Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PBL MANDIRI

BLOK 7
SISTEM RESPIRASI I

DISUSUN OLEH :
GILANG BHASKARA
NIM : 10-2008-095
KELOMPOK B8

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
TAHUN 2008

KATA PENGANTAR
Setiap harinya manusia bernapas. Tanpa bernapas maka manusia ibarat tubuh tanpa
nyawa. Napas merupakan elemen kehidupan yang terpenting.
Organ yang digunakan dalam bernapas mencakup dr hidung hingga ke sistem pernapasan
yaitu paru-paru. Paru-paru merupakan organ vital dalam melakukan sistem respirasi. Tidak kalah
pentingnya adalah jantung dalam memompa darah.
Dalam makalah ini penulis mencantumkan hal-hal mengenai bagian-bagian sistem
pernapasan, proses kerja paru-paru, efek dekompresi sebagai pusat pembahasan berbasis kasus,
dan cara pemeriksaan fungsi paru.
Akhir kata semoga makalah ini dapat membantu bagi yang ingin memperbesar otot nya.
Tetapi ingat tiada hasil tanpa usaha. Selamat membaca !

Jakarta, 20 May 2009


Gilang Bhaskara

DAFTAR ISI
01. Skenario...................................................................................................................................4
02. STEP 1 IDENTIFIKASI ISTILAH YANG TAK DIKETAHUI...........................................4
03. STEP 2 IDENTIFIKASI MASALAH4
04. STEP 3 ANALISA MASALAH.....4
05. STEP 4 HIPOTESIS4
06. STEP 5 SASARAN PEMBELAJARAN................................................................................5
07. STEP 6 HASIL BELAJAR MANDIRI ..5
08. Anatomi Saluran Napas atas: Hidung-Trakea...........................................................................5
09. Anatomi Saluran Napas Bawah : Trakea-Paru-Paru..7
10. Cara Kerja Paru-Paru.........9
11. Pemeriksaan Fisik dan Fungsi Paru-Paru................................................................................12
12. Efek Dekompresi......................................................................................................................21
13. Daftar Pustaka..........................................................................................................................24

SKENARIO
Seorang pria berusia 35 tahun sedang menyelam setelah 40 menit ia langsung naik ke permukaan,
ia merasa sesak dan kemudian tidak sadarkan diri.

STEP 1 IDENTIFIKASI ISTILAH YANG TAK DIKETAHUI


Tidak ada

STEP 2 IDENTIFIKASI MASALAH


Sesak napas dan tidak sadarkan diri

STEP 3 ANALISA MASALAH


Pertolongan

Jantung

Bawah

Trakea

Dekompresi

Penyebab

Sesak Napas dan Tidak


Sadarkan Diri

Saluran Napas
Atas

Paru-Paru

Hidung

- Struktur
- Mekanisme
- Fungsi
- Pemeriksaan

STEP 4 HIPOTESIS
Perubahan tekanan yang tiba-tiba menyebabkan sesak napas dan tidak sadarkan diri.
4

STEP 5 SASARAN PEMBELAJARAN


1. Saluran napas :
- Bagian atas : hidung
- Bagian bawah : Paru-paru dan trakea
2. Penyebab Sesak Napas (efek dekompresi)
3. Pertolongan terhadap Sesak Napas

STEP 6 HASIL BELAJAR MANDIRI


1. Anatomi Saluran Napas Atas : Hidung Trakea
1.1 Hidung
Fungsi hidung antara lain :
1. Mekanisme pertahanan terhadap benda asing
- Saringan bulu hidung menghambat benda dengan ukuran > 10 um
- Mukosa : silia. Menangkap benda 2-10 um
- Cilliary Escalator : Mendorong benda asing ke luar dengan kecepatan 16 mm / menit
2. Memanaskan udara pernapasan sesuai suhu tubuh
3. Melembabkan udara pernapasan dan mencegah membrane alveoli kering ( kelenjar Sebasea
dan sel Goblet )
a. Cavum Nasi
Terletak dari nares di depan hingga
choanae di belakang. Rongga dibagi oleh septum
nasi atas belahan kiri dan kanan. Dinding lateral
ditandai dengan 3 tonjolan disebut concha
nasalis superior, media, dan inferior. Area di
bwah tiap concha disebut meatus.

Septum nasi adalah sekat os osteocartilago yang ditutupi membrane mucosa. Dibagi
menjadi 2 jenis : membrane mucosa olfactorius dan membrane mucosa respiratorius.
Membrana mucosa olfactorius berfungsi sebagai menerima rangsangan penghidu, sedangkan
membrane mucosa respiratorius berfungsi untuk menghangatkan, melembabkan, dan
membersihkan udara inspirasi.
b. Sinus Paranasalis
Adalah rongga-rongga yang terdapat di dalam os
maxilla, os frontale, os sphenoidale, dan os
ethmoidale. Dibagi menjadi 4 sinus : Sinus Maxillaris,
sinus frontalis, sinus sphenoidales, dan sinus sinus
ethmoidales.

1.2 Pharynx
Pharynx terletak di belakang cavum nasi, mulut,
dan larynx. Pharynx dibagi menjadi 3 bagian :
nasopharynx, oropharynx, dan laryngopharynx.
Nasopharynx terletak di belakang rongga hidung
di atas palatum molle
Oropharynx terletak di belakang cavum oris dan
terbentang dari palatum molle sampai ke pinggir
atas epiglottis
Laryngopharynx terletak di belakang aditus
larynges dan permukaan posterior larynx dan
terbentang dari pinggir atas epiglottis sampai ke
pinggir bawah cartilage cricoidea.

1.3 Larynx

Larynx adalah organ khusus yang mempunyai


sphincter pelindung pada pintu masuk jalan
napas dan berfungsi dalam pembentukan suara.
Kerangka larynx dibentuk beberapa cartilage
yaitu cartilage thyroidea, cricoidea, arytenoidea,
corniculata, cuneiformis, dan epiglottis. Ada
pula cavitas laryngis yang terbentang dari
aditus laryngis sampai ke pinggir bawah
cartilage cricoidea dan dapat dibagi menjadi 3
bagian :
a. Vestibulum Laryngis : Terbentang dari aditus laryngis plica vestibularis
b. Bagian Tengah : Terbentang dari plica vestibularis plica vocalis
c. Bagian bawah : Terbentang dari plica vocalis pinggir bawah cartilage cricoidea

1.4 Trachea
Adalah tabung yang dapat bergerak dengan panjang kurang lebih 5 inci dan diameter 1 inci.
Trachea mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam balok-balok cartilage hialin yang
berbentuk huruf U yang mempertahankan lumen trakea tetap terbuka.

2. Saluran Napas Bawah : Bronkus Pulmo


2.1 Bronchus Principalis
Bronchus principalis dextra bercabang menjadi bronchus lobaris superior dextra, bronchus
lobaris medius , dan bronchus lobaris inferior dextra. Sedangkan bronchus principalis sinistra
bercabang menjadi bronchus lobaris superior sinistra dan bronchus lobaris inferior sinistra.

2.2 Pulmo
Masing-masing paru mempunyai apex pulmonis, basis pulmonis ( facies diapraghma ), facies
costalis, facies mediastinalis ( impression cardiac ), dan hilus pulmonis ( cekungan tempat

bronkus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar dari
paru )

2.3 Segmenta Bronchopulmonalia


Setiap bronkus lobaris mempercabangkan bronchi segmentales. Setiap bronchi segmentalis
masuk ke unit paru dan disebut
segmenta bronchopulmonalia. Setelah
masuk segmenta bronchopulmonalia,
bronkus segmentalis segera membelah
menjadi lebih kecil yang disebut
bronkiolus. Bronkiolus membelah
menjadi bronkiolus terminalis dan
respiratorius. Bronkiolus respiratorius
berakhir dengan bercabang sebagai
duktus alveolaris yang menuju kea rah
pembuluh-pembuluh berbentuk kantong
dengan dinding tipis yang disebut sakus alveolaris.
Segmenta bronchopulmonalia utama :
Pulmo dexter :
Lobus superior : Segmentum apicale, posterius, dan anterius
Lobus Medius : Segmentum laterale, mediale
Lobus Inferior : Segmentum superius, basale mediale, basale, basale laterale, dan basale posterius
Pulmo sinister :
Lobus Superior : Segmentum apicoposterius, anterius, lingulare superius, lingulare inferius,
superius
Lobus Inferior : Segmentum basale mediale, basale anterius, basale laterale, postero-basal.

2.4 Radix Pulmonis


8

Dibentuk oleh alat-alat yang masuk dan keluar paru. Alat itu adalah bronchi, arteri dan vena
pulmonalis, pembuluh limfatik, arteri dan vena bronchiales, dan saraf-saraf.

3. Cara Kerja Paru-Paru


3.1 Pertukaran Gas dalam Paru-Paru
O2 larut secara fisik dalam plasma , namun
sebagian besar berdifusi dalam sel darah
merah bereaksi dengan deoksiHb
membentuk oksiHb sambil melepaskan H+ .
Pada saat Hb jenuh dengan O2, afinitas thd
CO2 sehingga CO2 yg terikat pd Hb akan
terdisosiasi dan berdifusi keluar dari sel
darah merah melalui plasma menuju alveoli.
Ion H+ yang dilepaskan Hemoglobin
berikatan dengan ion HCO3- yang berdifusi
ke dalam sel darah merah dari plasma dan
saling bertukar tempat dengan Cl-. Reaksi antara H+ dan HCO3- menghasilkan H2CO3.
As. Karbonat pecah menjadi H2O & CO2 dengan bantuan enzim karbonat anhidrase. CO2
berdifusi keluar dari SDM menuju plasma lalu ke alveoli.

3.2 Pertukaran Gas dalam Jaringan


CO2 terlarut dalam jumlah kecil dalam plasma namun sebagian besar berdifusi ke dalam SDM
bereaksi dg air membentuk H2CO3 atau berikatan dengan Hb membentuk carbamino Hb. Reaksi
dikatalisis oleh carbonate anhidrase. Terdisosiasi jd H+ dan HCO3- .Selama pergeseran klorida,
ion HCO3- berdifusi keluar dari SDM digantikan oleh Cl- . Selanjutnya HCO3- bertindak sbg
buffer mengontrol pH darah.

Dalam SDM, ion H+ dibuffer oleh Hb . Pada keadaan


dimana Hb berikatan dg H+ Hb punya afinitas yang
rendah thd O2.
Sejumlah kecil O2 diangkut dalam keadaan terlarut
secara fisik berdifusi keluar dari plasma masuk ke
dalam sel jaringan.

3.3 Sistem Buffer Dalam Darah dan Paru-Paru


Sistem pernapasan dipakai buffer H2CO3 dan HCO3- karena ada hubungan dengan kemampuan
pengeluaran CO2 - . Bila kelebihan asam H3O + berarti pH turun maka pusat pernapasan akan
dirangsang sehingga menjadi lebih dalam, akibatnya kelebihan CO2 akan dikeluarkan melalui
paru-paru.
Perubahan HHb menjadi H+ dan HbO2 disertai dilepaskannya H + yang bergabung menjdai
HCO3- H2CO3
HCO3- + H3O+ => H2CO3 + H2O
Karena tekanan CO2 dalam paru rendah maka H2CO3 terurai menjadi CO2 + H2O yang
dikeluarkan bersama proses ekspirasi.
H2CO3 => CO2 + H2O
Untuk di jaringan, karena PO2 jaringan rendah maka terjadi pembebasan O2
Oxy-Hb = HHb
Pada saat yang sama hasil metabolism masuk ke dalam darah.
Dalam sel darah merah CO2 berikatan dengan H2O dengan bantuan carbonic anhidrase menjadi
H2CO3 kemudian H2CO3 akan terurai menjadi H+ dan HCO3H2CO3 + OH- => HCO3- + H2O
HCO3- masuk ke dalam plasma darah dan diangkut ke paru sedangkan H + bereaksi dengan Hbmenjadi HHb
1

Perubahan pH sangat kecil karena H + di buffer oleh Hb- menjadi HHb yang relative merupakan
asam lemah.

3.4 Inspirasi dan Ekspirasi


Jaringan paru menempati bagian terbesar rongga dada
Rongga dada dibentuk oleh :
- 12 pasang tulang iga yang berhubungan dengan sternum di anterior dan vertebra torakalis di
posterior
-

Bagian inferior oleh diafragma

Kontraksi otot-otot Interkostal dan diafragma mengubah bentuk dan luas rongga dada.
Jaringan paru dan dinding dada berupa struktur elastis paru yang dibungkus oleh 2 lapisan pleura
- Pleura viseral
- Pleura parietal
- Ruang intraplera berisi cairan yang berfungsi pelumas
Pada kondisi normal :
- Tekanan intrapleura kurang dari tekanan atmosfir yang disebut tekanan sub atmosferik (tekanan
negatif, tekanan donders)
- Pada keadaan istirahat (akhir ekspirasi tenang) jaringan paru dan dinding dada pada kedudukan
Resting end Expiratory Level yaitu:
- Keadaan seimbang
- Resultan sifat paru yang cenderung kolaps dan dinding dada yang cenderung
mengembang
Proses Inspirasi = proses Aktif (Kontraksi otot-otot inspirasi)
Inspirasi Tenang
Organ yang berkontraksi:
-

Diafragma dan

M. Interkostal Eksternus (Otot Inspirasi utama)

Inspirasi Kuat

Otot-otot inspirasi tambahan yang ikut berkontraksi :


-

Sternokleidomastideus

Pektoralis Mayor, dll

Keadaan Istirahat
-

Diafragma berbentuk kubah

Luas permukaan +/- 250 cm2

Perangsangan N. Fremikus Kontraksi diafragma


Diafragma turun / mendatar 1.5 7 cm, pembesaran rongga dada dalam dimensi vertikal
Pembesaran rongga dada kira-kira 75% oleh diafragma
Kontraksi M. Interkostal Eksternus :
-

Iga-iga terangkat keatas lateral

Sternum bergerak ke anterior atas

Volume dada meningkat 25%

Proses Ekspirasi
Ekspirasi tenang : proses pasif
-

Relaksasi otot inspirasi

Jaringan paru kembali kekedudukan semula sesudah teregang (daya recoil)

Ekspirasi Kuat
Kontraksi otot-otot ekspirasi
-

Otot dinding perut

Otot Interkostal Internis

3.5 Elastisitas Jaringan Paru (Recoil dan Compliance)


Daya Recoil : Kemampuan untuk kembali ke bentuk semula sesudah diregangkan
Tujuan : Mengembalikan volume paru ke resting level
Compliance : Kemudahan jaringan paru untuk diregang dinyatakan sebagai hubungan antara
volume paru dengan perubahan tekanan intra pulmo dinyatakan sebagai :

V / P = . L /cm H2O
Terdapat :
-

Compliance Paru

Compliance dada

Compliance Total (paru dan dada sebagai 1 unit)

Normal Compliance Total : 0.1 0.2 L / cm H2O


Pengukuran Compliance : Statis dan Dinamis
Faktor yang mempengaruhi Compliance
1. Volume paru saat pengukuran : Volume Paru saat pengukuran besar, compliance turun
2. Perubahan elastisitas jaringan paru : Fibrosis Paru, compliance turun
3. Tahanan jalan nafas : Kongesti dan Edema Paru, tahanan jalan nafas naik, compliance
turun.
4. Tegangan permukaan alveol ada lapisan surfaktan, menurunkan tegangan permukaan,
compliance turun
Molekul Surfaktan sama dengan sekrit sel epitel type II diantara molekul-molekul air. Fungsi:
1. Waktu alveol mengempes molekul surfaktan menurunkan tegangan permukaan, jadi alveol
tidak kolaps
2. Waktu inpirasi alveol mengembang molekul surfaktan saling menjauh tegangan permukaan
alveol naik
3. Melawan regangan alveol yang berlebihan, mencegah alveol pecah, pada akhir inspirasi

3.6 Kerja Pernafasan


Proses inspirasi memerlukan kerja otot inspirasi untuk melawan recoil dan tahanan jalan nafas

Kondisi Normal :
Compliance paru tinggi tahanan jalan nafas rendah, kerja pernafasan kecil, 3% dari penggunaan
energi total tubuh

Peningkatan Kerja Pernafasan dipengaruhi berbagai faktor :


1. Compliance paru turun
2. Daya recoil turun
3. Tahanan jalan nafas naik
4. Kebutuhan ventilasi naik (olah raga)

3.7 Volume dan Kapasitas Paru-Paru


Pengukuran dengan menggunakan Spirometer
Pencatatan : Spirogram
1. Tidal Volume ( T.V )
Volume alun nafas, udara yang keluar masuk paru pada pernafasan tenang
2. Volume cadangan inspirasi ( I.R.V )
Volume udara maksimal yang dapat masuk paru sesudah inspirasi biasa
3. Volume cadangan ekspirasi ( E.R.V )
Jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru sesudah ekspirasi biasa
4. Volume residu ( R.V )
Udara yang masih tersisa dalam paru sesudah ekspirasi maksimal, terdiri dari:
- volume kolaps : udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru sesudah ekspirasi
maksimal bila paru kolaps
- volume minimal : Udara yang masih tinggal dalam paru sesduah paru kolaps
(Digunakan di ilmu kedokteran kehakiman untuk membuktikan apakah bayi lahir
meninggal atau mati sesudah lahir)
5. Kapasitas inspirasi ( I.C )
I.C = TV + IRV
6. Kapasitas Residu Fungsional ( F.R.C )
FRC = ERV + RV
7. Kapasitas Vital ( V.C )
VC = IRV + TV + ERV
(Menggabarkan kemampuan pengembangan paru)

8. Kapasitas Paru Total ( T.L.C )


TLC = VC+ RV
Ruang Rugi
Ruangan dari hidung / mulut sampai dengan Br. Terminalis
- Tidak terlibat pada pertukaran gas
- hanya berfungsi sebagai saluran
Dibedakan dalam ruang rugi anatomi dan ruang rugi fisiologi
Ruang Rugi Fisiologi :
Ruang Rugi Anatomi + Ruang Rugi Alveoler
(Alveol yang tidak berfungsi)
Ventilasi : Pulmonal dan Alveol
Ventilasi Pulmonal :
Jumlah udara yang keluar masuk paru / menit =
TV x Frekuensi pernafasan / menit
12 x 500 ml/menit = 6000 ml / menit
Ventilasi Alveol (Lebih penting) :
(TV Vol. Ruang Rugi) x frekuensi pernafasan/menit
(500 150) x 12 = 4200 ml/menit

4. Pemeriksaan Fisik dan Fungsi Paru


4.1 Pemeriksaan Radiologis
Metode yang digunakan :
Radiografi konvensional
Ultrasonografi
CT Scan
MRI
Angiografi
1

Nuclear medicine

4.1.1 Radiologi Konvensional Positioning


a. TORAK PA (Postero-Anterior)
-

Merupakan posisi standar

Posisi tubuh tegak

Dada (anterior) menempel kaset film

Sinar dari posterior

Posisi lengan tolak pinggang agar os skapula


diluar lapangan paru

Inspirasi maksimal

b. TORAK AP (Antero-Posterior)
-

Untuk keadaan umum lemah

Posisi duduk atau duduk atau berbaring

Kaset film berada di posterior (punggung)

Sinar berada di anterior (depan dada)

Inspirasi maksimal . Sebaiknya juga skapula di


luar lapangan paru

c. TOP LORDOTIK
-

Arah sinar menyudut 20-25 derajat thd film

Terutama untuk melihat daerah apek / puncak


paru

Daerah apek tidak tertutup oleh tulang iga

Dapat dilakukan pada posisi tegak ataupun


berbaring

d. FOTO LATERAL
-

Dapat lateral kanan atau kiri tergantung aspek yang


akan dinilai

Tujuan meminimalisasi efek magnifikasi,


menentukan posisi lesi, konfirmasi lesi, cor analisa
dll

Bila obyek berada di kanan lateral kanan (sisi


kanan menempel kaset)

Posisi tegak atau berbaring (bila KU lemah)

Syarat kondisi foto standard :


1. Simetris proyeksi prosesus spinosus berada tepat di tengah antara caput clavicula
2. Kualitas baik corpus vertebra thorakalis IV masih samar terlihat
3. Inspirasi maksimal costae 10 posterior atau ujung costae 6 anterior berada di atas
diafragma
4. Skapula di luar paru proyeksi tulang skapula berada di luar lapangan paru
5. Identitas dan marker nama, tanggal, no dan L/R harus ada
Syarat Gambaran Torak normal :
1. CTR ( Cardio-Thorac Ratio : Diameter terjauh
jantung dibandingkan lebar torak ) < 50%
2. Aorta tidak melebar, tidak kalsifikasi dan tidak
elongasio
3. Mediastinum superior tak melebar
4. Trachea di tengah
5. Hilus tak menebal, tak suram dan tak melebar
6. Corakan bronchovaskular < 2/3 paru, tak tampak
infiltrat/ lesi
7. Diafragma licin
8. Sinus kostofrenikus lancip
9. Tulang intak
1

10. Jaringan lunak ekstrapulmonum baik

4.1.2 USG
USG dipakai untuk menilai adanya cairan dalam pleura
efusi pleura).
USG dapat menilai efusi pleura dengan akurat
walaupun dalam jumlah yang sedikit.

4.1.3 CT SCAN
Merupakan modalitas yang terpenting.
Memberikan detail yg sangat baik dan menentukan
staging tumor mediastinum dan paru.
Menilai adanya pembesaran kgb hilus
Memvisualisasi massa di pleura
Menilai vaskuler mediastinum
Mengidentifikasi lesi di paru
Membantu / guiding biopsy

4.1.4 MRI
Paru tidak dapat dievaluasi dengan baik dengan menggunakan teknik ini namun indikasi
utama dari teknik ini adalah evaluasi massa mediastinum, diseksi aorta dan staging
karsinoma bronchus, jika dicurigai invasi ke vaskuler.

4.1.5 Angiografi Pulmonal


Arteri pulmonal secara selektif dikateterisasi, baik
melalui vena jugularis atau A. femoralis, dan kontras
disuntikan untuk memvisualisasi arteri dan sirkulasi

vena. Ini merupakan prosedur invasif dan sebaiknya hanya dilakukan jika angiografi
pulmonal dengan CT tidak dapat dilakukan.

4.1.6 Nuclear medicine ( Scanning paru)


Kombinasi pemindaian perfusi dengan makroagregat

yang

berlabel Technetium-99m (Tc-99m) pada albumin


manusia yang dinilai adalah perfusi parenchym paru (
dalam hal ini pada emboli paru)

4.2 Pemeriksaan Fisik Paru


4.2.1 Bagian Depan
Inspeksi
Perhatikan dengan seksama bentuk dada pasien dan pergerakan dinding dadanya, yang secara
normal harus dalam keadaan simetris. Lihatlah apakah ada kelainan pada kulit dinding dada,
misalnya pembengkakan , tumor dan lain-lain, apakah terjadi retraksi selama inspirasi, dan
kelainan lainnya.
Palpasi ( Pemeriksaan Fremitus )
Untuk menentukan ada tidak nya daerah yang nyeri
Perkusi
Normal akan terdengar suara sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi
Untuk melihat aliran udara pada cabang-cabang trakeo-bronkial. Termasuk : mendengarkan suara
yang dihasilkan selama pernapasan, mendengarkan suara tambahan yang terjadi, dan bila diduga
ada kelainan pada paru-paru dapat didengar suara bicara atau bisikkan pasien yang
ditransmisikan pada dinding paru.

5.2.2 Paru-Paru Belakang


Inspeksi
Memperhatikan bentuk dada dan pergerakannya saat bernapas. Normalnya harus simetris.
Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi sama seperti pada paru-paru depan

4.3 Pemeriksaan Fungsi Paru


1. Spirometer biasa
TV, IRV, ERV, IC, VC
2. Spirometer + Pengatur kecepatan pencatatan
- Volume ekspirasi Paksa ( Forced Expiratory Volume )
FEV 1 detik

83 % VC

FEV 3 detik

97 % VC

3. M.B.C ( Maximal Breathing Capacity ) :


Volume pernafasan semenit pada pernafasan sekuat-kuatnya dan secepat-cepatnya. 125
170 L / menit

5. Efek Dekompresi
Bila orang bernapas dalam lingkungan udara bertekanan tinggi dalam jangka waktu lama, jumlah
nitrogen yang larut dalam cairan tubuhnya akan banyak sekali. Mengapa demikian ? Darah yang
mengalir melalui kapiler paru akan jenuh dengan nitrogen yang tekanannya sama dengan tekanan
yang terdapat dalam udara campuran pernapasan. Setelah beberapa jam, cukup banyak nitrogen
yang diangkut ke jaringan sehingga jaringan jenuh akan nitrogen. Karena nitrogen tidak di
metabolism oleh tubuh, nitrogen akan tetap larut sampai tekanan nitrogen dalam paru turun, pada
waktu itulah nitrogen dibuang melalui pernapasan, tetapi pembuangan ini memerlukan waktu
beberapa jam dan sekumpulan masalah ini yang disebut decompression sickness
Mekanisme Bila seorang penyelam telah lama berada di dalam laut sehingga sejumlah besar
nitrogen terlarut dalam tubuhnya dan kemudian tiba-tiba naik ke permukaan laut, sejumlah
gelembung nitrogen dapat timbul dalam cairan tubuhnya baik intrasel maupun ekstrasel, dan hal
ini dapat menimbulkan kerusakan di setiap tempat dalam tubuh, dari derajat ringan hingga berat
bergantung pada jumlah dan ukuran gelembung yang terbentuk. Inilah decompression sickness.
Selama penyelam itu masih tetap berada di laut, tekanan di luar tubuhnya ( 5000 mm Hg ) akan
menekan jaringan tubuh sehingga gas tetap berada dalam keadaan terlarut. Tetapi bila penyelam
itu mendadak naik ke permukaan laut, tekanan di luar tubuhnya menjadi hanya 1 atm ( 760
mmHg ), sedangkan tekanan gas dalam cairanb tubuhnya merupakan jumlah dari tekanan uap air,
karbon dioksida, oksigen, dan nitrogen atau total 4065 mm Hg, yang jelas jauh lebih besar dari
tekanan di luar tubuh dan sekitar 97 % nya disebabkan oleh nitrogen terlarut. Oleh karena itu gas
akan keluar dari larutan dan membentuk gelembung-gelembung dalam jaringan, terutama dalam
darah yang kemudian menyumbat pembuluh darah.
Sejarah Penyakit Dekompresi pertama kali diamati oleh Triger (Perancis, 1843) dengan gejalagejala nyeri dan kejang otot pada pekerja-pekerja tambang batubara. Poldan Watelle (Perancis
1954) memperhatikan bahwa gejala-gejala tersebut menghilang bila pekerja tersebut
dikembalikan ke lingkungan semula. Paul Bert (Perancis, 1878) menemukan gelembung2

gelembung gas yang ada di dalam jaringan adalah nitrogen.


Gejala-gejala penyakit ini ditemukan juga pada pekerja Caisson sehingga disebut juga penyakit
Caisson yang di Amerika Serikat dikenal dengan sebutan Bends.
Untuk mengatasi dan mencegah timbulnya penyakit dekompresi maka Haldane (ahli fisiologi)
Angkatan Laut Kerajaan Inggris berhasil membuat tabel penyelaman pertama. Penelitiannya
menyatakan bahwa tekanan yang dialami penyelam dapat diturunkan dengan cepat menjadi
setengahnya (rasio 2 : 1) tanpa menimbulkan gangguan yang berarti, atas dasar ini disusunlah
tabel-tabel dekompresi.
Selama bertahun-tahun dianggap bahwa terbentuknya gelembung gas adalah penyebab penyakit
dekompresi. Tetapi kemudian Swindle dan End pada tahun 1937 juga menemukan perubahanperubahan biokimia akibat pengembangan gelembung-gelembung gas yang menyebabkan
aglutinasi eritrosit dan agregasi trombosit
Diagnosis Adanya riwayat penyelaman dihubungkan dengan gejala klinis yang diperoleh maka
diagnosis segera dapat ditegakkan. Pada kebanyakan kasus, gejala timbul setelah 24 jam, maka
umumnya tidak akan didiagnosis sebagai penyakit dekompresi, namun pernah dilaporkan paling
lama 36 jam .
Penelitian Larn dan Whistler (dikutip Dario 29), onset gejala sebagai berikut : 50 % kasus
mempunyai onset 30 menit, 85 % kasus mempunyai onset 1 jam, 95 % kasus mempunyai onset 3
jam dan hanya 1% kasus mempunyai onset lebih dari 6 jam.
Data dari U.S. Navy for developing decompression models sama dengan The Naval Diving and
Salvage Training Center sebagai berikut : 42% terjadi dalam 1 jam, 60% terjadi dalam 3 jam, 63
% terjadi dalam 8 jam dan 98% terjadi dalam 24 jam.
Bila diagnosis tidak pasti, dapat dilakukan tes rekompresi yaitu penderita dimasukkan dalam
RUBT diberi tekanan 2,8 ATA untuk 20-40 menit, inhalasi oksigen 100% dan 10 menit udara
biasa. Bila keluhan tidak berubah atau tetap, maka ini bukan penyakit dekompresi, tetapi bila ada
perubahan (nyeri berkurang atau bertambah) maka ini berarti penyakit dekompresi dan dapat
dilakukan pengobatan rekompresi.
Gejala Decompression Sickness. Sebagian besar gejala decompression sickness disebabkan oleh
karena gelembung-gelembung gas yang menyumbat pembuluh darah di berbagai jaringan. Mula2

mula hanya pembuluh darah kecil yang disumbat oleh gelembung-gelembung kecil, tetapi seiring
dengan penyatuan gelembung-gelembung tersebut, pembuluh darah yang besar secara progresif
ikut tersumbat juga. Akhirnya terjadi iskemia jaringan. Kebanyakan orang, gejalanya adalah nyeri
pada sendi dan otot lengan atau tungkai. 5-10 % terjadi gejala sistem saraf yang berkisar dari
pusing hingga paralisis dan kolaps dan hilang kesadaran.
2 % penderita mengalami chokes, yang disebabkan oleh sejumlah gelembung kecil massif yang
menyumbat kapiler paru. Ditandai dengan napas pendek yang serius, seringkali diikuti oleh
edema paru yang berat dan kadang kematian.
Pertolongan / Terapi Dekompresi Kalau penyelam
dibawa ke permukaan secara perlahan-lahan ;
sebenarnya nitrogen yang terlarut akan dibuang melalui
paru cukup cepat sehingga tidak perlu terjadi
decompression sickness. Prosedur lain yang banyak
digunakan untuk dekompresi penyelam profesional
adalah dengan memasukkan penyelam ke dalam tangki
bertekanan dan kemudian menurunkan tekanan secara bertahap kembali ke tekanan atmosfer
normal. Untuk pencegahan dapat memakai SCUBA ( Self contained underwater breathing
apparatus )

DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC
2. Guyton, Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton. Jakarta : EGC
3. Guyton, Arthur. 1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC
4. Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga
5. Kamus Kedokteran Dorland ed.29. Jakarta : EGC
6. Sumber lain
- resources.unpad.ac.id/unpad content /uploads/publikasi_dosen/ NILAI%20KAPASITAS
%20VITAL%20PARU.PDF
- med.unhas.ac.id/DataJurnal/tahun2005vol26/Vol.26No.../TP%202-5%20Transpor
%20Oksigen%20(Bahrul%20Fikri,%20Idha..
- http://spa2daily.wordpress.com/2008/04/10/buffer-dalam-darah/
- http://emjinain.wordpress.com/category/catatan-kuliah-ilmu-penyakit-parupulmonologi/
- http://beta.tnial.mil.id/cakrad_cetak.php?id=303
- http://www.gosportsspex.co.uk/images/Hydrooptix/cystal_blue.jpg
- http://en.wikipedia.org/wiki/Decompression_sickness

Anda mungkin juga menyukai