Efek Pemberian Ransum
Efek Pemberian Ransum
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian tepung
daun singkong, daun ubi jalar dan eceng gondok sebagai sumber pigmen karotenoid
terhadap kualitas kuning telur itik yang dipelihara secara intensif. Penelitian ini
menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Terdapat empat jenis perlakuan ransum (RK=ransum kontrol, RS=ransum mengandung
5% tepung daun singkong, RU=ransum mengandung 5% daun ubi jalar dan RE=ransum
mengandung 5% tepung eceng gondok), dengan lima ulangan. Peubah yang diamati
yaitu skor warna kuning telur, persentase kuning telur dan indeks kuning telur. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan RS lebih baik (p<0,05) dari pada RU, RE dan
RK, sedangkan indeks kuning telur tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata.
Kata kunci : Pigmen karotenoid, Itik petelur, Kualitas kuning telur
The Effect Of Feed Enriched With Pigmen Carotenoid Source : Cassava, Sweet
Potato and Water Hyacinth Leaves Powder on The Yolk Quality Of Tegal Duck
Abstract
The research was held to find out the effect of feed enriched with pigmen carotenoid
source : cassava, sweet potato and water hyacinth leaves powder on the egg yolk quality
of Tegal Duck in intensive farming. Completely Randomized Design was used in this
experimentally research. There were four kind of treatment diets (RK= control feed,
RS=feed contained 5% of cassava leaves powder, RU=feed contained 5% of sweet
potato leaves powder and RE=feed contained 5% water hyancinth powder); each
treatment was replicated five times. Two hundred of one year old duck were observed
in this experiment. The result shows that RS diet gave asignificantly heighter (p<0,05)
yolk colour index and yolk percentage than that of other diets (RK, RU, ,RE); however
there was no different effect of treatment diets on yolk index.
Key Words : Pigmen carotenoid, Laying duck, Egg yolk quality.
I. PENDAHULUAN
Pembangunan peternakan mempunyai peranan penting dalam upaya mencukupi
kebutuhan protein hewani masyarakat. Sejalan dengan perkembangan penduduk dan
tingginya kebutuhan serta kesadaran akan gizi makanan, maka permintaan akan telur
untuk memenuhi kebutuhan protein bagi masyarakat cenderung meningkat. Oleh sebab
itu, usaha peternakan unggas petelur merupakan salah satu usaha yang cukup potensial
untuk dikembangkan.
Usaha peternakan itik merupakan salah satu komoditas yang cukup potensial
untuk memenuhi protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Ternak itik juga
merupakan penghasil telur dan daging yang cukup baik. Hingga saat ini sebagian besar
itik masih dipelihara secara tradisional, yaitu digembalakan disawah-sawah lepas panen,
di rawa atau di kolam. Adanya beberapa kendala pada sistem pemeliharaan tradisional,
seperti semakin sempitnya lahan pertanian, masa kosong lahan setelah panen semakin
singkat dan terbatas serta terdapat kasus pencemaran air akibat penggunaan pestisida
menyebabkan produktivitas itik menjadi rendah. Oleh karena itu untuk mengatasinya
diupayakan pemeliharaan itik secara intensif. Melalui pemeliharaan secara intensif, itik
dipelihara di kandang sehingga kebutuhan makanan dan minumannya harus disediakan
oleh peternak.
Beternak itik di Indonesia pada umumnya bertujuan untuk menghasilkan telur,
dengan demikian kualitas telur menjadi penting dan menentukan dalam keberhasilan
pemasaran hasil usaha. Setelah meningkatnya produksi telur itik, masyarakat cenderung
pula untuk memilih telur yang mempunyai kualitas baik. Aspek yang biasanya menjadi
bahan pertimbangan konsumen dalam memilih kualitas telur itik yang baik yaitu warna
kuning telur yang tidak pucat disamping besar serta kebersihan kerabang telurnya.
Dewasa ini telur-telur itik yang beredar di pasaran yang berasal dari
pemeliharaan secara intensif, sebagian besar kuning telurnya berwarna pucat. Hal itu
tampaknya disebabkan oleh pemberian ransum yang defisien akan pigmen karotenoid.
Telah diketahui bahwa pakan mempengaruhi warna dari kuning telur, yaitu bahan pakan
yang mengandung pigmen karotenoid terutama pigmen beta karoten dan xantofil.
Bahan pakan yang banyak mengandung pigmen beta karoten dan xantofil diantaranya
banyak terkandung pada hijauan atau daun-daunan seperti daun singkong (Manihot
utilisima), daun ubi jalar (Ipomoea batatas) dan eceng gondok (Eichornia crasipes).
Atas dasar pemikiran di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai Efek
Pemberian Ransum yang Mengandung Tepung Daun Singkong, Daun Ubi Jalar dan
Eceng Gondok sebagai Sumber Pigmen Karotenoid Terhadap Kualitas Kuning Telur
Itik Tegal, sehingga dapat diketahui kemungkinan pemanfaatannya sebagai sumber
pigmen karotenoid serta untuk menambah perbendaharaan feed suplement dalam
ransum itik petelur guna memperbaiki kualitas kuning telur itik yang dipelihara secara
intensif.
Tabel 1. Kandungan Zat Makanan dan Energi Metabolis Bahan Pakan Penyusun
Ransum Penelitian.
No
Bahan pakan
PK
L
SK
Ca
P
EM
% .. Kkal/kg
1. Dedak
12
13
10
0,12 0,3
1.630
2. Menir (beras putih)
7,5
0,4
0,4
0,03 0,12
3.100
3. Jagung
8,6
3,9
2
0,02 0,3
3.370
4. Kacang kedelai
38
18
5
0,25 0.6
3.510
5. Konsentrat (CP144)
37
5
8
12
2
2.970
6. Mineral
32,5
10
7. Grit
37
8. Tepung daun singkong
24,1
4,73
22,1 1,54 0,46
2.866
9. Tepung daun ubi jalar
16,3
2,59
16,2 1,37 0,46
2.447
10. Tepung eceng gondok
11,95
1,1
37,1 1,24 0,49
1.853
Hasil analisis di Lab. Nutrisi dan Kimia Makanan Ternak Fapet Unpad, 2001.
Bahan pakan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Dedak
Menir (beras putih)
Jagung
Kacang kedelai
Konsentrat (CP144)
Mineral
Grit
Tepung daun singkong
Tepung daun ubi jalar
Tepung eceng gondok
Jumlah
Kaca digunakan sebagai alat untuk meletakkan telur yang akan diukur setelah telur
dipecahkan
RK (ransum kontrol)
= 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 (perlakuan)
= 1,2,3 (ulangan)
Dari model matematiak diatas, maka diperoleh daftar sidik ragam yang tertera
pada Tabel 3 .
Tabel 3. Daftar Sidik Ragam
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Derajat
Bebas
(t-1) = 9
t (r-1) =20
(tr-1) = 29
Hipotesis yang akan diuji :
Jumlah
Kuadrat
JKP
JKG
JKT
Kuadrat
Tengah
KTP
KTG
F hitung
F
0.05
KTP/KTG
H0 : RK=RS1=RS2=RS3=RU1=RU2=RU3=RE1=RE2=RE3
H1 : RKRS1RS2RS3RU1RU2RU3RE1RE2RE3
atau paling sedikit ada sepasang perlakuan (R) yang tidak sama
Kaidah Keputusan :
1. Fh 0.05 maka terima H0
2. F.hit > F.0.05 maka tolak H0
Guna mengetahui perbedaan pengaruh rata-rata kelompok perlakuan dilakukan
dengan Uji Jarak Berganda Duncan.
3.2.3. Peubah yang Diamati dan Cara Pengukurannya
1. Skor Warna Kuning Telur
Skor warna kuning telur diamati dengan jalan memecahkan telur itik dan
membandingkan warna kuning telurnya dengan alat Egg Yolk Colour Fan yang
dilakukan setiap satu minggu satu kali. Warna kuning telur yang mendekati dengan
salah satu warna pada alat tersebut merupakan angka skor warna kuning telurnya.
2. Indeks Kuning Telur
Indeks kuning telur diukur dengan cara mengukur dan membandingkan antara
tinggi kuning telur dengan diameter kuning telur (Buckle et al, 1987). Pengukuran
dilakukan menggunakan jangka sorong dan dilaksanakan setiap satu minggu satu kali.
3. Persentase Bobot Kuning Telur
Data persentase bobot kuning telur diambil dari hasil pemisahan kuning telur
dan putih telur setelah telur tersebut dipecahkan, kemudian kuning telur ditimbang.
Selanjutnya persentase kuning telur dihitung dengan membandingkan berat kuning telur
terhadap berat telur utuh dan dikalikan seratus persen.
3.2.4. Metode Penarikan Sampel
Pengambilan data untuk pengujian kualitas kuning telur dilakukan satu minggu
satu kali selama empat minggu. Telur diambil dari semua kelompok perlakuan untuk
dilakukan pengukuran yang dilakukan pada hari itu juga, sehingga telur dalam keadaan
segar.
1
2
3
4
5
Total
Rataan
Perlakuan
RK
RS
RU
RE
4,8
4,9
5,7
5,6
5,1
26,1
5,2 c
7,2
7,6
8,1
8,3
8,2
39,4
7,9 a
6,5
6,4
6,6
6,4
6,4
32,3
6,5 b
5,4
6,3
6,1
6,5
6,1
30,4
6,1 bc
terhadap warna kuning telur terutama makanan yang mengandung pigmen karotenoid,
selanutnya menurut Bornstein dan Bartov (1966) terdapat hubungan linier antara
pigmentasi kuning telur dengan kandungan xantofil di dalam ransum.
Perlakuan RS menghasilkan skor warna kuning telur tertinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Ini dapat dilihat pada kandungan provitamin A yang berasal
dari tepung daun singkong lebih tinggi dibandingkan dengan daun ubi jalar dan eceng
gondok. Kandungan provitamin A daun singkong, daun ubi jalar dan eceng gondok
berturut-turut adalah 11.000, 6.015 dan 1.000 IU per gram bahan kering (Depkes RI,
1972). Penggunaan daun singkong, daun ubi jalar dan eceng gondok sebanyak 5%
dalam ransum akan memberikan penambahan kandungan provitamin A ke dalam
ransum secara berturut-turut sebanyak 550 IU per gram pada perlakuan RS, 300 IU per
gram pada perlakuan RU dan 50 IU per gram pada perlakuan RE.
Terjadinya peningkatan skor warna kuning telur itik yang diberi perlakuan akan
lebih disukai konsumen serta tidak akan berpengaruh terhadap komposisi kimia kuning
telur, melainkan dengan semakin tingginya skor warna kuning telur yang dihasilkan
maka kandungan vitamin A kuning telur tersebut akan semakin tinggi. Hal ini sejalan
dengan pendapat Hoffmann (1974) bahwa kuning telur yang terang lebih banyak
mengandung vitamin A daripada kuning telur yang berwarna pucat. Menurut Yasin
(1988) semakin banyak kandungan vitamin A dalam ransum yang diberikan kepada
unggas sedang bertelur, maka kualitas vitamin A dalam kuning telur semakin baik.
1
2
3
4
5
Total
Rataan
Perlakuan
RK
RS
RU
RE
0,36
0,34
0,38
0,36
0,40
1,84
0,368
0,34
0,36
0,37
0,36
0,36
1,79
0,358
0,37
0,34
0,36
0,38
0,38
1,83
0,366
0,38
0,34
0,37
0,36
0,39
1,84
0,368
Faktor lain yang menyebabkan telur yang diamati mempunyai tingkat kesegaran
relatif sama, karena pengukuran indeks kuning telur dari masing-masing perlakuan
dilakukan dalam waktu yang sama yaitu pada hari itu juga, sehingga telur masih dalam
keadaan segar menurut Mountney (1976) telur segar memiliki variasi nilai indeks
kuning telur yang relatif kecil.
1
2
3
4
5
Total
Rataan
Perlakuan
RK
RS
RU
RE
33,55
33,15
33,29
33,18
32,73
165,90
33,18 a
36,81
35,09
34,44
34,84
33,83
175,01
35,00 b
34,56
33,84
33,86
34,06
33,47
169,79
33,96 b
34,83
33,60
33,45
32,95
33,36
168,19
33,64 b
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, 1995. Ilmu Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Annonymous, 1978. Rgg Grading Manual. U.S. Departement Of Agric. Food Safety
and Quality Serrice. Washington D.C. Agric. Handbook.
Bornstein S and I Bartov, 1966. Studies on egg yolk pigmentation. Acomparison
between visual scoring of yolk colour and colourimetric assay of yolk
carotenoids. Poultry Sci.
Fletcher, D. L., 1979. Anevaluation of the A.O.A.C. method of yolk colour analysis.
Poultry Sci.
Hardjosworo, P. S., 1981. Beternak Itik. Departemen Produksi Ternak Unggas
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono, 1989. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan
Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Omar P. N. dkk., 2001. A-Z Soal Jawab Mengenai Itik Telur. Unit Ayam Itik.
Bahagian Pengeluaran Ibu Pejabat Perhidmatan Hawai. Kualalumpur.
Romanoff, A. L. and A. J. Romanoff, 1963. The Avian Egg. John Willey and Son, Inc.,
New York.
Sarwono, B., 1995. Telur Pengawetan dan Pemanfaatannya.
Swadaya. Jakarta.
Penerbit Penebar
Scott, M.L., M.C. Nesheim and R.J. Young, 1976. Nutrition of the Chicken. Published
by M.I. Scott and Associates, New York.
Setioko, A. R., D. J. S. Hetzel and A. J. Evans, 1986. Duck Production Indonesia
dalam D. J. Farrel and P. Stapleton. E. D. Duck Production Science and
Wolrd Practice. University of New England
Srigandono, B., 1996.
Yogyakarta.
Stadelman, W.J. and O. J. Coterill, 1977. Egg science and technology. The Avi
Publishing Inc.
Sudaryani, T., 1999. Kualitas Telur. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugandi, D., 1973. Dalam The Effect of Various Energy and Protein Level on
Performance of Laying Hens Under Cage and Floor System. Disssertation.
Bogor.
Wahyu, J., 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Fakultas Peternakan IPB. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Winter, A. P. and E.M. Funk., 1960. Poultry Science and Practice. J.B. Lippincott Co.,
New Yorb