Anda di halaman 1dari 22

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah gizi bukanlah hal yang baru terjadi di berbagai belahan dunia.
Menurut WHO (World Health Organization) setiap tahun lebih dari sepertiga
kematian anak di dunia berkaitan dengan masalah kurang gizi. 1 Di Indonesi,
masalah gizi kurang dan gizi buruk terjadi di hampir semua kabupaten/kota. Pada
saat ini, masih terdapat 110 kabupaten/kota dari 440 kabupaten/kota di Indonesia
yang mempunyai prevalensi di atas 30%. Menurut WHO keadaan ini masih
tergolong sangat tinggi.2 Oleh karena itu, perlu ditangani secara cepat dan tepat.
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah
dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap kasus
yang ditemukan.3
Masalah gizi juga merupakan salah satu indikator yang tercantum di dalam
MDGs (Millenium Development Goals). MDGs adalah komitmen global untuk
mengupayakan pencapaian 8 (delapan) tujuan bersama pada tahun 2015. Salah
satu indikator kesehatan yang dinilai pencapaiannya dalam MDGs adalah status
gizi balita (indikator keempat). Dalam hal ini, MDGs bertujuan menurunkan
angka gizi buruk di Indonesia dari 17,9% pada tahun 2010 menjadi 15,1% pada
tahun 2015.1
Status gizi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB). Variabel umur, BB dan TB ini disajikan dalam bentuk tiga
indikator antropometri, yaitu : berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indikator
status gizi berdasarkan indeks BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara
umum. Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya
kronis ataupun akut karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi
badan. Dengan kata lain, berat badan yang rendah dapat disebabkan karena

stunting/pendek (masalah gizi kronis) atau sedang menderita diare atau penyakit
infeksi lain (masalah gizi akut).1,3
Untuk mencegah kasus gizi buruk maka pemerintah melakukan berbagai
upaya antara lain, peningkatan ketahanan pangan bagi rumah tangga, peningkatan
keluarga sadar gizi (kadarzi), pemberian makanan tambahan, peningkatan
pelayanan pada masyarakat serta perbaikan lingkungan. untuk mengatasi gizi
kurang maka perlu diatasi penyebab langsung gizi kurang yakni peningkatan
asupan makanan dan meningkatkan pelayanan serta perbaikan lingkungan dalam
upaya mencegah penyakit infeksi pada anak. 4
Dalam upaya mengatasi masalah gizi buruk dan gizi kurang pada balita,
Kementerian Kesehatan telah menetapkan kebijakan yang komprehensif, meliputi
pencegahan,

promosi/edukasi

dan

penanggulangan

balita

gizi

buruk.

Sebelumnya, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20102014 telah menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, diantaranya
adalah menurunkan prevalensi balita gizi kurang menjadi 15% sesuai dengan
tujuan MDGs. Penanggulangan balita gizi kurang dilakukan dengan pemberian
makanan tambahan (PMT) sedangkan balita gizi buruk harus mendapatkan
perawatan susuai Tatalaksana Balita Gizi Buruk yang ada. Untuk meningkatkan
kualitas pelayanan gizi dalam penanganan anak gizi buruk dilakukan melalui
pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk bagi tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
Saat ini, sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya
status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit;
(3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan
pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas
pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat
dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.

1.2. Visi
Angka gizi buruk di Medan turun dari 17,9% pada tahun 2010 menjadi
15,1% pada tahun 2015.
1.3. Misi
1.
Melakukan penapisan/skrining anak gizi buruk.
2.
Menyelenggarakan kegiatan perawatan anak gizi buruk sesuai standar.
3.
Tercapainya peningkatan status gizi anak.
4.
Melakukan pendampingan anak gizi buruk pasca rawat inap dan rawat jalan.
5.
Melakukan pemantauan dan evaluasi pelayanan anak gizi buruk.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Manajemen Gizi Buruk

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, manajemen didefinisikan


sebagai penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran dan
pimpinan yang bertanggung jawab atas jalannya perusahaan dan organisasi.
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur, mengurus atau
mengelolah secara umum. Manajemen diartikan sebagai suatu proses yang berdiri
dari rangka kegiatan perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan
mengendalikan/pengawasan yang dilakukan untuk menentukan atau mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan
sumberdaya lainya.5
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.6
2.2. Penyebab Terjadinya Masalah Gizi Buruk
Pertumbuhan dan masalah gizi merupakan masalah yang multidimensi,
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penyebab terjadinya gizi buruk dibagi menjadi
penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung gizi buruk adalah
makan tidak seimbang, baik jumlah dan mutu asupan gizinya, di samping itu
asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya
gangguan penyerapan akibat adanya penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung
adalah tidak cukup tersedianya pangan di rumah tangga, kurang baiknya pola
pengasuhan anak terutama dalam pola pemberian makan pada balita, kurang
memadainya sanitasi dan kesehatan lingkungan serta kurang baiknya pelayanan
kesehatan. Semua keadaan ini berkaitan erat dengan rendahnya tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan dan kemiskinan (Gambar. 1).
Akar masalah gizi adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial
termasuk kejadian bencana alam, yang mempengaruhi ketidak seimbangan antara
asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi
status gizi balita. Secara umum dapat dikatakan bahwa peningkatan ekonomi
sebagai dampak dari berkurangnya gizi kurang dapat dilihat dari dua sisi, pertama

berkurangnya biaya berkaitan dengan kematian dan kesakitan dan di sisi lain akan
meningkatkan produktivitas. Manfaat ekonomi yang diperoleh sebagai dampak
dari perbaikan status gizi adalah: berkurangnya kematian bayi dan anak balita,
berkurangnya biaya perawatan untuk neonatus, bayi dan balita, produktivitas
meningkat karena berkurangnya anak yang menderita kurang gizi dan adanya
peningkatan kemampuan intelektualitas, berkurangnya biaya karena penyakit
kronis serta meningkatnya manfaat intergenerasi melalui peningkatan kualitas
kesehatan.

Gambar 1. Diagram Penyebab Kurang Gizi


2.3. Tujuan Dan Sasaran Manajemen Gizi Buruk di Indonesia
Adapun yang menjadi tujuan umum manajemen gizi buruk di Indonesia
adalah untuk meningkatkan status gizi dan menurunkan angka kematian anak
akibat gizi buruk. Sedangkan, tujuan khususnya adalah untuk:

1.
2.
3.
4.

Dilakukannya penapisan anak gizi buruk.


Terselenggaranya kegiatan perawatan anak gizi buruk sesuai standar.
Tercapainya peningkatan status gizi anak.
Dilakukannya pendampingan anak gizi buruk pasca rawat inap dan rawat

jalan.
5. Dilakukannya pemantauan dan evaluasi pelayanan anak gizi buruk.
Sedangkan sasaran dari manajemen kesehatan gizi buruk di Indonesia adalah:
1. Anak gizi buruk
2. Keluarga anak gizi buruk
2.4.

Prinsip Dasar Manajemen Gizi Buruk


Yang menjadi prinsip dasar manajemen gizi buruk di Indonesia adalah:
1. Meningkatkan jangkauan/cakupan pemulihan gizi
Penanganan anak gizi buruk dilaksanakan agar dapat menjangkau
sebanyak mungkin kasus gizi buruk yang membutuhkan perawatan.
2. Ketepatan waktu
Penemuan kasus gizi buruk secara dini sehingga bisa dilakukan
penanganan lebih awal dan bersifat komprehensif.
3. Pelayanan yang tepat
Penanganan anak gizi buruk yang disesuaikan dengan kondisi anak untuk
menentukan apakah anak perlu rawat inap atau rawat jalan.
4. Pelayanan yang terintegrasi
Penanganan anak gizi buruk merupakan kegiatan yang terintegrasi dengan
sistem pelayanan kesehatan yang ada.
5. Penanganan anak gizi buruk melibatkan peran lintas sektor terkait, LSM,
organisasi profesi dan tokoh masyarakat.
6. Pemantauan secara rutin
Pemantauan pelaksanaan penanganan anak gizi buruk perlu dilakukan
secara terus menerus untuk menjamin kinerja pelayanan secara tepat dan
efektif.

2.5. Klasifikasi Gizi Buruk


Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis
dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.

2.5.1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot
di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun
setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus
adalah5:
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
b.
c.
d.
e.

otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit


Wajah seperti orang tua
Iga gambang dan perut cekung
Otot paha mengendor (baggy pant)
Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

2.5.2. Kwasiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh. Manifestasi klinis yang lain meliputi:
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala
kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas5
2.5.3. Marasmik-Kwasiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik


kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian
disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tandatanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan
kelainan biokimiawi terlihat pula.5
2.6. Kriteria Anak Gizi Buruk
1) Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a.
b.
c.
d.

BB/TB: < -3 SD dan atau;


Terlihat sangat kurus dan atau;
Adanya Edema dan atau;
LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan

2) Gizi Buruk dengan Komplikasi


Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih
dari tanda komplikasi medis berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Anoreksia
Pneumonia berat
Anemia berat
Dehidrasi berat
Demam sangat tinggi
Penurunan kesadaran

2.7. Alur Pemeriksaan/Penemuan Kasus


Berikut penjelasan alur pemeriksaan yang dapat di gunakan untuk
menentukan langkah-langkah yang dilakukan dalam menangani penemuan kasus
anak gizi buruk berdasarkan kategori yang telah ditentukan :

1. Penemuan Anak Gizi Buruk, dapat menggunakan data rutin hasil


penimbangan anak di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di
fasilitas kesehatan (Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit dan
dokter/bidan praktek swasta), hasil laporan masyarakat (media massa,
LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya) dan skrining aktif (operasi
timbang anak).
2. Penapisan Anak Gizi Buruk, anak yang dibawa oleh orangtuanya atau
anak yang berdasarkan hasil penapisan Lila < 12,5 cm, atau semua anak
yang dirujuk dari posyandu (2T dan BGM) maka dilakukan pemeriksaan
antropometri dan tanda klinis, semua anak diperiksa tanda-tanda
komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat,
demam sangat tinggi, penurunan kesadaran), semua anak diperiksa nafsu
makan dengan cara tanyakan kepada orang tua apakah anak mau
makan/tidak mau makan minimal dalam 3 hari terakhir berturut-turut.
3. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda
berikut: tampak sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki
atau tanpa edema, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk
anak usia 6-59 bulan), nafsu makan baik, maka anak dikategorikan gizi
buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan penanganan secara rawat
jalan.
4. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
tampak sangat kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3
SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan) dan disertai dari salah
satu atau lebih tanda komplikasi medis sebagai berikut: anoreksia,
pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi,
penurunan kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk dengan
komplikasi sehingga perlu penanganan secara rawat inap.
5. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
BB/TB < -2 s/d -3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu
makan baik, tidak ada komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi
kurang dan perlu diberikan PMT Pemulihan.
6. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan
tanda komplikasi medis, tanda klinis membaik (edema kedua punggung

10

tangan atau kaki), dan nafsu makan membaik maka penanganan anak
tersebut dilakukan melalui rawat jalan.
7. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tandatanda
komplikasi medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan
baik maka penanganan anak dengan pemberianPMT pemulihan.
8. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan
dan PMT pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya
salah satu tanda komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai
kunjungan ke tiga berat badan tidak naik (kecuali anak dengan edema),
timbulnya edema baru, tidak ada nafsu makan maka anak perlu
penanganan secara rawat inap.3

Untuk lebih jelasnya alur pemeriksaan atau penemuan kasus dapat


dilihat pada bagan berikut :

11

Gambar 2. Alur Penemuan Kasus Gizi Buruk3


2.8.

Penanganan Anak Gizi Buruk


Penanganan anak gizi buruk terdiri dari penaganan rawat jalan dan rawat

inap.

12

2.8.1. Penanganan Anak Gizi Buruk Rawat Inap


1.
a.
b.
c.
d.

Penyediaan Sarana Pendukung


Buku Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk.
Formulir pencatatan dan pelaporan.
PMT Pemulihan: makanan lokal, Makanan Untuk Pemulihan Gizi, F-100
Media KIE seperti Poster, Leaflet, Lembar Balik, Booklet, Food Model,

dll.
e. Obat gizi seperti Kapsul Vitamin A, Tablet Tambah Darah, Mineral Mix,
dan Taburia
f. Obat-obatan lain, misalnya obat cacing, antibiotik
g. Peralatan lain seperti: ATK, APE, alat masak, dll.
h. Alat antropometri : timbangan atau dacin, alat ukur PB/TB, pita LiLA3
2. Langkah Pelaksanaan
a. Tenaga Pelaksana
Tenaga pelaksana adalah Tim Pelaksana yang terdiri dari dokter, ahli
gizi (TPG), perawat, tenaga promosi kesehatan (promkes) dan bidan di desa.
Dalam pelaksanaan rawat jalan masyarakat yang dibantu oleh Kader
Posyandu, anggota PKK dan perangkat desa.3
Peran Tim Pelaksana:
1. Dokter melakukan pemeriksaan klinis dan penentuan komplikasi medis,
pemberian terapi dan penentuan rawat jalan atau rawat inap
2. Perawat melakukan pendaftaran dan asuhan keperawatan
3. Ahli gizi (TPG) melakukan pemeriksaan antropometri, konseling,
pemberian Makanan untuk Pemulihan Gizi, makanan therapeutic/gizi siap
saji, makanan formula
4. Tenaga Promosi kesehatan melakukan penyuluhan PHBS, advokasi,
sosialisasi dan Musyawarah masyarakat desa
5. Bidan di desa sebagai koordinator di wilayah kerjanya, melakukan
skrining dan pendampingan bersama kader
6. Kader melakukan penemuan kasus,

merujuk

dan

melakukan

pendampingan
7. Anggota PKK membantu menemukan kasus dan menggerakkan
masyarakat
8. Perangkat desa, BPD/Dekel melaksanakan perencanaan anggaran dan
penggerakan masyarakat.3

13

b. Waktu dan frekuensi pelaksanaan


Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak
berstatus gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi buruk dilakukan
dengan frekuensi sebagai berikut:
1. 3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu
2. Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2
minggu
3. Anak yang belum dapat mencapai status gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD,
dan tidak ada edema) dalam waktu 6 bulan, dapat melanjutkan kembali

proses pemulihan, dengan ketentuan, jika:


Masih berstatus gizi buruk, rujuk ke RS atau Puskesmas
Perawatan atau Pusat Pemulihan Gizi (PPG)
Sudah berstatus gizi kurang, maka dilanjutkan dengan program pemberian
makanan tambahan dan konseling.3

c. Alur pelayanan penanganan anak secara rawat jalan


1. Pendaftaran
Pengisian data anak di kartu (buku) status atau di catatan (rekam)
medis
2. Pengukuran antropometri
a. Penimbangan berat badan dilakukan setiap minggu
b. Pengukuran panjang/tinggi badan dilakukan setiap bulan
3. Pengukuran antropometri dilakukan oleh Tim Pelaksana dan hasilnya
dicatat pada kartu status. Selanjutnya dilakukan ploting pada grafik
dengan tiga indikator pertumbuhan anak (TB/U atau PB/U, BB/U,
BB/PB atau BB/TB).
4. Pemeriksaan klinis
Dokter melakukan anamnesa untuk mencari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik dan mendiagnosa penyakit, serta menentukan ada
atau tidak penyakit penyerta, tanda klinis atau komplikasi.
5. Pemberian konseling
Pemberian konseling mencakup:
a. Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil
penilaian pertumbuhan anak

14

b. Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi


c. Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi
d. Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi
anak dan cara menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran
makan dan memilih atau mengganti makanan untuk pemulihan gizi
racikan dan makanan utama atau makanan selingan.
6. Kunjungan rumah
Kunjungan rumah bertujuan untuk menggali permasalahan yang
dihadapi keluarga termasuk kepatuhan mengonsumsi makanan untuk
pemulihan gizi dan memberikan nasehat sesuai dengan masalah yang
dihadapi. Dalam melakukan kunjungan, tenaga kesehatan atau kader
membawa kartu status, cheklist kunjungan rumah,formulir rujukan,
makanan untuk pemulihan gizi dan bahan penyuluhan. Hasil
kunjungan dicatat pada checklist kunjungan dan kartu status. Bagi
anak yang harus dirujuk, tenaga kesehatan mengisi formulir rujukan.
Tenaga kesehatan atau kader melakukan kunjungan rumah pada anak
gizi buruk rawat jalan, bila: berat badan anak sampai pada minggu
ketiga tidak naik atau turun dibandingkan dengan berat badan pada
saat masuk (kecuali anak dengan edema) dan jika Anak yang dua kali
berturut-turut tidak datang tanpa pemberitahuan.
7. Rujukan
Dilakukan rujukan apabila ditemukan :
a. Anak dengan komplikasi medis atau penyakit penyerta
b. Sampai kunjungan ketiga berat badan anak tidak naik (kecuali anak
dengan edema)
c. Timbul edema baru3
Makanan untuk Pemulihan Gizi
a. Prinsip
1. Makanan untuk Pemulihan Gizi adalah makanan padat energi yang
diperkaya dengan vitamin dan mineral.
2. Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama
masa pemulihan.

15

3. Makanan

untuk Pemulihan Gizi

dapat

berupa:

F100, makanan

therapeutic/gizi siap saji dan makanan lokal.


4. Makanan lokal dengan bentuk mulai dari makanan bentuk cair, lumat,
lembik, padat. Bahan dasar utama Makanan Untuk Pemulihan Gizi dalam
formula F100 dan makanan gizi siap saji (therapeutic feeding) adalah
minyak, susu, tepung, gula, kacang-kacangan dan sumber hewani.
Kandungan lemak sebagai sumber energi sebesar 30-60 % dari total kalori.
5. Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang diperoleh
dari lemak 30-60% dari total energi, protein 4-6 g/Kg BB per hari.
6. Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara tunggal
(makanan lokal saja) tetapi harus dikombinasikan dengan makanan
formula.3
b. Jumlah dan Frekuensi
Makanan untuk Pemulihan Gizi bukan makanan biasa tetapi merupakan
makanan khusus untuk pemulihan gizi anak yang diberikan secara bertahap:
1. Anak gizi buruk dengan tanda klinis diberikan secara bertahap:
a. Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam bentuk makanan
cair (Formula 100).
b. Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan
5-7 kali pemberian/hari (Formula 100).
2. Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung diberikan fase rehabilitasi
lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari (Formula 100). Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5
minggu dengan pemberian makanan secara bertahap dengan mengurangi
frekuensi makanan cair dan menambah frekuensi makanan padat.
a. Bila berat badan anak < 7 Kg ; diberikan makanan bayi (lumat)
b. Bila berat badan anak > 7 Kg ; diberikan makanan anak (lunak)
c. Metode Pemberian
1. Pemberian makanan rehabilitasi lanjutan dapat diteruskan bila kondisi
anak gizi buruk masih memerlukan makanan formula.

16

2. Bagi anak yang status gizinya pulih ( -2 SD) maka berangsur menuju ke
makanan anak sehat sesuai dengan anjuran makan menurut kelompok
umur (besar porsi, macam makanan, frekuensi pemberian).
Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan sesuai anjuran petugas
kesehatan. Cara Pemberian Makanan untuk Pemulihan Gizi kepada anak di
rumah:
1. Sebelum menyiapkan makanan, cucilah tangan dengan sabun.
2. Berikan makanan kepada anak dengan memperhatikan jarak waktu makan.
3. Usahakan makanan tersebut dihabiskan sesuai dengan porsi yang
ditentukan.
4. Berikan makanan dalam bentuk cair dengan menggunakan gelas, hindari
menggunakan botol atau dot.
5. Diberikan setelah pemberian ASI bagi bayi yang masih mendapat ASI
6. Diberikan sebelum pemberian makanan keluarga bagi anak yang sudah
mendapat makanan utama.
d. Cara penyimpanan
1. Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam bentuk cair (Formula 100) harus
segera diberikan dan dihabiskan. Makanan dalam bentuk cair tersebut
hanya dapat disimpan dalam suhu ruang maksimal 2 jam.
2. Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam bentuk kering yang diracik secara
terpisah oleh tenaga kesehatan. Puskesmas dapat disimpan maksimal 7
hari, dan disimpan di tempat yang sejuk dan kering, aman, tertutup dan
terhindar dari bahan cemaran dan binatang pengganggu (semut, tikus,
kecoa, cicak, kucing, anjing, unggas, dll).
3. Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam kemasan agar diperhatikan masa
kadaluarsa yang terdapat pada kemasan.
2.8.2 Penanganan Anak Gizi Buruk Rawat Inap
a. Persiapan
Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau yang dikenal sebagai Therapeutic
Feeding Centre (TFC) berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan secara
intensif, dengan melibatkan ibu atau keluarga dalam perawatan anak.

17

Penyelenggaraan PPG dapat memanfaatkan fasilitas bangunan yang sudah ada di


Puskesmas perawatan/Rumah Sakit atau membuat bangunan khusus atau baru.
PPG dapat dibentuk bila dalam satu wilayah kecamatan memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. Global Acute Malnutrition (GAM) atau Prevalensi gizi kurang akut > 15%
b. GAM/Prevalensi gizi kurang akut antara 10-14,9% dengan faktor

Anak dengan BB/PB atau BB/TB < - 2 SD


GAM = ------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah anak yang ada di wilayah kerja Puskesmas
(sumber: Mokbel Genequand Mirella, UNHCR consultant, 2009. Revised
selective feeding guidelines for the management of malnutrition in emergencies)
b. Penentuan Lokasi
PPG dapat diselenggarakan pada fasilitas-fasilitas sebagai berikut:
a. Puskesmas perawatan
b. Rumah Sakit
c. Bila berupa bangunan di luar Puskesmas atau bangunan baru, lokasinya harus
berdekatan dengan Puskesmas.
c. Tenaga dan Waktu Kerja
Rasio tenaga yang dibutuhkan untuk merawat 10-20 anak:
1.
2.
3.
4.
5.

Dokter : 1 orang
Perawat : 4 orang
Ahli Gizi/ Nutrisionis : 1 orang
Juru Masak : 1 orang
Tenaga kebersihan dibantu oleh ibu atau anggota keluarga yang
mendampingi anak yang dirawat.

Tenaga kesehatan yang bertugas merawat anak, seharusnya telah mendapat


pelatihan Tatalaksana anak gizi buruk. Tenaga kesehatan merawat secara

18

bergantian selama 24 jam, 7 hari dalam seminggu. Pada kondisi tertentu dokter
diharapkan bertugas selama 24 jam apabila terdapat pasien dalam keadaan gawat
darurat.
Waktu kerja terbagi dalam 3 shift yaitu: Shift I : PK. 08.00 s/d 14.00, Shift
II : PK. 14.00 s/d 20.00, Shift III : PK. 20.00 s/d 08.00. Pembagian kerja
disesuaikan dengan kondisi setempat.
d. Peralatan
Peralatan yang harus tersedia meliputi:
1. Peralatan medis dan obat-obatan
2. Pemeriksaan laboratorium sederhana (Pemeriksaan HB, kadar gula darah
dan mantoux tes)
3. Alat Antropometri (alat ukur BB, TB atau PB)
4. Media KIE (food model, leaflet, poster, buku pedoman Tatalaksana Anak
5.
6.
7.
8.

Gizi Buruk I dan II)


Peralatan dapur dan peralatan pembuatan formula.
Peralatan kebersihan (sapu, kemoceng, kain pel, dll)
Peralatan mandi dan cuci (ember, sabun, sikat gigi, pastagigi, dll)
Alat Permainan Edukasi (APE).3

e. Kegiatan Pelaksanaan
1. Penerapan Tatalaksana Anak Gizi Buruk
Pelayanan Medis, keperawatan dan konseling gizi sesuai dengan penyakit
penyerta/penyulit.
Pemberian formula dan makanan sesuai dengan fase sebagai berikut:
1. Fase Stabilisasi
Diberikan makanan formula 75 (F-75) dengan asupan gizi 80-100
KKal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/KgBB/hari. ASI tetap diberikan pada
anak yang masih mendapatkan ASI.
2. Fase Transisi
Pada fase transisi ada perubahan pemberian makanan dari F-75 menjadi F100. Diberikan makanan formula 100 (F-100) dengan asupan gizi 100-150
KKal/kgBB/ hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari.
3. Fase Rehabilitasi

19

Diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100, dengan


penambahan makanan untuk anak dengan BB < 7 kg diberikan makanan
bayi dan untuk anak dengan BB > 7 kg diberikan makanan anak. Asupan
gizi 150-220 KKal/kgBB/hari dan protein 4-6 g/kgBB/hari.
4. Fase Tindak Lanjut (dilakukan di rumah)
Setelah anak pulang dari PPG, anak tetap dikontrol oleh Puskesmas
pengirim secara berkala melalui kegiatan Posyandu atau kunjungan ke
Puskesmas. Lengkapi imunisasi yang belum diterima, berikan imunisasi
campak sebelum pulang. Anak tetap melakukan kontrol (rawat jalan) pada
bulan I satu kali/ minggu, bulan II satu kali/ 2 minggu, selanjutnya sebulan
sekali sampai dengan bulan ke-6. Tumbuh kembang anak dipantau oleh
tenaga kesehatan Puskesmas pengirim sampai anak berusia 5 tahun.7,8
2. Kriteria sembuh
Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi
kriteria pulang sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif


BB/PB atau BB/TB > -3 SD
Komplikasi sudah teratasi
Ibu telah mendapat konseling gizi
Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-

turut
6. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.7,8
3. Pencatatan dan Pelaporan
Selama anak dirawat di PPG dilakukan pencatatan dan pelaporan kondisi
anak gizi buruk dengan menggunakan formulir sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Buku registrasi pasien


Form status pasien
Buku catatan penerimaan dan pemakaian bahan makanan
Buku inventarisasi peralatan
Form rujukan
Form pencatatan dan pemantauan perkembangan pasien (contoh form
sesuai Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk (buku 1 & 2))

20

7. Dokumentasi pertumbuhan serta perkembangan anak sebelum dan


sesudah perawatan.3
4. Edukasi
Selama anak gizi buruk dirawat di PPG, keluarga anak yang dirawat diberi
pendidikan, kesehatan, gizi, stimulasi perkembangan, higiene perorangan dan
sanitasi lingkungan. Dengan pendidikan kesehatan dan gizi serta konseling,
diharapkan keluarga anak yang dirawat dapat meneruskan hal positif yang
diperoleh di rumah sehingga anak tidak mengalami gizi buruk lagi serta mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.3

BAB 3

21

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

22

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Rencana Strategis


Kementerian Kesehatan. 2015-2019.
2. Saragih, B, Mengatasi Masalah Gizi dan Pangan Di Kalimantan Timur
Dengan Pendekatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Bulletin Bappeda
Kaltim. 2008. Vol. 9 No.8; 24-27 ISSN p. 1411-2965
3. Kementerian Kesehatan republik Indonesia..Pedoman Pelayanan Anak
Gizi Buruk. 2011
4. Kementerian kesehatan. 2015.Bantuan Operasional Kesehatan 2015.
5. Kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI). Available from: http;
//kbbi.id/manejemen
6. Israr, Y.A., Christoper, A.p., Julianti, R., Tambunan, R., Hasriani, A., Gizi
Buruk (Severe Malnutrition). 2009. Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan

Kesehatan Ibu Dan Anak Direktorat Bina Gizi. Buku I bagan

Tatalaksana Gizi Buruk.2011.


8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Dan Anak Direktorat Bina Gizi. Buku
II bagan Tatalaksana Gizi Buruk. 2011.
9. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar.2013.
10. Rizky I, dkk. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengerahui Gizi Buruk
Balita di Jawa Tengah dengan Metode Spatial Dubrin Model. Jurnal
Gaussian; 2013; 20(5).
11. WHO. Physical Status : The Use and Interpretation of Antrophomentry.
Report of a WHO Expert Committee. WHO Technical Report Series 854.
1995.WHO, Geneva.

Anda mungkin juga menyukai