Anda di halaman 1dari 5

Senjata Ompong

Sore itu, suasana desa begitu hening. Sang mentari sudah mulai beranjak ke seberang
gunung yang berwarna hijau muda, gunung itu dikenal dengan Dolok Sipege-pege.
Menunjukkan suasana senja dan keheningan desa itu. Kali ini warnet (warung internet) milik
Bang Togar, tidak serame biasanya hanya ada sekitar 6 orang yang sedang belajar di warung
komputernya. Ditambahkan bang Togar, jadi ada 9 orang. Dengan jalan kaki, sejak dari
depan rumah, si Ucok sudah deg-degan. Hari ini adalah salah satu momen penting dalam
hidup seorang anak remaja ingusan yang sedang menuju dewasa muda, ucap ucok dalam
hati. Pengumuman SNMPTN. Tes seleksi masuk perguruan tinggi negeri ini, yang dia
ikuti di kota Medan 2 minggu yang lalu. Sejak tadi malam si Anak sulung ini sudah
menetapkan agenda utama untuk hari ini adalah melihat pengumuman SNMPTN.
Si Ucok mulai mengutak-atik komputer bang Togar, konon dikenal hanya inilah
warnet paling keren di desa ini. Belum ada yang mampu bersaing, selain warnetnya bersih,
bang Togar juga dikenal sangat ramah. Memang sejak tamat kuliah jurusan ilmu komputer
dia sudah bercita-cita untuk membangun desa ini. salah satunya mendirikan warung internet
sebagai sarana belajar tambahan bagi siswa-siswi kampung ini. Loadingnya memang sedikit
lambat dan harus bersabar dan sabar. Maklum di desa ini jaringan internet memang masih
tergolong lambat. Mozilla fire foxnya mulai terbuka, beranda situs WWW.SNMPTN.AC.ID
pun mulai terlihat di depanku. Satu persatu nomor ujian mulai diketikkan pada borang yang
disediakan. Tiba-tiba, Horeee..ee ..... !Aku lulus jurusan Akuntansi,tiba-tiba teriak
seorang wanita yang hitam manis itu dengan kegirangan yang luar biasa. Dia diterima di
sebuah perguruan tinggi negeri di Kota Medan, Jurusan akuntansi rupanya. Saking
senangnya, dia loncat-loncat kegirangan tanpa rasa malu. Ia merasa seolah tak seorang pun
ada di warnet itu. Sontak membuat mata seisi dunia warnet itu tertuju padanya. Ada yang
senyum, melongo dan tak lupa mengucapkan selamat padanya. Bahkan bang togar si
empunya warnet tuh pun turut menyalaminya. selamat iya butet, ucap bang Togar dengan
lembut.
Ucok makin bingung mau expresikan seperti apa, komputer yang di depannya masih
sedang loading. Dia merasa jantungnya mulai berlari-lari, seolah-olah ada yang
mengejarnya. Bercampur aduk antara senang, takut, bingung dan nano-nano perasaannya
itu. Kemudian Ucok teringat akan kata ibunya, Anakku, kalau kamu tak bisa masuk PTN
yang kamu mimpikan itu, tak usah stress yah, mungkin tidak jodohmu untuk kuliah, kalau
kuliah di kampus swasta aku dan bapakmu tak ada uang. Ini kesempatan pertama dan
terakhir, kuliah atau tidak. Hatinya mulai goyah dan tak tahu arah, aku hanya pasrah. Biarlah
Created by : Jawanri Citra P Situmorang, S.Pd
Tahun 2015

Tuhan yang berkehendak, teriak hati kecilnya dengan tenang. Denyut jantungnya mulai
mereda. Ia kini, tampak lebih tenang. Semakin tenang karena doa yang terpanjat dalam
hatinya. Masih menunggu loading browsernya. Ucok melirik ke kiri, si butet yang punya
senyum manis tadi mulai bergegas lalu pamit pulang duluan sama bang Togar. Mungkin
merayakan kelulusan itu dengan keluarganya. Akhirnya, web yang membiru itu pun, mulai
tampak dan diketikkan angka: 1409356 sekali lagi. Apa yang terjadi, saudara-saudara?
Loadingnya membuat Ucok galau lagi, tapi kali ini tidaklah begitu lama. Mungkin karena
pengguna warnetnya sudah berkurang satu orang.
Maaf anda tidak lulus komputer itu memajangkan kata-kata itu dengan jahatnya
kepada Ucok. Perasaannya mulai bercampur-aduk lagi. Dia mau nangis, tapi tak mungkin.
Pikirannya sudah mulai kemana-mana. Dia tidak pua. Kemudian diulanginya lagi. Ia
mengetikkan lagi angkanya sampai tiga kali. Hasilnya tetap sama. Ternyata benar. Aku tidak
lulus. Pikirnya lemas.
Ucok lesu dan tak berdaya. Ia mulai berkata-kata di dalam hatinya. Ia mulai
menyalahkan Tuhan, menyalahkan orang tua yang seolah-olah tak ikhlas mendukungnya.
Antara pikiran logika, emosi, dan hati mulai berkecamuk satu-sama lain. Namun, bang Togar
yang tepat di depannya, mamahami kondisi tersebut. Prias lajang ini memang orang yang
berhati dewasa. Dengan lembut dia menenangkan sang bocah dan berkata sabar Ucok,
belum waktunya mungkin. Tapi tetap membisu. Tak sepatah katapun yang keluar dari
mulutnya.
Kemudian Ucok berkata dalam hatinya lagi, akupun sadar, aku hanya manusia biasa,
udah muka pas-pasan, uang pas-pasan, bahkan otak pun pas-pasan juga. Aku memang tak
bisa menahan sedih ini, biarlah air mata ini menetes, membasahi pipiku dan kesedihan agar
terpuaskan. Ucok mulai bergerak, komputer itupun dimatikannya, bahkan uang warnetnya
pun lupa dibayarnya, namun bang Togar nampaknya memahaminya. Dia membiarkan Ucok
melaju dari warnetnya dengan hati yang lesu dan lunglai. Ketika tiba dirumah, Ucok, diam
seribu bahasa. Tak ada yang berani menanyakan, dari tampang Ucok mereka mungkin sudah
tahu hasilnya. Hari-harinya menjadi hampa, impian segunung yang dibangun dari dulu
seolah hangus terbakar dengan seketika oleh sebatang korek api. Namun, ini membuat
dirinya kembali ke masa lalu.
Masa SMA
Setiap orang punya hak untuk sukses, Success is my right, kata-kata yang selalu
teringat di benak si Ucok, dari salah seorang guru mata pelajaran ekonominya dulu, ketika di
Created by : Jawanri Citra P Situmorang, S.Pd
Tahun 2015

SMA dulu. Masa-masa sekolah memang masa yang paling menyenangkan dan juga
menantang walapun kadang-kadang ada waktu yang sangat membosankan. Kata-kata tadi
membuat hari-hari untuk selalu berusaha semangat mengahadapi setiap permasalahan dan
beban belajar. Pada umumnya tidak ada yang salah dengan setiap guru dan sekolah tempat
belajar Ucok ini. Hampir semua guru berkompeten dibidangnya. Tidak jarang mereka
disuguhi pendidikan karakter, karena sekolah ini sangat memperhatikan karakter dan
keimanan setiap siswanya. Sekolah memang salah satu agen sosialisasi yang dapat
membentuk perilaku siswa untuk menjadi pribadi yang semestinya. Akan tetapi untuk
membentuk jiwa setiap anak sangat diperlukan juga peran setiap orang dalam lingkungannya
sehari-hari. Kehidupan sekolah pada awalnya berjalan dengan baik, semua sesuai dengan
program pembelajaran yang direncanakan oleh para guru dan yayasan sekolah. Akan tetapi
ketika semester 1 di kelas XI SMA, ada yang baru dan menjadi berubah. Kelas Ucok
kehadiran tamu pindahan dari sekolah lain. Siswa itu bukanlah anak-anak yang bodoh.
Akan tetapi mereka memiliki sikap yang kurang kooperatif alias penantang. Setiap hari,
pembelajaran menjadi tidak lagi kondusif. Kehadiran orangorang ini membuyarkan
suasana belajar yang terjadi. Beberapa guru mulai mengeluh dan angkat tangan. Sekolah
kewalahan menghadapinya. Sebagian besar siswa dari lingkungan keluarga yang kurang
peduli anak akibat aktivitas orang tua yang terlalu sibuk dan sering di luar kota. Diperparah
lagi dengan kondisi lingkungan sosial tempat tinggalnyayang brutal atau pasaran.
Sekolah seolah menjadi tempat bermain sesuka hatinya untuk mengekspresikan
dirinya. Tindakan melawan guru menjadi hal yang biasa. Hal ini terus berlanjut hingga ke
kelas XII IPS SMA. Para siswa yang dulunya dikenal sebagai pendiam menjadi terpengaruh
kondisi tersebut. Termasuk aku, gumam ucok dalam hatinya. Tidak jarang juga terjadi
perkelahian antar siswa dan antar kelas, bahkan dengan pemuda lainnya. Banyak yang
dihukum, bahkan diancam untuk di keluarkan dari sekolah. Akan tetapi sekolah tetap peduli
dan berjuang untuk mengubah sikap dan perilaku setiap anak tersebut. Sekolah tetap
mempertahankan anak-anak yang kurang beruntung itu hinga selesai.
Menghadapi Ujian Nasional
Kala itu, salah satu momok yang sangat menakutkan di sekolah adalah kehadiran
ujian nasional. Ujian akhir sekolah yang serentak dilakukan di negeri ini, baik di kota
maupun di desa. Hasil ujian itulah yang menentukan setiap siswa apakah layak untuk lulus
atau tidak pada setiap jenjangnya. Sebagai salah satu murid SMA, hal ini tentu menjadi tolak
ukur dan gambaran penentu di masa yang akan datang. Pada masa itu, seolah-olah cita-cita
Created by : Jawanri Citra P Situmorang, S.Pd
Tahun 2015

seseorang bergantung pada hasil ujian nasional yang diselenggarakan pemerintah itu. Oleh
sebab itu, semua elemen sekolah berjuang keras semaksimal mungkin dengan harapan semua
siswanya untuk bisa lulus tanpa terkecuali. Tuntunan ini bukan hanya terget sekolah, namun
juga pemerintah, melalui dinas pendidikan. Tidak mengherankan setiap daerah berlombalomba untuk mendorong institusi pendidikan untuk sukses menghadapi ujian nasional, mulai
dari tingkat SD sampai SMA. Sebab hal ini salah salah satu indikator keberhasilan
pendidikan di suatu wilayah atau kabupaten/kota tertentu.
Tidak terkecuali, sekolah tercinta Ucok. Tidak mau ketinggalan juga untuk mencapai
target kelulusan siswa 100 %. Jika tidak, akan menjadi aib yang buruk bagi sekolah
swasta untuk penerimaman siswa/siswi baru untuk tahun pelajaran selanjutnya. Hal inilah
salah satu yang memicu beberapa sekolah menggunakan segala cara agar mencapai target
tersebut, tidak peduli halal atau tidaknya. Walaupun soal ujian itu dari pemerintah pusat,
yang terdiri dari berbagai paket soal, hal itu tidak menyulitkan para oknum untuk
mendapatkan kunci jawaban ujian. Ujian yang berlangsung selama tiga hari tersebut, seperti
rekayasa. Termasuk sekolah kita, ucap seorang oknum tenaga kependidikan di sekolah itu.
Semua aktivitas itu berjalan begitu cepat dan sah-sah saja. Jadi, tidak aneh lagi kalau setiap
sekolah ujian nasional, kelulusannya 100% tercapai. jika ada pun siswa yang tidak lulus
biasanya hanya beberapa siswa di setiap sekolah, mungkin 2 atau 3 orang saja. Hal itu
terjadi biasanya akibat kecerobohan dalam pengisian data. Jika gagal ujian tersebut, si siswa
pun harus siap untuk mengulang setahun lagi di kelas yang sama, mungkin dengan guru yang
sama juga. Sehingga menjadi momok yang menakutkan bagi setiap siswa yang merasa tidak
siap untuk gagal.
Tibalah waktunya kelulusan itu diumumkan, beberapa pejabat di dinas pendidikan
tersenyum sumringah sebab ujian nasional di daerahnya lulus 99,98%. Lebih tinggi dari
daerah yang di sebelahnya, berita ini pun masuk koran lokal dan nasional. Padahal itu adalah
sebagian besar hasil rekayasa dan kecurangan. Sekolah kami ternyata turut berhasil juga
dengan metode yang sudah menjadi rahasia umum ini. Sekolah sore yang menjadi tambahan
waktu belajar disekolah seolah hanya menjadi formalitas saja. Try out dari berbagai macam
lembaga itu seolah hanya latihan mengerjakan soal tak penting. Semua permasalahan
diselesaikan dengan cara serangan fajar, kunci jawaban sudah dipastikan terbagi kepada
setiap siswa sebelum ujian berlangsung. Ketika sedang ujian, sang pengawas juga seperti
macan yang kehilangan taring, tidak peduli aktivitas siswa, yang penting tidak ada suara yang
ribut dan kebisingan.

Created by : Jawanri Citra P Situmorang, S.Pd


Tahun 2015

Belajar dari masa lalu


Ironi pendidikan, kesuksesan dengan kecurangan ini menjadi senjata ompong
untuk menghadapi kenyataan setelah lulus SMA. Tes Penyaringan Bibit Unggul Daerah yang
diikuti si Ucok untuk melanjut ke PTN gagal total. Kemudian Tes seleksi nasional masuk
Perguruan tinggi negeri (SNMPTN) juga gagal. Cita-cita yang digarap dari jauh-jauh hari
untuk menjadi seorang Akuntan Perbankan seolah tertelan bumi yang sangat dalam dari dasar
laut samudra. Pikiran kacau balau mulai menghadang stress dan depresi melihat teman yang
lain lulus perguruan tinggi negeri. Itulah salah satu ironi dan dampak ketidakjujuran yang
terjadi. Walau kelulusan itu membanggakan di SMA, hal itu tidak menjanjikan jika sudah di
dunia alumni apalagi jika dibarengi dengan ketidakjujuran.

Created by : Jawanri Citra P Situmorang, S.Pd


Tahun 2015

Anda mungkin juga menyukai