Anda di halaman 1dari 4

KELAINAN REFRAKSI

Kelainan refraksi pada mata akan mengganggu


aktifitas kehidupan sehari-hari, bahkan dapat
menurunkan derajat sumber daya manusia.
Kelainan refraksi mata dapat ditanggulangi atau
disempurnakan penglihatannya menggunakan media
kacamata untuk mempertajam penglihatan.
PENGERTIAN
kelainan refraksi ( ametropia ) adalah kelainan
pembiasan pada mata yaitu dimana sinar sejajar
yang jatuh ke bolamata kemudian dibiaskan oleh
media refrakta dalam sumbu orbital tidak tepat pada
retina. Ametropia ditetapkan dengan 3 ( tiga )
macam kelainan, yaitu:
1.

Hypermetropia ( Rabun Dekat )


Hipermetropia
merupakan keadaan
gangguan kekuatan
pembiasan
mata,
yang mana pada
keadaan ini sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina (Ilyas, 2002).
Hipermetrop terjadi apabila berkas sinar sejajar
difokuskan di belakang retina (Ilyas, 2000).
Gejala hypermetropia

Kabur waktu melihat dekat tetapi


jelas saat melihat jauh
Mata cepat lelah terutama untuk melihat dekat
Sakit disekitar mata dan merasa pusing
Kecenderungan
penderita
untuk
menyempitkan mata saat melihat
dekat.

2.

Myopia
Miopia (rabun jauh)
akibat berkurangnya
kemampuan untuk
melihat jauh, akan
tetapi dapat melihat
dekat dengan lebih baik. Miopia merupakan
keadaan refraksi mata dimana sinar-sinar sejajar
yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata
dalam keadaan istirahat akomodasi dibiaskan
didepan retina, sehingga pada retina didapatkan
bayangan kabur.
Gejala Miopia
Pada saat membaca selalu mendekatkan
benda yang dilihatnya dan saat melihat jauh
selalu menyipitkan matanya.
Saat test dengan uji bikromatik unit, pasien
akan melihat obyek dengan warna dasar
merah lebih terang.
Bola mata agak menonjol
Biasanya penderita akan melihat titik-titik
hitam
atau
benang-benang
hitam
(disebut floter) di lapang pandangnya .
Mata cepat lelah, berair, pusing, cepat
mengantuk,
atau
biasanya
disebut
dengan asthenopia (mata cepat lelah).
COA ( Camera oculi anterior ) dalam,
karena
jarang
dipakainya
otot-otot
akomodasi.
Pupil relatif lebih lebar akibat kurangnya
akomodasi ( medriasis ).
Corpus vitreum cenderung keruh.
Kekeruhan di polus posterior lensa.
Menjulingkan mata.
Stafiloma posterior fundus tigroid di polus
posterior retina
Pendarahan pada corpus vitreum.

Predisposisi untuk ablasi retina.


Atropi berupa kresen myopia.
Ekspresi melotot.

3.

Astigmat
Astigmat atau Astigmatismus adalah
keadaan dimana sinar sejajar tidak
dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada
seluruh bidang pembiasan sehingga fokus
pada retina tidak pada satu titik. Hal ini
disebabkan terdapatnya dua bidang ekstrim
yang saling tegak lurus yang mempunyai
kemampuan berbeda dalam membiaskan
sinar sejajar tersebut.
Gejala Astigmat
Astigmat tinggi :
Memiringkan kepala atau disebut
dengan titling his head
Memutarkan kepala agar dapat melihat
benda dengan jelas.
Menyipitkan mata, dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau
stenopaic
slite.
Penderita
juga
menyipitkan mata pada saat bekerja
dekat seperti membaca.
Pada
saat
membaca,
penderita
memegang bacaan mendekati mata,
untuk
memperbesar
bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak
buram.

Astigmat Rendah :
Sakit kepala pada bagian frontal.
Pengaburan sementara / sesaat pada
penglihatan dekat, biasanya penderita
akan mengurangi pengaburan itu

dengan menutup atau mengucek-ucek


mata.
TRAUMA MATA
Trauma mata adalah trauma pada mata yang
menyebabkan kerusakan jaringan pada mata
(Widodo, 2000)
Trauma mata merupakan kelainan mata yang terjadi
akibat cidera / trauma oleh benda tumpul, benda
tajam, kimia, bahan bakar maupun radiasi.
Etiologi
Mekanik, meliputi :
a. Trauma oleh benda tumpul, misalnya :
1) Terkena tonjokan tangan
2) Terkena lemparan batu
3) Terkena lemparan bola
4) Terkena jepretan ketapel, dan lain-lain
b. Trauma oleh benda tajam, misalnya:
1) Terkena pecahan kaca
2) Terkena pensil, lidi, pisau, besi, kayu
3) Terkena kail, lempengan alumunium, seng,
alat mesin tenun.
c. Trauma oleh benda asing, misalnya:
Kelilipan pasir, tanah, abu gosok dan lain-lain
Non Mekanik, meliputi :
a. Trauma oleh bahan kimia:
1) Air accu, asam cuka, cairan HCL, air keras
2) Coustic soda, kaporit, jodium tincture,
baygon
3) Bahan pengeras bakso, semprotan bisa ular,
getah papaya, miyak putih
b. Trauma termik (hipermetik)
1) Terkena percikan api
2) Terkena air panas
c. Trauma Radiasi

1) Sinar ultra violet


2) Sinar infra merah
3) Sinar ionisasi dan sinar X (Ilyas, 1985)
Klasifikasi
Trauma Ringan
a. Trauma disembuhkan tanpa tindakan atau
pengobatan yang berarti
b. Kekerungan ringan pada kornea
c. Pragnosis baik
Trauma sedang
a. Kekeruhan kornea sehingga detail iris tidak
dapat dilihat, tapi pupil masih tampak
b. Iskemik mekrosis pada konjungtiva dan sklera
c. Pragnosis sedang
Trauma berat
a. Kekeruhan kornea sehingga pupil tidak dapat
dinilai
b. Konjungtiva dan sklera sangat pucat karena
istemik nekrosis berat
c. Pragnosis buruk
Gambaran Klinik
Trauma mata karena benda tumpul :
a. Penurunan ketajaman penglihatan
b. Adanya kelainan disekitar mata, seperti :
1). Adanya perdarahan sekitar mata
2). Pembengkakan di dahi, pipi dan hidung
c. Adanya eksuftalmos dan gangguan gerak bola
mata akibat perdarahan di dalam rongga orbita
d. Adanya hematomom dan edema pada kelopak
mata
e. Konjungtiva akan tampak merah dengan batas
tegas

f. Terjadi erosi kornea


g. Pupil akan menyempit, dapat juga juga
melebar dan reaksi terhadap cahaya akan
menjadi lembat atau hilang
h. Timbul raptur yang tidak langsung pada kapsul
lensa
i. Edema retina
j. Perubahan tekanan bola mata
k. Terjadi gangguan gerak bola mata, kelopak
mata tidak dapat menutup atau tidak dapat
membuka dengan jelas.
Lesi termis ditimbulkan oleh sinar infra red berupa
: kekeruhan kornea, atrati, iris, kerusakan macula
karena berfokusnya sinar pada mocula, jaringan
berpigmen seperti ovea dan retina lebih mudah
mengalami kerusakan/
Lesi obiotik ditimbulkan oleh UV (ultra violet) :
setelah periode laten terlihat eriterna yang terbatas
jelas hanya pada daerah yang teriritasi.
Lesi ionisasi ditimbulkan oleh sinar X; terjadi
perubahan vaskulariasi, korpus siliarsis menjadi
edema dan dilatasi yang mengakibatkan terjadinya
glaukoma. (Mangunkusumo, 1988)
Tanda dan Gejala
Ekstra Okular
a. Mendadak merasa tidak enak ketika
mengedipkan mata
b. Ekskoriasi kornea terjadi bila benda asing
menggesek kornea, oleh kedipan bola mata.
c. Lakrimasi hebat.

d.

Benda asing dapat bersarang dalam torniks atas


atau konungtiva
e. Bila tertanam dalam kornea nyeri sangat hebat
Infra Okuler
a. Kerusakan pada tempat masuknya mungkin
dapat terlihat di kornea, tetapi benda asing bisa
saja masuk ke ruang posterior atau limbus
melalui konjungtiva maupun sklera.
b. Bila menembus lensa atau iris, lubang
mungkin terlihat dan dapat terjadi katarak.
c. Masalah lain diantaranya infeksi skunder dan
reaksi jaringan mata terhadap zat kimia yang
terkandung misalnya dapat terjadi siderosis.
Tatalaksana

f.

Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau


keragu-raguan mengenai mata penderita
sebaiknya segera di rujuk ke dokter ahli mata.
4.
Trauma mata benda tajam
Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat
a.
perawatan khusus karena dapat menimbulkan
bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan atlalmia dan
simpatika. Pertimbangan tindakan bertujuan :
a. Mempertahankan bola mata
b. Mempertahankan penglihatan
Bila terdapat benda asing dalam bola mata, maka
sebaiknya dilakukan usaha untuk mengeluarkan
benda asing tersebut. Pada penderita diberikan:
a. Antibiotik spectrum luas
Trauma Mata Benda Tumpul
b. Analgetik dan sedotiva
Penanganan ditekankan pada utama yang
c. Dilakukan tindakan pembedahan pada luka
menyertainya dan penilaian terhadap ketajaman
yang terbuka
penglihatan.
Setiap
penurunan
ketajaman
penglihatan tanda mutlak untuk melakukan rujukan
3.
Trauma mata benda asing :
kepada dokter ahli mata. (mangunkusumo, 2000)
1. Ekstra Okular
Pemberian pertolongan pertama berupa:
a. Tetes mata
a. Obat-obatan analgetik : untuk mengurangi rasa
b. Bila benda asing dalam forniks bawah,
sakit. Untuk pemeriksaan mata dapat diberikan
angkat dengan swab.
anesteshi local: Pantokain 0,5% atau tetracain
c. Bila dalam farniks atas, lipat kelopak mata
0,5% - 1,0 %.
dan angkat
b. Pemberian obat-obat anti perdarahan dan
d. Bila tertanam dalam konjungtiva, gunakan
pembengkakan
anestesi local dan angkat dengan jarum
c. Memberikan moral support agar pasien tenang
e. Bila dalam kornea, geraka anestesi local,
d. Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat
kemudian dengan hat-hati dan dengan
dan mata yang terkena trauma
keadaan yang sangat baik termasuk cahaya
e. Dalam hal hitema ringan (adanya darah segar
yang baik, angkat dengan jarum.
dala bilik mata depan) tanpa penyulit segera
f. Pada kasus ulerasi gunakan midriatikum
ditangani dengan tindakan perawatan:
bersama dengan antibiotic local selama
b.
1. Tutup kedua bola mata
beberapa hari.
2. Tidur dengan posisi kepala agar lebih
g. Untuk benda asing logam yang terlalu
tinggi
dalam, diangkat dengan jarum, bisa juga
3. Evaluasi ketajaman penglihatan
dengan menggunakan magnet.
4. Evaluasi tekanan bola mata
b. 2. Intra okuler
a. Pemberian antitetanus

b.
c.

Antibiotik
Benda yang intert dapat dibiarkan bila
tidak menyebabkan iritasi

Trauma mata bahan kimia


Trauma Alkali
a. Segera lakukan irigasi selama 30 menit
sebanyak 2000 ml; bila dilakukan irigasi
lebih lama akan lebih baik.
b. Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi
bisa dapat dilakukan pemeriksaan dengan
kertas lokmus; pH normal air mata 7,3
c. Diberi antibiotic dan lakukan debridement
untuk mencegah infeksi oleh kuman
oportunie.
d. Diberi sikloplegik karena terdapatnya iritis
dan sineksis posterior
e. Beta bloker dan diamox untuk mengatasi
glukoma yang terjadi
f. Steroid diberikan untuk menekan radang
akibat denoturasi kimia dan kerusakan
jaringan kornea dan konjungtiva namun
diberikan secara hati-hati karena steroid
menghambat penyembuhan.
g. Kolagenase intibitor seperti sistein diberikan
untuk menghalangi efek kolagenase.
h. Vitamin C diberikan karena perlu untuk
pembentukan jaringan kolagen.
i. Diberikan bebat (verban) pada mata, lensa
kontak lembek.
j. Karataplasti dilakukan bila kekerutan kornea
sangat menganggu penglihatan.
Trauma Asam
a. Irigasi segera dengan gara fisiologis atau air.
b. Control pH air mata untuk melihat apakah
sudah normal

c.

Selanjutnya pertimbangan pengobatan sama


dengan pengobatan yang diberikan pada
trauma alkali.

Trauma Mata Termik (hipertemik)

Daerah yang terkena dicuci dengan larutan steril


dan diolesi dengan salep atau kasa yang
menggunakan jel. Petroleum setelah itu ditutup
dengan verban steril.

Trauma Mata Radiasi


Bila panas merusak kornea dan konjungtiva maka
mata diberi local anastetik, kompres dingin, dan
antibiotik lokal.

Anda mungkin juga menyukai