Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.
Kelompok 5
Analis kesehatan 3A
Poltekkes Kemenkes Banten
Jalan dr. Sitanala Komplek SPK Neglasari Tangerang
Telpon/faximile : 021-5518420 Email : ankestangerang@yahoo.co.id
PENDAHULUAN
Pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen,
pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Manusia dalam bernapas
menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan.
Sistem pernafasan tersusun atas saluran pernafasan dan paru-paru sebagai tempat
pertukaran udara pernafasan. Pernafasan merupakan proses untuk memenuhi kebutuhan oksigen
yang diperlukan untuk mengubah sumber energi menjadi energi dan membuang CO2 sebagai
sisa metabolisme.
Sistem pernafasan terdiri daripada lubang hidung, rongga hidung, faring, laring, trakea,
tulang rusuk , otot interkosta , bronkus , bronkiol , alveolus dan diafragma . Lubang hidung
sampai bronchiolus disebut pars konduktoria karena fungsinya sebagai saluran udara respirasi.
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung,
pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan
akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian
Roberts; 1990; 450). Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan
nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
Infeksi saluran pernapasan memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan di seluruh
dunia. Sebagian besar infeksi pernapasan berasal dari virus. Angka kejadian infeksi saluran napas
akut sekitar 75-80% dari semua penyakit infeksi akut di Amerika Serikat. Dan sekitar 80%-nya
disebabkan oleh virus. Insiden infeksi saluran napas ini sangat bervariasi bergantung dari umur
penderita, dimana biasanya lebih sering terjadi pada anak-anak, selain itu iklim juga sangat
berpengaruh, dimana prevalensi meningkat pada musim dingin dan menurun pada musim panas.
Namun, 10%-50% dari pasien yang terinfeksi virus akan berkembang menjadi infeksi bakteri
sekunder. Pada usia yang sangat muda (bayi dan balita), orang tua dan orang dengan kondisi
medis yang kronis, infeksi virus pernapasan dapat menyebabkan penyakit yang parah.
Virus-virus yang berperan sebagai penyebab penting infeksi saluran napas akut adalah
virus influenza, virus parainfluenza, rhinovirus, adenovirus, virus sinsitial pernapasan
(respiratory syncytial virus) dan virus korona pernapasan. Reovirus masih diperdebatkan apakah
masuk ke dalam golongan ini atau bukan. Virus lain seperti enterovirus dan virus measles juga
dapat menyebabkan gejala infeksi saluran napas.
PEMBAHASAN
Virus pathogen adalah virus yang dapat menginfeksi dan menimbulkan penyakit pada
hospesnya. Virus dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai saluran, diantaranya
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, plasenta, kulit dan mukosagenitalia. Beberapa
contoh virus yang masuk melalui saluran pernafasan adalah virus influenza, parainfluenza, virus
rhinovirus dan coronavirus.
Beberapa jenis virus yang dapat menimbulkan penyakit infeksi pada saluran pernafasan.
Jenis penyakit
Infeksi saluran nafas bagian
atas
Laryngotracheobronchitis
Bronkiolitis
Pneumonitis
Parainfluenza tipe 1, 2, 3;
Influenza A, B; Respiratory
syncytial
Respiratory syncytial;
Parainfluenza tipe 1, 2, 3
Parainfluenza tipe 1, 2, 3;
Influenza A; Respiratory
syncytial
Influenza A
Adenovirus tipe 3, 4, 7, 14,
21; Morbili; Virus sars;
Human metapneumo virus;
Varicella
Infeksi virus pada saluran pernafasan menimbulkan berbagai sindrom penyakit akibat
perkembangbiakan virus di dalam sel epitel saluran pernafasan bagian atas yang kemudian bisa
tersebar ke seluruh tubuh. Penyakit saluran pernafasan diperkirakan dapat disebabkan oleh lebih
dari 200 jenis virus, akan tetapi secara epidemiologis golongan virus yang sering menyebabkan
sindrom pernafasan antara lain adalah virus influenza, virus parainfluenza, rhinovirus,
adenovirus, virus sinsitial pernafasan dan coronavirus.
Infeksi virus pernafasan umumnya merupakan penyakit yang sangat mudah menular yang
penyebarannya melalui percikan yang ditimbulkan sewaktu batuk atau bersin dan kontak
langsung. Masa inkubasi infeksi virus pernafasan berkisar anatara 2-5 hari dan seringkali
menimbulkan wabah, terutama pada musim dingin dan awal musim semi. Berbagai jenis virus
dapat menimbulkan penyakit infeksi pada saluran pernafasan antara lain berupa faringitis,
laryngitis, bronchitis, bronkiolitis, Laryngotracheobronchitis dan pneumonia.
A. VIRUS INFLUENZA
Flu (common cold) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza
yaitu virus RNA yang termasuk dalam family Orthomyxoviridae. Virus influenza menyerang
saluran pernafasan atas dan seringkali virus hanya menyerang manusia satu kali saja, sebab
dengan infeksi satu kali saja sudah timbul kekebalan tubuh yang cukup. Namun, manusia bisa
saja terkena flu lebih dari sekali karena virus influenza mudah bermutasi menjadi berbagai jenis
galur yang tidak dikenali oleh system imun tubuh.
a. Struktur Virus
Virus influenza merupakan virus RNA untai tunggal, berbentuk bulat dengan diameter
80-120 nm. Genom RNA terdiri dari 8 segmen mengandung 10 jenis gen. Genom RNA terikat
pada nukleoprotein membentuk nukleokapsid yang memiliki simetri heliks. Nukleokapsid
tersebut dilapisi oleh selubung (envelope) yang terdiri dari lipid berlapis dua dan dua
glikoprotein permukaan yaitu hemaglutinin dan neuraminidase. Struktur virus influenza terdiri
dari :
1. Virion dikelilingi oleh selubung luar yang merupakan lapisan lipid dua lapis. Lapisan ini
dibentuk dari membran plasma sel hospes selama proses budding.
2. Glikoprotein yang menempel pada virion, terdiri dari hemaglutinin (80%) dan
neuraminidase (20%). Hemaglutinin (HA), memiliki kemampuannya untuk
mengaglutinasi eritrosit pada kondisi tertentu. Diperkirakan dalam suatu virion influenza
terdapat 500-1000 hemaglutinin. Protein trimernya berfungsi dalam penempelan virus
pada sel hospes, berikatan dengan asam sialat yang terdapat pada glikoprotein dan
glikolipid sel hospes, sehingga virus dapat masuk ke dalam sel dan memulai proses
infeksi dan replikasi. Variasi HA dapat menyebabkan terbentuknya galur virus baru yang
dapat menyebabkan wabah epidemik influenza. Neuraminidase (NA) berperan dalam
memfasilitasi pelepasan produk virus baru dari sel yang diinfeksi. Neuraminidase
berfungsi pada akhir siklus replikasi virus dengan cara memudahkan pelepasan partikel
virus dari permukaan sel hospes. Selain itu, NA dapat membantu virus menembus lapisan
mukosa di saluran pernafasan untuk mencapai epitel target.
3. Protein matrix (M) merupakan lapisan sebelah dalam selubung virus.
4. Genom virus, terdiri dari 8 segmen RNA untai tunggal (hanya pada virus influenza tipe A
dan B, pada tipe C hanya terdapat 7 segmen). Genom RNA tersebut terikat pada
nucleoprotein membentuk kompleks ribonukleoprotein (RNP), dengan tiga RNA
polymerase untuk setiap segmen RNA. Kedelapan segmen RNA tersebut mengkodekan
10 protein : PB1, PB2, PA, HA (hemaglutinin), NP (nukleoprotein), NA (neuraminidase),
M1, M2, NS1, dan NS2.
Transmembran glikoprotein yaitu haemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA)
digunakan sebagai identifikasi kode subtype virus influenza. Virus influenza tipe A
M2
NS1
NS2
Fungsi
Komponen RNA transcriptase
Komponen RNA transcriptase
Komponen RNA transcriptase
Hemaglutinin; glikoprotein selubung; perantara
ikatan virus pada sel hospes.
Berikatan dengan RNA viral, protein
nukleokapsid
Neuraminidase; tetramer; glikoprotein
selubung; enzim
Protein matriks; komponen mayor dari virion;
komponen bagian dalam selubung dan
penyusun struktur virion.
Protein integral membrane; saluran ion
Protein nonstructural
Protein nonstructural, komponen minor virion
Virus influenza tipe A terbagi dalam beberapa subtype berdasarkan variasi antigen pada
glikoprotein permukaan HA dan NA. Variasi ini dinyatakan dengan penamaan H XNX. HA ada 16
subtipe (H1-H16) dan NA 9 subtipe (N1-N9).
Berikut adalah perkembangan sejarah mengenai evolusi subtype virus influenza tipe A:
-
d. Variasi antigen
Bila terjadi mutasi pada struktur antigen virus influenza, akan menghasilkan sejumlah
subtype yang berbeda. Variasi spesifik virus influenza biasa dinamakan berdasarkan determinan
antigen tertentu pada permukaan protein hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA). Dua
antigen permukaan tersebut mengalami variasi antigen masing-masing secara independen.
1. Perubahan antigen minor, yang disebabkan oleh akumulasi mutasi dari ujung gen
sehingga menyebabkan perubahan susunan asam amino pada protein. Perubahanperubahan berikutnya dapat mempengaruhi struktur determinan antigenik pada virion
sehingga tidak dapat dikenali oleh system imun hospes.
2. Perubahan antigen mayor dari HA dan NA yang dapat menyebabkan subtype virus baru.
Pergeseran antigen dalam kasus ini merupakan perubahan-perubahan drastis dari deretan
protein permukaan virus.
e. Mutasi
Virus influenza selalu mengalami perubahan struktur antigennya. Mutasi ini menyulitkan
para tenaga kesehatan untuk memperkirakan jenis flu yang akan menyerang, Demikian pula
dengan pengembangan vaksin untuk melawan infeksi virus influenza.
Semua virus influenza memiliki materi genetik yang terdiri dari RNA. Ketika RNA
melakukan replikasi, cenderung melakukan banyak kesalahan dibandingkan ketika DNA
melakukan replikasi. Hal ini memungkinkan terjadinya mutasi yang tinggi dan evolusi yang
cepat pada virus influenza yang dapat mengakibatkan berkembangnya galur baru. Akumulasi
progresif dari mutasi individual disebut dengan antigenic-drift, dimana bentuk determinan
antigen berubah secara perlahan-lahan dan lambat menjadi bentuk yang berbeda pada setiap
generasi virus.
Influenza tipe A merupakan tipe virus influenza yang unik yang dapat mengalami mutasi
pada struktur protein hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA), sehingga perubahan HA
dan NA ini, dihubungkan dengan penamaan galur virusnya. Jika sel secara bersamaan
terinfeksi oleh dua galur yang berbeda, maka virus baru akan mengadakan pengaturan ulang
segmen RNA-nya yang bisa mengandung antigen dari setiap galur virus aslinya. Virus
influenza tipe A dapat dengan mudah mengkombinasikan (HA) dan (NA) untuk
menghasilkan variasi antigenic baru. Evolusi ini disebut dengan antigenic-shift.
acetylneuraminic acid pada permukaan sel hospes. Setelah itu virus masuk kedalam endosom
melalui proses pinositosis. Suasana asam pada endosom menyebabkan fusi selubung virus
dengan membran plasma endosom sehingga terjadi proses pelepasan selubung viral dan
nukleokapsid masuk kedalam sitoplasma.
Protein transmembran viral yang berasal dari gen M2, membentuk kanal ion yang
menghubungkan virion dengan membrane nucleus sel hospes sehingga mempermudah
nukleokapsid masuk ke dalam nucleus, dimana genom virus ditranskripsi menjadi mRNA viral.
Setelah mRNA viral terbentuk, mRNA ditransportasi kedalam sitoplasma dan ditranslasi menjadi
protein viral menggunakan ribosom sel hospes. Setelah itu terjadi proses perakitan nukleokapsid
di dalam nucleus.
Proses berikutnya adalah pematangan virion dimana virion mendapatkan selubung virus
setelah melalui proses budding dan keluar dari sel hospes. Selama proses budding oleh enzim
proteolitik sel hospes memecah protein hemaglutinin viral. Proses ini dilakukan untuk
melepaskan virion baru yang bersifat infektif, dimana neuraminidase berperan penting dalam
melepaskan diri dari sel yang terinfeksi untuk menginfeksi sel-sel lain di sekitarnya.
g. Gejala klinik
Penularan virus influenza terutama menyebar dari satu orang ke orang lain melalui
percikan halus sekret pernafasan ketika batuk atau bersin. Kadang-kadang orang terinfeksi
karena menyentuh atau memegang benda yang terkontaminasi virus influenza (misalnya tangan,
pegangan pintu, sapu tangan, kertas tisu) dan kemudian menyentuh mulut, hidung atau mata.
Virus influenza ditemukan pada saliva, secret hidung dan kotoran unggas yang terinfeksi.
Virus dapat hidup 4 hari pada suhu 22 oC, mati dalam suhu 70-80oC selama satu menit.
Penyebarannya pada manusia melalui kontak dari penderita dengan cara bersin atau batuk dan
menyebarkan virus-virus influenza dalam cairan halus (droplets) atau embun ke udara. Udara
yang terkontaminasi virus tersebut terhirup orang yang sehat saat bernafas. Pada penularannya,
saat virus masuk ke saluran nafas orang sehat, dalam waktu 18-36 jam kemudian orang yang
bersangkutan akan menjadi sakit.
Gejala umum yang terjadi berupa demam, batuk, pilek, mata berair dan bersin. Gejala
lainnya biasa disertai dengan pegal-pegal di otot dan tulang, sakit kepala, diare dan mual. Setelah
masa inkubasi yang pendek, sekitar dua hari, influenza ditandai dengan sakit kepala, demam, dan
nyeri otot yang akan mencapai puncaknya 6-12 jam. Biasanya gejala akut hilang dalam
seminggu digantikan dengan batuk kering, yang semakin parah dalam beberapa hari. Batuk
perlahan-lahan menghilang dan badan terasa lemah selama beberapa hari.
Stadium pertama biasanya terjadi selama 3-5 hari. Sekret hidung mula-mula encer dan
banyak, lalu agak kental dan lengket. Penyakit dapat berakhir pada tahap ini, namun umumnya
penyakit berlanjut ke stadium ke dua dimana terjadi infeksi sekunder yang disebabkan oleh
bakteri. Hal ini ditandai dengan lender yang purulent, demam dan sakit tenggorokan. Mukosa
hidung merah, bengkak dan ditutupi secret yang mudah dilihat dalam hidung. Stadium ini
berlangsung hingga dua minggu, setelah itu sembuh dalam beberapa hari. Dokter biasanya
menangani jika terjadi komplikasi lebih lanjut seperti pneumonia, suara serak, infeksi telinga,
atau radang sinus.
Komplikasi infeksi virus influenza dapat menyebabkan sindrom Reye, yaitu suatu
sindrom enselofati akut pada remaja dan anak-anak, biasanya antara umur 2-16 tahun. Angka
kematiannya tinggi. Penyebab sindrom Reye tidak diketahui tetapi dianggap sebagai komplikasi
terparah pada influenza A dan B. Ada hubungan yang mungkin terjadi antara penggunaan obat
golongan salisilat dalam perkembangan sindrom Reye. Diagnosis laboratorium dapat dilakukan
dengan cara isolasi dan identifikasi virus, serta dengan metode serologi.
Gejala
Sakit kepala
Demam
Nyeri otot
Badan lemah
Kelelahan parah
Hidung tersumbat
Bersin
Sakit tenggorokan
Batuk, dada terasa sesak
Komlikasi
Virus influenza
Merupakan gejala utama
Suhu tinggi
Sering
Merupakan gejala utama
Terjadi pada permulaan sakit
dan merupakan gejala utama
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Bisa menjadi parah
Brinkitis, pneumonia; bisa
membahayakan jiwa, sindrom
Reye
h. Pengobatan
Penderita influenza dianjurkan untuk istirahat yang cukup, minum banyak cairan,
mencegah pemakaian alcohol dan tembakau, jika perlu minum obat seperti paracetamol untuk
,menghilangkan demem dan nyeri otot. Anak-anak dan remaja sebaiknya jangan memakai aspirin
karena dapat terkena syindrom Reye (sidrom enselopati akut) dan kerusakan hati. Karena
influenza disebabkan oleh virus, antibiotic tidak berefek pada infeksi virus, tetapi sering
diberikan apabila terjadi infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri.
Obat antiviral untuk melawan virus influenza yaitu oseltamivir, amantadine HCl dan
rimantadin HCl yang efektif untuk virus influenza tipe A, sedangkan ribavirin untuk melawan
virus influenza tipe A dan B. Obat lain zanamivir diberikan dengan dihirup ataupun oral. Kerja
obat dalam bentuk inhalasi lebih cepat untuk influenza yang menyerang paru-paru. Obat ini tidak
disarankan untuk penderita asma dan penyakit paru obstruktif karena dapat menyebabkan kejang
bronkus.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah makan makanan begizi, pemberian vitamin untuk
meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh, menghirup uap hangat yang bisa meredakan hidung
tersumbat dan merendam kaki di air hangat untuk membantu sirkulasi darah.
i. Pencegahan
Pencegahan awal yang paling sederhana yang dapat dilakukan oleh setiap individu adalah
dengan meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh, namun cara pencegahan ini tidak efektif
jika terjadi wabah influenza. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan vaksinasi
influenza. Vaksinasi dapat memberikan perlindungan sekitar 80-90%, terutama jika vaksin
diproduksi dari galur virus endemic. Vaksin menjadi tidak efektif terhadap galur virus influenza
terbaru setelah selang waktu tertentu. Dengan pertimbangan tersebut, vaksin influenza harus
diperbaharui setiap tahun.
H5N1 untuk melakukan mutasi dan membentuk varian-varian baru HPAI-H5N1 inilah yang
dikhawatirkan sehingga dapat menular antara manusia dan manusia.
Virus H5N1 juga bisa mengalami mutasi genetic pada posisi 627 dari gen PB2 yang
mengkode ekspresi polimecace basic protein (Glu627Lys) sehingga bisa menghasilkan Highly
cleavable hemagglutinin yang dapat meningkatkan aktifitas replikasi virus H 5N1 dalam sel
hospesnya. Virus H5N1 juga bisa mengalami substitusi pada nonstructural protein (Asp92Glu),
sehingga menyebabkan H5N1 resisten terhadap interveron dan tumor necrosis factor.
a. Cara penularan
Penularan virus H5N1 pada unggas terjadi secara cepat dengan tingkat kematian tinggi
(mencapai 50%). Penyebaran ini dapat terjadi pada sesama unggas disebuah peternakan dan
dapat menyebar kepeternakan lain.
Penularan virus H5N1 ke manusia terjadi melalui udara yang tercemar virus tersebut, yang berasal
dari saliva, darah, tinja, maupun secret unggas yang terserang virus H 5N1. Manusia bisa terinfeksi
virus H5N1 dari daging unggas bila daging tersebut tidak dimasak secara matang.
Sebagian besar kasus infeksi HPAI-H5N1 pada manusia disebabkan penularan dari unggas ke
manusia. Tidak ada yang ditimbulkan dalam mengkonsumsi daging unggas yang telah dimasak
dengan baik dan matang.
Belum ada bukti penularan dari manusia ke manusia. Masa inkubasi infeksi HPAI-H 5N1
bervariasi sekitar 2-8 hari.
b. Gejala klinis
Gejala klinis infeksi HPAI-H5N1 pada manusia adalah demam tinggi (diatas 30 0C), sakit
tenggorokan, batuk, flu, nyeri otot, sakit kepala, diare, muntah, sakit pada dada, hipotensi,
pendarahan dari hidung dan gusi. Dalam waktu singkat, gejala klinis ini bisa menjadi lebih berat
berupa peradangan di paru, pneumonia berat, dyspnea, takipnea, leupnea, lympopnea,
trombositopnea, peningkatan amino transferase, pernafasan, acute respiratory distress syndrome
(ARDS), pulomonary hemorrhagic dan sepsis. Mortalitas flu burung sangat tinggi dapat
mencapai lebih dari 90%, apabila tidak mendapatkan perawatan yang serius.
c. Diagnosis
Menurut kriteria WHO terdapat 3 macam kategori kasus H5N1 :
1. Kasus tersangka (suspect) adalah seorang yang telah diputuskan oleh pejabat kesehatan
yang berwenang dalam kesehatan masyarakat untuk diinvestigasi mengenai kemungkinan
terinfeksi H5N1 dengan gejala menderita ISPA dengan gejala demam tinggi (temperature
> 380C), batuk dan atau sakit tenggorokan dan atau gangguan pernafasan.
Keadaan yang memungkinkan menjadi tersangka terinfeksi H5N1 :
a.
b.
e. Pencegahan
Upaya yang bisa dilakukan antara lain :
Menggunakan masker pelindung ketika kontak dengan unggas.
Sekret dan tinja unggas harus dibakar agar tidak menjadi sumber penularan bagi
masyarakat sekitar.
Mencuci peralatan yang telah digunakan dengan desinfektan.
Jangan menyembelih unggas yang sakit. Daging dan telur unggas harus dimasak dengan
baik sampai matang.
Menjaga sanitasi lingkungan.
Menjaga kebersihan diri.
c.
d.
e.
f.
dengan bantuan enzim RNA polymerase. Hasil replikasi tersebut digunakan untuk mensintesis
genom RNA baru. Sementara mRNA yang terbentuk akan digunakan untuk sintesis protein viral.
Secara morfologi H1N1 memiliki persamaan dengan vrus H5N1. Virus H1N1 menyebabkan
flu pada babi dan dapat menyebar kemanusia. Virus H1N1 merupakan subtype virus influenza tipe
A dari famili orthomyxoviridae. Virus ini bersifat pathogen pada manusia, unggas, kuda dan
babi.
Virus ini sangat mudah bermutasi dan mampu menyebabkan wabah epidemic dan
pandemic. Virus ini memiliki selubung dengan diameter 80-120 nm, memilki envelope berupa
lipid bilayer yang permukaannya terdapat protein transmembran glikoprotein yaitu
haemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA).
Flu babi (swine influenza/swine flu), adalah penyakit pernafasan akut pada babi yang
sangat menular, yang disebabkan oleh salah satu dari beberapa virus swine influenza.
Morbiditasnya flu babi sangat tinggi namun mortalitas rendah (1-4%), jauh lebih rendah
daripada mortalitas flu burung. Virus menyebar antara babi secara aerosol dan kontak langsung
maupun tidak langsung dengan babi yang sakit atau karier yang asimptomatik. Wabah pada babi
terjadi sepanjang tahun. Dinegara-negara yang mempunyai empat musim, insiden meningkat
pada musim gugur dan musim dingin.
Virus swine influenza yang paling umum adalah subtipe H1N1 . subtipe yang lain seperti
H1N1, H3N1, H3N2 juga beredar pada babi. Babi dapat juga terinfeksi virus avian influenza dan
virus influenza manusia.
Virus babi H3N2 diduga ditularkan pada babi oleh manusia. Kadang-kadang babi dapat
diinfeksi oleh lebih dari satu subtipe, yang memungkinkan gen-gen virus itu melakukan
rekombionasi genetic, yang dapat menghasilkan galur virus influenza baru yang gennya berasal
dari beberapa virus. Walaupun umumnya bersifat khas spesies dan hanya menginfeksi babi,
kadang-kadang virus flu babi dapat melewati barrier spesies yang akhirnya dapat menyebabkan
penyakit pada manusia.
a. Gejala Klinis
Pada babi
Masa inkubasi flu babi antara 1-3 hari. Gejala klinis umumnya terbatas pada saluran
pernafasan, muncul tiba-tiba pada sebagian besar babi dalam satu kandang. Babi tertular
biasanya males bergerak, saling bertumpuk, demam tinggi sampai 41,50 C, rhinitis, lelehan
hidung, bersin, radang selaput mata dan kehilangan berat badan, natuk hebat sampai punggung
membusur, frekuensi nafas tinggi, sulit bernafas dan pernapasan abdominal. Beberapa
berkembang menjadi bronkoppenomonia dan akhirnya mati. Angka kematian yang disebabkan
oleh virus flu babi sekitar 1%.
Pada manusia
wabah infeksi flu babi pada manusia telah banyak di laporkan. Gejala klinis umumnya
menyerupai flu musiman, diantaranya mirip dengan gejala-gejala influenza, termasuk demam,
pegal-pegal seluruh badan, lemas, penurunan nafsu makan, pilek, nyeri tenggorokan, mual,
muntah, dan diare. Gejala klinisnya berupa gejala asimptomatik sampai pneumonia berat yang
dapat mematikan.
Karena gejalanya yang menyerupai flu musiman dan infeksi akut saluran pernapasan,
sebagian besar kasus diketahui dari survey lans flu musiman. Kasus ringan dan asimptomatik
jarang terdeteksi, sehingga dampak sebenarnya infeksi flu babi pada manusia sulit diketahui.
b. Mekanisme Infeksi Pada Manusia
Mekanisme virus H1N1 yang menyerang system pernapasan manusia pada dasarnya melalui
beberapa tahapan yang membentuk siklus, yaitu: (i).perlekatan, (ii) penetrasi, (iii) endositosis,
(iv) pelepasan materi genetic, (v) transkripsi, (vi) perakitan dan (vii) pelepasan virion baru dari
dalam sel yang terinfeksi.
Tahap perlekatan merupakan tahap awal virus masuk kedalam sel. Taham ini melibatkan
reseptpor sel hospes. Reseptor sel yang berperan dalam infeksi virus tersususn atas glikoprotein
atau glikolipid yang mengandung gugus terminal sialyl-galactosyl [Neu5Ac( 2,3)Gal] atau
[Neu5Ac( 2,6)Gal]. kedua reseptor tersebut biasanya disebut 2,3 sialic acid. Pada virus avian
influenza (AI), hemaglutinin virus cenderung berikatan dengan 2,3 asam sialat sedangkan virus
flu manusia berikatan dengan 2,6 asam sialat. Pada kasus flu burung, hemaglutinin virus
c. Diagnosis
Diagnosis klinis umumnya didasarkan pada munculnya beberapa gejala darurat yang
disebabkan oleh virus flu babi. Bila muncul gejala-gelaja yang bersifat gawat darurat, penderita
perlu segera dibawakerumah sakit. Pada anak, tanda-tanda gawat darutat tersebut, antara lain
adalah :
(1) Sesak napas atau kesulitan bernafas
(2) Warna kulit kebiruan
(3)
(4)
(5)
(6)
berat
(7) Demam dengan bercak merah-merah pada kulit
Sedangkan, tanda-tanda gawat darurat pada orng dewasa, antara lain :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
d. Pengobatan
Seperti infeksi virus influenza pada umumnya, sebagian besar infeksi virus H 1N1 dapat
sembuh dalam beberapa hari. Karena itu jika muncul gejala influenza, penderita disarankan
untuk beristirahat dan makan makanan yang bergizi secara teratur. Suplementasi vitamin atau
meningkatkan konumsi buah buahan yang kaya vitamin juga dapat membantu. Pencegahan
infeksi virus ini sebetulnya sederhana, yaitu dengan menjaga kebersihan diri serta menghindari
kontak dengan orang yang sakit. Sering mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan cairan
antiseptic, terutama setelah batuk atau bersin, serta sebelum makan. Selain itu, jngan menyentuh
mulut, hidung, atau mata dengan tangan yang kotor. Untuk penyakit yng berat tetapi tanpa
komplikasi, bisa diberikan asetaminofen, aspirin, ibuprofen atau naproksen. Kepada anak-anak
tidak boleh diberikan aspirin karena resiko terjadinya komplokasi sindrom Reye. Obat lainnya
yang biasa diberikan adalah dekongestan hidung dan penghiruman uap.
Jika infeksi lebih berat, dapat diberikan obat-obat anti viral. Obat ini akan meredakan
gejala dan mencegah komplikasi seperti peneumonia. Saat ini beberapa Negara tersedia obatobat antifirus yang efektif.
Khusus untuk kasus flu babi direkomendasikan pemberian osealtamivir atau zanamivir.
Obat ini sama dengan yang digunakan untuk penanganan flu burung. Obat antiviral tersebut
sebaliknya diberikan tidak lama setelah diaknosis flu burung ditegakkan. Pemberian obat
dilakukan selama lima hari. Untuk orang dewasa, dosis oseal tamivir dalah 75 mg/hari. Karena
efek obatini pad kehamilan belum diketahui sebaiknya hati-hati jika akan diberikan pada ibu
hamil. Namun, selama ini belum ada laporan mengenai efek samping oseal tamivir atau
zanamivir baik pada ibu hamil maupun pada bayi yang kemudian di lahirkan. Bila ada infeksi
bakteri sekunder dapat diobati dengan antibiotic. Bila ditemukan kasus infeksi berat perlu segera
ditangani sesuai dengan penanganan standar kasus gawat darurat infeksi saluran pernapasan.
e. Pencegahan
Flu babi (H1N1) dapat menular dengan cepat dari manusia ke manusia. Kecepatan
penularannya sama dengan kasus influenza biasa sering terjadi di beberapa Negara. Virus flu
babi (H1N1) telah menyebar diseluruh dunia. Bahkan WHO telah menyatakan sebagai pandemic
fase 6 oleh karena itu, perlu kewaspadaan dan peran serta kita semua dalam penceghan dan
penanganan flu babi (H1N1).
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegah flu khususnya flu
babi (H1N1) :
1. Hindari kontang yang terlalu dekat dengan orang yang sedang flu
2. Biasakan cuci tangan dengan teratur menggunakan air dan sabun terutama setelah
kontak dengan pasien flu atau permukaan benda/lingkungan yang mungkin
terkontaminasi
3. Hindari menyenetuh mulut atau hidung anda setelah kontak dengan orang yang sedang
flu
4. Upayakan fentilasi yang cukup dalam ruang atau rumah
5. Jaga pola hidup sehat dengan makan-makanan bergizi seimbang, istirahat/tidur yang
cukup dan olahraga
Vaksinasi merupakan pencgahan yang efektif terhdap influenza. Vaksin influenza terhadap
influenza musiman dan tidak efektif mencegh virus flu babi (H1N1). WHO sedang
engembangkan vaksin flu babi (H1N1) dan diharapkan dapat mencegah wabah virus flu babi
diseluruh dunia.
D. VIRUS PARAINFLUENZA
Virus parainfluenza merupakan virus pathogen yang menyebabkan infeksi pada saluran
pernafasan atas dan saluran pernafasan bagian bawah pada anak-anak dan orang dewasa. Virus
yang termasuk dalam famili Paramyxoviridae ini terdiri dari 4 tipe yaitu parainfluenza 1, 2, 3,
dan 4.
Virus parainfluenza berbentuk sferik atau pleomorfik, mempunyai ukuran yang lebih
besar dari orthomyxovirus, dengan diameter 150-300 nm. Asam nukleat virus parainfluenza
terdiri dari RNA untai tunggal dengan polaritas negative. Partikel virus mempunyai selubung
yang penuh dengan tonjolan glikoprotein hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N).
Beberapa protein structural virus parainfluenza
Protein structural
Hemaglutinin
neuraminidase
(glikoprotein)
Kode
HN
Lokasi
Selubung
Protein fusi
Selubung
Protein matriks
Nukleoprotein
M
NP
Di dalam selubung
Nukleokapsid
Fosfoprotein
Nukleokapsid
Large protein
Nukleokapsid
Fungsi
Penempelan pada
reseptor sel hospes,
aktifitas hemaglutinin
dan neuraminidase
Fusi sel, penetrasi,
hemolysis
Perakitan virus
Membentuk kompleks
dengan asam nukleat
(RNA)
Bagian dari kompleks
RNA polymerase
Bagian dari kompleks
RNA polymerase
a. Patogenesis
Langkah pertama dari proses infeksi virus influenza dimulai dari penempelan virus pada
reseptor asam sialat yang terdapat pada permukaan sel hospes. Penempelan virus parainfluenza
ini diperantarai oleh glikoprotein hemaglutinin dan neuraminidase. Setelah itu protein F
mengkatalisis fusi selubung virus dengan membrane sel hospes, terjadi pelepasan selubung virus
dan nukleokapsid masuk ke dalam sitoplasma sel hospes.
Sintesis protein dimulai dari proses transkripsi mRNA yang berasal dari RNA genom
dengan bantuan RNA dependent RNA polymerase. Genom RNA virus bereplikasi dan diubah
menjadi RNA untai positif dan kemudian ditranskripsi kembali menjadi mRNA untuk
selanjutnya ditranslasi menjadi protein viral.
c. Diagnosis laboratorium
Diagnosis penyakit infeksi virus parainfluenza dapat ditegakkan dengan cara mendeteksi
antigen viral dengan cara radioimunoesai, ELISA, fluoro-imunoesai dan imunofluoresensi.
Spesimen klinik yang digunakan adalah secret nasofaring atau swab tenggorokan.
Pemeriksaan antibody terhadap virus parainfluenza dapat dilakukan dengan uji hambatan
hemaglutinasi. Adanya peningkatan 4 kali titer antibody antara fase infeksi akut dan masa
konvalesen menunjukkan infeksi positif. Walaupun demikian uji serologik memiliki keterbatasan
karena kemungkinan adanya reaksi non spesifik atau bereaksi silang dengan antibodi heterotipik
lainnya.
d. Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap infeksi virus parainfluenza. Terapi suportif
untuk laryngotracheobronchitis bisa saja diberikan antaralain antipiretik dan pelega saluran
pernafasan. Efineprin dan corticosteroid dapat diberikan untuk kasus yang sedang dan berat.
Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara hidup bersih, mencuci tangan dengan cairan
antiseptik dan sabun serta mencegah terjadinya penularan melalui infeksi nosokomial.
Transmisi RSV melalui droplet, muntahan dan kontak langsung dengan penderita serta
seringkali ditularkan secara nosocomial di rumah sakit. Di Amerika Serikat 75.000-125.000 bayi
terinfeksi RSV setiap tahunnya dan sekitar 50-90% yang dirawat dirumah sakit menderita
bronkiolitis.
b. Gejala klinik
Masa inkubasi infeksi RSV berkisar antara 2-8 hari. Gejala pertama yang umumnya
terlihat adalah infeksi saluran pernafasan bagian atas, berupa demam, rhinitis, faringitis dan
infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang ditandai dengan bronkiolitis dan pneumonia.
Gejala lain yang sering ditemukan beberapa hari setelah infeksi saluran pernafasan bagian atas
adalah batuk, tachypnea, hipoksemia dan sianosis. Batuk biasanya dapat berlangsung menetap
kurang lebih selama 3 minggu. Pada bayi sering ditemukan sesak nafas,
laryngotracheobronchitis, rewel dan otitis media. Kasus infeksi yang berat dapat menyebabkan
kelainan kongenital pada hati janin, terutama pada masa kehamilan kurang dari 30 minggu dan
penderita yang imunokompromais.
c. Diagnosis laboratorium
Spesimen klinik berupa bilasan hidung atau swab tenggorokan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi virus penyebab infeksi dengan cara imunofluoresensi dan ELISA. Kultur virus
dapat dilakukan dengan menggunakan sel HeLa, sel Hep-2 dan sel ginjal monyet. Efek sitopatik
dapat dilihat pada sel kultur setelah 2-5 hari.
d. Pengobatan
Belum ada obat yang spesifik untuk infeksi RSV. Pengobatan suportif biasanya dilakukan
dengan pemberian infus, oksigen, bantuan pernafasan. Kortikosteroid dan obat bronkodilator
tidak bermanfaat untuk pengobatan. Pemberian ribavirin, analog guanosin aerosol dapat
diberikan untuk kasus infeksi berat pada bayi premature dan penderita yang imunokompromais.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pola hidup sehat, selalu mencuci tangan dan bagi
para tenaga kesehatan hendaknya menggunakan baju pelindung, sarung tangan, tutup kepala dan
masker.
Imunopropilaksis pasif juga dianjurkan selama imunisasi aktif dengan vaksin RSV belum
tersedia. Pemberian suntikan globulin hiperimun (RespiGam) dapat diberikan pad bayi yang
rentan terhadap RSV pada saat terjadi wabah RSV. Pemberian monoclonal antibody terhadap
protein F (Palivizumab,synagis) dapat diberikan untuk memberikan daya tahan anak-anak
terhadap infeksi RSV.
a. Epidemiologi
Metapneumovirus manusia menyumbang sekitar 10% dari infeksi saluran pernapasan
yang tidak terkait dengan diketahui sebelumnya etiologi agen. Virus tampaknya didistribusikan
di seluruh dunia dan memiliki distribusi musiman dengan insiden sebanding dengan bahwa untuk
influenza virus selama musim dingin. Serologi penelitian telah menunjukkan bahwa pada usia
lima tahun, hampir semua anak telah terkena virus dan reinfections muncul untuk menjadi
umum. Metapneumovirus manusia dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan ringan.
Namun, anak-anak kecil, orang tua dan immunocompromised beresiko penyakit parah dan
dirawat di rumah sakit.
b. Genom
Genomik organisasi hMPV analog dengan RSV, namun hMPV tidak memiliki nonstruktural gen, NS1 dan NS2, dan hMPV antisense RNA genom berisi delapan frame pembacaan
terbuka agar gen sedikit berbeda dari RSV (viz. 3'-NPMF-M2 -SH-GL-5 '). hMPV secara genetik
mirip dengan pneumoviruses burung A, B dan C. jenis tertentu filogenetik analisis hMPV telah
menunjukkan adanya dua garis keturunan genetik utama disebut subtipe A dan B yang
mengandung dalam diri mereka subkelompok A1 / A2 dan B1 / B2 masing-masing.
c. Muiltiplikasi hMPV
Skema representasi dari siklus hidup HMPV . Setelah lampiran virion ke membran
plasma , viral dan plasma membran sekering , sehingga Uncoating dari virion dan rilis RNP
( yang berisi negatif -sense RNA virus ) ke dalam sitoplasma . setelah transkripsi primer, genom
direplikasi untuk menghasilkan antigenome tersebut. Antigenome yang digunakan untuk
mensintesis RNA genom , yang digunakan untuk menghasilkan antigenomes tambahan untuk
dimasukkan ke dalam virion progeni atau sebagai template untuk transkripsi sekunder . Setelah
terjemahan , protein M dan RNPs diangkut intraseluler ke membran plasma dan glikoprotein
virus F ( fusi ) , G ( glikoprotein ) , dan SH ( kecil hidrofobik ) yang diangkut dari retikulum
endoplasma ( ER ) ke aparatus Golgi dan kemudian membran plasma . Akhirnya , virion baru
dirakit dan kemudian dialihkan dari membran plasma dengan proses pemula
d. Gejala klinik
Kebanyakan orang dengan infeksi hMPV memiliki gejala ringan termasuk batuk, pilek
atau hidung tersumbat, sakit tenggorokan dan demam. Penyakit yang lebih parah, dengan mengi,
sesak napas, suara serak, batuk, pneumonia, dan pada orang dewasa, kejengkelan asma, juga
telah dilaporkan. Pada anak-anak muda dari usia 1 tahun, orang tua dan orang-orang yang
memiliki sistem kekebalan tubuh lemah, hMPV dapat menyebabkan penyakit pernafasan yang
lebih serius.
e. Identifikasi
Identifikasi hMPV telah didominasi mengandalkan reverse-transcriptase polymerase
chain reaction (RT-PCR) teknologi untuk memperkuat langsung dari RNA diekstraksi dari
spesimen pernafasan. Pendekatan yang lebih efektif biaya alternatif untuk deteksi hMPV oleh
asam nukleat berbasis pendekatan telah digunakan dan ini termasuk:
1. deteksi antigen hMPV di sekret nasofaring oleh immunofluorescent tes
-antibody
2. penggunaan imunofluoresensi pewarnaan dengan antibodi monoklonal untuk
mendeteksi hMPV di sekret nasofaring dan budaya botol shell
f. Transmisi
Tidak ada studi konklusif untuk saat ini, bagaimanapun, ada kemungkinan bahwa
penularan terjadi melalui kontak dengan sekret yang terkontaminasi, melalui droplet, aerosol,
atau vektor fomite. Infeksi di rumah sakit diperoleh dengan metapneumovirus Manusia telah
dilaporkan.
G. ADENOVIRUS
Virus ini diberi nama adenovirus karena pertama kali diisolasi dari kultur sel jaringan
adenoid manusia. Adenovirus yang ditemukan pada tahun 1953 oleh Rowe dan kawan-kawan
termasuk dalam family Adenovirus, genus Mastadenovirus yang terdiri dari 6 subgrup (A-F)
berdasarkan sifat-sifat hemaglutinasi dan homologi DNAnya. Sekitar 47 serotipe adenovirus
yang menginfeksi manusia telah diisolasi, tetapi serotype yang sering ditemukan adalah tipe 1-8,
11, 21, 35, 37, dan 40.
Struktur genom adenovirus terdiri dari DNA untai ganda memiliki 2 protein utama dan 10
protein structural. Virus ini merupakan virus yang tidak mempunyai selubung, berbentuk
icosahedral dengan 252 kapsomer. Partikel virus terdiri dari 240 hekson dan 12 penton, dimana
kompleks ini bersifat toksik terhadap sel sehingga menyebabkan kematian sel melalui
penghambatan sintesis protein sel hospes.
Adenovirus tahan terhadap kondisi lingkungan, pada pH rendah, enzim empedu dan
enzim proteolitik lainnya, sehingga virus ini dapat bereplikasi dengan baik pada saluran
pernafasan dan saluran pencernaan.
a. Patogenesis
Adenovirus pertama kali menyerang sel epitel mukosa saluran pernafasan dan beberapa
mukosa sel lainnya seperti konjungtiva, gastrointestinal dan saluran genitalia. Penempelan virus
pada sel hospes melalui protein fiber. Setelah virus masuk ke dalam sitoplasma sel hospes, DNA
virus akan meyusup masuk ke dalam nukleus dan terintegrasi pada kromosom sel hospes. Setelah
replikasi dan proses perakitan, virion keluar dari sel untuk selanjutnya menginfeksi sel
sekitarnya.
Replikasi dan multiplikasi adenovirus dalam sel hospes dapat menimbulkan kerusakan sel
hospes berupa :
Tipe : 3, 4, 7, 14
Tipe : 3, 4, 7, 21
Tipe : 7
Tipe : 1, 2, 3, 4, 14, 21
Tipe : 5
Tipe : 8, 19, 37
Tipe : 3, 7, 11
Tipe : 34, 35
Beberapa kelainan klinis yang ditimbulkan oleh infeksi adenovirus antara lain adalah :
1. Infeksi saluran pernafasan, berupa rhinitis, faringitis dengan atau tanpa demam,
tonsillitis, bronchitis, demam pharyngoconjungtival, infeksi pernafasan akut, batuk dan
pneumonia.
2. Infeksi pada mata : Epidemic keratoconjungctivitis (EKC), konjungtivitis folikular akut,
demam demam pharyngoconjungtival.
3. Saluran urogenital : Acute hemorrhagic cystitis, orkitis, nefritis dan oculogenital
syndrome.
4. Gastrointestinal : gastroenteritis, mesenteric adenitis, hepatitis, appendiksitis dan diare
dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan yang disebabkan oleh virus lainnya.
5. Infeksi sistemik yang disebabkan oleh adenovirus walaupun jarang ditemukan antara
lain : meningitis, ensefalis, artritis, miokarditis, pericarditis dan hepatitis.
c. Pencegahan
Tindakan pencegahan penting untuk dilakukan terutama bagi para tenaga kesehatan yang
merawat penderita, desinfeksi kolam renang umum, sterilisasi peralatan dan alat bantu medis,
kebiasaan mencuci dan berprilaku hidup sehat.
Pemberian imunisasi dapat dilakukan dengan vaksin oral untuk adenovirus tipe 4, 7, 21
yang telah tersedia.
H. RHINOVIRUS
Rhinovirus merupakan virus RNA untai tunggal yang tidak berselubung termasuk dalam
family Picornaviridae. Virus ini menjadi penyebab penting penyakit selama (common cold) dan
infeksi saluran pernafasan bagian atas. Rhinovirus dapat dibedakan dari Picornavirus lainnya
karena dapat diinaktifkan dengan pH rendah (pH 3-5) dan replikasinya dapat dihambat pada shuu
370C. Virus ini lebih stabil pada suhu 500C pada pH netral.
Manusia merupakan hospes alamiah rhinovirus. Satu-satunya binatang yang peka
terhadap rhinovirus adalah simpanse. Rhinovirus galur H hanya berkembang biak lebih stabil
pada sel manusia dari pada galur M yang juga dapat berkembang biak pada sel kera. Setelah
rhinovirus masuk melalui saluran hidung, virus berkembangbiak dalam sel munkosa faring dan
nasal dan kemudian timbul antibody spesifik (IgM, IgG dan IgA), akan tetapi jarang
menimbulkan penyakit. Beberapa tipe rhinovirus dapat menginfeksi binatang, tapi tidak
menimbulkan penyakit. Hanya biakan sel dan biakan jaringan yang dapat digunakan untuk
percobaan.
a. Gejala klinik
Infeksi rhinovirus pada manusia hanya terjadi pada saluran pernafasan yang
menimbulkan gejala flu babi biasa (common cold). Masa inkubasi berkisar antara 2-4 hari.
Gejala umum yang sering terjadi adalah sakit kepala, bersin, suara parau, malaise, hidung terasa
tersumbat, batuk, trakeobronkitis dan jarang disertai demam. Rhinovirus juga dihubungkan
dengan beberapa kasus bronkopneumonia pada anak-anak dan remaja.
b. Diagnosis laboratorium
Isolasi virus dari secret nasofaring merupakan cara yang praktis dan dianjurkan.
Spesimen klinik berupa sekret nasofaring disimpan dalam suhu dingin selama 0,5-3,5 jam untuk
mengurangi infektifitas virus. Untuk isolasi pertama rhinovirus bisa dibiakan pada kultur sel dari
ginjal embrio manusia, kultur sel diploid manusia antara lain sel WI-26 dan WI-38, atau sel
HeLa R. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal umumnya rhinovirus dibiakan
berulang menggunakan medium dengan pH netral dan diinkubasi pada suhu 330C. Efek sitopatik
rhinovirus terhadap kultur sel dapat diamati pada minggu pertama dan sering terjadi setelah 48
jam yang ditandai dengan adanya proses pembulatan sel yang bersifat refraktil dan dapat
disimpan sampai 2 minggu. Diferensiasi rhinovirus dengan enterovirus lain berdasarkan efek
sitopatik yang ditimbulkan pada kultur sel sukar dilakukan, meskipun kecepatan timbulnya efek
sitopatik pada rhinovirus tidak tahan pada pH 3 dan resisten terhadap pemanasan pada suhu 56 0C
selama 30 menit dengan adanya MgCl2, sedangkan enterovirus tahan pada medium dengan pH
asam. Deteksi cepat dapat dilakukan dengan pemeriksaan serologi, ELISA dan imunofluoresensi.
I. SARS CO VIRUS
Pada akhir tahun 2002 sindrim penyakit baru yang menyerang saluran pernapasan telah melanda
di Guandong China. Sindrom ini kemudian dikenal dengan sindrom pernapsan akut berat (severe
acute respiratory syndrome). Penyakit yang kemudian menyebar ke beberapa Negara Asia,
Amerika Utara dan Uni Eropa.
Virus SARS yang menginfeksi manusia diduga berasal dari tupai liar (paguma larvata)
yang umumnya diburu dan dijadikan makanan di beberapa daerah di China. Sekitar sepertiga
orang China yang terinfeksi virus SARS diketahui sebagai pekerja dan pelayan restoran yang
menjual daging tupai liar. Dari beberapa orang diantara pekerja makanan tersebut pertama kali
dikonfirmasi terinfeksi virus SARS. Beberapa ilmuan dari Universitas Hongkong membuktikan
bahwa virus SARS yang diisolasi dari penderita penyakit SARS sama dengan virus yang
diisolasi dan diidentifikasi dari beberapa binatang termasuk tupai liar yang dijual dipasar
makanan yang ada di Guandong China.
Sindrom penyakit ini ditandai dengan demam tinggi (380 C), sakit kepala, malaise dan rasa
sakit sekujur tubuh. Gejala awal penyakit biasanya ringan pada beberapa hari, akan tetapi setelah
itu gejala penyakit menjadi berat yang ditandai oleh batuk kering dan kesulitan bernafas.
Kegagalan pernafasan dapat menyebabkan kematian, dengan mortalitas antara 3-30% kasus.
Dalam pemeriksaan laboratorium terlihat penurunan kadar limfosit dan peningkatan kadar
aktifitas amonitransferase, yang menunjukan adanya gangguan pada hati.
Pada wabah yang pertama terjadi pada bulan April-Juni 2003, sekitar 8000 kasus infeksi
SARS diseluruh dunia dan 775 diantaranya meninggal dunia.
Virus SARS diidentifikasi dengan membiakkannya pada kultur sel Vero E6 dan galur
coronavirus baru telah ditemukan pada penderita. Virus ini memiliki genom sepanjang 29.727
pasang basa, dengan 11 open reading frame (ORF). Walaupun sekuen nukleutidanya mirip
dengan coronavirus, tetapi terdapat perbedaan yang cukup untuk memberi nama coronavirus
baru pada virus ini dengan nama SARS-coV.
Struktur genom virus SARS, mirip dengan coronavirus, terdiri dari 5-replikase (rep), spike
(S), envelope (E), membrane (M), nucleokapsid (N)-3 dan fragmen pendek pada kedua terminal.
Gen replikase (rep), merupakan dua pertiga dari genom virus SARS, dan memiliki 2 nuah ORF
yang mengkode protease dan poliprotein. Sembilan ORF lainnya mengkode protein unik yang
dimiliki virus SARS yang tidak terdapat pada coronavirus lain.
Coronavirus yang berukuran sekitar 100 nm, merupakan virus RNA yang terbesar
diantara golongan virus RNA. Coronavirus yang mempunyai materi genetik RNA untai tunggal
dengan polaritas positif dapat menimbulkan infeksi pada saluran pernafasan manusia dan hewan.
Struktur coronavirus terdiri dari nukleokapsid heliks, mempunyai selubung dan
mempunyai tonjolan besar (spike) glikoprotein dipermukaannya, yang disebut dengan corona,
sesuai dengan nama coronavirus.
pencernaan sehingga menyebabkan diare. Virus juga dapat menginfeksi telinga tengah dan
beberapa kasus berat dapat menimbulkan pneumonia.
b. Replikasi
Replikasi dari Coronavirus dimulai saat ia mengambil tempat dalam sitoplasma. Coronavirus
melekat pada reseptor sel sasaran melalui duri glikoprotein pada selubung virus (melalui E2 atau
E3). Coronavirus manusia dan tikus memakai reseptor yang tidak saling berhubungan. Reseptor
untuk Coronavirus manusia adalah N aminopeptidase, sedangkan isoform majemuk dari antigen
karsinoembrionik yang berkaitan dengan famili glikoprotein, bertindak sebagai reseptor untuk
koronavirus tikus. Kemudian partikel diinternalisasi, kemungkinan melalui endositosis absorptif.
Glikoprotein E2 dapat menyebabkan penyatuan selubung virus dengan selaput sel.
Peristiwa pertama setelah pelepasan selubung adalah sintesis polimerase RNA yang
bergantung pada RNA spesifik virus yang merekam RNA komplementer (untai-minus) dengan
panjang penuh. Hal ini bertindak sebagai cetakan untuk suatu set kumpulan dari 5-7 mRNA
subgenomik. Dengan diterjemahkannya masing-masing mRNA subgenomik ke dalam
polipeptida tunggal, prekursor poliprotein tidak lazim pada infeksi koronavirus. Kemungkinan
RNA genomic menyandi suatu poliprotein besar yang diolah untuk menghasilkan polymerase
RNA virus.
Molekul RNA genomik yang baru disintesis dalam sitoplasma berinteraksi dengan protein
nukleokapsid membentuk nukleokapsid heliks. Nukleokapsid bertunas melalui selaput retikulum
endoplasmik kasar dan apparatus Golgi pada daerah yang mengandung glikoprotein virus. Virus
matang kemudian dibawa dalam vesikel ke bagian tepi sel cuntuk keluar atau menunggu hingga
sel mati untuk dilepaskan. Virion tidak dibentuk melalui pertunasan pada selaput plasma.
Sejumlah besar partikel dapat terlihat pada permukaan luar sel yang terinfeksi dan kemungkinan
diadsorbsi setelah virion dilepaskan. Beberapa Coronavirus lebih sering menimbulkan infeksi sel
yang menetap daripada sitosidal.
c. Epidemiologi
Sebagian besar penduduk mempunyai antibody terhadap coronavirus, akan tetapi infeksi
ulang seringkali terjadi. Hal ini menunjukkan sirkulasi berbagai serotype virus pada populasi
penduduk. Sebagaimana wabah virus yang menyerang saluran pernafasan lainnya, coronavirus
dapat mewabah biasanya pada saat musim dingin.
d. Diagnosis
Umumnya infeksi coronavirus sulit dideteksi dan merupakan penyakit yang dapat
sembuh dalam beberapa hari. Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan serologi atau
mikroskopi electron. Tidak ada pengobatan yang spesifik, tirah baring dan makanan bergizi
mempercepat proses penyembuhan. Penggunaan obat-obat bebas untuk mengurangi gejala
penyakit juga bisa diberikan.
d. Pengobatan
Belum ada pengobatan yang spesifik untuk kasus SARS, kecuali memberikan terapi
suportif dan cara perawatan penderita dengan mengisolasi penderita yang dirawat dirumah sakit
khusus untuk penderita infeksi virus SARS. Obat antivirus yang dikembangkan ditujukan untuk
menghambat fungsi dari protease yang berperan penting dalam pathogenesis virus. Pemberian
obat kortikosteroid dikombinasikan dengan ribavirin dapat dilakukan untuk encegah keparahan
penyakit.
Belum ada vaksin untuk pencegahan virus SARS atau coronavirus karena sukar untuk
mendapatkan vaksin yang ideal disebabkan oleh mudahnya virus SARS atau coronavirus
tersebut bermutasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/doc/213947007/Infeksi-Virus-Pada-Saluran-Nafas#scribd
http://artikelrisna.blogspot.co.id/2012/10/penyakit-penyakit-pada-sistem-pernapasan.html
http://putritapsir.blogspot.co.id/2013/05/laporan-pendahuluan.html
https://hendrosmk.wordpress.com/2011/08/12/penyakit-sistem-pernafasan-respirasi/
http://qtynk.blogspot.co.id/2011/12/virus-pada-saluran-pernapasan-atas.html
http://sumber93.blogspot.co.id/2015/05/asuhan-keperawatan-pada-neonatus-dengan.html