Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. DEFINISI
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal
yang
progresif
kemampuan
tubuh
gagal
untuk
fungsi ginjal
glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer,
2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia
yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).
B. KLASIFIKASI CKD
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD).
Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun
pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien
pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien
datang/ merasa masih dalam stage stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD,
untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin
test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya
3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang
dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1.
a.
Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2)
Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3)
Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c.
Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
c.
d.
e.
Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler
ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7.
8.
Nefropati obstruktif
a.
b.
Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada
leher kandung kemih dan uretra.
D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal
pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan
kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk
menyekresi ammonia (NH3) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan
ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat
status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi
eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak
napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal
tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit
aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
Patways CKD / Gagal Ginjal :
a.
Retensi toksik uremia hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan
pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji
combs negative dan jumlah retikulosit normal.
b.
tulang
sumsum
tulang
tidak
mampu
bereaksi
terhadap proses
a.
b.
Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea
dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c.
Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3.
Kelainan mata
4.
Kardiovaskuler :
a.
Hipertensi
b.
Pitting edema
c.
Edema periorbital
d.
e.
5.
Kelainan kulit
a.
Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a).
b.
Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.
c.
d.
e.
5.
Neuropsikiatri
6.
7.
Neurologi :
a.
b.
Konfusi
c.
Disorientasi
d.
Kejang
e.
f.
g.
Perubahan Perilaku
8.
Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal
yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan
tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10%
dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang
disebut Sindrom Uremik
Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Pernafasan
Disritmia
Pernafasan Kusmaul, dispnea
Edema paru
Pneumonitis
Hematologik
Kulit
Pucat, pigmentasi
Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis,
bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan
kehilangan protein)
Pruritus
kristal uremik
kulit kering
memar
Saluran cerna
Metabolisme
intermedier
Neuromuskular
Mudah lelah
Otot mengecil dan lemah
Susunan saraf pusat :
Penurunan ketajaman mental
Konsentrasi buruk
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Otot berkedut, asteriksis, kejang
Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
Perubahan sensorik pada ekstremitas parestesi
Perubahan motorik foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi
b.
Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c.
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensinaldosteron
d.
Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa
e.
Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f.
Asidosis metabolic
g.
Osteodistropi ginjal
h.
Sepsis
i.
neuropati perifer
j.
hiperuremia
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Laboratorium
a.
Ureum kreatinin.
Asam urat serum.
b.
Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita
Elektrolit
Endokrin
ginjal, misalnya:
infark miokard.
2.
Diagnostik
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1.
Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease (CKD)
dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a.
b.
c.
d.
a.
Terapi simtomatik
Asidosis metabolik
Jika
terjadi
harus
segera
dikoreksi,
sebab
dapat
meningkatkan
serum
K (hiperkalemia ) :
1). Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2). Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau
serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b.
Anemia
failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a). Hemosiderosis
b). Supresi sumsum tulang
c). Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d). Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e). Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi
ginjal.
c.
Kelainan Kulit
Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1). HD reguler.
2). Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3). Operasi sub total paratiroidektomi.
e.
Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe
vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a.
1). Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK
yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi
HD adalah
1.
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara
sampai fungsi ginjalnya pulih.
2.
a.
b.
c.
d.
Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis metabolik berat,
hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi
dalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg %
e.
Kelebihan cairan
f.
g.
h.
i.
j.
yang
termasuk
dalam
indikasi
absolut,
yaitu
ini
sudah
populer Continuous
Ambulatory
Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD,
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang
telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting,
pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih
cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi nonmedik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri
(mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
b.
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif
untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
I.
Pengkajian Keperawatan
a.
PENGKAJIAN PRIMER
PENGKAJIAN SEKUNDER
J.
Anamnesa
Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC, RBC)
Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg, penurunan HCO 3
fungsi motorik
Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
1.
2.
3.
Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
4.
5.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6.
dan
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
NOC :
Respiratory Status : Gas exchange
Respiratory Status : ventilation
karbondioksida di dalam
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
Gangguan penglihatan
Penurunan CO2
Takikardi
Hiperkapnia
Keletihan
somnolen
Iritabilitas
Hypoxia
kebingungan
Dyspnoe
nasal faring
AGD Normal
sianosis
warna kulit abnormal (pucat,
kehitaman)
INTERVENSI
NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berika bronkodilator bial perlu
Barikan pelembab udara
Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
Monitor rata rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Hipoksemia
hiperkarbia
sakit kepala ketika bangun
frekuensi dan kedalaman nafas
abnormal
Faktor faktor yang
berhubungan :
- ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
perubahan membran kapileralveolar
NOC :
NIC :
Cardiac Care
Cardiac Pump effectiveness
Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
Circulation Status
Catat adanya disritmia jantung
Vital Sign Status
Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
Kriteria Hasil:
Monitor status kardiovaskuler
Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah,
Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
Nadi, respirasi)
jantung
Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
Monitor balance cairan
Tidak ada penurunan kesadaran
Monitor adanya perubahan tekanan darah
NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Fluid management
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
adekuat
Kriteria Hasil :
- Penurunan tekanan
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
inspirasi/ekspirasi
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
- Penurunan pertukaran udara per Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak
menit
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
- Menggunakan otot pernafasan
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara
tambahan
nafas abnormal)
- Nasal flaring
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan
- Dyspnea
darah, nadi, pernafasan)
- Orthopnea
- Nafas pendek
- Kedalaman pernafasan
Dewasa volume tidalnya 500 ml
saat istirahat
Hiperventilasi
Deformitas tulang
Kelainan bentuk dinding dada
Penurunan energi/kelelahan
Perusakan/pelemahan muskuloskeletal
Obesitas
Posisi tubuh
Kelelahan otot pernafasan
Hipoventilasi sindrom
Nyeri
Kecemasan
Disfungsi Neuromuskuler
Kerusakan persepsi/kognitif
Perlukaan pada jaringan syaraf
tulang belakang
Imaturitas Neurologis
Kelebihan volume cairan b/d
NOC :
berkurangnya curah jantung, Electrolit and acid base balance
retensi cairan dan natrium oleh Fluid balance
Batasan karakteristik :
hepatojugular (+)
Berat badan meningkat pada Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler
waktu yang singkat
paru, output jantung dan vital sign dalam batas
penambahan BB
Monitor tanda dan gejala dari odema
NIC :
Fluid management
Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Pasang urin kateter jika diperlukan
Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan
(BUN , Hmt , osmolalitas urin )
Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP,
dan PCWP
Monitor vital sign
Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP
, edema, distensi vena leher, asites)
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Mekanisme pengaturan
melemah
Asupan cairan berlebihan
Asupan natrium berlebihan
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
NOC :
Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
Kaji adanya alergi makanan
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
tujuan
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin
Batasan karakteristik :
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
C
Berat badan 20 % atau lebih di
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti Berikan substansi gula
bawah ideal
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
Dilaporkan adanya intake
untuk mencegah konstipasi
makanan yang kurang dari RDA
Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan
(Recomended Daily Allowance)
dengan ahli gizi)
Membran mukosa dan
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
konjungtiva pucat
harian.
Kelemahan otot yang digunakan
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
untuk menelan/mengunyah
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Luka, inflamasi pada rongga
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
mulut
dibutuhkan
Mudah merasa kenyang, sesaat
setelah mengunyah makanan
Nutrition Monitoring
Dilaporkan atau fakta adanya
BB pasien dalam batas normal
kekurangan makanan
Monitor adanya penurunan berat badan
Dilaporkan adanya perubahan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
sensasi rasa
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Perasaan ketidakmampuan
Monitor lingkungan selama makan
untuk mengunyah makanan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
Miskonsepsi
makan
Kehilangan BB dengan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
makanan cukup
Monitor turgor kulit
Keengganan untuk makan
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
Kram pada abdomen
Monitor mual dan muntah
Tonus otot jelek
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Nyeri abdominal dengan atau
Monitor makanan kesukaan
Definisi : Intake nutrisi tidak
cukup untuk keperluan
metabolisme tubuh.
tanpa patologi
- Kurang berminat terhadap
makanan
- Pembuluh darah kapiler mulai
rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang cukup
banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi,
misinformasi
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan
atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau
ekonomi.
Intoleransi aktivitas b/d curah
NOC :
NIC :
jantung yang rendah,
Energy conservation
Energy Management
ketidakmampuan memenuhi Self Care : ADLs
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
metabolisme otot rangka,
aktivitas
Kriteria Hasil :
kongesti pulmonal yang
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
menimbulkan hipoksinia,
keterbatasan
peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
dyspneu dan status nutrisi yang Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
buruk selama sakit
Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
secara mandiri
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
Intoleransi aktivitas b/d fatigue
secara berlebihan
Definisi : Ketidakcukupan
Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
energu secara fisiologis maupun
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Kasuari.
Dengan
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika