaha harus dapat dinilai hukum halal-haramnya.
4. Keterikatan pada keadilan. Dalam rangka mewujudkan tujuan utama dari
syariah adalah menciptakan maslahah, dan keadilan adalah bagian yang
terpenting dalam mencapai maslahah, maka penegakan keadilan adalah
mutlak adanya.
5. Melaporkan dengan benar. Entitas usaha selain bertanggung jawab terhadap
pemilik juga harus bertanggung jawab kepada masyarakat secara keseluruhan.
Dengan demikian berarti pula bahwa entitas usaha memiliki tanggung jawab
sosial yang melekat. Informasi harus berada dalam posisi yang terbaik untuk
melaporkan hal ini.
6. Adaptable terhadap perubahan. Peranan akuntansi yang sangat luas menuntut
akuntansi agar peka terhadap tuntutan kebutuhan, agar akuntansi senantiasa
dapat difungsikan oleh masyarakat sesuai tuntutan kebutuhannya.

Dalam merealisasikan tujuan Harahap (2001:120) membagi fungsi


Akuntansi Syariah sebagai berikut: 1) untuk menegakkan keadilan dan
kebenaran, 2) untuk memberikan informasi, 3) untuk melakukan pencatatan, dan
4) untuk memberikan pertanggungjawaban.
Dalam pendekatan sumber-sumber fikih Islam dan riset ilmiah Akuntansi
Syariah, Syahatah (2001:44) membagi tujuan Akuntansi Syariah [laporan
keuangan] dalam 1) hifzul amwal (memelihara uang), para ahli tafsir menafsirkan
kata faktubuhu (QS,2:282) yang berarti tuliskanlah perintah tersebut adalah
untuk menuliskan satuan uang (nilai dari harta), 2) bukti tertulis [pencatatan]
ketika terjadi perselisihan, Ibnu Abidin dalam kitabnya al-amwal yang dikutip
(Syahatah, 2001:46) si penjual, kasir, dan agen adalah dalil (hujjah yang dapat
dijadikan bukti) menurut kebiasaan yang berlaku, diperkuat dengan firman Allah
(2:282) ... [pencatatan itu] lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat
kepada tidak [menimbulkan] keraguanmu ..., 3) dapat membantu dalam
pengambilan keputusan, salah satu fungsi pencatatan adalah menghilangkan
keragu-raguan yang berarti pula bahwa dengan dasar catatan yang dapat
dipercaya akan dapat menghasilkan keputusan yang lebih baik, dan 4)
menentukan besarnya peng-hasilan yang wajib dizakati, pada periode awal
akuntansi tujuan laporan keuangan lebih ditekankan pada pemenuhan kewajiban
zakat.
Dari beberapa pendapat mengenai tujuan akuntansi syariah [laporan
keuangan] yang memiliki dua titik tekan, tekanan ideal adalah pemenuhan
kewajiban yang langsung berhubungan kepada Allah seperti pemenuhan
kewajiban zakat, dan tekanan praktis adalah memperoleh informasi dari aktivitas
usaha yang diperlukan oleh pemilik (stakeholder) dan tujuan penting lainnya
adalah mewujudkan hubungan sosial yang harmonis tanpa sengketa dan
perselisihan.
Karakteristik penting yang harus dimiliki oleh organisasi [syariah] dalam
melaksanakan akuntansinya menurut Widodo dan Kustiawan (2001:28) adalah
sebagai berikut:
1. Ketaatan pada prinsip-prinsip dan ketentuan syariah Islam.
2. Keterikatan pada keadilan.
3. Menghasilkan pelaporan yang berkualitas (dapat dipahami, relevan, andal,
keterbandingan, dapat diuji kebenarannya.
Menurut Hidayat (2002b:431) dalam bentuk konkritnya akuntansi syariah
harus dapat menyajikan laporan keuangan yang berlandaskan pada keadilan,
kejujuran, dan kebenaran sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab kepada
sesama manusia dan pelaksanaan perintah (kewajiban) dari Tuhan, sehingga
dapat dijadikan dasar dalam memperhitungkan kewajiban zakat secara benar
dalam tinjauan syariah, juga tidak menimbulkan kerugian pihak-pihak yang terkait
dengan informasi laporan keuangan [akuntansi syariah]. Untuk mewujudkan hal
ini keterikatan kepada syariah adalah hal yang utama walaupun disisi lain
akuntansi syariah juga harus memenuhi Standar Akuntansi Syariah yang berlaku
akan tetapi penekanan kebenaran bukan hanya sekedar memenuhi (tidak
menyimpang) dari standar tetapi benar secara hakikat syariah (substantif).
2.3. Pengungkapan Aspek-aspek Syariah

Hal mendasar dalam penyajian laporan keuangan akuntansi syariah


adalah kewajiban untuk mengungkapkan aspek-aspek syariah, yang
dimaksudkan adalah agar laporan keuangan benar-benar dapat mematuhi
ketentuan syariah sehingga tidak menyimpang dari prinsip-prinsip syariah,
prinsip-prinsip ekonomi syariah, dan prinsip-prinsip akuntansi syariah.
Menurut yang direkomendasikan oleh Accounting and Auditing for Islamic
Financial Institution (1998) laporan keuangan yang disampaikan oleh perusahaan
harus dapat mengungkapkan (memberikan informasi-informasi) mengenai (1)
Ketaatan perusahaan terhadap ketentuan syariah dan informasi mengenai
pendapatan dan pengeluaran yang tidak diperbolehkan ketentuan syariah bila
terjadi serta bagaimana cara penyalurannya (2) Sumber daya ekonomi perusahaan serta kewajiban yang berkaitan dengan sumber daya tersebut, dan pengaruh
transaksi atau situasi tertentu terhadap sumber daya perusahaan serta kewajiban
yang berkaitan dengan sumber daya tersebut. Informasi ini bermanfaat untuk
membantu pengguna informasi mengevaluasi kecukupan modal perusahaan untuk
mengantisipasi kerugian dan resiko bisnis, memperkirakan resiko yang melekat
dengan investasi yang dilakukan, dan mengevaluasi tingkat likuiditas kekayaaan
perusahaan, serta likuiditas yang diperlukan untuk menutup kewajibannya. (3)
Informasi yang membantu pihak yang berkepentingan dalam menentukan dana
zakat perusahaan serta cara pendistribusiannya. (4) Informasi yang membantu
untuk melakukan estimasi arus kas yang mungkin diperoleh, waktu perolehan arus
kas tersebut, serta resiko yang berkaitan dengan realisasi arus kas tersebut.
Informasi ini bermanfaat untuk membantu pengguna informasi mengevaluasi
kemampuan pertusahaan menghasilkan laba dan mengubahnya menjadi arus kas
serta kecukupan arus kas tersebut untuk didistribusikan sebagai profit. (5)
Informasi yang membantu mengevaluasi pelaksanaan tanggungjawab yang
diemban untuk mengamankan dana dan meng-investasikan dana tersebut ke
dalam investasi yang layak, serta memberikan informasi mengenai tingkat
pengembalian yang dihasilkan bagi seluruh jenis dana yang menjadi tanggung
jawab perusahaan. (6) Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, termasuk
kewajiban membayar pajak (Widodo, et. al., 1999).
III. Pembahasan
3.1. Perbedaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional
Menurut Hidayat (2002a:88) perbedaan yang terjadi antara akuntansi
konvensional dengan akuntansi syariah karena kemungkinan informasi akuntansi
syariah (laporan keuangan syariah) adalah suatu bentuk tujuan dan konsep
akuntansi yang disusun berda-sarkan pada pencapain tujuan syariah, tujuan
ekonomi Islam serta tujuan lingkungan sosial masyarakat Islam. Hal itu akan
menuntut perbedaan kebutuhan dari Islamic user dengan non Islamic user
(Harahap, 2001:216). Lebih lanjut Harahap (2001:216) menggambarkan salah
satu perbedaan akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional adalah pada
karakter dan praktik bisnis, dalam hal ini kecenderungan bisnis Islam adalah
mudharabah, musyarakah ataupun kontrak syariah lainnya, sehingga konsep
akuntansi syariah cenderung menggunakan current value dan bentuk laporan
keuangannya menyajikan laporan yang sesuai dengan sifat-sifat dari transaksi
bisnis dalam konsep syariah tersebut.

Secara prinsip terjadi beberapa perbedaan yang mendasar, akuntansi konvensional lebih memberi kelonggaran penilaian laporan keuangan dengan menilai
hanya terbatas pada kewajaran (kebenaran relatif) yang merujuk pada standar
yang berlaku, sedangkan akuntansi syariah tuntutannya adalah kebenaran hakiki
(al-haq) atau kebenaran moral yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan
Allah, walaupun di satu sisi akuntansi syariah juga harus merujuk pada standar
tetapi standar tidak dimaksudkan sebagai pembenaran, artinya laporan yang
dibuat sesuai dengan standar tidak selalu benar menurut syariah, bila secara
substansi laporan menyimpang dari prinsip-prinsip syariah (Hidayat, 2002a:8889).
Akuntansi konvensional lebih pada pemenuhan ketentuan standar-standar
yang dibuat oleh manusia, sedangkan akuntansi syariah, mencoba menemukan
apa yang seharusnya dibuat sesuai dengan anjuran Tuhan (wahyu), dalam tataran
ini akuntansi syariah tidak hanya diikat agar berada pada koridor standar akuntansi tetapi diikat pula dengan pertanggungjawaban dihadapan Tuhan (normatif
religius).
Dari segi tujuan, antara akuntansi konvensioanal dengan akuntansi syariah
memiliki kemiripan yang hampir sepadan, karena beberapa poin tujuan memang
sama, seperti dalam hal laporan keuangan sebagai pemasok informasi, hanya
pada titik tekan tertentu akuntansi konvensional memberikan laporan kinerja
historis yang memberikan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan sebagai
alat dalam pengambilan keputusan bisnis, sedangkan akuntansi syariah bukanlah
merupakan tujuan, tetapi sarana untuk mencapai tujuan yakni pemenuhan
kewajiban zakat secara benar, hal ini menjadikan akuntansi syariah memiliki titik
tekan tujuan pada pertanggungjawaban (akuntabilitas) dihadapan Tuhan. Dengan
kata lain laporan keuangan akuntansi konvensional titik tekan tujuan pada
pemberian informasi, sedangkan laporan keuangan akuntansi syariah titik
tekannya pada pertanggungjawaban (akuntabilitas).
Laporan keuangan pokok akuntansi konvensional yang terdiri dari neraca,
laporan laba-rugi, dan laporan arus kas, sedangkan pada akuntansi syariah
masih ditambah lagi laporan keuangan lainnya yang harus disampaikan yaitu
laporan zakat. Bahkan ada beberapa laporan keuangan yang dibutuhkan oleh
bank syariah antara lain laporan investasi tidak bebas penggunaan, laporan
sumber dan penggunaan dana qardh (Media Akuntansi, 2000:21).
Perbedaan secara umum antara Akuntansi Konvensional dan Akuntansi
Syariah dapat dilihat dalam gambar 3.1.
Gambar 3.1
Perbedaan Akuntansi Konvensional dengan Akuntansi Syariah
(Laporan Keuangan)

10

LAPORAN
KEUANGAN
AKUNTANSI
KONVENSIONAL

AKUNTANSI
SYARI'AH

PRINSIP-PRINSIP
DASAR

Kebenaran Relatif
(Wajar)
Pemenuhan
Standar yang
Dibuat/
Dirumuskan oleh
Manusia

Kebenaran Hakiki
( al-Haq
)
Mencoba Menemukan yang
Seharusnya/Dibuat Didasarkan
pada Ketentuan
Tuhan (Wahyu)

TUJUAN
Laporan Keuangan
Bukan Tujuan, Tetapi
Sarana untuk
Mencapai Tujuan,
yakni: Pertanggungjawaban Dihadapan
Tuhan

Menekankan pada
Informasi sebagai Alat
dalam Pengambilan
Keputusan Bisnis

JENIS
LAPORAN

Laporan Keuangan
Tambahan Disajikan
Sesuai dengan
Kebutuhan,
misalnya:Pengungk
apan Tingkat Inflasi,
Catatan Atas
Laporan Keuangan,
dan Koreksi Fiskal

Laporan Keuangan
Tambahan Meliputi:
Laporan Dana ZIS,
Pengungkapan
Aspek-aspek
Syari'ah, dan
Perhitungan Zakat

Menurut Haniffa dan Hudaib (2001); Muhammad (2002:16) Perbedaan


Postulat antara akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah, yang meliputi:
(1) Entitas, akuntansi konvensional mengakui adanya pemisahan antara entitas
bisnis dan pemilik, dalam akuntansi syariah entitas tidak memiliki kewajiban yang
terpisah dari pemilik. (2) Going concern, bisnis terus beroperasi sampai dengan
tujuan tercapai (akuntansi konvensional), kelangsungan usaha tergantung pada
kontrak dan kesepakatan yang didasari oleh saling ridha (akuntansi syariah). (3)
Periode akuntansi, meskipun ada kesamaan dalam menentukan periode akuntansi

11

selama 12 bulan (satu tahun) namun akuntansi konvensional periode


dimaksudkan mengukur kesuksesan kegiatan perusahaan, sedangkan dalam
akuntansi syariah periodisasi bertujuan untuk penghitungan kewajiban zakat. (4)
Unit pengukuran, akuntansi konvensional menggunakan unit moneter sebagai unit
pengukuran, akuntansi syariah menggunakan harga pasar untuk barang
persediaan, dan emas sebagai alat ukur dalam penghitungan zakat. (5)
Pengungkapan penuh (menye-luruh), pengungkapan ini ditujukan sebagai alat
dalam pengambilan keputusan, dalam akuntansi syariah pengungkapan penuh
ditujukan untuk memenuhi kewajiban kepada Allah swt., kewajiban sosial, dan
kewajiban individu. (6) Obyektivitas, bebas dari bias subyektif, dalam akuntansi
syariah obyektivitas dimaknai dengan konsep ketakwaan, yaitu pengeluaran
materi maupun non-materi untuk memenuhi kewajiban, (7) Meterialitas, ukuran
materialitas dihubungkan dengan kepentingan relatif mengenai informasi terhadap
pengambilan keputusan, sedangkan akuntansi syariah mengakui materialitas
berkaitan dengan pengu-kuran yang adil dan pemenuhan kewajiban kepada Allah,
sosial, dan individu. (8) Konsistensi, yang dimaksudkan adalah pencatatan dan
pelaporan secara konsisten sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima
oleh umum, dalam akuntansi syariah konsistensi dimaknai dengan pencatatan
dan pelaporan secara konsisten sesuai dengan prinsip syariah. (9)
Konservatisme, akuntansi konvensional memilih teknik akuntansi yang paling
memberikan pengaruh kecil terhadap pemilik, sedangkan akuntansi syariah
memilih teknik akuntansi yang paling mengun-tungkan (berdampak posistif) bagi
masyarakat. Secara jelas perbandingan dapat diamati dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1
Perbedaan Postulat antara Akuntansi Konvensional
dengan Akuntansi Syari'ah
No.

Postulat

1 Entitas

Akuntansi Konvensional
Pemisahan antara entitas bisnis
dan pemilik

2 Going Concern (Kesi- Bisnis terus beroperasi sampai ternambungan)


capai tujuan dan semua asset terjual.

Akuntansi Syari'ah
Entitas didasarkan pembagian laba
Entitas tidak memiliki kewajiban
terpisah dari pemilik.
Kelangsungan usaha tergantung pada kontrak persetujuan anatar pihak
yang terlibat dalam kegaiatan bagi
hasil.

3 Periode Akuntansi

Akuntansi tidak dapat menunggu


Tahun hijriyah untuk perhitungan
sampai akhir kehidupan perusahaan zakat, kecuali untuk sektor pertaniuntuk mengukur sukses-tidaknya
an berdasarkan musim panen
kegiatan perusahan

4 Unit Pengukuran

Pengukuran nilai moneter

Kuantitas atau harga pasar untuk


ternak, barang pertanian, dan emas
untuk memenuhi kewajiban zakat.

12

5 Pengungkapan Penuh Untuk tujuan pengambilan keputu(Menyeluruh)


san.

Untuk menunjukkan pemenuhan


kewajiban kepada Allah, kewajiban
sosial, dan kewajiban individu.

6 Obyektivitas

Kepercayan terhadap pengukuran


yaitu bebas dari bias subyektif

Berhubungan erat dengan konsep


ketaqwaan, yaitu pengeluaran materi maupun non-materi untuk memenuhi kewajiban.

7 Materialitas

Dihubungkan dengan kepentingan


relatif mengenai informasi terhadap
pengambilan keputusan

Berkaitan dengan pengukuran yang


adil dan pemenuhan kewajiban kepada Allah, sosial, dan individu.

8 Konsistensi

Dicatat dan dilaporkan secara konsisten sesuai GAAP

Dicatat dan dilaporkan secara konsisten sesuai dengan prinsip syari'ah

9 Konservatisme

Memilih teknik akuntansi yang paling Memilih teknik akuntansi yang paling
memberikan pengaruh kecil
menguntungkan (dampak posistif)
terhadap
Pemilik
bagi masyarakat.

Haniffa dan Hudaib (2001); Harahap (2001:226); Muhammad (2002:116)

Perbedaan postulat akuntansi syariah tersebut di atas karena secara


karakteristik antara akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah juga
memiliki perbedaan. Menurut Baydoun dan Willet (1994:82) memetakan perbedaan karakteristik akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah sebagai
berikut: (1) Sistem akuntansi, akuntansi konvensioanal berdasarkan ekonomi yang
rasional, sedangkan akuntansi syariah berdasarkan pada ketauhidan. (2) Prinsip,
prinsip akuntansi konvensional yang sekuler, individualis, memaksimalkan
keuntungan, dan penekanan pada proses, akuntansi syariah berdasarkan pada
prinsip syariah, kepentingan umat, keuntungan yang wajar, persamaan, dan
rahmatan li al-alamin. (3) Kriteria, akuntansi konvensional berdasarkan pada
hukum perdagangan masyarakat kapitalis modern, penyajian informasi yang
sangat terbatas, informasi yang diajukan atau pertanggungjawaban kepada
pemilik, dalam akuntansi syariah kriteria berdasarkan pada etika yang bersumber
pada hukum Al-Quran dan Sunnah, pengungkapan yang menyeluruh (full
disclosure) untuk memenuhi kebutuhan informasi keuangan yang sesuai dengan
syariah dan memenuhi kebutuhan
Islamic Finance Report User,
pertanggungjawaban kepada umat (masyarakat luas) [khususnya dalam
memanfaatkan sumber daya] (lihat tabel 3.2).
Tabel 3.2
Perbedaan Karakteristik Akuntansi Konvensional dengan Akuntansi
Syari'ah
13

No. Karakteristik

Akuntansi Konvensional

Akuntansi Syari'ah

1 Sistem Akuntansi Ekonomi yang rasional

Ketauhiddan (unity of God)

2 Prinsip Akuntansi Sekuler


Individualis
Memaksimalkan keuntungan
Survival of the fittest
Penekanan pada proses

Syari'ah
Kepentingan umat
Keuntungan yang wajar
Persamaan
Rahmatan li al-'alamin

3 Kriteria

Berdasarkan pada hukum perdaga- Berdasarkan pada etika yang berngan masyarakat kapitalis modern sumber pda hukum Al-Qur'an dan
Sunnah
Penyajian informasi yang sangat
Full disclosure untuk memenuhi
Terbatas
ketuhan informasi keuangan yang
sesuai dengan syari'ah dan
memenuhi kebutuhan Islamic
Financial Report User
Informasi yang ditujukan pada per- Pertanggungjawaban kepada umat/
tanggungjawaban kepada pemilik masyarakat luas (khususnya damodal
lam memanfaatkan sumberdaya).

Baydoun dan Willet (1994:82); Harahap (2001:216)


Menurut Syahatah (2001:94-95) segi-segi perbedaan antara akuntansi
konvensional dengan akuntansi syariah dalam menyajikan laporan keuangan
dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) Akuntansi konvensional menganut sistem
penilaian aktiva dan modal dengan prinsip historical cost, sedangkan akuntansi
syariah lebih menghendaki konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku
(current value), hal ini didasari oleh keinginan melindungi modal pokok yang
hakiki dari kemampuan produksi di masa akan datang dalam ruang lingkup
perusahaan dan kontinuitas. (2) Akuntansi konvensional membagi modal (aktiva)
dalam dua golongan yakni, aktiva lancar (modal yang beredar) dan aktiva tetap
(modal tetap). akuntansi syariah membedakan modal yang terdiri dari harta
berupa uang tunai (cash), dan harta berupa barang, harta dalam bentuk barang ini
kemudian dibagi lagi menjadi barang milik dan barang dagangan. (3) Konsep
akuntansi syariah menilai mata uang seperti emas, perak, dan barang-barang lain
yang sama kedudukannya, bukanlah merupakan tujuan, melainkan hanya sebagai
alat tukar, perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai. (4) Konsep akuntansi
konvensioanal mempraktikkan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung
semua kerugian (conservatisme), dan mengabaikan laba-laba yang belum
direalisasi. Perbedaannya akuntansi syariah sangat memperhatikan hal-hal cara
menentukan harga dengan berdasarkan pada nilai tukar yang berlaku serta
membentuk cadangan untuk kemungkinan-kemungkinan bahaya dan risiko. (5)
Akuntansi konvensional menerapkan laba secara menyeluruh, yang terdiri dari

14

laba usaha, laba dari modal pokok, dan lain sebagainya. Konsep akuntansi
syariah membedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari
modal. Juga wajib memberikan penjelasan pendapatan-pendatan yang diperoleh
yang tidak sesuai dengan syariah laba dari aktivitas ini tidak boleh dibagikan
kepada mudharib dan musyarik (stakeholder) atau dicampurkan pada modal
pokok. (6) Konsep akuntansi konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu
hanya ada ketika adanya jual-beli (aktivitas usaha berjalan), sedangkan konsep
akuntansi syariah mengakui laba apabila nilai barang mengalami perkembangan
atau pertambahan, baik hal itu terjadi karena adanya proses jual-beli maupun
tidak. Akan tetapi, jual-beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba dan
laba itu tidak boleh dibagi kecuali setelah nyata laba itu diperoleh.
Adanya perbedaan-perbedaan dalam kaidah dan prinsip-prinsip antara
akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional sangat menyentuh pada
aspek-aspek pokok dan inti dari persoalan akuntansi, artinya meskipun perbedaan
tersebut dilihat dari luarnya hampir tidak tampak namun dari substansi perbedaan
ini jauh lebih berarti, karena menyangkut masalah-masalah pokok dan inti.
3.2.

Relevansi Prinsip-Prinsip Akuntansi Syariah dalam Menjaga Akuntabilitas Laporan Keuangan

Menurut Tuanakotta (1986b:251) salah satu tujuan akuntansi [laporan


keuangan] adalah untuk mengkomunikasikan informasi-informasi yang timbul dari
transaksi-transaksi perusahaan. Pada dasarnya transaski perusahaan ini terdiri
dari pertukaran barang-barang dan pertukaran jasa-jasa antara entitas yang satu
dengan lainnya. Namun demikian, bila dikaji lebih mendalam hal ini jelas mengandung beberapa kelemahan dan kekurangan, seperti berikut ini: (1) Akuntansi konvensional tidak mengakui pertukaran atau perubahan-perubahan modal manusia
(human capital). (2) Akuntansi konvensional tidak mengakui atau tidak memperhitungkan pertukaran anatara entitas perusahaan dengan lingkungan kemasyarakatan (sosial environment). (3) Transaksi yang diakui adalah transaksi yang telah
lewat, sedangkan keadaan keuangan dan hasil usaha dikemudian hari tidak dicerminkan dalam ikhtisar keuangan. (4) Akuntansi konvensional mengakui adanya
biaya bunga utang (cost of debt) tetapi tidak mengakui biaya modal (cost of
capital). (5) Meluasnya penyebaran perusahaan lintas negara dan lintas benua
menghendaki adanya suatu prinsip akuntansi yang berlaku secara universal (lihat
pula Belkaoui, 1981:338).
Tuntutan perubahan-perubahan terhadap beberapa hal dalam praktik
akuntansi yang selama ini telah menjadi konvensi berkembang sesuai dengan
tuntutan penggunanya, serta manfaat yang diharapkan dari informasi yang disajikan oleh akuntansi.
Maraknya perkembangan ekonomi Islam (ekonomi syariah) menuntut adanya suatu sistem akuntansi yang sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah,
karena syariah berfungsi sebagai sebuah referensi etik yang menuntun penilaian
dan pemilihan praktek akuntansi (Triyuwono, 2000:322-323). Menurut Harahap
(1999:11) mempelajari [akuntansi syariah] merupakan suatu keharusan dalam
menjalankan ekonomi yang semakin mengglobal. Dengan demikian, menjadi
sangat signifikan mendalami akuntansi syariah, maka tidak berlebihan bila
kecenderungan akuntansi masa depan akan mempertimbangkan pula aspek15

aspek yang berkait dengan ketentuan syariah. Alam (1991 dalam Triyuwono,
2000:317) berpendapat bahwa dengan adanya perubahan dalam norma dan
keyakinan masyarakat, standar-standar dan konvensi-konvensi perlu disesuaikan
agar dapat memenuhi kebutuhan. Sebagai konsekuensi praktik Ekonomi Islam
yang mempunyai pengaruh langsung pada kebijakan dan prosedur akuntansi
seperti sistem bebas bunga, pelaksanaan zakat, ketaatan pada etika bisnis
tertentu, akantansi akan memainkan peranan tertentu untuk mendukung agar
praktik ini berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar syariah yang dianut. Hal
ini dapat pula diartikan bahwa kebutuhan untuk merekonstruksi akuntansi agar
memenuhi aktivitas bisnis yang didasarkan oleh nilai-nilai syariah sangat
diperlukan (Triyuwono, 2000:317).
Secara normatif Al-Quran telah berpesan dalam surat (2:282) yang mewajibkan adanya pembukuan dalam muamalah [transaksi ekonomi] hal ini merupakan benang merah yang menguhubungkan perlunya informasi baik dalam
ekonomi konvensional maupun dalam praktik ekonomi yang dijalankan dengan
menggunakan prinsip-prinsip syariah. Kalau Al-Quran berbicara akuntansi
bukanlah hal yang aneh karena Allah telah menyatakan beberapa kali bahwa AlQuran merupakan petunjuk bagi manusia, diantaranya terdapat dalam Al-Quran
(2:2) dan dalam surat lain Allah menegaskan diturunkannya Al-Quran adalah
untuk menjelaskan segala urusan [permasalahan] (QS, 16:89). Implementasi
dalam praktiknya untuk menjalankan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh
Tuhan. Ternyata Nabi Muhammad saw. telah menaruh perhatian [terhadap
akuntansi], perhatian tersebut didasari dengan keinginan membersihkan
muamalah maliah (keuangan) dari unsur-unsur riba dan dari segala bentuk
penipuan (ketidakjujuran), pembodohan, pemerasan, dan segala usaha untuk
mengambil harta orang lain secara batil. Perhatian tersebut diwujudkan dengan
mendidik secara khusus beberapa orang sahabat untuk menangani profesi
(akuntansi) dan diberi sebutan khusus hafazhul al-amwal (Syahatah, 2001:20).
Menurut Mannan (1992:21) individu [termasuk perusahaan, karena di
dalam perusahaan melibatkan para individu] harus memperhitungkan perintah
[syariah] kitab suci (Al-Quran dan Sunnah) dalam melaksanakan aktivitasnya
[termasuk aktivitas ekonomi]. Apa yang dikatakan oleh Mannan di atas sangat
relevan dengan pernyataan Allah dalam Al-Quran (3:109) hanya kepada Allahlah
dikembalikan segala urusan [termasuk urusan ekonomi/akuntansi]. Maka individu
[Muslim] sudah sepatutnya menaati perintah membayar zakat (lihat, QS, 2:43)
atas harta (kekayaan) yang dimiliki oleh seorang Muslim. Hal ini kemudian berkait
dengan bagaimana menghitung dan memberikan informasi tentang harta, utang,
modal, perhitungan laba-rugi dan perhitungan kewajiban zakat, yang kesemuanya
ini menuntut adanya akuntansi.
Perkembangan bisnis yang menggunakan prinsip-prinsip syariah merupakan fenomena baru dalam kancah perekonomian Indonesia, pada awal
paradigma ekonomi Islam ditawarkan di Timur Tengah sekitar tahun 1970-an oleh
beberapa cendikia Muslim yang konsen terhadap ekonomi semisal MA. Mannan,
Yusuf al-Qardhawi, dan yang lainnya, di Indonesia boleh dicatat adanya nama
yang cukup populer dalam perkembangan ekonomi Islam antara lain, Syafii
Antonio dan Dawam Rahardjo, langkah berikutnya berdiri beberapa entitas bisnis
bank dan nonbank perkembangan ini menuntut adanya piranti-piranti dan sistemsistem yang dapat mendukungnya, akuntansi sebagai bagian yang tak
16

terpisahkan dari aktivitas ekonomi menjadi tuntutan untuk dapat memenuhi


kebutuhan adanya sistem ekonomi baru (yang disebut ekonomi syariah),
sehingga apabila ekonomi syariah telah menjadi hal yang menyatu dengan
aktivitas ekonomi masyarakat maka selayaknya konvensi akuntansi dapat
memenuhi kebutuhan pemakainya, walaupun hingga saat ini konvensi masih
memberikan proteksi adanya format laporan akuntansi yang berbeda dengan yang
telah ada.
Menurut Mott (1999:5) adanya standar akuntansi adalah bertujuan untuk
memperketat peraturan dan menekan penggunaan akuntansi kreatif. Namun lebih
lanjut Mott (1999:5) menyatakan standar tersebut akan menambah atau pada
beberapa segi akan diganti sepenuhnya standar praktik akuntansi yang lama.
Karim (1990, dalam Triyuwono, 2000:314) berpendapat bahwa akuntansi
[konvensional] yang sudah diadopsi dan diaplikasikan dalam bank Islam
[lembaga-lembaga ekonomi syariah] mempunyai komitmen untuk menyesuaikan
diri dengan ide-ide pokok syariah, mempertegas bahwa konvensi akuntansi dapat
diaplika-sikan sesuai dengan kebutuhan.
Adanya indikasi bahwa kecenderungan akuntansi masa depan (creative
accounting) akan mempertimbangkan untuk memasukkan aspek-aspek lainnya
dari aspek-aspek yang telah menjadi konvensi (kesepakatan) [mis. aspek syariah]
bukanlah hal yang mustahil. Bahkan perubahan sistem akuntansi sangat
diperlukan dalam waktu yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Muslim (Alam 1991 dalam Triyuwono, 2000:319). Dewan Standar
Akuntansi telah mnegesahkan PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan
Syariah pada tanggal 1 Mei 2002 dan wajib digunakan secara resmi pada tanggal
1 Januari 2003, ini membuktikan bahwa konvensi telah menyadari kebutuhan
terhadap standar akuntansi dalam menjalankan ekonomi dengan prinsip-prinsip
syariah dan membuktikan betapa akuntansi syariah juga turut menjadi perhatian
dari berbagai kalangan, termasuk kalangan profesi dan pemerintah.
Gambar 3.2
Pengaruh Akuntansi Syariah dalam Standar Akuntansi

17

Akuntansi
Konvensional

Akuntansi Syari'ah

Prinsip-prinsip dan Konvensikonvensi Akuntansi yang


Berlaku Umum

Prinsip-prinsip Syari'ah,
Prinsip-prinsip Ekonomi
Syari'ah, dan Prinsip-prinsip
Akuntansi Syari'ah

Laporan
Keuangan

Laporan
Keuangan

Perbedaan

Persamaan

Perbedaan

STANDAR/KONVENSI AKUNTANSI
MASA AKAN DATANG

Beberapa hal yang disampaikan oleh Belkaoui (1981) dan Tuanakotta


(1986b) mengenai tuntutan informasi akuntansi masa akan datang memiliki
relevansi yang tinggi bila dihubungkan dengan penuturan Karim (1990), Alam
(1991), Triyuwono (2000), dalam hal kebutuhan laporan keuangan akuntansi yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah [prinsip-prinsip ekonomi syariah dan
prinsip-prinsip akuntansi syariah], dan relevan pula dengan apa yang dikatakan
oleh Mott (1999) bahwa sesuai dengan tuntutan penggunanya standar-standar
akan berubah menyesuaikan dengan kebutuhan. Hal ini akan semakin terang
adanya, dengan telah disyahkannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 59 Akuntansi Perbankan Syariah pada tahun 2001. Pengembangan
standar akuntansi keuangan bank syariah di tingkat Ianternasional telah dimulai
sejak tahun 1987. Sedikitnya lima valume telah terkumpul dan tersimpan di
perpustakaan Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank
(IDB). Studi ini telah mendorong pembentukan Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institutions (Organisasi Akuntansi Keuangan
untuk Bank dan Lembaga Keuangan Islam) yang didaftarkan sebagai organisasi
nirlaba di Bahrain pada tahun 1411 H./1991 (Antonio, 2002:199-200).

18

Dengan memadukan prediksi Belkaoui (1981); Tuanakotta (1986b) tentang


kebutuhan akuntansi [laporan keuangan] masa akan datang, dan konsep-konsep
pemikiran tentang akuntansi syariah dalam penyajian laporan keuangan, akan
mengarah
pada
bentuk
laporan
keuangan
yang
berisi
tentang
pertanggungjawaban
(akuntabilitas)
sosial,
juga
pertanggungjawaban
(akuntabilitas) kepada Tuhan sesuai dengan tuntutan syariah. Menurut Harahap
(2001:217-218) untuk memfa-silitasi pertanggungjawaban tersebut maka
beberapa kemungkinan bentuk dan jenis laporan keuangan akuntansi masa akan
datang [syariah] adalah sebagai berikut: (1) Neraca yang memuat juga informasi
tentang karyawan, dan akuntansi SDM, serta disajikan dengan current value. (2)
Laporan nilai tambah sebagai pengganti laporan laba-rugi. (3) Laporan arus kas.
(4) Socio economic atau Laporan pertanggungjawaban sosial. (5) Catatan
penyelesaian laporan keuangan yang dapat berisi (a) laporan pengungkapan
lebih luas tentang laporan keuangan yang disajikan, (b) laporan tentang berbagai
nilai dan kegiatan yang tidak sesuai dengan syariat Islam, dan (c) menyajikan
informasi tentang efisiensi, good governance, dan laporan produktivitas.
Beberapa prediksi dan analisis tentang adanya format laporan keuangan
dan standar akuntansi yang berbeda untuk digunakan pada masa akan datang
kebenarannya telah dirasakan saat ini, terbukti tuntutan masyarakat [praktik
ekonomi syariah] yang membutuhkan laporan keuangan akuntansi syariah,
selanjutnya laporan keuangan akuntansi syariah baru akan dapat disusun dengan
baik dan dapat diukur dengan baik apabila terdapat standar yang mengatur hal ini.
Dengan demikian standar yang tidak atau belum mengatur pelaporan akuntansi
syariah perlu diubah atau ditambahkan sesuai dengan kebutuhan.
Dengan demikian, tepat kiranya apabila laporan keuangan yang dibutuhkan
pada masa akan datang, akan dapat menyajikan aspek-aspek syariah yang
lengkap dan jelas, dan standar/konvensi akuntansi masa akan datang juga akan
mengatur bagaimana seharusnya menyajikan laporan keuangan yang sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah.
Penerapan full disclousure yang dikehendaki oleh akuntansi syariah
adalah
keinginan
memurnikan
laporan
keuangan
dari
unsur-unsur
ketidakbenaran, kebohongan, dan manipulasi, baik manipulasi yang kasar dan
kasat mata maupun manipulasi yang halus dan sistematis, karena syariah tidak
saja dimaksudkan memenuhi tuntutan formal tetapi lebih dari itu syariah
diharapkan mampu menyuguhkan kebenaran hakikat (substansial). Dengan
demikian, dengan sendirinya menutup celah rekayasa dan berbagai bentuk
manipulasi laporan keuangan. Hal ini tidak saja akan menyuguhkan informasi
yang dapat dipercaya bagi pihak-pihak yang membutuhkan laporan keuangan
tetapi berbagai pihak akan dapat diuntungkan dengan informasi ini, tidak
terkecuali bagi dunia bisnis yang selalu mengandalkan laporan keuangan yang
merupakan hasil dari pekerjaan akuntansi (sistem informasi akuntansi).
Adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan melakukan
memanipulasi laporan keuangan sesungguhnya akan dapat teratasi apabila
laporan keuangan mengacu pada prinsip-prinsip akuntansi syariah dalam
menyajikan laporan keuangannya, karena dalam akuntansi syariah penekanan
kebenaran (objective) dan pengungkapan secara menyeluruh (full disclousure)
adalah menjadi komponen yang mutlak adanya. Dengan demikian laporan
keuangan akan senantiasa dapat dijaga akuntanbilitasnya.
19

IV. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan, sebagai berikut:
1. Akuntansi syariah tuntutannya adalah kebenaran hakiki (al-haq) atau
kebenaran moral yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah,
walaupun di satu sisi akuntansi syariah juga harus merujuk pada standar
tetapi standar tidak dimaksudkan sebagai pembenaran, artinya laporan yang
dibuat sesuai dengan standar tidak selalu benar menurut syariah, bila secara
substansi laporan menyimpang dari prinsip-prinsip syariah. Akuntansi syariah,
mencoba menemukan apa yang seharusnya dibuat sesuai dengan anjuran
Tuhan (wahyu), dalam tataran ini akuntansi syariah tidak hanya diikat agar
berada pada koridor standar akun-tansi tetapi diikat pula dengan
pertanggungjawaban dihadapan Tuhan (normatif religius).
2. Tujuan mulia syariah menciptakan kemaslahatan adalah rujukan utama dalam
perumusan prinsip-prinsip akuntansi syariah, dan buah dari akuntansi syariah
adalah laporan keuangannya. Bila kemudian laporan ini dijadikan dasar dalam
transaksi bisnis akan sangat terjaga akuntabilitasnya. Apabila prinsip-prinsip
akuntansi syariah dapat diadopsi dalam menyajikan laporan keuangan, tentu
saja harapannya adalah menjaga eksistensi laporan keuangan agar tetap
dapat dijadikan rujukan utama dalam pengambilan keputusan bisnis.
Daftar Pustaka
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution,
(1998),
Accounting and Auditing Standard for Islamic Financial Institutions,
Bahrain
Adnan, Muhammad Akhyar, (1996). An Investigation of Accounting
Concepts
and Practices in Islamic Bank, Disertasi Doktor, (tidak dipublikasikan)
________, (1997) The Shariah, Islamic Bank and Accounting Concept,
Jurnal
Akuntansi dan Auditing Indonesia [JAAI], vol. 1 No. 1 Mei hal. 47-80,
Yogyakarta: UII
Alam, K.Firoz, (1991). Shariah Financial Dealing and Accounting Practice: South
East Asia University Accounting Teacher Conference
Al-Quran
Antonio, Muhammad Syafii, (2002). Bank Syariah dari Teori sampai
Praktek,
Jakarta: GIP
Baydoun, N dan Willet, Roger, (1994). Islamic Accounting Theory, The AAANZ
Annual Conference, 3-4 Juli 1994, Australia: University of Wollongong
Belkauoi, Ahmed, (1981). Accounting Theory , New York: Harcourt Jovanovich,

20

Bisri, Cik Hasan, (1998). Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan


Penulisan Skripsi, Bandung: Logos
Gaffikin, M.J.R., (1989). Accounting Methodology and
Chambers, New York: Garland Publishing, Inc.

The Work of R.J.

Haniffa, Ross, dan Hudaib, (2001). A Conceptual Framework for Islamic Accountting: The Syariah Paradigme, The Accounting, Commerce, and Finance:
The Islamic Perspective, International conference IV, 12-14 Pebruari
2001, New Zealand: Massey University
Harahap, Sofyan Syafri, (1999). Akuntansi Islam, Jakarta: Bumi Aksara
________, (2001). Menuju Suatu Teori Akuntansi Islam, Jakarta: Pustaka
Quantum
Hidayat, Nur, (2002a). Urgensi Laporan Keuangan (Akuntansi Syariah) dalam
Praktek Ekonomi Islam, Simposium Nasional I Sistem Ekonomi Islami,
13-14 Maret 2002, Yogyakarta: P3EI FE UII
________, (2002b). Analisis Antara Akuntansi Konvesnional dengan
Akuntansi Syariah dalam Penyajian Laporan Keuangan, Tesis Magister,
Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati
________, (2003). Laporan Keuangan Akuntansi Syariah: Solusi Manipulasi
Laporan Pajak Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol. 2 No.6 Januari 2003, hal. 1824 Jakarta: Salemba Empat
IAI, (1994). Standar Akuntansi Keuangan, Buku Satu-Buku Dua, Jakarta:
Salemba Empat
________, (2002). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.59
Perbankan Syariah
Karim, Rifaat A.A, (1990). Standard Setting for the Financial Reporting or Religious Business Organization: The Case of Islamic Banks, Accounting and
Business Research, 20(80) hal. 299-305
Khan, Muhammad Akaram, (1992). An Introduction to Islamic Economics,
Islamabad: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy
Studies

21

Lodh, Sudhir C., (1985). Critical


Studies in
Accounting
Research,
Rationality
and Hubermas: A Methodological Reflection. The Fourth CPA Conferece, 26-28 April 1985, New York
Mannan, Muhammad Abdul, (1993). Islamic Economics, Theory and Practice,
(terjemahan), Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf
Media Akuntansi, (2000).
Akuntansi
Bank
Kehadirannya,
No.15/Th.VII/November-Desember, hal. 21

Syariah:

Ditunggu

Mott, Graham, (1999). Accounting for Managers, Jakarta: Elekmedia Komputindo


Muhammad, (2002). Pengantar Akuntansi Syariah, Jakarta: Salemba Empat
Nazir, Mohammad, (1999). Metode Penelitian, Jakarta: Galia Indonesia
Surakhmad, Winarno, (1985). Pengantar Penelitan Ilmiah: Dasar, Metode, dan
Teknik, Bandung: Tarsito
Syahatah, Husein, (2001). Usul al-Fikr al-Muhasab al-Islami (terjemahan), Jakarta: Akbar Media Sarana
Teguh, Muhammad, (1999). Metode Penelitian Ekonomi, Jakarta: RajaGrafindo
Persada
Triyuwono, Iwan, (2000). Organisasi dan Akuntansi Syariah, Yogyakarta:
LKiS
Triyuwono,
Iwan
dan
Asudi,
Moh.(2001).
Akuntansi
Syariah
Memformulasikan
Konsep Laba dalam Konteks Metafora Amanah, Jakarta: Salemba
Empat
Tuanakotta, Teodorus M., (1998). Teori Akuntansi, Buku Dua, Jakarta: Lembaga
Penerbit FEUI
Wan Yusoh, Wan Ismail, (2001). Islamic accounting, Paper: International
Conference on Islamic Banking and Finance, LAP dan EKABA FE UniversitasTrisakti, Jakarta: 11-12 Juni 2001
Widodo, Hertanto, et.al., (1999). Pedoman Akuntansi Syariah, Bandung: Mizan

22

Widodo, Hertanto, dan Kustiawan, Teten, (2001). Akuntansi dan Manajemen


Keuangan untuk Organisasi Pengelola Zakat, Jakarta: Institut
Manajemen Zakat

23

Anda mungkin juga menyukai