BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah gizi bukanlah hal yang baru terjadi di berbagai belahan dunia.
Menurut WHO (World Health Organization) setiap tahun lebih dari sepertiga
kematian anak di dunia berkaitan dengan masalah kurang gizi. 1 Di Indonesi,
masalah gizi kurang dan gizi buruk terjadi di hampir semua kabupaten/kota. Pada
saat ini, masih terdapat 110 kabupaten/kota dari 440 kabupaten/kota di Indonesia
yang mempunyai prevalensi di atas 30%. Menurut WHO keadaan ini masih
tergolong sangat tinggi.2 Oleh karena itu, perlu ditangani secara cepat dan tepat.
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah
dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap kasus
yang ditemukan.3
Masalah gizi juga merupakan salah satu indikator yang tercantum di dalam
MDGs (Millenium Development Goals). MDGs adalah komitmen global untuk
mengupayakan pencapaian 8 (delapan) tujuan bersama pada tahun 2015. Salah
satu indikator kesehatan yang dinilai pencapaiannya dalam MDGs adalah status
gizi balita (indikator keempat). Dalam hal ini, MDGs bertujuan menurunkan
angka gizi buruk di Indonesia dari 17,9% pada tahun 2010 menjadi 15,1% pada
tahun 2015.1
Status gizi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB). Variabel umur, BB dan TB ini disajikan dalam bentuk tiga
indikator antropometri, yaitu : berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indikator
status gizi berdasarkan indeks BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara
umum. Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya
kronis ataupun akut karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi
badan. Dengan kata lain, berat badan yang rendah dapat disebabkan karena
stunting/pendek (masalah gizi kronis) atau sedang menderita diare atau penyakit
infeksi lain (masalah gizi akut).1,3
Untuk mencegah kasus gizi buruk maka pemerintah melakukan berbagai
upaya antara lain, peningkatan ketahanan pangan bagi rumah tangga, peningkatan
keluarga sadar gizi (kadarzi), pemberian makanan tambahan, peningkatan
pelayanan pada masyarakat serta perbaikan lingkungan. untuk mengatasi gizi
kurang maka perlu diatasi penyebab langsung gizi kurang yakni peningkatan
asupan makanan dan meningkatkan pelayanan serta perbaikan lingkungan dalam
upaya mencegah penyakit infeksi pada anak. 4
Dalam upaya mengatasi masalah gizi buruk dan gizi kurang pada balita,
Kementerian Kesehatan telah menetapkan kebijakan yang komprehensif, meliputi
pencegahan,
promosi/edukasi
dan
penanggulangan
balita
gizi
buruk.
Sebelumnya, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20102014 telah menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, diantaranya
adalah menurunkan prevalensi balita gizi kurang menjadi 15% sesuai dengan
tujuan MDGs. Penanggulangan balita gizi kurang dilakukan dengan pemberian
makanan tambahan (PMT) sedangkan balita gizi buruk harus mendapatkan
perawatan susuai Tatalaksana Balita Gizi Buruk yang ada. Untuk meningkatkan
kualitas pelayanan gizi dalam penanganan anak gizi buruk dilakukan melalui
pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk bagi tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
Saat ini, sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya
status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit;
(3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan
pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas
pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat
dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
1.2. Visi
Angka gizi buruk di Medan turun dari 17,9% pada tahun 2010 menjadi
15,1% pada tahun 2015.
1.3. Misi
1.
Melakukan penapisan/skrining anak gizi buruk.
2.
Menyelenggarakan kegiatan perawatan anak gizi buruk sesuai standar.
3.
Tercapainya peningkatan status gizi anak.
4.
Melakukan pendampingan anak gizi buruk pasca rawat inap dan rawat jalan.
5.
Melakukan pemantauan dan evaluasi pelayanan anak gizi buruk.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Manajemen Gizi Buruk
berkurangnya biaya berkaitan dengan kematian dan kesakitan dan di sisi lain akan
meningkatkan produktivitas. Manfaat ekonomi yang diperoleh sebagai dampak
dari perbaikan status gizi adalah: berkurangnya kematian bayi dan anak balita,
berkurangnya biaya perawatan untuk neonatus, bayi dan balita, produktivitas
meningkat karena berkurangnya anak yang menderita kurang gizi dan adanya
peningkatan kemampuan intelektualitas, berkurangnya biaya karena penyakit
kronis serta meningkatnya manfaat intergenerasi melalui peningkatan kualitas
kesehatan.
1.
2.
3.
4.
jalan.
5. Dilakukannya pemantauan dan evaluasi pelayanan anak gizi buruk.
Sedangkan sasaran dari manajemen kesehatan gizi buruk di Indonesia adalah:
1. Anak gizi buruk
2. Keluarga anak gizi buruk
2.4.
2.5.1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot
di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun
setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus
adalah5:
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
b.
c.
d.
e.
2.5.2. Kwasiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh. Manifestasi klinis yang lain meliputi:
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala
kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas5
2.5.3. Marasmik-Kwasiorkor
Anoreksia
Pneumonia berat
Anemia berat
Dehidrasi berat
Demam sangat tinggi
Penurunan kesadaran
10
tangan atau kaki), dan nafsu makan membaik maka penanganan anak
tersebut dilakukan melalui rawat jalan.
7. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tandatanda
komplikasi medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan
baik maka penanganan anak dengan pemberianPMT pemulihan.
8. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan
dan PMT pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya
salah satu tanda komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai
kunjungan ke tiga berat badan tidak naik (kecuali anak dengan edema),
timbulnya edema baru, tidak ada nafsu makan maka anak perlu
penanganan secara rawat inap.3
11
inap.
12
dll.
e. Obat gizi seperti Kapsul Vitamin A, Tablet Tambah Darah, Mineral Mix,
dan Taburia
f. Obat-obatan lain, misalnya obat cacing, antibiotik
g. Peralatan lain seperti: ATK, APE, alat masak, dll.
h. Alat antropometri : timbangan atau dacin, alat ukur PB/TB, pita LiLA3
2. Langkah Pelaksanaan
a. Tenaga Pelaksana
Tenaga pelaksana adalah Tim Pelaksana yang terdiri dari dokter, ahli
gizi (TPG), perawat, tenaga promosi kesehatan (promkes) dan bidan di desa.
Dalam pelaksanaan rawat jalan masyarakat yang dibantu oleh Kader
Posyandu, anggota PKK dan perangkat desa.3
Peran Tim Pelaksana:
1. Dokter melakukan pemeriksaan klinis dan penentuan komplikasi medis,
pemberian terapi dan penentuan rawat jalan atau rawat inap
2. Perawat melakukan pendaftaran dan asuhan keperawatan
3. Ahli gizi (TPG) melakukan pemeriksaan antropometri, konseling,
pemberian Makanan untuk Pemulihan Gizi, makanan therapeutic/gizi siap
saji, makanan formula
4. Tenaga Promosi kesehatan melakukan penyuluhan PHBS, advokasi,
sosialisasi dan Musyawarah masyarakat desa
5. Bidan di desa sebagai koordinator di wilayah kerjanya, melakukan
skrining dan pendampingan bersama kader
6. Kader melakukan penemuan kasus,
merujuk
dan
melakukan
pendampingan
7. Anggota PKK membantu menemukan kasus dan menggerakkan
masyarakat
8. Perangkat desa, BPD/Dekel melaksanakan perencanaan anggaran dan
penggerakan masyarakat.3
13
14
15
3. Makanan
dapat
berupa:
F100, makanan
16
2. Bagi anak yang status gizinya pulih ( -2 SD) maka berangsur menuju ke
makanan anak sehat sesuai dengan anjuran makan menurut kelompok
umur (besar porsi, macam makanan, frekuensi pemberian).
Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan sesuai anjuran petugas
kesehatan. Cara Pemberian Makanan untuk Pemulihan Gizi kepada anak di
rumah:
1. Sebelum menyiapkan makanan, cucilah tangan dengan sabun.
2. Berikan makanan kepada anak dengan memperhatikan jarak waktu makan.
3. Usahakan makanan tersebut dihabiskan sesuai dengan porsi yang
ditentukan.
4. Berikan makanan dalam bentuk cair dengan menggunakan gelas, hindari
menggunakan botol atau dot.
5. Diberikan setelah pemberian ASI bagi bayi yang masih mendapat ASI
6. Diberikan sebelum pemberian makanan keluarga bagi anak yang sudah
mendapat makanan utama.
d. Cara penyimpanan
1. Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam bentuk cair (Formula 100) harus
segera diberikan dan dihabiskan. Makanan dalam bentuk cair tersebut
hanya dapat disimpan dalam suhu ruang maksimal 2 jam.
2. Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam bentuk kering yang diracik secara
terpisah oleh tenaga kesehatan. Puskesmas dapat disimpan maksimal 7
hari, dan disimpan di tempat yang sejuk dan kering, aman, tertutup dan
terhindar dari bahan cemaran dan binatang pengganggu (semut, tikus,
kecoa, cicak, kucing, anjing, unggas, dll).
3. Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam kemasan agar diperhatikan masa
kadaluarsa yang terdapat pada kemasan.
2.8.2 Penanganan Anak Gizi Buruk Rawat Inap
a. Persiapan
Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau yang dikenal sebagai Therapeutic
Feeding Centre (TFC) berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan secara
intensif, dengan melibatkan ibu atau keluarga dalam perawatan anak.
17
Dokter : 1 orang
Perawat : 4 orang
Ahli Gizi/ Nutrisionis : 1 orang
Juru Masak : 1 orang
Tenaga kebersihan dibantu oleh ibu atau anggota keluarga yang
mendampingi anak yang dirawat.
18
bergantian selama 24 jam, 7 hari dalam seminggu. Pada kondisi tertentu dokter
diharapkan bertugas selama 24 jam apabila terdapat pasien dalam keadaan gawat
darurat.
Waktu kerja terbagi dalam 3 shift yaitu: Shift I : PK. 08.00 s/d 14.00, Shift
II : PK. 14.00 s/d 20.00, Shift III : PK. 20.00 s/d 08.00. Pembagian kerja
disesuaikan dengan kondisi setempat.
d. Peralatan
Peralatan yang harus tersedia meliputi:
1. Peralatan medis dan obat-obatan
2. Pemeriksaan laboratorium sederhana (Pemeriksaan HB, kadar gula darah
dan mantoux tes)
3. Alat Antropometri (alat ukur BB, TB atau PB)
4. Media KIE (food model, leaflet, poster, buku pedoman Tatalaksana Anak
5.
6.
7.
8.
e. Kegiatan Pelaksanaan
1. Penerapan Tatalaksana Anak Gizi Buruk
Pelayanan Medis, keperawatan dan konseling gizi sesuai dengan penyakit
penyerta/penyulit.
Pemberian formula dan makanan sesuai dengan fase sebagai berikut:
1. Fase Stabilisasi
Diberikan makanan formula 75 (F-75) dengan asupan gizi 80-100
KKal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/KgBB/hari. ASI tetap diberikan pada
anak yang masih mendapatkan ASI.
2. Fase Transisi
Pada fase transisi ada perubahan pemberian makanan dari F-75 menjadi F100. Diberikan makanan formula 100 (F-100) dengan asupan gizi 100-150
KKal/kgBB/ hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari.
3. Fase Rehabilitasi
19
turut
6. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.7,8
3. Pencatatan dan Pelaporan
Selama anak dirawat di PPG dilakukan pencatatan dan pelaporan kondisi
anak gizi buruk dengan menggunakan formulir sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
20
BAB 3
21
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
22