Anda di halaman 1dari 2

AFTA, UMKM Indonesia

AFTA atau masyarakat ekonomi ASEAN sudah di depan mata, pasar bebas antar
negara-negara ASEAN ini merupakan peluang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi
kawasan ASEAN yang selanjutnya menjadi indikator untuk mewujudkan pembangunan
ekonomi kawasan tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat diperhitungkan
dalam ajang kompetisi ini, karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk
terbanyak di kawasan Asia tenggara. Indonesia merupakan pangsa pasar yang sangat potensial
dan sekaligus menjadi produsen yang mungkin ditakuti karena banyaknya industry di Indonesia
yang bergerak diberbagai sektor. Singkatnya, pasar bebas kawasan ASEAN ini menjadi peluang
sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia untuk menunjukkan eksistensinya di kawasan Asia
Tenggara secara ekonomi.
Oleh karena itu, timbul pertanyaan, akan kondisi ekonomi sekarang ini, sudah siapkah
Indonesia menghadapi pasar bebas kawasan asia tenggara ini? Jika tidak bangsa Indonesia harus
siap kalah di AFTA. Namun, apabila melihat pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sekitar 6%
per tahun menunjukkan keadaan ekonomi semakin membaik sejak krisis ekonomi tahun 1997-
1998. Hal ini juga terjadi karena pertumbuhan ekonomi daerah yang semakin berkembang dan
banyaknya investor lokal maupun internasional yang telah berinvestasi di Negara ini.
Pertumbuhan ekonomi tidak selalu di ikuti oleh pembangunan ekonomi yang merata karena
pertumbuhan ekonomi dilihat dari banyaknya barang dan jasa yang diproduksi meningkat dari
waktu ke waktu. Namun pada kesempatan kali ini, saya menyoroti ekonomi Indonesia dari sisi
kesiapan UMKM dalam menghadapi pasar bebas AFTA.
Indonesia merupakan negara yang pertumbuhan ekonominya tergolong cukup tinggi di
dunia sejak terjadinya krisis ekonomi nasional pada tahun 1997. Pertumbuhannya sekitar 6% per
tahun. Pertumbuhan ekonomi ini didorong oleh pertumbuhan investasi dari dalam negeri dan luar
negeri yang melahirkan berbagai macam jenis usaha dalam pengelolaan sumber daya yang ada
dikandung bumi pertiwi ini. Hal ini juga tak terkecuali karena berkembang pesatnya Usaha
Mikro Kecil Menengah di Indonesia. Sumbangsih UMKM sangat besar terhadap aktivitas
perekonomian di Indonesia terutama di kota-kota besar dan daerah. Kontribusi segmen UMKM
sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia sangat besar. Saat ini ada 56 juta unit UMKM
di Indonesia dan mampu memberikan kesempatan kerja kepada 15 juta orang setiap tahunnya.
Sebagai negara berkembang, sumbangsih UMKM terhadap pembangunan ekonomi dan
pertumbuhan ekonominya berasal dari aktivitas UMKM. Sampai tahun 2011 kontribusi UMKM
terhadap PDB adalah sekitar 60% atau sekitar 4 ribu triliun. Bukan hanya dari segi PDB,
kontribusi UMKM juga terlihat dari besarnya penerapan tenaga kerja di Indonesia. Hingga tahun
2012 UKM mampu menyerap tenaga kerja sebanyak lebih kurang 107 juta jiwa atau sekitar 97,3
%. Pengembangan UKM juga ditujukan untuk mengurangi angka penganguran dari 7,1 %
menjadi 5-6%. Hal yang sama juga diharapkan pada angka kemiskinan (www.depkop.go.id).
Kondisi UKM secara nasional ini sangatlah menyedihkan jika tidak dapat bersaing di
pasar internasional. Melalui Kementerian Koperasi dan UKM, pemerintah memang telah banyak
memberikan perhatian terhadap UMKM yang ada yaitu melalui KUR (kredit usaha rakya) dan
sisitem dan Bergulir. Namun, kendala yang ada saat ini yang paling banyak ditemukan adalah
banyaknya UMKM yang belum bersentuhan dengan dunia perbankan dan lembaga-lembaga
pembiayaan lainnya. Menurut Ali Yong, Direktur SME dan Wholesale Banking bank Danamon,
Dari sekitar 55 juta unit UKM, baru sekitar 20 juta saja yang memiliki rekening perbankan
(http://www.danamon.co.id). Hal ini menunjukkan lemahnya UMKM Indonesia dalam
memperoleh informasi perbankan. Padahal lembaga perbankan merupakan lembaga yang sangat
potensial untuk mitra dalam pengembangan usaha.
Selain itu, UKM di daerah baik perkotaan maupun pedesaan pada hakikatnya
mempunyai kelemahan yang sama yaitu manajemen dan pengelolaan keuanganya belum
optimal. Laporan keuangan UKM banyak yang tidak dibuat. UKM masih banyak yang
melakukan perhitungan dengan selisih antara pengeluaran dan penerimaan saja. Oleh karena itu,
perhitungan labanya belum jelas. Adapun UKM yang membuat laporan keuangannya belum
memiliki kesesuaian dengan standar keuangan yang ada. Padahal sangat perlu diketahui laporan
keuangan yang andal merupakan salah satu alat untuk dapat membuat keputusan bisnis dalam
suatu usaha supaya layak untuk dikembangkan atau dipertahankan. Kondisi UKM tersebut masih
dari segi laporan keuangannya saja, belum lagi model pemasaran yang harus up to date dan
harus go internasional, termasuk penguasaan bahasa asing dalam menjangkau konsumen yang
berada diluar negeri. Selain itu, pelaku UMKM juga harus menciptakan strategi produksi yang
lebih efisien dan efektif agar mampu bersaing. Serta pengelolaan usaha yang tidak merusak
lingkungan hidup.
Jika melihat kondisi UMKM yang ada saat ini, kita harus siap kalah. Jika tidak
persiapkan dari sekarang. kemungkinan besar bakal banyak usaha yang tak mampu untuk
bersaing, baik secara modal, produk dan manajerialnya. Parahnya, lapangan kerja untuk 107 juta
tersebut, akan berkurang yang menyebabkan penganguran karena UMKM yang gulung tikar.
Masih ada waktu untuk berbekal dari sekarang. Pemerintah melalui Kementerian dan koperasi
dan dinas koperasi dan UKM yang ada didaerah masih ada kesempatan untuk membekali
UMKM yang belum memiliki system manajerial yang jelas, belum memiliki laporan keuangan
yang baik dan juga pengelolaan usaha berdasarkan analisis dampak lingkungan. Pemerintah
dapat menggandeng perguruan tinggi, perbankan, dan lembaga-lembaga lainya yang bersentuhan
dengan UMKM untuk mengadakan pelatihan dan workshop. Sehingga, UMKM kita layak dan
gagah untuk dapat bersaing secara sehat di AFTA, Indonesia jaya untuk menuju kawasan
ASEAN yang lebih sejahtera dan mandiri ekonomi. Sukses untuk UMKM Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai