Anda di halaman 1dari 15

UNIVERSITAS SJAKHYAKIRTI

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK

TUGAS
MATA KULIAH : Kebijakan Pendidikan
DOSEN : Dr. Edi Harapan, M.Pd

Disusun Oleh :
Nama Mahasiswa : SIGIT NUGROHO
NIM : 15150112
Email : sigit.wfr@gmail.com

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH


DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU PENDIDIKAN
Disusun Oleh : SIGIT NUGROHO
NIM : 15150112
Email : sigit.wfr@gmail.com

BAB I
PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang Masalah


Kebijakan otonomi di bidang pendidikan (otonomi pendidikan)
kemudian banyak membawa harapan akan perbaikan sistem pendidikan di
Indonesia di masa yang akan datang. Dengan posisinya, strategi dalam upaya
peningkatan kualitas manusia pada satu segi melalui pendidikan dan pada
segi lain guru memikul beban tanggung jawab besar sebagai petugas profesi
pendidikan disaat perhatian, dukungan dan keberpihakan kepada guru belum
sepenuhnya sesuai harapan.
Otonomi daerah justru tidak memprioritaskan upaya pembinaan
guru, pendekatan yang dilakukan terhadap nasib guru lebih menggunakan
aspek birokratis, dan aspek politis juga mempengaruhi guru di daerah.
Padahal guru merupakan komponen terpenting dalam penyelenggaraan
pendidikan yang seharusnya diperhatikan kesejahteraan dan pembinaannya
agar kualitas pendidikan meningkat secara optimal. Padahal, untuk
mewujudkan pendidikan bermutu bergantung keberadaan sumber daya
manusia (SDM) guru yang bermutu, profesional, terlindungi, bermartabat,
dan tentunya kesejahteraannya terjamin. Pemerintah harus mengembangkan
berbagai kebijakan pendidikan yang berorientasi pada akar masalah
pendidikan dan berbagai upaya membangun kapasitas murid, guru, kepala
sekolah, dan pengawas sekolah.

Langkah-langkah yang harus di tempuh oleh pemerintah daerah


dalam mewujudkan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab di era
reformasi dan desentralisasi pemerintahan dalam melakukan penataan
kewenangan, organisasi perangkat daerah, penataan relokasi personil, sebagai
tindak lanjut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang
Nomor 25 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000. Telah di kemukakan bahwa titik
berat perjuangan serikat pekerja adalah berupaya meningkatkan kesejahteraan
anggota beserta keluarganya. Untuk mencapai tujuan itu, maka disusunlah
strategi, taktik dan metode. Sebagai contoh dapat di kemukakan bahwa dalam
rangka menentukan gaji guru maka diadakan perjanjian kerja sama (collective
bargaining) antara pemerintah dengan persatuan guru. Bila pemerintah
melanggar perjanjian itu maka pengurus PGRI mengingatkannya.
2.

3.

Rumusan Masalah :
1.

Prinsip apa saja yang digunakan dalam pelaksanaan otonomi daerah?

2.

Apa saja kewenangan Pemerintah Daerah dalam pendidikan?

3.

Bagaimana pijakan peran PGRI sebagai organisasi perjuangan?

Tujuan
1.

Mengetahui prinsip-prinsip yang digunakan dalam pelaksanaan otonomi


daerah.

2.

Mengetahui kewenangan Pemerintah daerah dalam pendidikan.

3.

Mengetahui pijakan peran PGRI sebagai organisasi perjuangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Pemerintah Daerah sebagai Pelaksana Otonomi Daerah
Pasca Reformasi tahun 1998, membawa perubahan fundamental dalam
sistem pendidikan nasional. Suryanto mengatakan perubahan sistem pendidikan

tersebut mengikuti perubahan sistem pemerintah yang sentralistik menuju


desentralistik atau yang lebih dikenal dengan otonomi pendidikan dan kebijakan
otonomi nasional itu mempengaruhi sistem pendidikan Indonesia. Kebijakan
pendidikan merupakan bagian dari kebijakan publik di bidang pendidikan.
Ensiklopedia Wikipedia dalam Nugroho menyebutkan kebijakan pendidikan
berkenaan dengan kumpulan hukum atau aturan yang mengatur pelaksanaan
sistem pendidikan, yang tercakup di dalamnya tujuan pendidikan dan bagaimana
mencapai tujuan tersebut.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mark Olsen, John Codd dan
Anne-Marie ONeil dalam Nugroho menyatakan bahwa kebijakan pendidikan
merupakan kunci bagi keunggulan, bahkan eksistensi bagi negara-negara dalam
persaingan global, sehingga kebijakan pendidikan perlu mendapat prioritas dalam
era globalisasi. Salah satu argumen utamanya adalah bahwa globalisasi membawa
nilai demokrasi. Demokrasi yang memberikan hasil adalah demokrasi yang
didukung oleh pendidikan.
Mohammad Surya mengatakan bahwa menghadapi era reformasi
menyongsong masa depan, PGRI harus memiliki paradigma baru yang paham dan
mampu menyikapi tantangan, memiliki jati diri yang kuat, memiliki keterbukaan
untuk membangun tata organisasi, dan membangun hubungan kemitraan
internasional.
B. Kebijakan Pendidikan
Menurut Masnuh dalam (Amnur,2007:160) pendidikan merupakan suatu
kegiatan, proses, hasil dan sebagai ilmu yang pada dasarnya merupakan sebagai
usaha sadar yang dilakukan manusia sepanjang hayat guna memenuhi kebutuhan
hidup. Pandangan ini secara umum telah menjadi istilah konvensional di
masyarakat

dan

sarana

manusia

memperoleh

pengetahuan

secara

berkesinambungan. Pada dasarnya, bahwa kebijakan pemerintah Indonesia 20092014 yang memiliki orientasi basis ekonomi sesuai dengan rancangan strategis
pendidikan nasional 20092014 yang mengacu pada amanat UndangUndang Dasar
Tahun 1945, amandemen ke empat pasal 31 tentang pendidikan,Ketetapan MPR
Nomor VII/ MPR/ 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan, Undangundang

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Undangundang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, UndangUndang Nomor
25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangun nasional, uu nomor 32
tahun 2004 tentang pemerintah daerah, uu nomor 33 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah, UU Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, UndangUndang Nomor 14 tahun
2005 tentang guru dan dosen, PP Nomor 20 tahun 2004 tentang rencana kerja dan
anggaran kementerian/lembaga, PP Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan dan PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan
Setiap kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan akan berdampak
pada pengambilan keputusan oleh para pembuat kebijakan dalam bidang
pendidikan, baik di tingkat nasional maupun daerah dan tingkat satuan
pendidikan. Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
sebagai sebuah lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk membuat
sebuah kebijakan paling tinggi di Indonesia tentunya sangat mempengaruhi
eksistensi dan prosesi pendidikan yang diharapkan memiliki standar mutu yang
layak di dalam lingkungan masyarakat dalam negeri maupun luar negeri.
Kemudian keberadaan dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah dan
pemerintah pusat yang dipimpin oleh presiden dan seorang wakil presiden, jajaran
kementerian, dan jajaran badan/ lembaga kelengkapan eksekutif negara adalah
para pembuat kebijakan yang bisa mempengaruhi dunia pendidikan nasional.
Namun, khususnya pada tingkat nasional, para pengambil keputusan
khusus masalah pendidikan di tingkat DPR RI adalah Komisi X DPR RI Presiden
RI, dan Menteri Pendidikan Nasional RI (pemimpin Departemen Pendidikan
Nasional).Sehingga, segala bentuk kebijakan pendidikan nasional yang dihasilkan
oleh ketiga elemen ini akan mempengaruhi kebijakan pendidikan di seluruh
daerah dan seluruh satuan pendidikan di Indonesia
Adapun, dengan peran pengambil kebijakan yang bisa mempengaruhi
masalah pendidikan di tingkat daerah ialah DPRD dan Pemerintah Daerah
(Pemda).Khususnya dalam masalah pendidikan, posisi Komisi E di DPRD dan
Dinas Pendidikan di Pemda sangatlah berperan untuk memfasilitasi adanya

pemberlakuan kebijakan pendidikan di tingkat daerahnya masingmasing yang


didasari oleh peraturan perundangundangan dari hasil permusyawaratan policy
maker nasional.
Akhirnya, keberadaan satuan pendidikan pun tak kalah pentingnya untuk
membuat kebijakan pendidikan yang akan mempengaruhi fenomena pendidikan
yang berlangsung di satuan pendidikannya masingmasing.
Sehubungan dengan evaluasi kebijakan pendidikan Era Otonomi masih
belum terformat secara jelas maka di lapangan masih timbul bermacammacam
metode dan cara dalam melaksanakan program peningkatan mutu pendidikan.
Sampai saat ini hasil dari kebijakan tersebut belum tampak, namun berbagai
improvisasi di daerah telah menunjukkan warna yang lebih baik. Misalnya,
beberapa langkah program yang telah dijalankan di beberapa daerah, berkaitan
dengan kebijakan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu berbasis sekolah
dan peningkatan mutu pendidikan berbasis masyarakat diimplementasikan sebagai
berikut :
1.

Telah berlakunya UAS dan UAN sebagai pengganti EBTA /EBTANAS

2.

Telah dibentuknya Komite Sekolah sebagai pengganti BP3.

3.

Telah diterapkan muatan lokal dan pelajaran ketrampilan di sekolah SLTP.

4.

Dihapuskannya sistem Rayonisasi dalam penerimaan murid baru.

5.

Pemberian insentif kepada guruguru negeri.

6.

Bantuan dana operasional sekolah, serta bantuan peralatan praktik sekolah.

7.

Bantuan peningkatan SDM sebagai contoh pemberian beasiswa pada guru


untuk mengikuti program Pascasarjana.

8.

Peningkatan profesionalisme guru dan dosen melalui penyelenggaraan profesi


guru dan dosen untuk memperoleh sertifikat pendidik dan menjadi guru dan
dosen profesional.

9.

Penerapan pendidikan budaya dan karakter bangsa bagi semua jenjang


pendidikan.
Pada praktiknya, setiap kebijakan mengandung multi tujuan yaitu untuk

menjadikan kebijakan itu sebagai kebijakan yang adil dan seimbang dalam
mendorong kemajuan kehidupan bersama.

Kebijakan pendidikan nasional disebut memperkuat peran negara dengan


memastikan 20% anggaran negara untuk pendidikan nasional, namun di sisi lain
ada pasal yang memperkuat peran publik dengan adanya komitekomite sekolah.

BAB III
PEMBAHASAN
Pemberian otonomi yang luas dan bertanggung jawab dilaksanakan
dengan berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi,

peran serta masyarakat,

pemerataan, berkeadilan, dan memperhatikan potensi serta keanekaragaman


daerah, dengan titik sentral otonomi pada tingkat yang paling dekat dengan rakyat,
yaitu kabupaten dan kota. Otonomi daerah PGRI, harus memilih kualitas
keberdayaan, kemandirian, kreativitas, dan wawasan yang unggul dalam
mewujudkan kinerjanya. Dalam hal ini, harus melibatkan pada sumber daya
manusianya untuk mengembangkan kualitasnya, melalui program-program kerja
yang di arahkan pada visi, dan misi PGRI, serta dengan amanat anggotanya.
Pelaksanaan otonomi daerah itu rumit dan kompleks sekali, karena
kondisi objektif daerah pada masa lampau masih lemah, terutama di Adang
kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana, sebenarnya selama ini daerah telah
melaksanakan tugas tugas desentralisasi berdasarkan otonomi yang dimilikinya,
akan tetapi kemandirian belum menonjol. Desentralisasi merupakan simbol
adanya kepercayaan pemerintah pusat kepada daerah. Ini akan dengan sendirinya
mengembalikan harga diri pemerintah dan masyarakat daerah. Penerapan
kebijakan otonomi daerah dan khususnya otonomi pendidikan, menawarkan
konsep

keseimbangan,

yaitu

antara

pelimpahan

kewenangan

dan

pertanggungjawaban akan mutu pendidikan. Dua sisi ini juga, sebenarnya


tergantung dari kesiapan dan kemampuan kita untuk menjalankan semangat dan
pola manajerial otonomi daerah dan khususnya otonomi pendidikan.
Kewenangan besar yang dimiliki oleh daerah dengan Undang-undang
otonomi daerah tentu saja hanya akan bermanfaat apabila diikuti dengan kapasitas
pemerintah Kabupaten/Kota untuk membuat kebijakan-kebijakan yang akurat

yang diarahkan untuk meningkatkan input dan proses pembelajaran. Upaya untuk
membuat kebijakan yang akurat dalam bidang pendidikan, salah satunya akan
sangat tergantung kepada tersedianya informasi yang valid tentang berbagai
persoalan pendidikan yang dihadapi oleh Kabupaten/Kota. Berdasarkan PP
Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi
sebagai daerah otonom, pada kelompok bidang pendidikan dan kebudayaan
disebutkan bahwa kewenangan pemerintah meliputi;
1.

Penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar, serta pengaturan


kurikulum nasional data penilaian hasil belajar secara nasional, serta pedoman
pelaksanaannya.

2.

Penetapan standar materi pelajaran pokok.

3.

Penetapan persyaratan perolehan dan penggunaan gelar akademik.

4.

Penetapan pedoman pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.

5.

Penetapan persyaratan penerimaan, perpindahan sertifikasi siswa, warga


belajar dan mahasiswa.

6.

Penetapan

persyaratan

peningkatan/zoning,

pencarian,

pemanfaatan,

pemindahan, penggandaan, sistem pengamanan dan kepemilikan benda cagar


budaya, serta persyaratan penelitian arkeologi .
7.

Pemanfaatan hasil penelitian arkeologi nasional serta pengelolaan museum


nasional, galeri nasional, pemanfaatan naskah sumber arsip, dan monumen
yang diakui secara internasional.

8.

Penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun
bagi pendidikan dasar, menengah dan luar sekolah.

9.

Pengaturan dan pengembangan pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh,


serta pengaturan sekolah internasional.

10. Pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia.


Dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional maupun daerah
mengalami suatu transisi yang sangat signifikan dalam pengelolaan sumbersumber daya yang ada dalam bidang pendidikan terutama dalam hal pendanaan
pendidikan (pembiayaan pendidikan). Dalam hal ini pelaksanaan pendidikan harus
disertai dengan adanya peningkatan peran sumber-sumber daya pendidikan (dana

pendidikan) yang telah tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003


tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 23 yang
menjelaskan bahwa Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang
dipergunakan

dalam

penyelenggaraan

pendidikan

yang

meliputi

tenaga

kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana. Jelas bahwa Pemerintah


daerah memiliki tanggung jawab yang besar dan bersifat jangka panjang di sektor
pendidikan, tetapi tidak memiliki sumber dana yang cukup dan stabil untuk
mendanai. Jika situasinya tidak berubah, Daerah tidak akan mampu memenuhi
20% anggaran untuk pendidikan seperti yang diamanatkan UU Sisdiknas dan pada
gilirannya ada risiko terjadi penurunan kualitas SDM sebagai dampak otonomi
daerah.
Keberadaan PGRI, mulai dari tingkat pusat, propinsi, kota, cabang,
sampai ranting tidak terlepas dari sejarah perjalanan bangsa. Sehingga hal
tersebut, eksistensi PGRI di masyarakat dinilai secara beragam, ada yang menilai
positif dan tidak jarang juga dinilai sebagai organisasi opportunis. Oleh karena itu,
melalui tulisan ini saya mengajak kepada semua stakeholder pendidikan, untuk
mendalami esensi PGRI sebagai sebagai organisasi perjuangan, profesi, dan
tenaga kerja. Sebagai organisasi perjuangan, maka peran yang diemban PGRI
berpijak pada tiga hal, yaitu sebagai :
1.

Pemikir
Dalam posisi ini, peran yang dilaksanakan PGRI adalah melakukan
kajian-kajian

akademis,

empirik-kontekstual

mengenai

pengelolaan

pendidikan, dengan berbagai variabel di dalamnya, misalnya SDM pendidik


dan tenaga kependidikan, biaya pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan,
dan sebagainya. Hasil dari kegiatan ini, ke depannya PGRI akan berperan
sebagai penggagas dan penghasil konsep-konsep pengelolaan pendidikan
secara inovatif.
2.

Penyeimbang pola kemitraan.


Era otonomi daerah, pengelolaan pendidikan dilaksanakan secara
otonom oleh pemerintah daerah kabupaten/kota, mulai dari perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, sampai evaluasi dan pengembangan. Dalam


konteks ini, peran PGRI adalah sebagai penyeimbang pola kemitraan dengan
pemerintah

kabupaten/kota

dalam

mengawal

dan

mengembangkan

pengelolaan pendidikan secara profesional.


3.

Penekan
Maksud penekan di sini bukan menekan tanpa rasional yang jelas,
akan tetapi PGRI berperan sebagai pihak yang menjembatani aktualisasi
permasalahan, potensi, dan harapan para guru di lapangan untuk
direalisasikan oleh kabupaten/kota.
Sebagai organisasi profesi, peran yang harus dikembangkan PGRI ke

depan, antara lain:


1.

Memperjuangkan harkat, martabat, dan karir guru.

2.

Meningkatkan kemampuan SDM anggota.

3.

Menjamin terwujudnya pertanggungjawaban publik profesi guru, Diana


output dari profesi guru harus jelas yakni melayani kebutuhan hak-hak
pendidikan bagi masyarakat.

4.

Sebagai Organisasi Ketenagakerjaan.


PGRI telah dan akan terus berjuang untuk memfasilitasi terwujudnya

hak-hak guru sebagai pekerja profesional. Wujud dari upaya tersebut, PGRI
Pusat telah melakukan kerja sama dengan lembaga internasional di bidang
ketenagakerjaan, terlibat aktif dalam perumusan Undang-Undang Guru, dll. PGRI
juga menyoroti manajemen guru yang masih penuh persoalan. Dalam penerapan
otonomi daerah, posisi guru juga bukannya tambah baik malah dipolitisasi. Guru,
khususnya guru pegawai negeri sipil, diperlakukan sebagai perangkat birokrasi,
bukan jabatan profesi. PGRI juga Menyoroti distribusi guru yang tidak merata
sehingga sejumlah daerah kekurangan guru dan terpaksa mengangkat guru
honorer. Selain itu, pembinaan guru juga tidak dilakukan secara benar sehingga
kualitas guru tidak membaik.

10

Dewasa ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu


pendidikan dalam rangka menyukseskan pembangunan jangka panjang kedua
yang salah satu sasarannya adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (SDM). Untuk itu pemerintah telah menetapkan berbagai kebijaksanaan
dan menjalankan berbagai program untuk meningkatkan profesional guru, karena
guru memegang peranan penting dalam mendidik, membimbing dan membina
sikap mental murid di sekolah.
Tugas dan tanggung jawab guru memang sangat besar, karena untuk
mencapai cita-cita nasional sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD
1945 alinea keempat yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa , yang kemudian
dituangkan pasal 31 UUD 1945 yang berbunyi Tiap warga negara berhak
mendapat pendidikan dan pengajaran. Selanjutnya dijabarkan dalam UU Nomor
2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional.
Untuk lebih jelas terhadap kebijaksanaan dan program yang telah
dijalankan pemerintah dalam rangka meningkatkan profesional guru antara lain :
1.

Setiap tahun memberikan kesempatan pengangkatan guru yang berkualitas,


hal ini terbukti karena selain harus memenuhi tiga syarat yaitu syarat
administratif, keahlian atau kemampuan, dan syarat tehnis, calon guru juga
harus bersaing dengan teman-temannya melalui seleksi yang ketat dan
diperiksa melalui komputerisasi.

2.

Mempercepat kenaikan pangkat atau golongan bagi guru-guru yang aktif dan
mempunyai kemampuan yang tinggi, melalui sistem angka kredit. Hal ini
dapat memacu guru lebih aktif dalam menjalankan tugasnya dengan penuh
rasa tanggung jawab.

3.

Mengadakan berbagai seminar, penataran, lokakarya dan studi banding baik


dalam maupun luar negeri untuk meningkatkan profesional guru dalam
bidangnya masing-masing.

4.

Memilih guru yang ulet, loyal dan mampu untuk dijadikan sebagai pengawas
dan instruktur, yang salah satu tujuannya agar guru terus aktif bersaing dan
bersanding dalam membenahi diri dengan ilmu pengetahuan yang
ditekuninya.

11

5.

Dibentuk suatu organisasi (PGRI) untuk dijadikan wahana bagi guru dalam
menuangkan aspirasi atau untuk menyalurkan visi dan misinya melalui suatu
musyawarah dalam hal peningkatan baik mutu pendidikan maupun
profesional guru.

6.

Diadakan musyawarah di gugus, program ini besar sekali pengaruhnya bagi


guru-guru mata pelajaran dalam hal menyelesaikan atau membahas terhadap
perangkat mengajar dan penggunaan metode baik untuk mengajar maupun
untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh guru masing-masing di
sekolahnya terutama dalam hal pembinaan sikap murid.

7.

Diadakan penyeleksian guru teladan, hal ini sangat menentukan untuk


meningkatkan profesional guru karena para guru semakin aktif dan
bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya, karena ingin bersaing
dengan teman-temannya yang lain. Disisi lain guru teladan bukan hanya
contoh atau panutan pada masyarakat dan muridnya saja tetapi juga dapat
dijadikan contoh dan panutan bagi guru-guru yang lain.
Kesemuanya ini merupakan langkah atau usaha untuk meningkatkan

profesional guru dalam menghadapi kemajuan teknologi yang semakin maju, agar
guru lebih mampu membina sikap muridnya yang menyimpang akibat dari
pengaruh teknologi dan informasi yang disalahgunakan oleh murid.
Secara umum setiap dinas mengalami hambatan dalam menjalankan
tugas dan usahanya. Demikian juga halnya dengan dinas pendidikan dalam
mengelola pendidikan mengalami berbagai kendala diantaranya :
1.

Sarana dan Prasarana


Dewasa ini dalam dunia pendidikan mengalami kendala yang serius terutama
mengenai sarana dan prasarana yang sangat minim apabila selama Aceh
dilanda konflik banyak banyak sekali gedung-gedung sekolah dan kantor
yang di bakar oleh orang tak dikenal.

2.

Budget Pendidikan melalui APBD


Selama otonomi daerah yang didasarkan kepada undang-undang 22 tahun
1999, budget pendidikan melalui APBD, kadang-kadang hal ini juga menjadi
kendala bagi pengelola pendidikan.

3.

Kualitas dan Kuantitas SDM yang masih rendah

12

4.

Antara ketentuan dengan tindak lanjut di Lapangan relatif kurang


Kenyataan membuktikan bahwa antara ketentuan dengan tindak lanjut di
lapangan sering tidak sesuai. Hal ini menjadi kendala bagi pengelola
pendidikan yaitu dinas pendidikan

5.

Koordinasi antar instansi terkait relatif rendah


Kurangnya koordinator antar intansi terkait menjadi kendala bagi pengelola
pendidikan, sebab keberhasilan pendidikan melalui kerja sama secara terpadu.

6.

Partisipasi masyarakat terhadap pendidikan semakin berkurang.


Pada hakikatnya pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak. Oleh
karena

itu

partisipasi

masyarakat

sangat

menentukan

keberhasilan

pendidikan, kenyataan selama ini partisipasi masyarakat terhadap pendidikan


semakin berkurang, apalagi ada kata-kata sumbang yang sering dilontarkan
bahwa pendidikan gratis mulai dari sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi.
7.

Perbedaan Persepsi Masayarakat Terhadap Lembaga Pendidikan berbedabeda.


Persepsi masyarakat terhadap lembaga pendidikan yang berbeda dapat
menjadi kendala bagi dinas pendidikan, karena masyarakat beranggapan
bahwa lembaga sekolah ini sama, sehingga ada persepsi masyarakat bahwa
anaknya harus di sekolahkan pada sekolah-sekolah yang dianggap faforit,
sehingga pada sekolah-sekolah tertentu muridnya membludak, sedangkan ada
sekolah yang kurang murid.
Disisi lain, dinas pendidikan daerah telah menempuh berbagai program

dan kebijakan antara lain mengadakan pelatihan, penataran guru, pengadaan guru
kontrak, merenovasi, membangun sarana dan prasarana pendidikan, meningkatkan
kesejahteraan guru,

dan berbagai kebajikan lainnya telah dan akan ditempuh

dalam rangka meningkat kualitas pendidikan serta mengatasi kekurangan sarana


dan prasarana penunjang serta mempermudah segala urusan teknis yang berkaitan
dengan birokrasi.

13

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Otonomi Daerah adalah penyerahan kekuasaan dari Pemerintah Pusat
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pemerintahan
sesuai apa yang diamanatkan oleh UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah Otonomi, maka Pemerintah Pusat harus sungguh-sungguh menyerahkan
kekuasaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk
melaksanakan tanggung jawabnya menjadi daerah otonom. Pemerintah Pusat
tidak boleh mencampuri lagi urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota.
Desentralisasi pendidikan menempatkan sekolah sebagai garis depan
dalam berperilaku untuk mengelola pendidikan. Desentralisasi juga memberikan
apresiasi terhadap perbedaan kemampuan dan keanekaragaman kondisi daerah
rakyatnya. Perubahan paradigma sistem pendidikan membutuhkan masa transisi.
Reformasi pendidikan merupakan realitas yang harus dilaksanakan, sehingga
diharapkan para pelaku maupun penyelenggara pendidikan harus proaktif, kritis
dan mau berubah. Belajar dari pengalaman sebelumnya yang sentralistik dan
kurang demokrasi membuat bangsa ini menjadi terpuruk. Marilah kita melihat
kepentingan bangsa dalam arti luas dari pada kepentingan pribadi atau golongan
atau kepentingan pemerintah pusat semata dengan menyelenggarakan otonom
pendidikan sepenuh hati dan konsisten dalam rangka mengangkat harkat dan
martabat bangsa dan masyarakat yang berbudaya dan berdaya saing tinggi
sehingga bangsa ini duduk sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia.
B. SARAN
Keberhasilan pendidikan tidak hanya tanggung jawab Dinas
Pendidikan saja, tetapi merupakan tanggung jawab kita semua. Oleh karena itu
diharapkan kepada semua pihak untuk berpartisipasi aktif dalam menyukseskan
pembangunan dibidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber
daya manusia yang merupakan sasaran utama pembangunan jangka panjang
kedua.

14

DAFTAR PUSTAKA
UU No.20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang tentang Otonomi Daerah), ( UU RI No,22 Tahun 1999)
PP No. 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Permendiknas No. 45/2006 Tentang UN Tahun Ajaran 2006/2007.
Blog: http://blog.appidi.or.id/?p=430. Makalah pendidikan tahun 2007
Blog: http://dzarmono.wordpress.com/2007/06/11/. Makalah pendidikan tahun
2008
Muhamad Shidiq Al-Jawi. Pendidikan Di Indonesia, Masalah dan Solusinya.
Artikel.www.khilafah1924.org
Widjaja, H.A.W. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.
Adiwikarta, S (1988) Sosiologi Pendidikan Isu dan Hipotesa tentang hubungan :
Pendidikan dengan Masyarakat,Jakarta , Depdikbud.
Burhanudin, (1994) Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan
Pendidikan, Jakarta Bumi Aksara
Depdikbud (1999) , Keputusan Materi Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia No. 0173/O/1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi
Vertikal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan beserta Petunjuk
Pelaksanaannya, Bandung
Undang-undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, (UU
No, 25 tahun 1999)

15

Anda mungkin juga menyukai