Anda di halaman 1dari 32

VIRUS PADA SISTEM PERNAFASAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Virologi Teori


Dosen Pembimbing: Aminah,M.Si dan Anik Kusmiatun,M.Si
Tahun Akademik: 2015/2016

Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.

Kelompok 5

Chairul Tyan Damafika


Pratiwi Madyaningrum
Sopia Eriani
Vina Andayani

Analis kesehatan 3A
Poltekkes Kemenkes Banten
Jalan dr. Sitanala Komplek SPK Neglasari Tangerang
Telpon/faximile : 021-5518420 Email : ankestangerang@yahoo.co.id
PENDAHULUAN

Pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen,
pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Manusia dalam bernapas
menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan.
Sistem pernafasan tersusun atas saluran pernafasan dan paru-paru sebagai tempat
pertukaran udara pernafasan. Pernafasan merupakan proses untuk memenuhi kebutuhan oksigen
yang diperlukan untuk mengubah sumber energi menjadi energi dan membuang CO2 sebagai
sisa metabolisme.
Sistem pernafasan terdiri daripada lubang hidung, rongga hidung, faring, laring, trakea,
tulang rusuk , otot interkosta , bronkus , bronkiol , alveolus dan diafragma . Lubang hidung
sampai bronchiolus disebut pars konduktoria karena fungsinya sebagai saluran udara respirasi.
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung,
pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan
akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian
Roberts; 1990; 450). Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan
nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
Infeksi saluran pernapasan memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan di seluruh
dunia. Sebagian besar infeksi pernapasan berasal dari virus. Angka kejadian infeksi saluran napas
akut sekitar 75-80% dari semua penyakit infeksi akut di Amerika Serikat. Dan sekitar 80%-nya
disebabkan oleh virus. Insiden infeksi saluran napas ini sangat bervariasi bergantung dari umur
penderita, dimana biasanya lebih sering terjadi pada anak-anak, selain itu iklim juga sangat
berpengaruh, dimana prevalensi meningkat pada musim dingin dan menurun pada musim panas.
Namun, 10%-50% dari pasien yang terinfeksi virus akan berkembang menjadi infeksi bakteri
sekunder. Pada usia yang sangat muda (bayi dan balita), orang tua dan orang dengan kondisi
medis yang kronis, infeksi virus pernapasan dapat menyebabkan penyakit yang parah.
Virus-virus yang berperan sebagai penyebab penting infeksi saluran napas akut adalah
virus influenza, virus parainfluenza, rhinovirus, adenovirus, virus sinsitial pernapasan
(respiratory syncytial virus) dan virus korona pernapasan. Reovirus masih diperdebatkan apakah
masuk ke dalam golongan ini atau bukan. Virus lain seperti enterovirus dan virus measles juga
dapat menyebabkan gejala infeksi saluran napas.

PEMBAHASAN
Virus pathogen adalah virus yang dapat menginfeksi dan menimbulkan penyakit pada
hospesnya. Virus dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai saluran, diantaranya
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, plasenta, kulit dan mukosagenitalia. Beberapa
contoh virus yang masuk melalui saluran pernafasan adalah virus influenza, parainfluenza, virus
rhinovirus dan coronavirus.
Beberapa jenis virus yang dapat menimbulkan penyakit infeksi pada saluran pernafasan.
Jenis penyakit
Infeksi saluran nafas bagian
atas

Laryngotracheobronchitis

Bronkiolitis
Pneumonitis

Virus penyebab yang sering


ditemukan
Corona virus; Parainfluenza
tipe 1,2,3; Rhinovirus;

Parainfluenza tipe 1, 2, 3;
Influenza A, B; Respiratory
syncytial
Respiratory syncytial;
Parainfluenza tipe 1, 2, 3
Parainfluenza tipe 1, 2, 3;
Influenza A; Respiratory
syncytial

Virus penyebab yang jarang


ditemukan
Adenovirus tipe 1-7, 14, 21;
Coxsackievirus A21, 24; Virus
Epstein-Barr; Parainfluenza
tipe 4
Adenovirus; Morbil

Influenza A
Adenovirus tipe 3, 4, 7, 14,
21; Morbili; Virus sars;
Human metapneumo virus;
Varicella

Infeksi virus pada saluran pernafasan menimbulkan berbagai sindrom penyakit akibat
perkembangbiakan virus di dalam sel epitel saluran pernafasan bagian atas yang kemudian bisa
tersebar ke seluruh tubuh. Penyakit saluran pernafasan diperkirakan dapat disebabkan oleh lebih
dari 200 jenis virus, akan tetapi secara epidemiologis golongan virus yang sering menyebabkan
sindrom pernafasan antara lain adalah virus influenza, virus parainfluenza, rhinovirus,
adenovirus, virus sinsitial pernafasan dan coronavirus.
Infeksi virus pernafasan umumnya merupakan penyakit yang sangat mudah menular yang
penyebarannya melalui percikan yang ditimbulkan sewaktu batuk atau bersin dan kontak
langsung. Masa inkubasi infeksi virus pernafasan berkisar anatara 2-5 hari dan seringkali
menimbulkan wabah, terutama pada musim dingin dan awal musim semi. Berbagai jenis virus
dapat menimbulkan penyakit infeksi pada saluran pernafasan antara lain berupa faringitis,
laryngitis, bronchitis, bronkiolitis, Laryngotracheobronchitis dan pneumonia.

A. VIRUS INFLUENZA
Flu (common cold) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza
yaitu virus RNA yang termasuk dalam family Orthomyxoviridae. Virus influenza menyerang
saluran pernafasan atas dan seringkali virus hanya menyerang manusia satu kali saja, sebab
dengan infeksi satu kali saja sudah timbul kekebalan tubuh yang cukup. Namun, manusia bisa
saja terkena flu lebih dari sekali karena virus influenza mudah bermutasi menjadi berbagai jenis
galur yang tidak dikenali oleh system imun tubuh.
a. Struktur Virus
Virus influenza merupakan virus RNA untai tunggal, berbentuk bulat dengan diameter
80-120 nm. Genom RNA terdiri dari 8 segmen mengandung 10 jenis gen. Genom RNA terikat
pada nukleoprotein membentuk nukleokapsid yang memiliki simetri heliks. Nukleokapsid
tersebut dilapisi oleh selubung (envelope) yang terdiri dari lipid berlapis dua dan dua
glikoprotein permukaan yaitu hemaglutinin dan neuraminidase. Struktur virus influenza terdiri
dari :
1. Virion dikelilingi oleh selubung luar yang merupakan lapisan lipid dua lapis. Lapisan ini
dibentuk dari membran plasma sel hospes selama proses budding.
2. Glikoprotein yang menempel pada virion, terdiri dari hemaglutinin (80%) dan
neuraminidase (20%). Hemaglutinin (HA), memiliki kemampuannya untuk
mengaglutinasi eritrosit pada kondisi tertentu. Diperkirakan dalam suatu virion influenza
terdapat 500-1000 hemaglutinin. Protein trimernya berfungsi dalam penempelan virus
pada sel hospes, berikatan dengan asam sialat yang terdapat pada glikoprotein dan
glikolipid sel hospes, sehingga virus dapat masuk ke dalam sel dan memulai proses
infeksi dan replikasi. Variasi HA dapat menyebabkan terbentuknya galur virus baru yang
dapat menyebabkan wabah epidemik influenza. Neuraminidase (NA) berperan dalam
memfasilitasi pelepasan produk virus baru dari sel yang diinfeksi. Neuraminidase
berfungsi pada akhir siklus replikasi virus dengan cara memudahkan pelepasan partikel
virus dari permukaan sel hospes. Selain itu, NA dapat membantu virus menembus lapisan
mukosa di saluran pernafasan untuk mencapai epitel target.
3. Protein matrix (M) merupakan lapisan sebelah dalam selubung virus.
4. Genom virus, terdiri dari 8 segmen RNA untai tunggal (hanya pada virus influenza tipe A
dan B, pada tipe C hanya terdapat 7 segmen). Genom RNA tersebut terikat pada
nucleoprotein membentuk kompleks ribonukleoprotein (RNP), dengan tiga RNA
polymerase untuk setiap segmen RNA. Kedelapan segmen RNA tersebut mengkodekan
10 protein : PB1, PB2, PA, HA (hemaglutinin), NP (nukleoprotein), NA (neuraminidase),
M1, M2, NS1, dan NS2.
Transmembran glikoprotein yaitu haemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA)
digunakan sebagai identifikasi kode subtype virus influenza. Virus influenza tipe A

memilki 15 antigen H, yaitu : H1 H15 dan 9 antigen N, yaitu : N1 N9. Kombinasi


antigen H dan N menghasilkan lebih dari 135 kombinasi subtype virus influenza pada
manusia antara lain : H1N1, H2N2, H1N3, H5N1, H9N2, H1N2, H2N2 dan kombinasi lainnya.
b. Klasifikasi dan nomenklatur virus influenza
Ada tiga jenis virus influenza yang termasuk dalam Orthomyxovirus yaitu influenza tipe
A, B, dan C. Pembagian ini berdasarkan perbedaan antigen, yaitu pada dua protein structural
internal: protein nukleokapsid (NP) dan protein matriks (M).
Virus influenza tipe A
Virus influenza tipe A diisolasi pertama kali pada tahun 1933, bersifat paling virulen di
antara tipe lain dan dapat menyebabkan penyakit saluran pernafasan akut. Bersifat epidemik dan
pandemik bahkan pada interval yang tidak teratur karena secara periodik mengalami perubahan
variasi antigen. Hemaglutinin dapat mengalami mutasi (antigenic drift) dan rekomendasi
(antigenic shift), sedangkan neuraminidase hanya mengalami beberapa variasi. Komplikasi
paling serius dan penting adalah dapat menyebabkan pneumonia sekunder yang disebabkan oleh
bakteri. Menginfeksi manusia dan beberapa jenis hewan, seperti : burung, babi, kuda, unggas,
ikan paus, dan singa laut.
Sepuluh jenis protein yang dikodekan oleh RNA virus influenza beserta fungsinya
Jenis protein viral
PB2
PB1
PA
HA
NP
NA
M1

M2
NS1
NS2

Fungsi
Komponen RNA transcriptase
Komponen RNA transcriptase
Komponen RNA transcriptase
Hemaglutinin; glikoprotein selubung; perantara
ikatan virus pada sel hospes.
Berikatan dengan RNA viral, protein
nukleokapsid
Neuraminidase; tetramer; glikoprotein
selubung; enzim
Protein matriks; komponen mayor dari virion;
komponen bagian dalam selubung dan
penyusun struktur virion.
Protein integral membrane; saluran ion
Protein nonstructural
Protein nonstructural, komponen minor virion

Virus influenza tipe A terbagi dalam beberapa subtype berdasarkan variasi antigen pada
glikoprotein permukaan HA dan NA. Variasi ini dinyatakan dengan penamaan H XNX. HA ada 16
subtipe (H1-H16) dan NA 9 subtipe (N1-N9).

Berikut adalah perkembangan sejarah mengenai evolusi subtype virus influenza tipe A:
-

Tahun 1900 : H2N2


Tahun 1918 1919 : Spanish flu (H1N1)
Tahun 1932 : H1N1 terisolasi dari manusia
Tahun 1947 : H1N1 terdeteksi
Tahun 1957 : Asian flu (H2N2)
Tahun 1968 : Hongkong flu (H1N2)
Tahun 1977 1983 : Pasangan H1N1 dan H3N2
Tahun 2005 : Virus flu burung (H5N1)
Tahun 2009 : Virus flu babi (H1N1)

Virus influenza tipe B


Virus influenza tipe B umumnya menginfeksi manusia. Kemampuan mutasinya 2-3 kali
lebih rendah dibandingkan tipe A, sehingga memiliki tingkat keragaman genetik yang rendah.
Imunitas untuk influenza B biasanya tidak bisa lagi bermutasi walaupun perubahan antigen virus
influenza tipe B lebih rendah dari tipe A. Virus influenza tipe B hanya ditemukan pada manusia
dan tidak dibagi dalam subtype. Sedangkan penyebaran infeksi hanya terbatas dan sering terjadi
disekitar sekolah atau institusi publik lainnya.
Virus influenza tipe C
Virus influenza tipe C yang menginfeksi manusia, anjing, babi, dan dapat menyebabkan
penyakit yang parah dan wabah pada tingkat lokal. Insidensi virus influenza tipe C sangat sedikit
dibandingkan dengan jenis lainnya dan biasanya menyebabkan penyakit ringan pada anak-anak.
Proses infeksinya jarang dikenali, bersifat nonsimtomatik, diperkirakan karena protein
neuraminidase yang terdapat pada virus influenza tipe C tidak begitu banyak, menyebabkan
rendahnya tingkat infektivitas virus ini. Enzim polimerase (P1), (P2) dan (P3) berfungsi dalam
replikasi virus. Hemaglutinin berfungsi dalam membantu virus menempel pada membran hospes.
Neuraminidase berfungsi dalam membantu proses agregasi dan fusi dengan sel hospes.
Sedangkan nukleoprotein berfungsi sebagai komponen penyusun kapsid dan bersama dengan
protein matriks membentuk struktur virion.
c. Nomenklatur
Galur influenza diberi nama berdasarkan tipe ribonukleoprotein (A, B, C) nomor galur
dan tahun diisolasi, kode menurut sifat antigenik dari hemaglutinin (H), neuraminidase (N),
lokasi geografis dan isolate bukan dari manusia. Sebagai contoh misalnya : A/Singapore/1/57 a
H2N2; A/Swine/lowa/15/30 a H 1N1 (hospes asal adalah babi atau swine); A/Eq/Miami/1/63 a
H3N8 (hospes asal adalah kuda atau equine); A/fow/Dutch/27 a H7N7 (hospes asal adalah
burung); B/Singapore/222/79; A/Bangkok/1/79 H3N2; dan sebagainya.

d. Variasi antigen
Bila terjadi mutasi pada struktur antigen virus influenza, akan menghasilkan sejumlah
subtype yang berbeda. Variasi spesifik virus influenza biasa dinamakan berdasarkan determinan
antigen tertentu pada permukaan protein hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA). Dua
antigen permukaan tersebut mengalami variasi antigen masing-masing secara independen.
1. Perubahan antigen minor, yang disebabkan oleh akumulasi mutasi dari ujung gen
sehingga menyebabkan perubahan susunan asam amino pada protein. Perubahanperubahan berikutnya dapat mempengaruhi struktur determinan antigenik pada virion
sehingga tidak dapat dikenali oleh system imun hospes.
2. Perubahan antigen mayor dari HA dan NA yang dapat menyebabkan subtype virus baru.
Pergeseran antigen dalam kasus ini merupakan perubahan-perubahan drastis dari deretan
protein permukaan virus.
e. Mutasi
Virus influenza selalu mengalami perubahan struktur antigennya. Mutasi ini menyulitkan
para tenaga kesehatan untuk memperkirakan jenis flu yang akan menyerang, Demikian pula
dengan pengembangan vaksin untuk melawan infeksi virus influenza.
Semua virus influenza memiliki materi genetik yang terdiri dari RNA. Ketika RNA
melakukan replikasi, cenderung melakukan banyak kesalahan dibandingkan ketika DNA
melakukan replikasi. Hal ini memungkinkan terjadinya mutasi yang tinggi dan evolusi yang
cepat pada virus influenza yang dapat mengakibatkan berkembangnya galur baru. Akumulasi
progresif dari mutasi individual disebut dengan antigenic-drift, dimana bentuk determinan
antigen berubah secara perlahan-lahan dan lambat menjadi bentuk yang berbeda pada setiap
generasi virus.
Influenza tipe A merupakan tipe virus influenza yang unik yang dapat mengalami mutasi
pada struktur protein hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA), sehingga perubahan HA
dan NA ini, dihubungkan dengan penamaan galur virusnya. Jika sel secara bersamaan
terinfeksi oleh dua galur yang berbeda, maka virus baru akan mengadakan pengaturan ulang
segmen RNA-nya yang bisa mengandung antigen dari setiap galur virus aslinya. Virus
influenza tipe A dapat dengan mudah mengkombinasikan (HA) dan (NA) untuk
menghasilkan variasi antigenic baru. Evolusi ini disebut dengan antigenic-shift.

f. Multiplikasi virus influenza


Replikasi virus influenza berlangsung dengan cepat sekitar 6 jam dan menyebabkan
kematian pada sel hospes. Virus menempel pada sel hospes melalui sub unit hemaglutinin pada
reseptor virus yaitu glikolipid membrane atau glikoprotein yang mengandung N-

acetylneuraminic acid pada permukaan sel hospes. Setelah itu virus masuk kedalam endosom
melalui proses pinositosis. Suasana asam pada endosom menyebabkan fusi selubung virus
dengan membran plasma endosom sehingga terjadi proses pelepasan selubung viral dan
nukleokapsid masuk kedalam sitoplasma.
Protein transmembran viral yang berasal dari gen M2, membentuk kanal ion yang
menghubungkan virion dengan membrane nucleus sel hospes sehingga mempermudah
nukleokapsid masuk ke dalam nucleus, dimana genom virus ditranskripsi menjadi mRNA viral.
Setelah mRNA viral terbentuk, mRNA ditransportasi kedalam sitoplasma dan ditranslasi menjadi
protein viral menggunakan ribosom sel hospes. Setelah itu terjadi proses perakitan nukleokapsid
di dalam nucleus.
Proses berikutnya adalah pematangan virion dimana virion mendapatkan selubung virus
setelah melalui proses budding dan keluar dari sel hospes. Selama proses budding oleh enzim
proteolitik sel hospes memecah protein hemaglutinin viral. Proses ini dilakukan untuk
melepaskan virion baru yang bersifat infektif, dimana neuraminidase berperan penting dalam
melepaskan diri dari sel yang terinfeksi untuk menginfeksi sel-sel lain di sekitarnya.
g. Gejala klinik
Penularan virus influenza terutama menyebar dari satu orang ke orang lain melalui
percikan halus sekret pernafasan ketika batuk atau bersin. Kadang-kadang orang terinfeksi
karena menyentuh atau memegang benda yang terkontaminasi virus influenza (misalnya tangan,
pegangan pintu, sapu tangan, kertas tisu) dan kemudian menyentuh mulut, hidung atau mata.
Virus influenza ditemukan pada saliva, secret hidung dan kotoran unggas yang terinfeksi.
Virus dapat hidup 4 hari pada suhu 22 oC, mati dalam suhu 70-80oC selama satu menit.
Penyebarannya pada manusia melalui kontak dari penderita dengan cara bersin atau batuk dan
menyebarkan virus-virus influenza dalam cairan halus (droplets) atau embun ke udara. Udara
yang terkontaminasi virus tersebut terhirup orang yang sehat saat bernafas. Pada penularannya,
saat virus masuk ke saluran nafas orang sehat, dalam waktu 18-36 jam kemudian orang yang
bersangkutan akan menjadi sakit.
Gejala umum yang terjadi berupa demam, batuk, pilek, mata berair dan bersin. Gejala
lainnya biasa disertai dengan pegal-pegal di otot dan tulang, sakit kepala, diare dan mual. Setelah
masa inkubasi yang pendek, sekitar dua hari, influenza ditandai dengan sakit kepala, demam, dan
nyeri otot yang akan mencapai puncaknya 6-12 jam. Biasanya gejala akut hilang dalam
seminggu digantikan dengan batuk kering, yang semakin parah dalam beberapa hari. Batuk
perlahan-lahan menghilang dan badan terasa lemah selama beberapa hari.
Stadium pertama biasanya terjadi selama 3-5 hari. Sekret hidung mula-mula encer dan
banyak, lalu agak kental dan lengket. Penyakit dapat berakhir pada tahap ini, namun umumnya
penyakit berlanjut ke stadium ke dua dimana terjadi infeksi sekunder yang disebabkan oleh

bakteri. Hal ini ditandai dengan lender yang purulent, demam dan sakit tenggorokan. Mukosa
hidung merah, bengkak dan ditutupi secret yang mudah dilihat dalam hidung. Stadium ini
berlangsung hingga dua minggu, setelah itu sembuh dalam beberapa hari. Dokter biasanya
menangani jika terjadi komplikasi lebih lanjut seperti pneumonia, suara serak, infeksi telinga,
atau radang sinus.
Komplikasi infeksi virus influenza dapat menyebabkan sindrom Reye, yaitu suatu
sindrom enselofati akut pada remaja dan anak-anak, biasanya antara umur 2-16 tahun. Angka
kematiannya tinggi. Penyebab sindrom Reye tidak diketahui tetapi dianggap sebagai komplikasi
terparah pada influenza A dan B. Ada hubungan yang mungkin terjadi antara penggunaan obat
golongan salisilat dalam perkembangan sindrom Reye. Diagnosis laboratorium dapat dilakukan
dengan cara isolasi dan identifikasi virus, serta dengan metode serologi.

Gejala
Sakit kepala
Demam
Nyeri otot
Badan lemah
Kelelahan parah
Hidung tersumbat
Bersin
Sakit tenggorokan
Batuk, dada terasa sesak
Komlikasi

Virus influenza
Merupakan gejala utama
Suhu tinggi
Sering
Merupakan gejala utama
Terjadi pada permulaan sakit
dan merupakan gejala utama
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Bisa menjadi parah
Brinkitis, pneumonia; bisa
membahayakan jiwa, sindrom
Reye

Salesma (common cold)


Kadang-kadang
Jarang
Ringan
Ringan
Tidak pernah
Sering
Sering
Sering
Ringan
Infeksi telinga

h. Pengobatan
Penderita influenza dianjurkan untuk istirahat yang cukup, minum banyak cairan,
mencegah pemakaian alcohol dan tembakau, jika perlu minum obat seperti paracetamol untuk
,menghilangkan demem dan nyeri otot. Anak-anak dan remaja sebaiknya jangan memakai aspirin
karena dapat terkena syindrom Reye (sidrom enselopati akut) dan kerusakan hati. Karena
influenza disebabkan oleh virus, antibiotic tidak berefek pada infeksi virus, tetapi sering
diberikan apabila terjadi infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri.
Obat antiviral untuk melawan virus influenza yaitu oseltamivir, amantadine HCl dan
rimantadin HCl yang efektif untuk virus influenza tipe A, sedangkan ribavirin untuk melawan
virus influenza tipe A dan B. Obat lain zanamivir diberikan dengan dihirup ataupun oral. Kerja
obat dalam bentuk inhalasi lebih cepat untuk influenza yang menyerang paru-paru. Obat ini tidak

disarankan untuk penderita asma dan penyakit paru obstruktif karena dapat menyebabkan kejang
bronkus.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah makan makanan begizi, pemberian vitamin untuk
meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh, menghirup uap hangat yang bisa meredakan hidung
tersumbat dan merendam kaki di air hangat untuk membantu sirkulasi darah.
i. Pencegahan
Pencegahan awal yang paling sederhana yang dapat dilakukan oleh setiap individu adalah
dengan meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh, namun cara pencegahan ini tidak efektif
jika terjadi wabah influenza. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan vaksinasi
influenza. Vaksinasi dapat memberikan perlindungan sekitar 80-90%, terutama jika vaksin
diproduksi dari galur virus endemic. Vaksin menjadi tidak efektif terhadap galur virus influenza
terbaru setelah selang waktu tertentu. Dengan pertimbangan tersebut, vaksin influenza harus
diperbaharui setiap tahun.

B. VIRUS FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA, H5N1)


Virus flu burung atau Avian influenza virus (H5N1) merupakan subtype virus influenza
tipe A yang menyerang burung dan unggas lainnya. Virus ini menarik perhatian karena H 5N1
tidak saja menjadi penyebab wabah influenza pada unggas dan binatang tapi telah menyebabkan
tingkat kematian yang tinggi ketika menyerang manusia. Terdapat 2 jenis virus H 5N1 yaitu Low
Pathogenic Avian Influenza Virus (LPAIV) dan Highly Patogenic Avian Influenza Virus
(HPAIV).
Sebetulnya tropisma utama virus H5N1 adalah unggas, tetapi virus ini telah mengalami
mutasi sehingga bisa menyerang manusia.
Ada perbedaan penting antara molekul reseptor H5N1 yang ada pada unggas atau binatang
dengan reseptor pada manusia. Reseptor H5N1 yang terdapat pada sel burung atau unggas terdiri
dari oligosakarida yang mengandung N-acethylneurominic acid a-2, 3-galaktose (SA-a2,3 Gal).
Sedangkan reseptor yang ada pada sel manusia adalah SA a-2,6 galaktose (SA a-2,6- Gal),
sehingga secara teoritis virus flu burung tidak bisa menginfeksi manusia karena adanya
perbedaan spesifik pada kedua reseptor tersebut.
Virus H5N1 dapat menyerang manusia diduga bersama ketika manusia tersebut sedang
terinfeksi virus influenza manusia. Didalam tubuh penderita, RNA viral dari kedua virus tersebut
terjadi rekombinasi genetic (genetic reassortment) antara virus influenza burung dengan virus
influenza manusia. Rekombinasi genetic ini dapat menghasilkan galur H5N1 yang sangat virulen
bagi manusia karena dapat mengenali reseptor spesifik yang ada pada sel manusia. Protensi virus

H5N1 untuk melakukan mutasi dan membentuk varian-varian baru HPAI-H5N1 inilah yang
dikhawatirkan sehingga dapat menular antara manusia dan manusia.
Virus H5N1 juga bisa mengalami mutasi genetic pada posisi 627 dari gen PB2 yang
mengkode ekspresi polimecace basic protein (Glu627Lys) sehingga bisa menghasilkan Highly
cleavable hemagglutinin yang dapat meningkatkan aktifitas replikasi virus H 5N1 dalam sel
hospesnya. Virus H5N1 juga bisa mengalami substitusi pada nonstructural protein (Asp92Glu),
sehingga menyebabkan H5N1 resisten terhadap interveron dan tumor necrosis factor.
a. Cara penularan
Penularan virus H5N1 pada unggas terjadi secara cepat dengan tingkat kematian tinggi
(mencapai 50%). Penyebaran ini dapat terjadi pada sesama unggas disebuah peternakan dan
dapat menyebar kepeternakan lain.
Penularan virus H5N1 ke manusia terjadi melalui udara yang tercemar virus tersebut, yang berasal
dari saliva, darah, tinja, maupun secret unggas yang terserang virus H 5N1. Manusia bisa terinfeksi
virus H5N1 dari daging unggas bila daging tersebut tidak dimasak secara matang.
Sebagian besar kasus infeksi HPAI-H5N1 pada manusia disebabkan penularan dari unggas ke
manusia. Tidak ada yang ditimbulkan dalam mengkonsumsi daging unggas yang telah dimasak
dengan baik dan matang.
Belum ada bukti penularan dari manusia ke manusia. Masa inkubasi infeksi HPAI-H 5N1
bervariasi sekitar 2-8 hari.
b. Gejala klinis
Gejala klinis infeksi HPAI-H5N1 pada manusia adalah demam tinggi (diatas 30 0C), sakit
tenggorokan, batuk, flu, nyeri otot, sakit kepala, diare, muntah, sakit pada dada, hipotensi,
pendarahan dari hidung dan gusi. Dalam waktu singkat, gejala klinis ini bisa menjadi lebih berat
berupa peradangan di paru, pneumonia berat, dyspnea, takipnea, leupnea, lympopnea,
trombositopnea, peningkatan amino transferase, pernafasan, acute respiratory distress syndrome
(ARDS), pulomonary hemorrhagic dan sepsis. Mortalitas flu burung sangat tinggi dapat
mencapai lebih dari 90%, apabila tidak mendapatkan perawatan yang serius.
c. Diagnosis
Menurut kriteria WHO terdapat 3 macam kategori kasus H5N1 :
1. Kasus tersangka (suspect) adalah seorang yang telah diputuskan oleh pejabat kesehatan
yang berwenang dalam kesehatan masyarakat untuk diinvestigasi mengenai kemungkinan
terinfeksi H5N1 dengan gejala menderita ISPA dengan gejala demam tinggi (temperature
> 380C), batuk dan atau sakit tenggorokan dan atau gangguan pernafasan.
Keadaan yang memungkinkan menjadi tersangka terinfeksi H5N1 :

a. Seminggu terakhir mengunjungi peternakan yang sedang terjangkit wabah H5N1


b. Kontak dengan penderita H5N1
c. Bekerja pada suatu laboratorium yang sedang memproses spesimen manusia atau
binatang yang dicurigai menderita H5N1
2. Kasus probable
Adalah kasus tersangka disertai keadaan :
a. Konfirmasi laboratorium positif virus influenza A tetapi untuk infeksi H 5N1 belum
terbukti positif.
b. Dalam waktu singkat berlanjut menjadi pneumonia atau gagal pernafasan.
3. Kasus konfirmasi
Kasus konfirmasi adalah kasus tersangka atau probable yang didukung oleh salah satu
hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya :
a. Kultur virus influenza H5N1 positif
b. Deteksi genom H5N1 dengan metode Polymerase Chain Reaction positif
c. Peningkatan titer antibody H5N1
d. Pemeriksaan positif dengan metode western blotting terhadap H5N1
e. Pemeriksaan imunoflourosensi positif terhadap antigen H5N1 menggunakan antibody
monoclonal.
d. Pengobatan
Pengobatan untuk H5N1 biasanya menggunakan obat antiviral seperti zanamivir dan
aseltamivir (tamiflu). Mekanisme kerja zanamivir dan aseltamivir adalah sebagai inhibitor
neuraminidase. Selain pemberian obat antiviral, pasien memerlukan oksigenasi dan infus. Selain
itu, pasien juga memerlukan antibiotika berspektrum luas untuk menghindari infeksi lanjutan
oleh bakteri lain.

a.
b.

e. Pencegahan
Upaya yang bisa dilakukan antara lain :
Menggunakan masker pelindung ketika kontak dengan unggas.
Sekret dan tinja unggas harus dibakar agar tidak menjadi sumber penularan bagi
masyarakat sekitar.
Mencuci peralatan yang telah digunakan dengan desinfektan.
Jangan menyembelih unggas yang sakit. Daging dan telur unggas harus dimasak dengan
baik sampai matang.
Menjaga sanitasi lingkungan.
Menjaga kebersihan diri.

c.
d.
e.
f.

C. VIRUS FLU BABI (SWINE INFLUENZA, H1N1)


Virus flu babi H1N1 memiliki materi genetic berupa RNA untai tunggal dengan polaritas
negative. Genom tersebut akan ditranskripsi menjadi mRNA dan disintesis menjadi untai positif

dengan bantuan enzim RNA polymerase. Hasil replikasi tersebut digunakan untuk mensintesis
genom RNA baru. Sementara mRNA yang terbentuk akan digunakan untuk sintesis protein viral.
Secara morfologi H1N1 memiliki persamaan dengan vrus H5N1. Virus H1N1 menyebabkan
flu pada babi dan dapat menyebar kemanusia. Virus H1N1 merupakan subtype virus influenza tipe
A dari famili orthomyxoviridae. Virus ini bersifat pathogen pada manusia, unggas, kuda dan
babi.
Virus ini sangat mudah bermutasi dan mampu menyebabkan wabah epidemic dan
pandemic. Virus ini memiliki selubung dengan diameter 80-120 nm, memilki envelope berupa
lipid bilayer yang permukaannya terdapat protein transmembran glikoprotein yaitu
haemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA).
Flu babi (swine influenza/swine flu), adalah penyakit pernafasan akut pada babi yang
sangat menular, yang disebabkan oleh salah satu dari beberapa virus swine influenza.
Morbiditasnya flu babi sangat tinggi namun mortalitas rendah (1-4%), jauh lebih rendah
daripada mortalitas flu burung. Virus menyebar antara babi secara aerosol dan kontak langsung
maupun tidak langsung dengan babi yang sakit atau karier yang asimptomatik. Wabah pada babi
terjadi sepanjang tahun. Dinegara-negara yang mempunyai empat musim, insiden meningkat
pada musim gugur dan musim dingin.
Virus swine influenza yang paling umum adalah subtipe H1N1 . subtipe yang lain seperti
H1N1, H3N1, H3N2 juga beredar pada babi. Babi dapat juga terinfeksi virus avian influenza dan
virus influenza manusia.
Virus babi H3N2 diduga ditularkan pada babi oleh manusia. Kadang-kadang babi dapat
diinfeksi oleh lebih dari satu subtipe, yang memungkinkan gen-gen virus itu melakukan
rekombionasi genetic, yang dapat menghasilkan galur virus influenza baru yang gennya berasal
dari beberapa virus. Walaupun umumnya bersifat khas spesies dan hanya menginfeksi babi,
kadang-kadang virus flu babi dapat melewati barrier spesies yang akhirnya dapat menyebabkan
penyakit pada manusia.
a. Gejala Klinis

Pada babi
Masa inkubasi flu babi antara 1-3 hari. Gejala klinis umumnya terbatas pada saluran
pernafasan, muncul tiba-tiba pada sebagian besar babi dalam satu kandang. Babi tertular
biasanya males bergerak, saling bertumpuk, demam tinggi sampai 41,50 C, rhinitis, lelehan
hidung, bersin, radang selaput mata dan kehilangan berat badan, natuk hebat sampai punggung
membusur, frekuensi nafas tinggi, sulit bernafas dan pernapasan abdominal. Beberapa
berkembang menjadi bronkoppenomonia dan akhirnya mati. Angka kematian yang disebabkan
oleh virus flu babi sekitar 1%.
Pada manusia
wabah infeksi flu babi pada manusia telah banyak di laporkan. Gejala klinis umumnya
menyerupai flu musiman, diantaranya mirip dengan gejala-gejala influenza, termasuk demam,
pegal-pegal seluruh badan, lemas, penurunan nafsu makan, pilek, nyeri tenggorokan, mual,
muntah, dan diare. Gejala klinisnya berupa gejala asimptomatik sampai pneumonia berat yang
dapat mematikan.
Karena gejalanya yang menyerupai flu musiman dan infeksi akut saluran pernapasan,
sebagian besar kasus diketahui dari survey lans flu musiman. Kasus ringan dan asimptomatik
jarang terdeteksi, sehingga dampak sebenarnya infeksi flu babi pada manusia sulit diketahui.
b. Mekanisme Infeksi Pada Manusia
Mekanisme virus H1N1 yang menyerang system pernapasan manusia pada dasarnya melalui
beberapa tahapan yang membentuk siklus, yaitu: (i).perlekatan, (ii) penetrasi, (iii) endositosis,
(iv) pelepasan materi genetic, (v) transkripsi, (vi) perakitan dan (vii) pelepasan virion baru dari
dalam sel yang terinfeksi.
Tahap perlekatan merupakan tahap awal virus masuk kedalam sel. Taham ini melibatkan
reseptpor sel hospes. Reseptor sel yang berperan dalam infeksi virus tersususn atas glikoprotein
atau glikolipid yang mengandung gugus terminal sialyl-galactosyl [Neu5Ac( 2,3)Gal] atau
[Neu5Ac( 2,6)Gal]. kedua reseptor tersebut biasanya disebut 2,3 sialic acid. Pada virus avian
influenza (AI), hemaglutinin virus cenderung berikatan dengan 2,3 asam sialat sedangkan virus
flu manusia berikatan dengan 2,6 asam sialat. Pada kasus flu burung, hemaglutinin virus

kemungkinan mengalami perubahan akibat mutasi yang menyebabkan penyesuaian dengan


reseptor 2,6 asam sialat pada manusia. Sementara pada babi ditemukan dua jenis reseptor yaitu
2,3 asam sialat dan 2,6 asam sialat.
Hal ini dapat menimbulkan adanya kemungkinan rekombinasi genetic antar virus influenza
yaitu antara unggas dengan virus asal manusia pada tubuh babi.
Setelah hemaglutinin virus H1N1 berikatan dengan reseptor sel hospes, virus akan masuk
melalui fusi selubung virus dengan membrane endosomal sel hospes. Proses ini memerlukan
bantuan protease sel hospes untuk mengaktivasi prekursor hemaglutinin menjadi fragmen
1(HA1) dan fragmen 2(HA2) yang dapat menyebabkan virus melepaskan ribonukleoprotein ke
dalam sel hospes, sehingga terjadi replikasi didalam sel hospes.
Tahap selanjutnya adalah pelepasan materi genetik yang kemudian diikuti dengan proses
transkripsi menjadi mRNA yang siap untuk ditranslasi menjadi bagian-bagian protein viral.
Selanjunya proses perakitan komponen virion dan kemudian virion keluar dari sel yang
terinfeksi. Tahapan ini membutuhkan proses yang melibatkan protein kinase, extracellulearsignal regulated kinase (ERK) 1 dan 2. ERK ini berperan dalam tahap akhir replikasi virus, yaitu
transportasi ribonukleoprotein (RNP) yan telah disintesis di nucleus sel hospes ke sitosol pada
saat fase perakitan. Bagian virus H1N1 yang mengaktivasi ERK adalah hemaglutinin (HA) yang
terakumulasi dimembran sel pada tahap perakitan. Hemaglutinin menempel pada membrane
plasma sel yang kemudian melalui proses buidding, melepaskan virion infektif dari dalam sel
hospes.

c. Diagnosis
Diagnosis klinis umumnya didasarkan pada munculnya beberapa gejala darurat yang
disebabkan oleh virus flu babi. Bila muncul gejala-gelaja yang bersifat gawat darurat, penderita
perlu segera dibawakerumah sakit. Pada anak, tanda-tanda gawat darutat tersebut, antara lain
adalah :
(1) Sesak napas atau kesulitan bernafas
(2) Warna kulit kebiruan

(3)
(4)
(5)
(6)

Tidak mau minum atau tidak cukup minum


Anak menjadi tidur terus (penurunan kesadaran)
Anak menjadi sangat rewel sehingga tidak mau digendong
Gejala flu membaik namun kembali lagi dengan demam dan batuk-batuk yang lebih

berat
(7) Demam dengan bercak merah-merah pada kulit
Sedangkan, tanda-tanda gawat darurat pada orng dewasa, antara lain :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Kesulitan bernapas atau napas pendek-pendek


Nyeri atau terasa tekanan pada dada atau perut
Kepala seperti melayang
Seperi orang bingung
Muntah-muntah yang hebat atau terus menerus

d. Pengobatan
Seperti infeksi virus influenza pada umumnya, sebagian besar infeksi virus H 1N1 dapat
sembuh dalam beberapa hari. Karena itu jika muncul gejala influenza, penderita disarankan
untuk beristirahat dan makan makanan yang bergizi secara teratur. Suplementasi vitamin atau
meningkatkan konumsi buah buahan yang kaya vitamin juga dapat membantu. Pencegahan
infeksi virus ini sebetulnya sederhana, yaitu dengan menjaga kebersihan diri serta menghindari
kontak dengan orang yang sakit. Sering mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan cairan
antiseptic, terutama setelah batuk atau bersin, serta sebelum makan. Selain itu, jngan menyentuh
mulut, hidung, atau mata dengan tangan yang kotor. Untuk penyakit yng berat tetapi tanpa
komplikasi, bisa diberikan asetaminofen, aspirin, ibuprofen atau naproksen. Kepada anak-anak
tidak boleh diberikan aspirin karena resiko terjadinya komplokasi sindrom Reye. Obat lainnya
yang biasa diberikan adalah dekongestan hidung dan penghiruman uap.
Jika infeksi lebih berat, dapat diberikan obat-obat anti viral. Obat ini akan meredakan
gejala dan mencegah komplikasi seperti peneumonia. Saat ini beberapa Negara tersedia obatobat antifirus yang efektif.
Khusus untuk kasus flu babi direkomendasikan pemberian osealtamivir atau zanamivir.
Obat ini sama dengan yang digunakan untuk penanganan flu burung. Obat antiviral tersebut
sebaliknya diberikan tidak lama setelah diaknosis flu burung ditegakkan. Pemberian obat
dilakukan selama lima hari. Untuk orang dewasa, dosis oseal tamivir dalah 75 mg/hari. Karena

efek obatini pad kehamilan belum diketahui sebaiknya hati-hati jika akan diberikan pada ibu
hamil. Namun, selama ini belum ada laporan mengenai efek samping oseal tamivir atau
zanamivir baik pada ibu hamil maupun pada bayi yang kemudian di lahirkan. Bila ada infeksi
bakteri sekunder dapat diobati dengan antibiotic. Bila ditemukan kasus infeksi berat perlu segera
ditangani sesuai dengan penanganan standar kasus gawat darurat infeksi saluran pernapasan.
e. Pencegahan
Flu babi (H1N1) dapat menular dengan cepat dari manusia ke manusia. Kecepatan
penularannya sama dengan kasus influenza biasa sering terjadi di beberapa Negara. Virus flu
babi (H1N1) telah menyebar diseluruh dunia. Bahkan WHO telah menyatakan sebagai pandemic
fase 6 oleh karena itu, perlu kewaspadaan dan peran serta kita semua dalam penceghan dan
penanganan flu babi (H1N1).
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegah flu khususnya flu
babi (H1N1) :
1. Hindari kontang yang terlalu dekat dengan orang yang sedang flu
2. Biasakan cuci tangan dengan teratur menggunakan air dan sabun terutama setelah
kontak dengan pasien flu atau permukaan benda/lingkungan yang mungkin
terkontaminasi
3. Hindari menyenetuh mulut atau hidung anda setelah kontak dengan orang yang sedang
flu
4. Upayakan fentilasi yang cukup dalam ruang atau rumah
5. Jaga pola hidup sehat dengan makan-makanan bergizi seimbang, istirahat/tidur yang
cukup dan olahraga
Vaksinasi merupakan pencgahan yang efektif terhdap influenza. Vaksin influenza terhadap
influenza musiman dan tidak efektif mencegh virus flu babi (H1N1). WHO sedang
engembangkan vaksin flu babi (H1N1) dan diharapkan dapat mencegah wabah virus flu babi
diseluruh dunia.

D. VIRUS PARAINFLUENZA

Virus parainfluenza merupakan virus pathogen yang menyebabkan infeksi pada saluran
pernafasan atas dan saluran pernafasan bagian bawah pada anak-anak dan orang dewasa. Virus
yang termasuk dalam famili Paramyxoviridae ini terdiri dari 4 tipe yaitu parainfluenza 1, 2, 3,
dan 4.
Virus parainfluenza berbentuk sferik atau pleomorfik, mempunyai ukuran yang lebih
besar dari orthomyxovirus, dengan diameter 150-300 nm. Asam nukleat virus parainfluenza
terdiri dari RNA untai tunggal dengan polaritas negative. Partikel virus mempunyai selubung
yang penuh dengan tonjolan glikoprotein hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N).
Beberapa protein structural virus parainfluenza
Protein structural
Hemaglutinin
neuraminidase
(glikoprotein)

Kode
HN

Lokasi
Selubung

Protein fusi

Selubung

Protein matriks
Nukleoprotein

M
NP

Di dalam selubung
Nukleokapsid

Fosfoprotein

Nukleokapsid

Large protein

Nukleokapsid

Fungsi
Penempelan pada
reseptor sel hospes,
aktifitas hemaglutinin
dan neuraminidase
Fusi sel, penetrasi,
hemolysis
Perakitan virus
Membentuk kompleks
dengan asam nukleat
(RNA)
Bagian dari kompleks
RNA polymerase
Bagian dari kompleks
RNA polymerase

a. Patogenesis
Langkah pertama dari proses infeksi virus influenza dimulai dari penempelan virus pada
reseptor asam sialat yang terdapat pada permukaan sel hospes. Penempelan virus parainfluenza
ini diperantarai oleh glikoprotein hemaglutinin dan neuraminidase. Setelah itu protein F
mengkatalisis fusi selubung virus dengan membrane sel hospes, terjadi pelepasan selubung virus
dan nukleokapsid masuk ke dalam sitoplasma sel hospes.
Sintesis protein dimulai dari proses transkripsi mRNA yang berasal dari RNA genom
dengan bantuan RNA dependent RNA polymerase. Genom RNA virus bereplikasi dan diubah
menjadi RNA untai positif dan kemudian ditranskripsi kembali menjadi mRNA untuk
selanjutnya ditranslasi menjadi protein viral.

Proses perakitan dan morfogenesis virus berlangsung setelah pembentukan kompleks


nukleokapsid yang terdiri dari protein matriks dan glikoprotein viral. Virion yang matang keluar
dari sel hospes melalui proses budding sel.
Sebagian besar penduduk dunia pernah mengalami infeksi virus parainfluenza, baik yang
berjangkit secara epidemis maupun secara sporadis. Transmisi virus melalui beberapa cara antara
lain melalui droplet, kontak langsung dengan penderita, secret hidung dan saluran pernafasan dan
muntahan.
b. Gejala klinik
Sebagian besar infeksi virus parainfluenza bersifat tanpa gejala, terutama pada remaja
dan orang dewasa. Masa inkubasi berlangsung antara 2-6 hari. Gejala yang muncul pada infeksi
berulang antara lain adalah demam, rhinitis, faringitis, batuk, sesak nafas, bronchitis,
laryngotracheobronchitis dan pneumonia.
Virus influenza tipe 1 dan tipe 2 paling sering menjadi penyebab wabah
laryngotracheobronchitis terutama pada musim gugur dan awal musim semi. Virus
parainfluenzza tipe 1 cenderung menyerang anak umur 2-6 tahun. Virus parainfluenza tipe 3
dapat juga menjadi penyebab laryngotracheobronchitis walaupun hanya secara sporadic dan
sering berjangkit pada musim semi dan musim panas. Virus parainfluenza tipe 3 juga dapat
menyebabkan bronchitis pada anak umur kurang dari 2 tahun. Sedangkan virus parainfluenza
tipe 4 sering menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan bagian atas.

c. Diagnosis laboratorium
Diagnosis penyakit infeksi virus parainfluenza dapat ditegakkan dengan cara mendeteksi
antigen viral dengan cara radioimunoesai, ELISA, fluoro-imunoesai dan imunofluoresensi.
Spesimen klinik yang digunakan adalah secret nasofaring atau swab tenggorokan.
Pemeriksaan antibody terhadap virus parainfluenza dapat dilakukan dengan uji hambatan
hemaglutinasi. Adanya peningkatan 4 kali titer antibody antara fase infeksi akut dan masa
konvalesen menunjukkan infeksi positif. Walaupun demikian uji serologik memiliki keterbatasan
karena kemungkinan adanya reaksi non spesifik atau bereaksi silang dengan antibodi heterotipik
lainnya.
d. Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap infeksi virus parainfluenza. Terapi suportif
untuk laryngotracheobronchitis bisa saja diberikan antaralain antipiretik dan pelega saluran
pernafasan. Efineprin dan corticosteroid dapat diberikan untuk kasus yang sedang dan berat.
Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara hidup bersih, mencuci tangan dengan cairan
antiseptik dan sabun serta mencegah terjadinya penularan melalui infeksi nosokomial.

E. RESPIRATORY SYNCYTIAL VIRUS (RSV)


Virus ini disebut dengan virus Respiratory syncytial virus (RSV), karena dapat
membentuk syncytium pada sel yang terinfeksi. Virus ini termasuk dalam family
Paramyxoviridae, genus Penumonivirus, pertama kali ditemukan pada simpanse dan dapat
menginfeksi manusia. Partikel virus berbentuk pleomorfik mempunyai ukuran 100-350 nm,
mengandung asam nukleat RNA untai tunggal dengan polaritas negative. Terdiri dari 2 protein
nonstruktural dan 8 protein struktural.
Protein selubung terdiri dari 2 glikoprotein yaitu : protein F yang berfungsi untuk fusi
partikel sel virus dengan sel hospes dan fusi antar sel-sel yang terinfeksi di sekitarnya sehingga
membentuk syncytia dan protein G, yang berperan penting pada proses penempelan virus
dengan sel hospes.
Variasi antigen yang terdapat pada protein G menentukan sub grup virus A atau B. Virus
Respiratory syncytial tidak memiliki protein H dan protein N sebagaimana anggota
Paramyxoviridae lainnya.
a. Patogenesis
Virus Respiratory syncytial melekat pada sel mukosa hidung dan saluran pernafasan
melalui protein G. Setelah menempel pada sel mukosa, protein F yang terdapat pada selubung
virus akan melakukan fusi dengan membran plasma sel hospes. Sel yang terinfeksi akan
mengalami nekrosis dan membentuk sinsitium berupa fusi sel-sel yang terinfeksi sehingga
membentuk sel raksasa yang berinti banyak. Virus yang telah bermultiplikasi dapat menyebar
dari sel yang terinfeksi dari saluran pernafasan atau ke saluran pernafasan bagian bawah dan juga
dapat menginfeksi mata.
Edema pada sel-sel mukosa akan meningkatkan sekresi musin. Adanya nekrosis sel dapat
menimbulkan debris sehingga terjadi konstriksi pada bronkus. Demikian pula respon IgE akan
meningkat yang dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas yang dapat memperparah penyakit
infeksi.
RSV tersebar di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama penyakit infeksi saluran
pernafasan bagian bawah pada bayi. Umumnya bayi terinfeksi RSV sebelum berumur 4 tahun
dan menimbulkan bronkiolitis.

Transmisi RSV melalui droplet, muntahan dan kontak langsung dengan penderita serta
seringkali ditularkan secara nosocomial di rumah sakit. Di Amerika Serikat 75.000-125.000 bayi
terinfeksi RSV setiap tahunnya dan sekitar 50-90% yang dirawat dirumah sakit menderita
bronkiolitis.
b. Gejala klinik
Masa inkubasi infeksi RSV berkisar antara 2-8 hari. Gejala pertama yang umumnya
terlihat adalah infeksi saluran pernafasan bagian atas, berupa demam, rhinitis, faringitis dan
infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang ditandai dengan bronkiolitis dan pneumonia.
Gejala lain yang sering ditemukan beberapa hari setelah infeksi saluran pernafasan bagian atas
adalah batuk, tachypnea, hipoksemia dan sianosis. Batuk biasanya dapat berlangsung menetap
kurang lebih selama 3 minggu. Pada bayi sering ditemukan sesak nafas,
laryngotracheobronchitis, rewel dan otitis media. Kasus infeksi yang berat dapat menyebabkan
kelainan kongenital pada hati janin, terutama pada masa kehamilan kurang dari 30 minggu dan
penderita yang imunokompromais.
c. Diagnosis laboratorium
Spesimen klinik berupa bilasan hidung atau swab tenggorokan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi virus penyebab infeksi dengan cara imunofluoresensi dan ELISA. Kultur virus
dapat dilakukan dengan menggunakan sel HeLa, sel Hep-2 dan sel ginjal monyet. Efek sitopatik
dapat dilihat pada sel kultur setelah 2-5 hari.
d. Pengobatan
Belum ada obat yang spesifik untuk infeksi RSV. Pengobatan suportif biasanya dilakukan
dengan pemberian infus, oksigen, bantuan pernafasan. Kortikosteroid dan obat bronkodilator
tidak bermanfaat untuk pengobatan. Pemberian ribavirin, analog guanosin aerosol dapat
diberikan untuk kasus infeksi berat pada bayi premature dan penderita yang imunokompromais.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pola hidup sehat, selalu mencuci tangan dan bagi
para tenaga kesehatan hendaknya menggunakan baju pelindung, sarung tangan, tutup kepala dan
masker.
Imunopropilaksis pasif juga dianjurkan selama imunisasi aktif dengan vaksin RSV belum
tersedia. Pemberian suntikan globulin hiperimun (RespiGam) dapat diberikan pad bayi yang
rentan terhadap RSV pada saat terjadi wabah RSV. Pemberian monoclonal antibody terhadap
protein F (Palivizumab,synagis) dapat diberikan untuk memberikan daya tahan anak-anak
terhadap infeksi RSV.

F. HUMAN METAPNEUMOVIRUS (HMPV)

Human metapneumovirus (HMPV) termasuk dalam family Paramyxoviridae dengan


subfamily Pneumovirinae merupakan virus yang berkerabat erat dengan RSV, pertama kali
dikenal sebagai virus pathogen yang ditemukan di Belanda pada tahun 2001. Human
metapneumovirus dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan bagian atas dan bawah telah
tersebar dan ditemukan di seluruh dunia dan dapat menyebabkan penyakit pernafasan pada anakanak sebanyak 5%. Human metapneumovirus sering ditemukan sebagai penyebab infeksi saluran
pernafasan bersama RSV.
HMPV merupakan virus endemic dimana sebagian besar anak berumur 5 tahun telah
terinfeksi dan mempunyai antibody terhadap HMPV. Umumnya infeksi HMPV bersifat
asimtomatis, tetapi HMPV bila menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan bagian atas dan
bagian bawah dengan gejala flu, otitis media, pneumonia dan bronchitis.
Human metapneumovirus terdiri dari 2 tipe yaitu HMPV tipe A dan tipe B yang masingmasing terdiri dari 2 subtipe (A1,A2;B1,B2).
Metapneumovirus manusia (hMPV) adalah negatif untai tunggal RNA virus dari
keluarga Paramyxoviridae dan erat terkait dengan metapneumovirus burung (AMPV)
subkelompok C. diisolasi untuk pertama kalinya pada tahun 2001 di Belanda [1] dengan
menggunakan RAP -PCR (RNA sewenang-wenang prima PCR) teknik untuk identifikasi virus
yang tidak diketahui tumbuh di sel kultur. Ini mungkin menjadi penyebab paling umum kedua
(setelah respiratory syncytial virus) infeksi pernapasan bawah pada anak-anak.
Dibandingkan dengan respiratory syncytial virus, infeksi metapneumovirus manusia
cenderung terjadi pada anak-anak yang sedikit lebih tua dan untuk menghasilkan penyakit yang
kurang parah. Koinfeksi dengan kedua virus dapat terjadi, dan umumnya berhubungan dengan
penyakit parah.

a. Epidemiologi
Metapneumovirus manusia menyumbang sekitar 10% dari infeksi saluran pernapasan
yang tidak terkait dengan diketahui sebelumnya etiologi agen. Virus tampaknya didistribusikan
di seluruh dunia dan memiliki distribusi musiman dengan insiden sebanding dengan bahwa untuk
influenza virus selama musim dingin. Serologi penelitian telah menunjukkan bahwa pada usia
lima tahun, hampir semua anak telah terkena virus dan reinfections muncul untuk menjadi
umum. Metapneumovirus manusia dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan ringan.
Namun, anak-anak kecil, orang tua dan immunocompromised beresiko penyakit parah dan
dirawat di rumah sakit.

b. Genom
Genomik organisasi hMPV analog dengan RSV, namun hMPV tidak memiliki nonstruktural gen, NS1 dan NS2, dan hMPV antisense RNA genom berisi delapan frame pembacaan
terbuka agar gen sedikit berbeda dari RSV (viz. 3'-NPMF-M2 -SH-GL-5 '). hMPV secara genetik
mirip dengan pneumoviruses burung A, B dan C. jenis tertentu filogenetik analisis hMPV telah
menunjukkan adanya dua garis keturunan genetik utama disebut subtipe A dan B yang
mengandung dalam diri mereka subkelompok A1 / A2 dan B1 / B2 masing-masing.
c. Muiltiplikasi hMPV
Skema representasi dari siklus hidup HMPV . Setelah lampiran virion ke membran
plasma , viral dan plasma membran sekering , sehingga Uncoating dari virion dan rilis RNP
( yang berisi negatif -sense RNA virus ) ke dalam sitoplasma . setelah transkripsi primer, genom
direplikasi untuk menghasilkan antigenome tersebut. Antigenome yang digunakan untuk
mensintesis RNA genom , yang digunakan untuk menghasilkan antigenomes tambahan untuk
dimasukkan ke dalam virion progeni atau sebagai template untuk transkripsi sekunder . Setelah
terjemahan , protein M dan RNPs diangkut intraseluler ke membran plasma dan glikoprotein
virus F ( fusi ) , G ( glikoprotein ) , dan SH ( kecil hidrofobik ) yang diangkut dari retikulum
endoplasma ( ER ) ke aparatus Golgi dan kemudian membran plasma . Akhirnya , virion baru
dirakit dan kemudian dialihkan dari membran plasma dengan proses pemula
d. Gejala klinik
Kebanyakan orang dengan infeksi hMPV memiliki gejala ringan termasuk batuk, pilek
atau hidung tersumbat, sakit tenggorokan dan demam. Penyakit yang lebih parah, dengan mengi,
sesak napas, suara serak, batuk, pneumonia, dan pada orang dewasa, kejengkelan asma, juga
telah dilaporkan. Pada anak-anak muda dari usia 1 tahun, orang tua dan orang-orang yang
memiliki sistem kekebalan tubuh lemah, hMPV dapat menyebabkan penyakit pernafasan yang
lebih serius.
e. Identifikasi
Identifikasi hMPV telah didominasi mengandalkan reverse-transcriptase polymerase
chain reaction (RT-PCR) teknologi untuk memperkuat langsung dari RNA diekstraksi dari
spesimen pernafasan. Pendekatan yang lebih efektif biaya alternatif untuk deteksi hMPV oleh
asam nukleat berbasis pendekatan telah digunakan dan ini termasuk:
1. deteksi antigen hMPV di sekret nasofaring oleh immunofluorescent tes
-antibody
2. penggunaan imunofluoresensi pewarnaan dengan antibodi monoklonal untuk
mendeteksi hMPV di sekret nasofaring dan budaya botol shell

3. tes imunofluoresensi untuk mendeteksi antibodi spesifik hMPV


4. penggunaan antibodi poliklonal dan isolasi langsung dalam sel kultur.

f. Transmisi
Tidak ada studi konklusif untuk saat ini, bagaimanapun, ada kemungkinan bahwa
penularan terjadi melalui kontak dengan sekret yang terkontaminasi, melalui droplet, aerosol,
atau vektor fomite. Infeksi di rumah sakit diperoleh dengan metapneumovirus Manusia telah
dilaporkan.

G. ADENOVIRUS
Virus ini diberi nama adenovirus karena pertama kali diisolasi dari kultur sel jaringan
adenoid manusia. Adenovirus yang ditemukan pada tahun 1953 oleh Rowe dan kawan-kawan
termasuk dalam family Adenovirus, genus Mastadenovirus yang terdiri dari 6 subgrup (A-F)
berdasarkan sifat-sifat hemaglutinasi dan homologi DNAnya. Sekitar 47 serotipe adenovirus
yang menginfeksi manusia telah diisolasi, tetapi serotype yang sering ditemukan adalah tipe 1-8,
11, 21, 35, 37, dan 40.
Struktur genom adenovirus terdiri dari DNA untai ganda memiliki 2 protein utama dan 10
protein structural. Virus ini merupakan virus yang tidak mempunyai selubung, berbentuk
icosahedral dengan 252 kapsomer. Partikel virus terdiri dari 240 hekson dan 12 penton, dimana
kompleks ini bersifat toksik terhadap sel sehingga menyebabkan kematian sel melalui
penghambatan sintesis protein sel hospes.
Adenovirus tahan terhadap kondisi lingkungan, pada pH rendah, enzim empedu dan
enzim proteolitik lainnya, sehingga virus ini dapat bereplikasi dengan baik pada saluran
pernafasan dan saluran pencernaan.
a. Patogenesis
Adenovirus pertama kali menyerang sel epitel mukosa saluran pernafasan dan beberapa
mukosa sel lainnya seperti konjungtiva, gastrointestinal dan saluran genitalia. Penempelan virus
pada sel hospes melalui protein fiber. Setelah virus masuk ke dalam sitoplasma sel hospes, DNA
virus akan meyusup masuk ke dalam nukleus dan terintegrasi pada kromosom sel hospes. Setelah
replikasi dan proses perakitan, virion keluar dari sel untuk selanjutnya menginfeksi sel
sekitarnya.
Replikasi dan multiplikasi adenovirus dalam sel hospes dapat menimbulkan kerusakan sel
hospes berupa :

1. Lisis sel yang menyebabkan kematian sel


2. Infeksi laten/persisten dimana virus tetap hidup tetapi tidak meimbulkan kematian sel,
antara lain pada jaringan limfoid, tonsil, adenoid dan Peyer patches
3. Transformasi onkogenik pada sel dimana virus dapat berkembangbiak tanpa
menyebabkan kematian sel hospes.
b. Gejala klinik
Umumnya sebagian besar infeksi adenovirus bersifat subklinik, dapat sembuh dengan
sendirinya dan menimbulkan respon imun spesifik. Masa inkubasi infeksi adenovirus berkisar
antara 2-14 hari. Wabah infeksi adenovirus sering terjadi di barak-barak militer, pengguna kolam
renang umum, asrama, rumah sakit dan tempat-tempat umum lainnya.
Transmisi penyakit melalui percikan (droplet) pada waktu bicara, batuk atau bersin
melalui fecal-oral dan muntahan. Wabah adenovirus terjadi musiman, biasanya sering terjadi
pada waktu akhir musim dingin dan pada waktu musim panas.
Beberapa sindrom penyakit yang disebabkan infeksi adenovirus
Sindrom penyakit
Infeksi saluran pernafasan
bagian atas : faringitis, coryza,
tonsillitis, demam
Demam faring-konjungtival :
Demam, konjungtivitis,
faringitis, sakit kepala,
limfadenopati, kemerahan
(rash)
Penyakit pernafasan akut :
Bronkitis, trakebonkitis,
demam, pneumonia, batuk
Pneumonia : Demam, batuk,
sesak nafas
Sindroma pertussis : Demam,
batuk, muntah akibat batuk
Keratokontingtivitis endemik :
sakit kepala, konjungtivitis,
keratitis, pneauricular
lympnodes
Konjungtivitis folikular akut :
kronis, folikel, perdarahan
subkonjungtiva, pneuricular
lymphnodes

Adenovirus yang sering


ditemukan
Tipe : 1, 2, 3, 5, 7

Adenovirus yang jarang


ditemukan
Tipe : 4, 6, 11, 18, 21, 29, 30

Tipe : 3, 4, 7, 14

Tipe : 1, 11, 16, 19, 37

Tipe : 3, 4, 7, 21

Tipe : 1, 2, 5, 8, 11, 14, 35

Tipe : 7

Tipe : 1, 2, 3, 4, 14, 21

Tipe : 5

Tipe : 1, 2, 3, 12, 14, 19, 21,


35
Tipe : 2-7, 14, 15, 19, 37

Tipe : 8, 19, 37

Tipe : 3, 7, 11

Tipe : 1,2, 4, 6, 9, 10, 15-17,


20, 22, 26, 27

Sisfisis hemoragik akut :


Tipe : 1, 4, 7, 11, 21
Demam, dysuria, darah pada
urin
Gastroenteritis : Demam, diare Tipe : 25-28, 31, 40-42
pada anak < 4 tahun

Tipe : 34, 35

Tipe : 3, 7, 2, 9, 12, 13, 18

Beberapa kelainan klinis yang ditimbulkan oleh infeksi adenovirus antara lain adalah :
1. Infeksi saluran pernafasan, berupa rhinitis, faringitis dengan atau tanpa demam,
tonsillitis, bronchitis, demam pharyngoconjungtival, infeksi pernafasan akut, batuk dan
pneumonia.
2. Infeksi pada mata : Epidemic keratoconjungctivitis (EKC), konjungtivitis folikular akut,
demam demam pharyngoconjungtival.
3. Saluran urogenital : Acute hemorrhagic cystitis, orkitis, nefritis dan oculogenital
syndrome.
4. Gastrointestinal : gastroenteritis, mesenteric adenitis, hepatitis, appendiksitis dan diare
dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan yang disebabkan oleh virus lainnya.
5. Infeksi sistemik yang disebabkan oleh adenovirus walaupun jarang ditemukan antara
lain : meningitis, ensefalis, artritis, miokarditis, pericarditis dan hepatitis.
c. Pencegahan
Tindakan pencegahan penting untuk dilakukan terutama bagi para tenaga kesehatan yang
merawat penderita, desinfeksi kolam renang umum, sterilisasi peralatan dan alat bantu medis,
kebiasaan mencuci dan berprilaku hidup sehat.
Pemberian imunisasi dapat dilakukan dengan vaksin oral untuk adenovirus tipe 4, 7, 21
yang telah tersedia.

H. RHINOVIRUS
Rhinovirus merupakan virus RNA untai tunggal yang tidak berselubung termasuk dalam
family Picornaviridae. Virus ini menjadi penyebab penting penyakit selama (common cold) dan
infeksi saluran pernafasan bagian atas. Rhinovirus dapat dibedakan dari Picornavirus lainnya
karena dapat diinaktifkan dengan pH rendah (pH 3-5) dan replikasinya dapat dihambat pada shuu
370C. Virus ini lebih stabil pada suhu 500C pada pH netral.
Manusia merupakan hospes alamiah rhinovirus. Satu-satunya binatang yang peka
terhadap rhinovirus adalah simpanse. Rhinovirus galur H hanya berkembang biak lebih stabil
pada sel manusia dari pada galur M yang juga dapat berkembang biak pada sel kera. Setelah
rhinovirus masuk melalui saluran hidung, virus berkembangbiak dalam sel munkosa faring dan
nasal dan kemudian timbul antibody spesifik (IgM, IgG dan IgA), akan tetapi jarang
menimbulkan penyakit. Beberapa tipe rhinovirus dapat menginfeksi binatang, tapi tidak

menimbulkan penyakit. Hanya biakan sel dan biakan jaringan yang dapat digunakan untuk
percobaan.
a. Gejala klinik
Infeksi rhinovirus pada manusia hanya terjadi pada saluran pernafasan yang
menimbulkan gejala flu babi biasa (common cold). Masa inkubasi berkisar antara 2-4 hari.
Gejala umum yang sering terjadi adalah sakit kepala, bersin, suara parau, malaise, hidung terasa
tersumbat, batuk, trakeobronkitis dan jarang disertai demam. Rhinovirus juga dihubungkan
dengan beberapa kasus bronkopneumonia pada anak-anak dan remaja.
b. Diagnosis laboratorium
Isolasi virus dari secret nasofaring merupakan cara yang praktis dan dianjurkan.
Spesimen klinik berupa sekret nasofaring disimpan dalam suhu dingin selama 0,5-3,5 jam untuk
mengurangi infektifitas virus. Untuk isolasi pertama rhinovirus bisa dibiakan pada kultur sel dari
ginjal embrio manusia, kultur sel diploid manusia antara lain sel WI-26 dan WI-38, atau sel
HeLa R. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal umumnya rhinovirus dibiakan
berulang menggunakan medium dengan pH netral dan diinkubasi pada suhu 330C. Efek sitopatik
rhinovirus terhadap kultur sel dapat diamati pada minggu pertama dan sering terjadi setelah 48
jam yang ditandai dengan adanya proses pembulatan sel yang bersifat refraktil dan dapat
disimpan sampai 2 minggu. Diferensiasi rhinovirus dengan enterovirus lain berdasarkan efek
sitopatik yang ditimbulkan pada kultur sel sukar dilakukan, meskipun kecepatan timbulnya efek
sitopatik pada rhinovirus tidak tahan pada pH 3 dan resisten terhadap pemanasan pada suhu 56 0C
selama 30 menit dengan adanya MgCl2, sedangkan enterovirus tahan pada medium dengan pH
asam. Deteksi cepat dapat dilakukan dengan pemeriksaan serologi, ELISA dan imunofluoresensi.

I. SARS CO VIRUS
Pada akhir tahun 2002 sindrim penyakit baru yang menyerang saluran pernapasan telah melanda
di Guandong China. Sindrom ini kemudian dikenal dengan sindrom pernapsan akut berat (severe
acute respiratory syndrome). Penyakit yang kemudian menyebar ke beberapa Negara Asia,
Amerika Utara dan Uni Eropa.
Virus SARS yang menginfeksi manusia diduga berasal dari tupai liar (paguma larvata)
yang umumnya diburu dan dijadikan makanan di beberapa daerah di China. Sekitar sepertiga
orang China yang terinfeksi virus SARS diketahui sebagai pekerja dan pelayan restoran yang
menjual daging tupai liar. Dari beberapa orang diantara pekerja makanan tersebut pertama kali

dikonfirmasi terinfeksi virus SARS. Beberapa ilmuan dari Universitas Hongkong membuktikan
bahwa virus SARS yang diisolasi dari penderita penyakit SARS sama dengan virus yang
diisolasi dan diidentifikasi dari beberapa binatang termasuk tupai liar yang dijual dipasar
makanan yang ada di Guandong China.
Sindrom penyakit ini ditandai dengan demam tinggi (380 C), sakit kepala, malaise dan rasa
sakit sekujur tubuh. Gejala awal penyakit biasanya ringan pada beberapa hari, akan tetapi setelah
itu gejala penyakit menjadi berat yang ditandai oleh batuk kering dan kesulitan bernafas.
Kegagalan pernafasan dapat menyebabkan kematian, dengan mortalitas antara 3-30% kasus.
Dalam pemeriksaan laboratorium terlihat penurunan kadar limfosit dan peningkatan kadar
aktifitas amonitransferase, yang menunjukan adanya gangguan pada hati.
Pada wabah yang pertama terjadi pada bulan April-Juni 2003, sekitar 8000 kasus infeksi
SARS diseluruh dunia dan 775 diantaranya meninggal dunia.
Virus SARS diidentifikasi dengan membiakkannya pada kultur sel Vero E6 dan galur
coronavirus baru telah ditemukan pada penderita. Virus ini memiliki genom sepanjang 29.727
pasang basa, dengan 11 open reading frame (ORF). Walaupun sekuen nukleutidanya mirip
dengan coronavirus, tetapi terdapat perbedaan yang cukup untuk memberi nama coronavirus
baru pada virus ini dengan nama SARS-coV.
Struktur genom virus SARS, mirip dengan coronavirus, terdiri dari 5-replikase (rep), spike
(S), envelope (E), membrane (M), nucleokapsid (N)-3 dan fragmen pendek pada kedua terminal.
Gen replikase (rep), merupakan dua pertiga dari genom virus SARS, dan memiliki 2 nuah ORF
yang mengkode protease dan poliprotein. Sembilan ORF lainnya mengkode protein unik yang
dimiliki virus SARS yang tidak terdapat pada coronavirus lain.
Coronavirus yang berukuran sekitar 100 nm, merupakan virus RNA yang terbesar
diantara golongan virus RNA. Coronavirus yang mempunyai materi genetik RNA untai tunggal
dengan polaritas positif dapat menimbulkan infeksi pada saluran pernafasan manusia dan hewan.
Struktur coronavirus terdiri dari nukleokapsid heliks, mempunyai selubung dan
mempunyai tonjolan besar (spike) glikoprotein dipermukaannya, yang disebut dengan corona,
sesuai dengan nama coronavirus.

Coronavirus merupakan virus penyebab infeksi pada saluran pernafasan manusia


khususnya penyebab penyakit yang dikenal dengan severe acute respiratory syndrome (SARS).
Genom coronavirus terdiri dari RNA untai tunggal, polaritas positif dan dapat bertindak langsung
sebagai mRNA virus. Genom virus berukuran sekitar 27-32 kD, terdiri dari bebrapa fragmen gen
yang mengkode bebrapa protein structural. Genom beberapa coronavirus telah disekuensing
termasuk virus SARS.
Komponen utama coronavirus terdiri dari :
1. Protein S (spike). Protein ini merupakan glikoprotein transmembran berukuran 150 kD
berbentuk globular merupakan antigen virus yang penting untuk mengenali dan
menempel pada reseptor virus yang ada di permukaan sel hospes. Protein S bergabung
dengan 2 unit lainnya membentuk trimer dapat terikat pada sialt acid (9-O-acetyl
neuraminic acid), pada permukaan sel hospes dan mempunyai sifat hemaglutinasi.
Antibodi terhadap protein S merupakan antibody netralisasi.
2. Protein HE. Beberapa coronavirus mempunyai protein hemaglutinin-enterase (HE), yang
membentuk tonjolan lebih kecil dari pada glikoprotein S. Protein HE dengan berat
molekul 65 kD ini berbentuk dimer dan tidak berperan penting pada proses replikasi
virus. Protein ini juga dapat berikatan dengan asam sialat. Protein HE mempunyai
aktivitas esterase yang dapat memecah asam sialat dari rantai gula sehingga virus dapat
lepas dari sel setelah bereplikasi. Antibodi terhadap protein HE juga merupakan antibody
netralisasi terhadap coronavirus.
3. Protein M (membran). Protein ini membantu perlekatan nukleokapsid pada membran
internal sel misalnya pada sel golgi.
4. Protein E (envelope/selubung). Protein kecil yang berukuran 9-12 kD ini terdapat pada
membran virus.
5. Protein N (nukleokapsid). Protein N yang berukuran 60 kD ini melindungi genom RNA
virus dan terikat protein M pada bagian internal dari membran virus.
a. Patogenesis
Coronavirus menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan dan organ tubuh lainnya.
Virus ini bereplikasi pada sel epitel saluran pernafasan dan sepertiga dari kasus flu disebabkan
oleh coronavirus. Gejala penyakit mirip dengan infeksi yang disebabkan oleh rhinovirus antara
lain sakit tenggorokan, hidung tersumbat, batuk, sakit kepala, demam dan mengigil. Masa
inkubasi sekitar 3 hari dan gejala penyakit mulai muncul sekitar satu minggu tergantung kondisi
penderita, tetapi seringkali tidak menampakkan gejala walaupun virus masih berada dalam tubuh
penderita. Penyebaran virus dibatasi oleh adanya respon imun, akan tetapi kekebalan yang
ditimbulkannya tidak berlangsung lama.
Transmisi penyakit ditularkan melalui percikan secret nasal pada saat bersin, batuk
ataupun berbicara dan kontak langsung dengan penderita. Walaupun coronavirus biasanya
menyebabkan infeksi lokal, tetapi coronavirus dapat menyebar dan menginfeksi sel epitel saluran

pencernaan sehingga menyebabkan diare. Virus juga dapat menginfeksi telinga tengah dan
beberapa kasus berat dapat menimbulkan pneumonia.
b. Replikasi
Replikasi dari Coronavirus dimulai saat ia mengambil tempat dalam sitoplasma. Coronavirus
melekat pada reseptor sel sasaran melalui duri glikoprotein pada selubung virus (melalui E2 atau
E3). Coronavirus manusia dan tikus memakai reseptor yang tidak saling berhubungan. Reseptor
untuk Coronavirus manusia adalah N aminopeptidase, sedangkan isoform majemuk dari antigen
karsinoembrionik yang berkaitan dengan famili glikoprotein, bertindak sebagai reseptor untuk
koronavirus tikus. Kemudian partikel diinternalisasi, kemungkinan melalui endositosis absorptif.
Glikoprotein E2 dapat menyebabkan penyatuan selubung virus dengan selaput sel.
Peristiwa pertama setelah pelepasan selubung adalah sintesis polimerase RNA yang
bergantung pada RNA spesifik virus yang merekam RNA komplementer (untai-minus) dengan
panjang penuh. Hal ini bertindak sebagai cetakan untuk suatu set kumpulan dari 5-7 mRNA
subgenomik. Dengan diterjemahkannya masing-masing mRNA subgenomik ke dalam
polipeptida tunggal, prekursor poliprotein tidak lazim pada infeksi koronavirus. Kemungkinan
RNA genomic menyandi suatu poliprotein besar yang diolah untuk menghasilkan polymerase
RNA virus.
Molekul RNA genomik yang baru disintesis dalam sitoplasma berinteraksi dengan protein
nukleokapsid membentuk nukleokapsid heliks. Nukleokapsid bertunas melalui selaput retikulum
endoplasmik kasar dan apparatus Golgi pada daerah yang mengandung glikoprotein virus. Virus
matang kemudian dibawa dalam vesikel ke bagian tepi sel cuntuk keluar atau menunggu hingga
sel mati untuk dilepaskan. Virion tidak dibentuk melalui pertunasan pada selaput plasma.
Sejumlah besar partikel dapat terlihat pada permukaan luar sel yang terinfeksi dan kemungkinan
diadsorbsi setelah virion dilepaskan. Beberapa Coronavirus lebih sering menimbulkan infeksi sel
yang menetap daripada sitosidal.
c. Epidemiologi
Sebagian besar penduduk mempunyai antibody terhadap coronavirus, akan tetapi infeksi
ulang seringkali terjadi. Hal ini menunjukkan sirkulasi berbagai serotype virus pada populasi
penduduk. Sebagaimana wabah virus yang menyerang saluran pernafasan lainnya, coronavirus
dapat mewabah biasanya pada saat musim dingin.
d. Diagnosis
Umumnya infeksi coronavirus sulit dideteksi dan merupakan penyakit yang dapat
sembuh dalam beberapa hari. Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan serologi atau
mikroskopi electron. Tidak ada pengobatan yang spesifik, tirah baring dan makanan bergizi
mempercepat proses penyembuhan. Penggunaan obat-obat bebas untuk mengurangi gejala
penyakit juga bisa diberikan.

e. Gejala klinik dan diagnosis penyakit SARS


Kriteria klinik infeksi virus SARS ditandai oleh :
1. Asimptomatik atau infeksi ringan pada saluran pernapasan
2. Infeksi sedang pada saluran pernapasan yang ditandai dengan :
- Suhu tubuh tinggi sampai dengan 380 C
- Batuk, sesak napas, kesulitan bernapas atau hipoksia
3. Infeksi berat pada saluran pernapasan yang ditandai dengan :
- Suhu tubuh tinggi sampai dengan 380 C
- Batuk, sesak napas, kesulitan bernapas atau hipoksia
- Pneumonia yang dibuktikan dengan foto rontgen
- Respiratory distress syndrome
- Hasil otopsi menunjukan adanya pneumonia atau Respiratory distress syndrome yang
konsisten
4. Gejala klinik diatas harus disertai dengan bukti epidemiologis bahwa penderita pernah
bepergian kedaerah yang sebelumnya terindikasi merupakan daerh wabah penyakit yang
disebabkan oleh virus SARS, atau kontak langsung dengan penderita yang tersangka
terinfeksi oleh virus SARS dalam waktu 10 hari sebelum tampak gejala klinis.
5. Uji konfirmasi pemeriksaan labortorium untuk membuktikan adanya infeksi virus SARS
dengan cara :
- Deteksi antibody terhadap virus SARS selama sakit dan 4 minggu setelah sakit.
- Deteksi RNA virus SARS dengan teknik RT-PCR dan dikonfirmasi dengan PCR yang
-

kedua menggunakan specimen dari primer PCR yang berbeda.


Mengisolasi virus SARS dari specimen klinik.

d. Pengobatan
Belum ada pengobatan yang spesifik untuk kasus SARS, kecuali memberikan terapi
suportif dan cara perawatan penderita dengan mengisolasi penderita yang dirawat dirumah sakit
khusus untuk penderita infeksi virus SARS. Obat antivirus yang dikembangkan ditujukan untuk
menghambat fungsi dari protease yang berperan penting dalam pathogenesis virus. Pemberian
obat kortikosteroid dikombinasikan dengan ribavirin dapat dilakukan untuk encegah keparahan
penyakit.
Belum ada vaksin untuk pencegahan virus SARS atau coronavirus karena sukar untuk
mendapatkan vaksin yang ideal disebabkan oleh mudahnya virus SARS atau coronavirus
tersebut bermutasi.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/doc/213947007/Infeksi-Virus-Pada-Saluran-Nafas#scribd
http://artikelrisna.blogspot.co.id/2012/10/penyakit-penyakit-pada-sistem-pernapasan.html
http://putritapsir.blogspot.co.id/2013/05/laporan-pendahuluan.html
https://hendrosmk.wordpress.com/2011/08/12/penyakit-sistem-pernafasan-respirasi/
http://qtynk.blogspot.co.id/2011/12/virus-pada-saluran-pernapasan-atas.html
http://sumber93.blogspot.co.id/2015/05/asuhan-keperawatan-pada-neonatus-dengan.html

Anda mungkin juga menyukai