Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
Angina pektoris adalah nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada yang
terjadi karena otot jantung tidak mendapatkan cukup oksigen dan merupakan
gejala penyakit jantung koroner yang paling banyak terjadi. Acute Corronary
Syndrome (ACS) atau Sindroma koroner akut adalah terminology yang
digunakan pada keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total
ke miokard secara akut. ACS yang terjadi akibat infark otot jantung disebut
infark miokard. Termasuk di dalam ACS adalah unstable angina pektoris, Infark
Miokard Non elevasi segmen ST (Non STEMI), dan infark miokard elevasi
segmen ST (STEMI). Penyakit jantung koroner merupakan suatu kondisi adanya
plak di dinding sebelah dalam pembuluh darah koroner sehingga terjadi
penyempitan dan kekakuan pembuluh darah yang akan mengurangi aliran darah
ke otot jantung. Plak ini terbentuk dari lemak, kolesterol, kalsium dan substansi
lain di darah. Adanya gangguan aliran darah ke miokard akibat pembentukan
thrombus dalam arteri koroner yang sifatnya dinamis yang menyebabkan
terjadinya infark pada miokard, hal ini yang membedakan ACS dengan angina
pektoris stabil, dimana gangguan aliran darah ke miokard akibat penyempitan
yang statis.1,2,5,6
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tercatat bahwa
lebih dari 7 juta orang meninggal akibat penyakit jantung koroner di seluruh
dunia tahun 2002, angka ini diperkirakan meningkat hingga 11 juta orang pada
tahun

2020.

American

Heart

Association

(AHA)

pada

tahun

2004

memperkirakan prevalensi penyakit jantung koroner di Amerika Serikat sekitar


13 juta. Angka kematian karena penyakit jantung koroner di seluruh dunia tiap
tahun didapatkan 50 juta, sedangkan di negara berkembang terdapat 39 juta.3
Di Indonesia prevalensi jantung koroner tertinggi adalah provinsi Sulawesi
Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Aceh masing-masing
0,7 persen. Sementara prevalensi jantung koroner menurut diagnosis atau

gejala tertinggi

di Nusa Tenggara Timur (4,4%), diikuti Sulawesi Tengah

(3,8%), Sulawesi Selatan (2,9%), dan Sulawesi Barat (2,6%). Penyakit jantung
koroner (PJK) meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada
kelompok umur 65-74 tahun yaitu 2,0 persen dan 3,6 persen, menurun sedikit
pada kelompok umur 75 tahun. Pada tahun 2005, secara global diperkirakan
7,6 juta penduduk meninggal karena serangan jantung.3,4
Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia
miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga varian
utama angina pectoris yaitu angina pektoris tipikal (stabil), angina pektoris
prinzmetal (varian), dan angina pektoris tak stabil.
Faktor risiko angina pektoris sama dengan faktor risiko penyakit jantung
koroner, yaitu umur tua, riwayat keluarga menderita penyakit jantung pada usia
muda, merokok, aktivitas fisik yang kurang, pola makan yang tidak sehat,
minum beralkohol, obesitas, diabetes, dislipidemia, hipertensi, dan stress.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI FISIOLOGI JANTUNG
Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung
dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri
serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9
cm serta tebal kira-kira 6 cm.Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425
gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak
100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah
atau setara dengan 7.571 liter darah. Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan
berada ditengah tengah dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kirakira 5 cm diatas processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi
cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi
kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari
tepi lateral sternum Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars
cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada
ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis
Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana terdiri
antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardium berisi 50 cc yang
berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan
epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan
berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang
paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endocardium. Ada 4 ruangan dalam
jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan sisanya adalah ventrikel.
Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel dikenal dengan
bilik.
Diantara atrium kanan dan ventrikel kanan nada katup yang memisahkan
keduanya yaitu katup tricuspidalis, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri
juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral. Kedua katup ini

berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah
masuk dari atrium ke ventrikel.
1. Right Coronary

13.Papillary Muscles

2. Left Anterior Descending

14.Chordae Tendineae

3. Left Circumflex

15.Tricuspid Valve

4. Superior Vena Cava

16.Mitral Valve

5. Inferior Vena Cava

17. Pulmonary Valve

6. Aorta
7. Pulmonary Artery
8. Pulmonary Vein
9. Right Atrium
10. Right Ventricle
11. Left Atrium
12. Left Ventricle
Gambar 1 Anatomi jantung dan pembuluh darah
Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh dimana
pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak.
Selain itu otot jantung juga mempunyai kemampuan untuk menimmbulkan
rangsangan listrik.Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis
karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel
mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai
lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan.
Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu
didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik ini dimulai pada nodus sinoatrial
(nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava suiperior dan atrium kanan.
Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga
menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot
atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan
akhirnya ke seluruh otot ventrikel.

Gambar 2 aliran listrik jantung


Oleh karena itu, jantung tidak pernah istirahat untuk berkontraksi demi memenuhi
kebutuhan tubuh, maka jantung membutuhkan lebih banyak darah dibandingkan
dengan organ lain. Aliran darah untuk jantung diperoleh dari arteri koroner kanan
dan kiri. Kedua arteri koroner ini keluar dari aorta kira-kira inchi diatas katup
aorta dan berjalan dipermukaan pericardium. Lalu bercabang menjadi arteriol dan
kapiler ke dalam dinding ventrikel. Sesudah terjadi pertukaran O 2 dan CO2 di
kapiler , aliran vena dari ventrikel dibawa melalui vena koroner dan langsung
masuk ke atrium kanan dimana aliran darah vena dari seluruh tubuh akan
bermuara. Sirkulasi darah ditubuh ada 2 yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis.
Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan
kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena kecil, vena
pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai tekanan
yang rendah kira-kira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis. Sirkulasi sistemis
dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri kecil, arteriole lalu ke
seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena cava inferior, vena cava
superior akhirnya kembali ke atrium kanan.

B. ANGINA PEKTORIS
Angina pektoris (AP) nyeri dada yang timbul karena iskemia miokard,
terjadi bila suplai oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan miokard. Meskipun
penyebab paling sering iskemia miokard adalah aterosklerosis, sumbatan pada
arteri koroner dapat pula disebabkan oleh faktor lain yang bukan aterosklerosis,
misalnya kelainan bawaan pada pembuluh darah koroner, jembatan miokard
(myocardial bridging), arteritis oroner yang terkait vaskulitis sistemik dan
penyakit koroner akibat radiasi iskemia miokard dan angina pektoris dapat pula
terjadi tanpa adanya sumbatan koroner seperti pada stenosis katup aorta,
kardiomiopati hipertrofik dan kardiomiopati dilatasi idiopatik.
C. KLASIFIKASI ANGINA PEKTORIS
a. Angina stabil
Nyeri dada yang dicetuskan oleh sejumlah stimulus, angina stabil hilang
dengan istirahat atau penghentian stimulus, gejala muncul karena iskemia
miokardium yang disebabkan oleh gangguan pasokan darah pada miokardium.
Angina stabil gejalanya bersifat reversible dan tidak progresif.1
b. Angina tidak stabil
Angina dengan frekuensi dan derajat keparahan yang meningkat, dengan
serangan

yang

lama

dan

hanya

menghilang

sebagian

dengan

nitrat

sublingual.riwayat penyakit biasanya pendek (beberapa minggu) dan prognosis


buruk, dengan kemungkinan bermakna untuk berkembang menjadi infark
miokardium akut atau kematian mendadak.1
c. Angina prinzmetal
Angina prinzmetal adalah angina yang muncul saat istirahat dan elevasi
segmen ST pada EKG yang menandakan adanya iskemik transmural. Keadaan
yang tidak biasa ini berhubungan dengan adanya tonus arteri koroner yang
bertambah, yang dengan cepat hilang melalui pemberian nitrogliserin dan dapat
diprovokasi oleh asetilkolin. Angina ini dapat terjadi pada arteri yang strukturnya
normal, pada penyakit arteri koroner campuran atau dalam keadaan stenosis
oklusif koroner berat.1

D. PATOGENESIS
Menurut American Heart Association (AHA) patogenesis angina pektoris
tak stabil disebabkan karena adanya ruptur plak, trombosis dan agregasi
trombosit, vasospasme, dan erosi pada plak tanpa ruptur.5,6,7
Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pectoris
tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh
koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal.
Dua pertiga dari pembuluh yang mengalamai ruptur sebelumnya
mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina
tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak aterosklerotik terdiri
dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic
cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan
adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang
berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu timbunan lemak. Kadangkadang keretakan timbul pada dindi ng plak yang paling lemah karena adanya
enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan
dinding plak (fibrous cap).
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila trombus menutup pembuluh
darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila
thrombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat
akan terjadi angina tak stabil. 5,6,7
Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan thrombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil. Terjadinya thrombosis setelah plak terganggu
disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag
dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan
thrombus kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang
ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi factor jaringan dalam plak tidak

stabil. Setelah berhubungan dengan darah, factor jaringan berinteraksi dengan


factor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan
pembentukan thrombin dan fibrin. 5,6,7
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet
dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,
vasokontriksi dan pembentukan trombus. Factor sistemik dan inflamasi ikut
berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan
dalam memulai thrombosis yang intermiten pada angina tak stabil.
Vasospasme
Terjadinya vasokontriksi juga mempunyai peranan penting pada angina tak
stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah
dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina
Prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali
terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peranan penting dalam
terbentuknya thrombus. 5,6,7
Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan terjadinya proliferasi dan migrasi
dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel. Adanya perubahan
bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan
penyembitan pembuluh darah dengan cepat dan keluhan iskemia. Menurut
American Heart Associationn (AHA) terdapat 3 hal yang dapat menyebabkan
kerusakan dinding pembuluh darah, yaitu peningkatan kadar kolesterol trigliserida
dalam darah, peningkatan tekanan darah, dan riwayat merokok yang dapat
mempercepat terbentuknya aterosklerosis pada arteri koroner terutama pada aorta
dan pembuluh darah arteri pada kaki. 5,6,7

E. GEJALA KLINIS
Keluhan pasien umumnya didapatkan rasa nyeri dada biasa tapi lebih berat
dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas
yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai
muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin., tetapi dapat pula sebagai rasa
penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau rasa terbakar. Rasa tersebut dapat
terjadi pada leher, tenggorokan, daerah antara tulang skapula, daerah rahang
ataupun lengan. Sewaktu angina terjadi, penderita dapat sesak napas atau rasa
lemah yang menghilang setelah angina hilang. Dapat pula terjadi palpitasi,
berkeringat dingin, pusing ataupun hampir pingsan.7
Pemeriksaan fisik sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada
auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah
apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap, atau meningkat pada
waktu serangan angina.
Perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI)
ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium
dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan
iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun
tanpa perubahan EKG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen ST ataupun
elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang negative. Karena kenaikan
enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina tak
stabil seringkali tidak bisa dibedakan dari NSTEMI.7
F. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis angina pektoris tidak stabil (APTS/UAP) dan infark miokard
non ST elevasi (NSTEMI) ditegakkan atas dasar keluhan angina tipikal yang dapat
disertai dengan perubahan EKG spesifik, dengan atau tanpa peningkatan marka
jantung. Jika marka jantung meningkat, diagnosis mengarah NSTEMI; jika tidak
meningkat, diagnosis mengarah UAP. Sebagian besar pasien NSTEMI akan
mengalami evolusi menjadi infark miokard tanpa gelombang Q. Dibandingkan
dengan STEMI, prevalensi NSTEMI dan UAP lebih tinggi, di mana pasien-pasien

biasanya berusia lebih lanjut dan memiliki lebih banyak komorbiditas. Selain itu,
mortalitas awal NSTEMI lebih rendah dibandingkan STEMI namun setelah 6
bulan, mortalitas keduanya berimbang dan secara jangka panjang, mortalitas
NSTEMI lebih tinggi. Strategi awal dalam penatalaksanaan pasien dengan
NSTEMI dan UAP adalah perawatan dalam Coronary Care Units, mengurangi
iskemia yang sedang terjadi beserta gejala yang dialami, serta mengawasi EKG,
troponin dan/atau CKMB.7
Presentasi klinik NSTEMI dan UAP pada umumnya berupa:7
1. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh
sebagian besar pasien (80%)
2. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian
Cardiovascular Society. Terdapat pada 20% pasien.
3. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau
kresendo): menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat;
minimal kelas III klasifikasi CCS.
4. Angina pascainfark-miokard: angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah
infark miokard
Presentasi klinik lain yang dapat dijumpai adalah angina ekuivalen, terutama pada
wanita dan kaum lanjut usia. Keluhan yang paling sering dijumpai adalah awitan
baru atau perburukan sesak napas saat aktivitas. Beberapa faktor yang menentukan
bahwa keluhan tersebut presentasi dari ACS adalah sifat keluhan, riwayat PJK,
jenis kelamin, umur, dan jumlah faktor risiko tradisional.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektrokardiografi (EKG)7
Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama.
Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya dapat sangat
membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu
dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus. EKG yang
mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain:

1. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan


elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)
2. Gelombang Q yang menetap
3. Nondiagnostik
4. Normal
Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis
ACS tanpa elevasi segmen ST, misalnya akibat iskemia tersembunyi di daerah
sirkumfleks atau keterlibatan ventrikel kanan, oleh karena itu pada hasil EKG
normal perlu dipertimbangkan pemasangan sadapan tambahan. Depresi segmen
ST 0,5 mm di dua atau lebih sadapan berdekatan sugestif untuk diagnosis UAP
atau NSTEMI, tetapi mengingat kesulitan mengukur depresi segmen ST yang
kecil, diagnosis lebih relevan dihubungkan dengan depresi segmen ST 1 mm.
Depresi segmen ST 1 mm dan/atau inversi gelombang T 2 mm di beberapa
sadapan prekordial sangat sugestif untuk mendiagnosis UAP atau NSTEMI.
Gelombang Q 0,04 detik tanpa disertai depresi segmen ST dan/atau inversi
gelombang T menunjukkan tingkat persangkaan terhadap SKA tidak tinggi.
sehingga diagnosis yang seharusnya dibuat adalah Kemungkinan SKA atau
Definitif ACS. Jika pemeriksaan EKG awal menunjukkan kelainan nondiagnostik,
sementara angina masih berlangsung, pemeriksaan diulang 10 20 menit
kemudian (rekam juga V7-V9). Pada keadaan di mana EKG ulang tetap
menunjukkan kelainan yang nondiagnostik dan marka jantung negative sementara
keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam
untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang. 7
Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya depresi segmen
ST dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, maka diagnosis UAP atau
NSTEMI dapat dipastikan. Walaupun demikian, depresi segmen ST yang kecil
(0,5 mm) yang terdeteksi saat nyeri dada dan mengalami normalisasi saat nyeri
dada hilang sangat sugestif diagnosis UAP atau NSTEMI. Stress test dapat
dilakukan untuk provokasi iskemia jika dalam masa pemantauan nyeri dada tidak
berulang, EKG tetap nondiagnostik, marka jantung negatif, dan tidak terdapat
tanda gagal jantung. Hasil stress test yang positif meyakinkan diagnosis atau
menunjukkan persangkaan tinggi UAP atau NSTEMI. Hasil stress test negatif
menunjukkan diagnosis ACS diragukan dan dilanjutkan dengan rawat jalan. 7

Rontgen Thoraks
Rontgen toraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran
jantung dapat menandakan adanya disfungsi pada organ jantung sebelumnya.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam diagnosis NSTEMI,
di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan terjadi dalam waktu 2
hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI harus
digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan angina dan perubahan EKG.
Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit melampaui
nilai normal atas (upper limit of normal, ULN). Dalam menentukan kapan marka
jantung hendak diulang mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan
awitan angina. Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut. Kadar troponin pada
pasien infark miokard akut meningkat di dalam darah perifer 3 4 jam setelah
awitan infark dan menetap sampai 2 minggu. Peningkatan ringan kadar troponin
biasanya menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila terjadi nekrosis luas,
peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu. 7
Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai ambang
peningkatan marka jantung ini ditetapkan sedikit di atas nilai normal yang
ditetapkan oleh laboratorium setempat. Perlu diingat bahwa selain akibat STEMI
dan NSTEMI, peningkatan kadar troponin juga dapat terjadi akibat: 7
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Takiaritmia atau bradiaritmia berat


Miokarditis
Dissecting aneurysm
Emboli paru
Gangguan ginjal akut atau kronik
Stroke atau perdarahan subarachnoid
Penyakit kritis, terutama pada sepsis

Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB dapat


digunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai
puncaknya saat 12 jam, dan menetap sampai 2 hari.

Waktu timbulnya berbagai jenis marka jantung7

H. PENATALAKSANAAN 7,10,12
Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada 3 jenis obat
yaitu :
1. Obat Anti-iskemia
a. -blocker
Keuntungan utama terapi -blocker terletak pada efeknya terhadap
reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen
miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan
gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan
disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus, preparat oral cukup
memadai dibandingkan injeksi. -blocker direkomendasikan bagi pasien
UAP atau NSTEMI, terutama jika terdapat hipertensi dan/atau takikardia,
dan selama tidak terdapat Berbagai macam beta-blocker seperti
propanolol, metoprolol, bisoprolol, atenolol dan carvedilol.

-blocker
Atenolol
Bisoprolol
Carvedilol

Selektivitas
B1
B1
dan

Aktivitas agonis parsial


+

Dosis untuk angina


50-200 mg/hari
10 mg/hari
2x6,25 mg/hari,
titrasi sampai

Metoprolol
Propanolol

B1
Nonselektif

maks2x25mg/hari
50-200 mg/hari
2x20-80 mg/hari

b. Nitrat
Dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer,
dengan efek mengurangi preload dan dan volume akhir diastolik ventrikel
kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. sehingga dapat
mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat
juga menambah oksigen suplay dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan
memperbaiki aliran darah kolateral. Nitrat oral atau intravena efektif
menghilangkan keluhan dalam fase akut dari episode angina. Pasien
dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut sebaiknya
mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali
pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena
jika tidak ada kontraindikasinya : pasien dengan tekanan darah sistolik <90
mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali
permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark ventrikel
kanan. pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor fosfodiesterase:
sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam.
pemberian intravena : 1-4 mg/jam.

Nitrat
Isosorbid dinitrate (ISDN)

Isosorbid 5 mononitrate
Nitroglicerin

Dosis
Sublingual 2,515 mg (onset 5

menit)
Oral 15-80 mg/hari dibagi 2-3

dosis
- Intravena 1,25-5 mg/jam
- Oral 2x20 mg/hari,
- Oral (slow release) 120-240 mg/hari
-Sublingual tablet 0,3-0,6 mg1,5 mg
-Intravena 5-200 mcg/menit

c. Antagonis kalsium (Calcium Channel Blockers)


Dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan darah.
Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium :
Golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan
penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek
inotropik negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)
Golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival
dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan
fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan
afterload memberikan keuntungan pada golongan nondihidropiridin pada
sindrom koroner akut dengan faal jantung normal (Contoh: verapamil dan
diltiazem).
Antagonis kalsium (CCB)
Verapamil
Diltiazem
Nifedipine GITS (long acting)
Amlodipine

Dosis
180-240 mg/hari dibagi 2-3 dosis
120-360 mg/hari dibagi 3-4 dosis
30-90 mg/hari
5.10g/hari

2. Anti Platelet
merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tidak stabil maupun
infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti
bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP IIb/IIIa.
a. Aspirin
Telah banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi
kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51%
sampai 72% pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh karena itu
aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal
Aspirin harus diberikan kepada semua pasien dengan dosis loading 150300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100mg setiap harinya untuk jangka
panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan.
b. Tiklopidin merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat
kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin.
Dalam

pemberian

granulositopenia.

tiklopidin

harus

diperhatikan

efek

samping

c. Clopidogrel merupakan derivat tienopiridin yang dapat menghambat


agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin. Clopidogrel
terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular.
Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya 75 mg/hari.
Antiplatele

Dosis

t
Aspirin

Dosis loading 150-300 mg, dosis pemeliharaan 75-100

Ticagleror
Clopidogrel

mg
Dosis loading 180 mg, dosis pemeliharaan 2x90 mg/hari
Dosis loading 300 mg, dosis pemeliharaan 75 mg/hari

3. Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa


Merupakan Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah
ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa
menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat
dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi.

4. Antikoagulan
Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan
terapi antiplatelet. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil
keamanan berbanding risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah
2,5 mg setiap hari secara subkutan. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari)
disarankan untuk pasien dengan risiko perdarahan rendah apabila
fondaparinuks tidak tersedia.
Unfractionated Heparin (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau Low
Molecular Weight (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan)
diindaksikan apabila fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia.
a. Unfractionated Heparin : Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang
terdiri dari pelbagi rantai polisakarida yang berbeda panjangnya
dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III,
bila terikat dengan heparin akan bekerja menghambat thrombin dan
faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel

endotel yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini


juga diperlukan pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya
kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).
b. Low Molecular Weight Heparin (LMWH) : LMWH dibuat dengan
melakukan depolimerisasi rantai polisakarida heparin. Dibandingkan
dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap
protein plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di
Indonesia ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux.
Keuntungan pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu
dapat

disuntikkan

secara

subkutan

dan

tidak

membutuhkan

pemeriksaan laboratorium.

Antikoagulan
Fondaparinuks
Enoksaparin
Unfractionate
d Heparin

Dosis
2,5 mg subkutan
1mg/kg, dua kali sehari
Bolus i.v. 60 U/g, dosis maksimal 4000 U.
Infus i.v. 12 U/kg selama 24-48 jam dengan dosis
maksimal 1000 U/jam target aPTT 11/2-2x control.

5. Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin)
harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah
menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat kontraindikasi. Terapi statin
dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran
terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/dL.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering terjadi dalam waktu jangka pendek dan
panjang yaitu Infark miokard dimana kematian sel-sel miokardium yang terjadi

akibat kekurangan oksigen yang berkepanjangan. Hal ini adalah respon letal
terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium
mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah
periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerob lenyap dan sel
tidak memenuhi kebutuhan energinya. Aritmia, karena insidens PJK dan hipertensi
tinggi, aritmia lebih sering didapat dan dapat berpengaruh terhadap hemodinamik.
Bila curah jantung dan tekanan darah turun banyak, berpengaruh terhadap aliran
darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung. Gagal jantung
terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan
disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau
tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang
lama. Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada
ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard.

Anda mungkin juga menyukai