Anda di halaman 1dari 9

1

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA, ASAS ETIKA POLITIKDAN ACUAN


KRITIK IDEOLOGI
1. Pengantar
Sebagian besar dari kehidupan kita, termasuk kehidupan berbangsa
dan bernegara, atau kehidupan politik, kita lewatkan atas dasar commonsense atau yang
kerapkali disebut sebagai akal sehat. Common sense adalah pengetahuan seharihari,yang tidak kita pertanyakan kebenarannya tetapi kita andaikan benar,taken for granted .
Tetapi salah satu ciri khas manusia adalah mempertanyakan Ia tidak puasdengan common
sense, ia terdorong untuk mengangkat apa yang dialami
menjadi pertanyaan. Begitu kita mengajukan pertanyaan, interrogating kita
mengatasicommon sense.Mempertanyakan,interrogating adalah awal dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan filsafat. Ilmu pengetahuan mempertanyakan segala sesuatu termasukmanu
sia sampai batas tertentu atau dalam perspektif tertentu, yaitu perspektifinstrumental. Ilmu
pemgetahuan mempertanyakan dan mencari jawaban atas pertanyaannya untuk digunakan bagi
kepentingan manusia.Filsafat mempertanyakan segala sesuatu, khususnya yang menyangkut nas
ibdiri manusia, lebih jauh dari ilmu pengetahuan. Mempertanyakan siapakah dan apakahaku ini
adalah awal dari filsafat manusia, dimana manusia ingin memperoleh makna daridirinya.
Pahamilah dirimu demikian kata Sokrates. Mempertanyakan manusia berartimencari jalan
bagaimana manusia mencapai tujuan hidupnya, yaitu semakin menjadimanusiawi. Dalam
pengertian ini bila filsafat harus mati, kemanusian akan meredup taklama kemudian. Berhenti
bertanya hanya akan berakibat kemandekan dan berhentinya perkembangan.Dalam kaitan
ini filsafat tidak hanya merupakan disiplin (ilmu) yangmempertanyakan, tetapi juga disiplin
(ilmu) yang membebaskan. Dalam arti apa?2Manakala kita mengangkat pertanyaan, kita
dibebaskan dari jawaban yang tidakdipertanyakan, yaitu jawaban berdasarkan common
sensesemata, yang diandaikan benar.Dalam setiap pertanyaan kita mengatakan tunggu
sebenar: ada yang lebih dari ini atau itu. Bahkan ada ekses dari realitas, yang tidak
tertampung dari suatu konsepyang sekarang kita miliki, ada yang lebih yang terbelenggu oleh
berbagai struktur yang melilit kita.
2. Tiga Fungsi Filsafat
Ada begitu banyak pengertian mengenai filsafat dan cara berfilsafat serta corakfilsafat. Di depan
sudah dikatakan bahwa filsafat itu berkembang dengan mempertanyakan,
interrogating.Dalam kaitan dengan Pancasila, ada sedikitnya tigafungsi filsafat, yang saling
terkait satu dengan lainnya.1)Pertama filsafat mempertanyakan dan mencari dasar. Sejak
awal filsafat Yunanitelah dipertanyakan apakah dasar dari dunia kita, apakah dasar dari

perubahan,apakah dasar dari persamaan dan perbedaan manusia, apakah dasar dari kebebasa
manusia, apakah dasar dari kehidupan suatu polis?
Kedua, filsafat mempertanyakan, mencari dan menemukan makna dari realitas
disekelilingnya, asal dan tujuan hidup manusia. Seringkali dikatakan bahwa filsafatmempertany
akan nilai dari suatu realitas dan tindakan manusia. Maka filsafat dapatmencerahi kehidupan
manusia.3 ) Ketiga, filsafat berfungsi pula sebagai kritik ideologiFilsafat berusaha
untukmembuka selubung dari berbagai sistem pemikiran, yang membelenggu
manusia,terutama kebebasannya. Pengetehuan dan kekuasaan saling berpautan.
Marx telahmemberi contoh bagaimana melakukan suatu kritik ideologi terhadap ideologi
kapitalis.Dari uraian di atas, Filsafat Pancasila dapat dilihat
pertama
, sebagai eksplisitasisecara filosofis Pancasila sebagai dasar Negara;
kedua
, filsafat Pancasila sebagai etika politik;
ketiga
, filsafat Pancasila sebagai kritik ideologi, termasuk kritik terhadap distorsidan penyalahgunaan
Pancasila secara ideologis.
3. Pancasila sebagai Dasar Negara
fungsi filsafat yang pertama adalah mempertanyakan dan menjawab apakahdasar dari
kehidupan berpolitik atau kehidupan berbangsa dan bernegara. Sangat lahtepat pertanyaan yang
diajukan oleh Ketua BPUPKI, Dr. Radjiman Wediodiningrat dihadapan rapat BPUPKI
bahwaNegara Indonesia yang akan kita bentuk itu apadasarnya? Soekarno menafsirkan
pertanyaan itu sebagai berikut: Menurut anggapansaya, yang diminta oleh Paduka tuan Ketua
yang mulia ialah dalam bahasa Belanda:philosophische
grondlsagdari pada Indonesia Merdeka. Philosophische grondslag itulah fundamen, filsafat,
pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didir ikan
gedung Indonesia Merdeka.1)Dasar Negaradapat disebut pula ideologi negara,
seperti dikatakan oleh Mohammad Hatta:Pembukaan UUD, karena memuatnya di dalamnya
Pancasila sebagai ideologi
Negara, beserta dua pernyataan lainnya yang menjadi bimbingan pula bagi politik negeriseterusn
ya, dianggap sendi daripada hukum tatanegara Indonesia. Undang-undang
ialah pelaksanaan daripada pokok itu dengan Pancasila sebagai penyuluhnya, adalah dasarmenga
tur politik Negara dan perundang-undangan Negara, supaya terdapat Indonesiamerdeka seperti
dicita-citakan: merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur2) Kalau seringkali dikatakan

mengenai ideologi Pancasila, sebetulnya yangdimaksudkan tidak lain adalah Pancasila sebagai
dasar Negara, sebagaimana dikatakanBung Hatta, ideologiNegara., yaitu prinsip-prinsip atau
asas membangun Negara. Jadi Pancasila bukanlah suatu doktrin yang lengkap, yang begitu
saja da pat dijabarkandalam tindakan, tetapi suatu orientasi, yang memberikan arah kemana
bangsa dan negaraharus dibangun
atau suatu dasar rasional, yang merupakan hasil konsensus mengenaiasumsi-asumsi tentang
Negara dan bangsa yang akan dibangun.Karena masing-masing sila dari Pancasila akan
diuraikan dalam rangkaian diskusidalam Kongres ini, maka kami hanya akan memberikan
catatan kecil saja:1)
Sila
Keruhanan Yang Maha Esa
dirumuskan dalam konteks politik:membangun Negara dan bangsa Indonesia, maka merupakan
suatu prinsip
politik, bukan suatu prinsip teologis. Implikasinya ialah bahwa Negara mengakui danmelindungi
kemajemukan agama di Indonesia; Negara tidak menilai isi darisuatu agama. Penganut agama
apapun wajib bersatu untuk membangun Negara

8melengkapi kita dengan pra-pemahaman yang memungkinkan kita membuat


penilaianmengenai dunia sosial Sejauh masyarakat memiliki kopi yang kurang lebih sama,
maka pemahaman budaya mereka adalah pemahaman budaya bersama.10).
5. Pancasila Sebagai Acuan Kritik Ideologi
Agnes Heller membedakan yang polit
ik
dengan politik (

politics)
. Istilah
yang politik menunjukkan domain, atau lingkup dimana deliberasi terjadi
, Sedangkan
istilah politik (
politics
), merujuk kepada aktivitas yang terjadi dalam lingkup itu.11) Inimempunyai implikasi pada
masalah sejauh mana
ruang lingkup politik
(Apakah bataskekuasaan politik?, Siapa memiliki hak untuk melaksanakan kekuasaan politik
itu? Isu-isu apa yang relevan bagi politik
Kalau dalam masa Yunani kuno yang
sos
ial danyang politik terjadi tumpang tindih, sementara dalam modernitas hal i
tu tidak terjadi.
Para founding fathers sejak awal telah melakukan suatu kritik ideologi,
meskipun pada jaman itu model alternatif terhadap ideologi-ideologi besar (liberalismedan
sosialisme) masih terbatas. Ada dua tradisi mengenai konsepsi mengenai
yang
sos
ial dan yang politik
dan interaksi antara keduanya. Politik di dalam demokrasiliberal kapitalis didasarkan pada
premis konsepsi mengenai individu sebagai unit utamamoral dan politik. Karenanya hak
dan kebebasan didefinisikan lebih dalam kerangkaindividual. Hak-hak ini memberikan prioritas
kepada kepentingan pribadi individual diatas kepentingan umum. Asumsinya ialah
bahwa individu dengan usahanya sendiri dapatmemenuhi kebutuhannya tanpa terlalu banyak
intervensi dari Negara. Namun dengan berkembangnya demokrasi dan kewarganegaraan, model
liberal dianggap tidak memadai.Kritik terhadap ideologi demikian pada abad ke 19 dilontarkan
oleh Marx, yangmenyatakan bahwa kewarganegaraan modern lebih menguntungkan individu

dari kelas borjuis. Pada abad ke 20 negara-negara modern telah menyesuaikan diri dengan kritik
ini
dengan memperluas hak
-hak sos
ial pada kesehatan, kesejahteraan dan jaminan sosial.
Namun Negara haruslah berintervensi dalam ekonomi dan masyarakat, lebih dari masasebelumn
ya .12}
Dengan demikian yang politik lebih masuk k
e
dalam yang sos
ial.
Inilah salah satu makna akhir dari
ideologi
, seperti dikemukakan oleh Da
niel Bell. Takada lagi ideologi yang
murni, melalu liberal atau melulu sosialis
. Pancasila danUUD 1945 mencari keseimbangan dan perpaduan antara keduanya.

9
Dinamika Pancasila terletak dalam ketegangan antara ideologi dan utopia
.Pancasila sebagai ideologi memberi arah pembangunan sistem sosial dan politik. Sistemyang
dibangun tidak pernah merupakan perwujudan utuh dari Pancasila, maka selalu bisa
dikritik. Bisa terjadi juga Pancasila Pancasila sebagai ideologi membenarkan dan
meneguhkan sistem yang dibangun untuk kepentingan kelompok tertentu, sehinggamenjadi
mandeg. Maka atas dasar Pancasila itu pula dapat dilakukan kritik. Mungkin
dapat dikatakan dari perspektif ini Pancasila merupakan utopia. Utopia dapat
bersifatsubversif, menggoncangkan sistem

-sistem yang dibangun berdasarkan orientasiideologi. Utopia dapat menciptakan kreatifitas


dengan imaginasi sosialnya. 1)Sebagai kesimpulan, Pancasila dapat dikembangkan menjadi
filsafat dalam tiga arah:1)

S
ebagai Filsafat Pancasila, yang merupakan refleksi kritis atas dasar hidup
bernegara.2)

S
ebagai Etika Politik yang merupakan refleksi kritis atas nilai
-nilai etis yangterkandung dalam Pancasila.3)

S
ebagai Kritik Ideologi yang merupakan refleksi kritis dalam mengevaluasi
berbagai ideologi lainnya.

10
Catatan
1.

Soekarno,
Lahirnja Pantja Sila dalam:
Tjamkan Pantja Sila
. DepartemenPenerangan R.I, 1964.2.

Mohammad Hatta, Pengertian Pancasila. Jakarta: Idayu Press, 1977, h. 1,sebagaimana dikutip
oleh Todung Mulya Lubis
Pancasila, Globalisasi, dan HakAsasi Manusia,
dalam:
Restorasi Pancasila. Mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas.
Penyunting, Irfan Nasution dan Ronny Agustinus, Jakarta:Perhimpunan Pendidikan Demokrasi,
2006, h. 332..3.

J.M. Domenach, The Ubiquity of Violence,


International Social Science Journal
, 30 (1978), h.719..4.

B. R. OG.,Anderson, Indonesian Nationalism Today and in the Future,


Indonesia
67 (April 1999).5.

Alain Touraine,
What is Democracy
Boulder, Colorado: Westview Press, 1997,
h. 72.6.

David Held,
Models of Democracy
. Cambridge: Polity Press, 1998, h. 295-297.7.

David Held,
Ibid.
, 308.

H. Arend,
The Human Condition
. Chicago and London: The University ofChicago Press, 1998, h. 198.9.

Giorgio Agamben,
Homo Sacer: Sovereign Power and Bare Life
. Standford:Standford University Press,1998. Uraian mengenai pandangan Agamben, kami
ambil dari: Andrew Norris, Giorgio Agamben and the Politics of the LivingDead,
Diacritics,
Vol.30, No. 4 (winter, 2000), h. 38-3910.

Lihat mengenai ini: J.M.Balkin,


Cultural Software. A Theory of Ideology
. NewHaven & London: Yale University, 1998.11.

Jame
s Martin, The Social and the Political, dalam:
Fidelma Ashe, et alii,
Contemporary Social & Political Theory
. Buckingham, Philadelphia: OpenUniversity Press, 1999, h.15612.

James Martin,
op.cit
., h.161-162.13.

Lihat Fred Dallmayr,


Dialogue Among Civilization.

Anda mungkin juga menyukai