Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

Ruptur uterine adalah keadaan yang mengancam kehidupan darurat obstetrik ditemui jarang di
departemen darurat di mana diagnosis sering terlewat atau tertunda akan menyebabkan kematian
ibu dan janin dan / atau morbiditas. Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang
berasal dari faktor ibu seperti perawatan ibu miskin, sosial ekonomi yang tidak memadai dan
kondisi lingkungan yang serba kekurangan, aksesibilitas miskin untuk layanan kesehatan dan
kebiasaan gizi buruk. Faktor kontribusi yang lain seperti usia ibu ekstrem ( terlalu muda atau
terlalu tua ) dan terlalu banyak kelahiran di dalam interval pendek dan dengan penyulit
kehamilan ruptur uteri dan diabetes melitus. Studi yang dilakukan di negara berkembang
memberikan bukti kuat bahwa ruptur uteri adalah masalah kesehatan utama di negara-negara
dengan daerah pedesaan dalam.1,2
Perdarahan masih merupakan trias penyebab kematian maternal tertinggi, di samping pre
eklampsi/eklampsi dan infeksi. Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang
terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan
gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada
kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahanpada
persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran. Terjadinya rupture uteri pada
seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan suatu bahaya besar yang mengancam
jiwanya dan janinya. Sebuah tinjauan di negara maju tentang rupture uteri mengatakan bahwa
dampak pada wanita dengan operasi caesar sebelumnya melaporkan peningkatan risiko ruptur
dan kematian perinatal. 2.3
Kematian ibu dan anak akibat rupture uteri masih tinggi. Sebuah kajian deskriptif
tentang profil kematian janin dalam rahim mendapatkan 168 kasus kematian janin dalam rahim
dari 2974 persalinan. Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi oleh karena faktor ibu
yaitu ibu dengan penyulit kehamilan ruptur uteri dan penyulit medis diabetes melitus. Maka
sebab itulah dibuat referat ini untuk membahas lebih lanjut mengenai rupture uteri, faktor
resikonya, etiologinya, bagaimana mendiagnosisnya serta penatalaksanaannya. 1,3

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Ruptur Uterine merupakan robekan dari dinding rahim selama kehamilan atau persalinan. Ruptur uterine pada
uterus yang tidak ada parut sebelumnya biasanya mengakibatkan kematian bayi, kerusakan pada rahim dan
kadang-kadangbahkan kematian ibu dari kehilangan darah . Kerusakan pada uterus kadang-kadang bisa
diperbaiki dan histerektomi diperlukan. Yang dimaksud dengan ruptur uteri komplit adalah keadaan
robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga
peritoneum. Peritoneum viserale dan kantong ketuban keduanya ikut ruptur dengan demikian
janin sebagian atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam
kavum peritonei atau rongga abdomen.Pada ruptura uteri inkomplit hubungan kedua rongga
tersebut masih dibatasi oleh peritoneum viserale. Pada keadaan yang demikian janin belum
masuk ke dalam rongga peritoneum. 1,4

2.2 KLASIFIKASI
A. Menurut sebabnya dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah kerusakan atau anomali uterus yang telah
ada sebelum hamil seperti., pembedahan pada miometrium yakni seksio sesarea atau histerektomi,
histerorafia, miomektomi yang sampai menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada kornu
uterus atau bagian interstisial, metroplasti., trauma uterus koinsidensial : instrumentasi sendok kuret
atausonde pada penanganann abortus, trauma tumpul atau tajamseperti pisau atau peluru, ruptur tanpa
gejala pada kehamilan sebelumnya (silent rupture in previous pregnancy)., kelainan bawaan seperti
kehamilan dalam bagian rahim (born) yang tidak berkembang. Yang kedua adalah kerusakan atau
anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan.seperti sebelum kelahiran anak yakni his spontan yang kuat
dan terus menerus, pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk merangsang persalinan, trauma luar
tumpul atau tajam, versi luar, pembesaran rahim yang berlebihan misalnya hidramnion atau kehamilan
ganda, dalam periode intrapartum, versi-ekstraksi, ekstraksi cunam yang sukar, ekstraksi bokong,
anomali janin yang menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah rahim,tekanan kuat pada
uterus dalam persalinan, kesulitan dalam melakukan manual plasenta dan Cacat rahim yang didapat
seperti plasenta inkreta atau perkreta,neoplasia trofoblas, gestasional, adenomiosis, retroversiouterus
gravidus inkarserata.1.3

B. Menurut Lokasinya yakni pertama adalah korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ),miemektomi. Kedua Segmen bawah rahim
( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah
regang dan tipisdan akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya. Ketiga Serviks uteri ini biasanya
terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forseps atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum
lengkap Keempat adalah Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina.1,3

C. Menurut etiologinya adalah .Ruptur uteri spontanea yang dapat terjadi akibat dinding rahim yang lemah
seperti pada bekas operasi sesar, bekas miomektomi, bekas perforasi tindakan kuret atau bekas tindakan
plasenta manual. Rupture uteri spontan dapat pula terjadi akibat peregangan luar biasa dari rahimseperti
pada ibu dengan panggul sempit, janin yang besar, kelainan kongenital dari janin, kelainan letak janin,
grandemultipara dengan perut gantung (pendulum) serta pimpinan persalinan yang salah. Yang kedua
adalah Ruptur uteri violent dapat terjadi akibat tindakan- tindakan seperti misalnya Ekstraksi forceps,
versi dan ekstraksi ,embriotomi ,braxtonhicks version, manual plasenta,kuretase ataupun trauma tumpul
dan tajam dari luar.1,3

2.3 ETIOLOGI
Etiologi berdasarkan pasien yang berisiko tinggi antara lain adalah persalinan yang mengalami
distosia, grande multipara, penggunaan oksitosinatau prostaglandin untuk mempercepat
persalinan, pasien hamil yang pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah seksiosesarea atau
operasi lain pada rahimnya, pernah histerorafi, pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas
seksio sesarea, dan sebagainya. Pada keadaan tertentu seperti ini dapat dipilih elective cesarean section
(ulangan) untuk mencegah ruputura uteri dengan syarat janin sudah matang.1,2

2.4 PATOFISIOLOGI

Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar yaitu corpus uteri dan serviks uteri. Batas
keduanya disebut isthmus uteri pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira
kurang lebih 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran cavum uteri, makan
mulailah terbentuk segmen bawah rahim isthmus ini. Batas antara corpus yang kontraktil dan
segmen bawah rahim yang pasif disebut lingkaran van bandl. Lingkaran ini dianggap fisiologis
bila terdapat 2-3 jari diatas simfisis.1-3
Saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi. Dengan demikian,dinding
korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih
kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke dalam segmen bawah
rahim. Segmen bawah rahim menjadi lebih lebar dan karenanya dindingnya menjadi lebih tipis
karena tertarik keatas oleh kontraksi segmen atas rahim yang kuat, berulang dan sering sehingga
lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi.Apabila bagian
terbawah janin tidak dapat turun oleh karena suatu sebab (misalnya : panggul sempit atau kepala
besar) maka volume korpus yang bertambah mengecil pada waktu ada his harus diimbangi
perluasan segmen bawa rahim ke atas.1-3
Dengan demikian lingkaran retraksi fisiologis semakin meninggi kearah pusat melewati
batas fisiologis menjadi patologis yang disebut lingkaran bandl (ring vanbandl). Ini terjadi
karena, rahim tertarik terus menerus kearah proksimal tetapi tertahan dibagian distalnya oleh
serviks yang dipegang ditempatnya oleh ligamentum-ligamentum pada sisi belakang
(ligamentum sakrouterina), pada sisi kanan dan kiri (ligamentum cardinal) dan pada sisi dasar
kandung kemih (ligamentumvesikouterina). Jika his berlangsung terus menerus kuat, tetapi
bagian terbawah janin tidak kunjung turun lebih ke bawah, maka lingkaran retraksi semakin lama
semakin tinggi dan segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas dan dindingnya menjadi sangat
tipis. Ini menandakan telah terjadi rupture uteri iminens dan rahim terancam robek.Pada saat
dinding segmen bawah rahim robek spontan dan his berikutnya datang,terjadilah perdarahan
yang banyak (rupture uteri spontanea).1-3

Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea lebih sering terjadi terutama pada parut pada
bekas seksio sesarea klasik dibandingkan pada parut bekas seksio sesarea profunda. Hal ini
disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang tenang pada saat nifas memiliki
kemampuan sembuh lebih cepat sehingga parut lebihkuat. Ruptur uteri pada bekas seksio klasik
juga lebih sering terjadi pada kehamilantua sebelum persalinan dimulai sedangkan pada bekas
seksio profunda lebih sering terjadi saat persalinan. Rupture uteri biasanya terjadi lambat laun
pada jaringan-jaringan di sekitar luka yang menipis kemudian terpisah sama sekali. Disini
biasanya peritoneum tidak ikut serta, sehingga terjadi rupture uteri inkompleta. Pada peristiwa ini
perdarahan banyak berkumpul di ligamentum latum dan sebagian lainnya keluar.1-3

Gambar 1. Perubahan cincin retraksi1

2.5 Gejala Klinis1

a) Gejala saat ini :


- nyeri abdomen dapat tiba-tiba, tajam dan seperti disayat pisau. Apabila terjadi ruptur
sewaktu persalinan, konstruksi uterus yang intermitten, kuat dapat berhenti dengan
-

tiba-tiba. Pasien mengeluh nyeri uterus yang menetap.


perdarahan pervaginam dapat simptomatik karena perdarahan aktif dari pembuluh

darah yang robek.


berhentinya persalinan dan syok
nyeri bahu dapat berkaitan dengan perdarahan intraperitoneum

2.6 Diagnosis1
Ruptura uteri iminens mudah dikenal pada Ring van Bandl yang makin tinggi dan segmen
bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu yang gelisah takut karena nyeri abdomen atau his
kuat yang berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat janin. Gambaran klinik ruptura uteri
adalah khas sekali. Oleh sebab itu pada umumnya tidak sukar menetapkan diagnosisnya atas
dasar tanda-tanda klinik yang telah diuraikan. Untuk menetapkan apakah ruptura uteri itu
komplit perlu dilanjutkan dengan anamnesis, palpasi, auskultasi dan periksa dalam.
a) Anamnesis
-

His kuat, pasien sangat kesakitan, menjerit seolah-olah perutnya robek kemudian jadi
gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.

Pernafasan jadi dangkal dan cepat

Muntah karena rangsangan peritoneum

Syok, nadi kecil dan cepat bahkan tidak teratur, tekanan darah turun

Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tidak banyak apalagi bila bagian
terdepan atau kepala sudah turun dan menyumbat jalan lahir.

Kadang-kadang terasa nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan bahu

Kontraksi uterus biasanya hilang

Mula-mula terdapat defens muscular kemudian perut menjadi kembung dan


meteoristis (paralisis khusus)

Riwayat penyakit dahulu: riwayat paritas tinggi, pembedahan uterus sebelumnya,


seksio sessaria atau miomektomi

b) Pemeriksaan umum

Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan darah akut, biasanya
perdarahan eksterna dan perdarahan intra abdomen.
c) Inspeksi
- Bandls ring
- Ibu gelisah karena his kuat berkelanjutan
d) Pemeriksaan abdomen
- Sewaktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau perubahan kontur uterus yang
tiba-tiba dapat menunjukkan adanya ekstrusi janin. Kontraksi uterus dapat berhenti
dengan mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang.
Sewaktu atau segera melahirkan, abdomen sering sangat lunak, disertai dengan nyeri

lepas mengindikasikan adanya perdarahan intraperitoneum.


e) Palpasi
-

Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan emfisema subkutan

Bila kepala janin belum turun, akan lebih mudah dilepaskan dari pintu atas panggul

Bila janin sudah keluar dari cavum uteri dan berada di rongga perut maka teraba
bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya teraba uterus
seperti bola keras sebesar kelapa.

Nyeri tekan pada perut terutama bagian yang robek

f) Auskultasi
-

Biasanya denyut jantung janin sulit bahkan tidak terdengar lagi beberapa menit
setelah ruptur, apalagi bila plasenta ikut lepas dan masuk ke rongga perut.

g) Pemeriksaan pelvis
- Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi
terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi ke dalam rongga
-

peritoneum.
Perdarahan pervaginam mungkin hebat.
Ruptur uteri setelah melahirkan dikenali melalui eksplorasi manual segmen uterus
bagian bawah dan kavum uteri. Segmen uterus bagian bawah merupakan tempat
yang paling lazim dari ruptur.

h) Pemeriksaan dalam

Kepala janin yang sebelumnya sudah turun kebawah, dengan mudah dapat didorong
keatas. Tindakan ini dapat menyebabkan keluarnya darah pervaginam agak banyak.

Jika rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau
jari pemeriksa dapat melalui robekan akan teraba usus, omentum dan bagian-bagian
janin.

Pada ruptur uteri komplit jari-jari tangan pemeriksa dapat menemukan beberapa hal
berikut:
-

jari jari tangan dalam bisa meraba permukaan rahim dan dinding perut yang licin
dapat meraba pinggir robekan, biasanya terdapat pada bagian depan disegmen

bawah rahim
dapat memegang usus halus atau omentum melalui robekan
dinding perut ibu dapat ditekan menonjol ke atas oleh ujung-ujung jari-jari tangan
dalam sehingga ujung jari-jari tangan luar saling mudah meraba ujung jari-jari
tangan dalam.

Katerisasi
Hematuri yang hebat karena robekan pada kandung kemih

Gambar 2: Ring van Bandl

2.7 Penanganan1
Dalam menghadapi masalah ruptura uteri semboyan pencegahan sangat perlu diperhatikan
dan dilaksanakan oleh setiap pengelola persalinan dimana pun persalinan itu berlangsung.
Pasien risiko tinggi haruslah dirujuk agar persalinannya berlangsung di rumah sakit yang
mempunyai fasilitas yang cukup dan berpengalaman. Bila telah terjadi ruptura uteri tindakan
terpilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan infus
cairan kristaloid dan transfusi darah yang banyak, tindakan antisyok, serta pemberian
antibiotika spektrum luas, dan sebagainya.Tindakan-tindakan pada ruptur uteri :
a. Histerektomi
Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim dan uterus) pada seorang
wanita, sehingga setelah menjalani operasi ini dia tidak bisa lagi hamil dan mempunyai
anak. Histerektomi dapat dilakukan melalui irisan pada bagian perut atau melalui vagina.
Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis penyakit yang
mendasari, dan berbagai pertimbangan lainnya.Ada beberapa jenis histerektomi yang
perlu kita ketahui. Berikut ini adalah penjelasannya :

Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, rahim diangkat, tetapi
mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat
terkena kanker mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear

(pemeriksaan leher rahim) secara rutin.


Histerektomi total. Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara

keseluruhannya.
Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Histerektomi ini mengangkat
uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopii, dan kedua ovarium.

Histerektomi radikal. Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan, dan
kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa
jenis kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa penderita.

Gambar 3: Macam Histerektomi


b. Histerorafi
Histerorafi adalah tindakan operatif dengan mengeksidir luka dan dijahit dengan sebaikbaiknya. Jarang sekali bisa dilakukan histerorafia kecuali bila luka robekan masih bersih
dan rapi pasiennya belum punya anak hidup.

c. Penanganan ruptura uteri menurut Sarwono Prawirohardjo :

Berikan seera cairan isotonik (ringer loktat atau garam fisiologis) 500 ml dalam
15-20 menit dan siapkan laparotomi

Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan

kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan


Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan,

lakukan reparasi uterus


Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkhawatirkan

lakukan histerektomi
Antibiotika dan serum anti tetanus
Bila terdapat tanda-tanda infeksi segera berikan antibiotika spektrum luas. Bila
terdapat tanda-tanda trauma alat genetalia/luka yang kotor, tanyakan saat terakhir
mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis tidak dapat memastikan
perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5
ml IM

2.8 Komplikasi1
Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat infeksi adalah
dua komplikasi yang fatal pada peristiwa ruptura uteri. Syok hipovolemik terjadi bila
pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam
waktu yang cepat digantikan dengan transfusi darah segar. Darah segar mempunyai
kelebihan selain menggantikan darah yang hilang juga mengandung semua unsur atau
faktor pembekuan dan karena itu lebih bermanfaat demi mencegah dan mengatasi
koagulopati dilusional akibat pemberian cairan kristaloid yang umumnya banyak
diperlukan untuk mengatasi atau mencegah gangguan keseimbangan elektrolit antar
kompartemen cairan dalam tubuh dalam menghadapi syok hipovolemik.
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptura uteri telah
terjadi sebelum tiba di rumah sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk
periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak segera memperoleh
terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita peritonitis yang luas
dan menjadi sepsis pasca bedah. Sayangnya hasil pemeriksaan kultur dan resistensi
bakteriologik dari sampel darah pasien baru diperoleh beberapa hari kemudian.
Antibiotika spektrum luas dalam dosis tinggi biasanya diberikan untuk mengantisipasi
kejadian sepsis. Syok hipovolemik dan sepsis merupakan sebab-sebab utama yang
meningkatkan angka kematian maternal dalam obstetrik. Meskipun pasien bisa
diselamatkan, morbiditas dan kecacatan tetap tinggi.

Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus yang belum punya anak hidup
meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam. Jalan keluar bagi kasus
ini untuk mendapatkan keturunan tinggal satu pilihan melalui assisted reproductive
technology termasuk pemanfaatan surrogate mother yang hanya mungkin dikerjakan pada
rumah sakit tertentu dengan biaya tinggi dan dengan keberhasilan yang belum
sepenuhnya menjanjikan serta dilema etik. Kematian maternal dan/atau perinatal yang
menimpa sebuah keluarga merupakan komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.
2.9 Pencegahan2
Ruptur uteri tidak dapat diprediksi antara perempuan yang menginginkan percobaan
persalinan untuk VBACs, jadi persiapan konstan diperlukan. Menskrining pasien sangat
membantu dalam beberapa kasus. Pada pasien dengan sayatan klasik sebelumnya,
persalinan secara bedah harus direncanakan sebelum diketahui bahwa persalinan spontan
mungkin terjadi. Dokter juga harus meninjau riwayat kesehatan wanita untuk faktor yang
terkait dengan meningkatnya insiden ruptur dan memberikan pemahaman yang
seimbang dari risiko yang terkait, manfaat, alternatif, dan probabilitas keberhasilan.
Selama percobaan persalinan, denyut jantung janin harus dipantau terus menerus karena
ini bisa menjadi satu-satunya indikasi ruptur yang akan terjadi. Pasien harus di KIE
untuk segera pergi ke rumah sakit pada awal kontraksi dan seharusnya tidak
diperbolehkan untuk bersalin tanpa pemantauan di rumah. Dokter juga disarankan untuk
meninjau sumber rumah sakit mereka dengan hati-hati untuk menangani komplikasi yang
akan muncul seperti ruptur uteri. Banyak dokter keluarga mengandalkan konsultasi dari
orang lain untuk kelahiran secara sesar, yang dapat menunda operasi dalam kasus-kasus
darurat. Salah satu aspek penting dari pencegahan adalah mengatur dan
mengkonfirmasikan bedah back-up sebelum keadaan darurat seperti ruptur uteri terjadi,
atau merujuk pasien ke pusat kesehatan di mana perawatan lebih intens tersedia.
2.10 Prognosis1
Prognosis bergantung pada apakah ruptur uteri pada uterus yang masih utuh atau pada bekas
seksio sesaria. Bila terjadi pada bekas seksio sesaria perdarahan yang terjadi minimal
sehingga tidak sampai menimbulkan kematian maternal dan kematian perinatal. Faktor lain
yang mempengaruhi prognosa adalah:

Diagnosa serta pertolongan yang cepat dan tepat menentukan kecepatan pasien

menerima tindakan bantuan yang tepat.


Kondisi umum pasien.
Jenis ruptur dan keadaan arteri. Ruptura uteri spontan dalam persalinan pada rahim
yang tadinya masih utuh mengakibatkan robekan yang luas dengan pinggir luka yang
tidak rata dan bisa meluas ke lateral dan mengenai cabang-cabang arteri uterina atau
ke dalam ligamentum latum atau meluas ke atas atau ke vagina disertai perdarahan
yang banyak dengan mortalitas maternal yang tinggi dan kematian yang jauh lebih

tinggi.
Fasilitas tempat pertolongan, penyediaan cairan dan darah yang cukup
Keterampilan operator dan jenis anestesi
- Antibiotika yang tepat dan cukup
- Perawatan post operatif

BAB V
RINGKASAN
Untuk menetapkan apakah ruptura uteri itu komplit perlu dilanjutkan dengan anamnesis, palpasi,
auskultasi dan periksa dalam. Dalam menghadapi masalah ruptura uteri semboyan pencegahan
sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelola persalinan dimana pun
persalinan itu berlangsung. Pasien risiko tinggi haruslah dirujuk agar persalinannya berlangsung
di rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang cukup dan berpengalaman. Bila telah terjadi
ruptura uteri tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai.
Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat infeksi adalah dua komplikasi
yang fatal pada peristiwa ruptura uteri. Pada pasien dengan sayatan klasik sebelumnya,
persalinan secara bedah harus direncanakan sebelum diketahui bahwa persalinan spontan

mungkin terjadi. Prognosis bergantung pada apakah ruptur uteri pada uterus yang masih utuh
atau pada bekas seksio sesaria.

DAFTAR PUSTAKA
1. Priscilla Samuel. Referat Ruptur Uteri Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan
Kandungan Fakultas Kedokteran Ukrida. Di akses 28 Oktober 2015
2. Kevin S. Toppenberg, M.D., William A. Block, JR., M.D. American Family Physician
September 1, 2002/Volume 66, Number 5
3. R D Abubakar, Maijaiya, A P Aboyeji. Uterine Rupture. Post graduate Caribbean. Volume
21 Number 3.
4. Al-Zirqi, B Stray-Pedersen, L Forsen, S Vangen. Uterine rupture after previous caesarean
section. BJOG An International Journal of Obstetrics and Gynaecology. 24 March 2010.

Anda mungkin juga menyukai