Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

Morning sickness merupakan gejala yang wajar dan sering terjadi pada kehamilan
trimester pertama. Istilah morning sickness dikenal karena biasanya terjadi pada pagi
hari, walaupun dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Diperkirakan mual dan
muntah pada kehamilan ini terjadi pada sekitar 50-90% ibu hamil. Gejala-gejala ini
terjadi kurang lebih 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama
kurang lebih 10 minggu. Mual muntah pada kehamilan biasanya dimulai pada umur
kehamilan 9-10 minggu, dan mencapai puncaknya pada umur kehamilan 11-13 minggu,
kemudian menurun pada umur kehamilan 12-14 minggu. Pada sekitar 1-10% kehamilan
mual muntah dapat berlanjut sampai umur 20-22 minggu.1
Mual dan muntah pada kehamilan dikatakan merupakan suatu mekanisme
pertahanan dari ibu dan embrio untuk melindungi diri dari bahaya yang terdapat pada
makanan, seperti mikroorganisme pada daging dan toksin pada tumbuhan yang dapat
mengganggu proses embriogenesis. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang
menyatakan bahwa wanita hamil dengan mual-muntah memiliki risiko lebih rendah
dalam terjadinya kematian janin dalam rahim maupun abortus.1,2
Namun apabila mual muntah dalam kehamilan tersebut terjadi berlebihan maka
dapat menimbulkan berbagai penyulit. Sampai saat ini belum ada standarisasi mengenai
definisi dari hiperemesis gravidarum dan belum ada ada batasan yang jelas mengenai
berapa jumlah muntah yang terjadi pada hiperemesis gravidarum. Namun hampir semua
kepustakaan intinya menyatakan bahwa hiperemesis gravidarum adalah muntah
berlebihan pada kehamilan muda sampai menyebabkan penurunan keadaan umum
pasien dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Hiperemesis gravidarum dilaporkan
terjadi pada 5 dari 1000 kehamilan dari kisaran 1 hingga 20 per 1000. Hiperemesis
gravidarum bila tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi, gangguan
elektrolit dan gangguan metabolisme.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita dengan
kehamilan muda (lebih dari 10 kali dalam 24 jam) atau sampai mengganggu aktivitas
sehari-hari dan terjadi perburukan keadaan umum.3
2.2

Epidemiologi

Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida. 1 Insiden
hiperemesis gravidarum bervariasi pada beberapa studi populasi. Beberapa melaporkan
antara 50-90% tetapi kebanyakan berkisar antara 70-80%. Pada 20% kasus hiperemesis
gravidarum gejala berlangsung menetap selama kehamilan. 5 Borowski, dkk.(2003)
menemukan insiden hiperemesis gravidarum sebesar 1,6% dari 9500 persalinan di
Klinik Mayo. Studi Gazmararian, dkk.(2002) menemukan lebih dari 46.000 wanita dan
0,8% memerlukan perawatan rumah sakit akibat hiperemesis.2 Di Amerika Serikat,
hiperemesis gravidarum terjadi 0,5-10 kasus per 1000 kehamilan.
Ada kemungkinan terjadinya hiperemesis berulang pada wanita hamil. J.
Fitzgerald (1938-1953) melakukan studi terhadap 159 wanita hamil di Aberdeen,
Skotlandia, menemukan bahwa hiperemesis pada kehamilan pertama merupakan faktor
resiko untuk terjadinya hiperemesis berulang pada kehamilan berikutnya. Berdasarkan
penelitian, dari 56 wanita yang kembali hamil, 27 orang kembali mengalami
hiperemesis pada kehamilan kedua dan 7 dari 19 wanita mengalami hiperemesis pada
kehamilan ketiga.5
2.3

Etiologi

Penyebab hiperemesis gravidarum sampai saat ini belum dapat diketahui secara pasti.
Walaupun penyebab pastinya belum diketahui, namun beberapa faktor predisposisi telah
ditemukan berdasarkan penelitian, sebagai berikut :

1.

Primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda


Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan
dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan
tersebut hormon khorionik gonadotropin (hCG) dibentuk berlebihan.3

2.

Faktor Organik
Masuknya vili korialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat
hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini sebagai
penyebab dari hiperemesis gravidarum.3

3.

Alergi
Sebagai respon dari ibu terhadap jaringan anak, juga disebut sebagai salah satu
faktor organik. 3

4.

Faktor psikologi
Faktor ini memegang peranan yang penting pada hiperemesis. Pada rumah tangga
yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut
terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang
dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap
keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian dari berbagai masalah hidup.3

2.4 Patofisiologi
Secara patofisiologi ada yang menyatakan bahwa perasaan mual adalah akibat dari
meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama.
Pengaruh fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf
pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada
kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung
berbulan-bulan.3
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada
hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak
seimbangnya elektrolit. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya terjadi pada
sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologi merupakan faktor utama, di samping
faktor hormonal. Yang jelas, wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung
spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum
yang lebih berat. 3
3

Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan


lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna,
terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan
aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena
muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang.
Natrium dan khlorida darah turun, demikian pula khlorida urin. Selain itu dehidrasi
menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini
menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula dan
tertimbunnya zat metabolik toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan
bertambahnya ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih
banyak, dapat merusak hati, dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dihentikan.
Disamping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan
pada selaput lendir esophagus dan lambung (sindroma Mallory-Weiss), dengan akibat
pendarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan pendarahan dapat
berhenti sendiri. Jarang sampai diperlukan transfusi dan tindakan operatif. 3
2.5

Gejala dan Tanda

Menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 tingkatan :


1. Tingkat I
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum pasien. Lemah, tidak ada
nafsu makan, berat badan menurun dan nyeri ulu hati. Nadi meningkat hingga
100x/menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor berkurang, lidah mengering dan
mata cekung. 3
2. Tingkat II
Tampak lebih lemah dan apatis, turgor lebih menurun, lidah kering dan tampak kotor.
Berat badan turun, mata cekung, tensi turun, terjadi hemokonsentrasi, oliguria dan
konstipasi. Aseton dapat tercium dari udara pernafasan, dapat pula ditemukan dalam
urin. 3
3. Tingkat III
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran somnolen sampai koma, nadi
kecil dan cepat, suhu meningkat. Dapat terjadi komplikasi pada susunan saraf pusat
yang dikenal sebagai Ensephalopati Wernicke. 3
2.6 Diagnosis
4

Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan bila terdapat mual dan muntah yang
berlebihan pada kehamilan muda hingga mempengaruhi keadaan umum. Umumnya
pasien mengalami tanda-tanda dehidrasi, ketosis, gangguan asam basa dan elektrolit,
dan penurunan berat badan >5%. Ptialisme (berludah yang berlebihan) kadang
dikeluhkan. Diagnosis hiperemesis gravidarum merupakan diagnosis per-ekslusionam,
jadi perlu untuk menyingkirkan semua diagnosis banding yang mungkin terlebih
dahulu.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menegakan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap,
urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar) dan analisis gas
darah, tes fungsi hati dan ginjal, antibodi Helicobacter pylori (pemeriksaan penunjang
pelengkap). Pada kondisi tertentu dapat pula diperiksa amilase, lipase, TSH.
Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan
pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan
hematokrit. Kelainan elektrolit dan asam basa dapat dijumpai seperti hipokloremia,
hiponatremia, hipokloremia dan asidosis. Peningkatan aminotransferase serum dan
kadar bilirubin total dapat ditemukan.2
2.7

Diagnosis Banding

Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala muntahmuntah yang hebat harus dipikirkan. Beberapa penyakit tersebut antara lain:
1. Appendisitis akut.
Pada pasien hamil dengan appendisitis akut keluhan nyeri tekan pada perut sangat
menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa appendisitis akut keluhan
tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda defance musculare, dan rebound
tenderness juga bisa dijadikan petunjuk untuk membedakan wanita hamil dengan
apendisitis akut dan tanpa appendisitis akut.5
2. Ketoasidosis diabetes.
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil mempunyai
riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi disertai dengan
penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu dilakukan pemeriksaan keton
urine untuk mendapatkan badan keton pada urine, pemeriksaan gula darah, dan
pemeriksaan gas darah.5
3. Gastritis dan ulkus peptikum.
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien mempunyai
riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan obat-obat analgetik non
5

steroid (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu dapat membedakan


dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena hampir semua
pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai keluhan nyeri epigastrium yang
hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari karena berisiko dapat menyebabkan
persalinan preterm. Pasien dengan gastroenteritis selain menunjukkan gejala
muntah-muntah, juga biasanya diikuti dengan diare.5
4. Hepatitis.
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat biasanya sudah
menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan SGOT dan SGPT yang
nyata.5
5. Pankreatitis akut.
Pasien dengan pankreatitis biasanya mempunyai riwayat peminum alkohol berat.
Gejala klinis yang dijumpai berupa nyeri epigastrium, kadang-kadang agak ke kiri
atau ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri
menyebar di perut dan menjalar ke abdomen bagian bawah. Pemeriksaan serum
amilase dapat membantu menegakkan diagnosis.5
6. Tumor serebri.
Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang hebat juga
disertai keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi hampir setiap hari,
gangguan keseimbangan, dan bisa pula disertai hemiplegi. Pemeriksaan CT scan
kepala pada wanita hamil sebaiknya dihindari karena berbahaya bagi janin.5
2.8

Penyulit

Akhir-akhir ini kematian maternal jarang dilaporkan. Namun penyulit yang perlu
diperhatikan adalah Ensephalopati Wernicke. Gejala yang timbul dikenal sebagai trias
klasik yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata (oftalmoplegia), gerakan yang tidak
teratur (ataksia), dan bingung. Penyulit lainnya yang mungkin timbul adalah ruptur
esofagus, robekan Mallory-Weiss pada esofagus, pneumotoraks dan neuropati perifer.
Pada janin dapat ditemukan kematian janin, pertumbuhan janin terhambat, preterm,
berat badan lahir rendah, kelainan kongenital.2
2.9

Penatalaksanaan

Penanganan mual dan muntah pada kehamilan tergantung dari tingkat berat ringannya
gejala, berkisar dari tindakan konservatif seperti perubahan pola diet pada pasien
6

dengan gejala yang ringan, hingga pemberian obat-obatan, nutrisi parenteral total (NPT)
pada gejala yang berat. Terminasi kehamilan karena hiperemesis sudah sangat
berkurang.2
Tatalaksana hiperemesis gravidarum dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu :
1. Mengatasi dehidrasi dan keseimbangan asam basa
2. Mengatasi muntah
3. Terapi nutrisi
4. Psikoterapi
5. Terapi alternatif
1. Mengatasi dehidrasi
Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan muntah yang sering, hingga menyebabkan
dehidrasi dan turunnya berat badan harus segera mendapat terapi. Resusitasi cairan
merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme kompensasi yaitu
vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan hemodinamik,
uterus termasuk organ non vital sehingga pasokan darah berkurang.2
Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam
dehidrasi karena kehilangan cairan (pure dehidration). Maka tindakan yang dilakukan
adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume normal,
osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan asam
basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus memperhitungkan secara cermat
berdasarkan: berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit natrium, defisit kalium dan
ada tidaknya asidosis.2
Salah satu cara dapat digunakan untuk menghitung jumlah cairan rehidrasi inisial yaitu
berdasarkan klinis dehirasi, bila ada rasa haus dan tidak ada tanda klinis dehidrasi maka
kehilangan cairan sekitar 2 %, maka misalnya berat badan 50 kg maka maka defisit air
sekitar 1000 ml. Bila terdapat rasa haus dan oligouria, mulut kering, diperkirakan defisit
6 % atau 3000 ml. Bila ada tanda-tanda diatas ditambah perubahan mental maka defisit
sekitar 7-12 % atau sekitar 3,5-7 liter. 2
Umumnya kehilangan air dan elektrolit diganti dengan cairan isotonik, misalnya
ringer laktat, ringer asetat atau normal salin. Bila memakai normal salin harus berhatihati agar jangan sampai diberikan dalam jumlah yang banyak karena dapat
menyebabkan delusional acidosis atau hyperchloremic acidosis.2
Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti tekanan darah arteri
rata-rata 70-80 mmHg, denyut jantung kurang dari 100x per menit, ekstremitas hangat
dengan pengisian kapiler baik, susunan saraf pusat baik, produksi urine baik 0.5-1 ml/kg
BB/jam dan asidosis tidak berlanjut.2
Daldiyono mengemukakan salah satu cara menghitung kebutuhan cairan untuk
rehidrasi inisial berdasarkan sistem skor. Adapun nilai (score) gejala klinis dapat dilihat
pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Daldiyono score 4
Gejala klinis

score

Muntah

Voxs Choleric (Suara Parau)

Apatis

Somnolen, Sopor, Koma

T 90 mmHg

T 60 mmHg

N 120 x/menit

Frekuensi napas > 30x/menit

Turgor Kulit

Facies Cholerica (Mata Cowong)

Extremitas Dingin

Washer Womens Hand

Sianosis

Usia 50 60

-1

Usia > 60

-2

Semua score ditulis lalu dijumlahkan. Jumlah cairan yang akan diberikan dalam 2 jam,
dapat dihitung:
Defisit = Skor x 10 % BB x 1 Lt
15
Koreksi 2 jam pertama
Rencana rehidrasi sebaiknya dikaitkan dengan jumlah cairan yang dibutuhkan
selam 24 jam berikutnya yaitu menjumlahkan defisit cairan dengan 2000 ml. Bila pasien
dapat menelan, air diberikan peroral. Bila kesulitan maka rehidrasi diberikan perinfus
atau per-rektal.4
2. Pemberian anti muntah
Hingga saat ini pemberian anti muntah pada kehamilan muda masih kontroversi karena
belum cukup penelitian yang terkontrol baik untuk menyatakan keamanannya,
walaupun disebutkan tidak ada hubungan antara anti muntah dengan efek buruk pada
janin.2 Pada sebuah studi dari 315 wanita hamil menunjukan peningkatan risiko cacat
bawaan jika phenothiazine diberikan selama trimester pertama, studi besar lainnya
menunjukkan tidak ada hubungannya dengan kejadian malformasi kongenital.
Pemberian obat anti muntah amat berkembang setelah dikenal bermacam reseptor
seperti dopamin, serotonin, muskarinik dan histamin. Obat-obatan tersebut merupakan
antagonis terhadap reseptor masing-masing yang menghambat impuls muntah,
diantaranya pada CTZ.2
a. Antihistamin dan antikolinergik
8

Antihistamin menghambat kerja histamin pada reseptor H1 dan antikolinergik


menghambat kerja asetilkolin pada reseptor muskarinik. Kedua obat membatasi
stimulasi terhadap pusat muntah dari sistem vestibular (yang kaya dengan histamin
dan asetilkolin) tetapi mempunyai efek yang minimal pada stimulasi visceral aferen.5
b. Dopamin antagonis
Dopamin antagonis meminimalkan efek dopamin pada reseptor D 2 pada CTZ yang
akan mengurangi rangsangan terhadap pusat muntah di medula. Meskipun dopamin
antagonis murah dan mempunyai efikasi luas namun mempunyai efek samping
diantaranya sedasi, ortostatik hipotensi dan gejala ekstrapiramidal seperti tardive
diskinesia.5
c. Serotonin antagonis
Selektif serotonin antagonis menghambat kerja serotonin pada reseptor
5-hidroksitriptamin3 (5-HT3) pada usus kecil, saraf vagus, dan CTZ. Bekerja
menurunkan rangsangan aferen visceral dan CTZ pada pusat muntah di medula.
Karena penghambatan yang difuse pada serotonin, obat ini menjadi pengobatan
primer pada muntah. Umumnya serotonin antagonis telah ditunjukkan aman, dengan
efek samping yang minimal. Nyeri kepala, diare, dan lesu merupakan efek samping
yang tersering. Reaksi hipersensitivitas jarang timbul tetapi telah berhubungan
dengan komplikasi dari urtikaria sampai bronkhospasme dan anafilaksis.5
d. Kortikosteroid
Sebuah studi menunjukan tidak ada perawatan kembali untuk muntah berulang pada
wanita dengan hiperemesis gravidarum yang diberikan metilprednisolon per oral,
dibandingkan dengan lima orang yang memerlukan perawatan kembali yang
diberikan

terapi

promethazin

oral.1

Penulis

studi

tersebut

mempercayai

metilprednisolon 16 mg tiga kali sehari (28 mg per hari) diikuti dengan penurunan
dosis dalam 2 minggu, berguna bagi hiperemesis yang sukar disembuhkan. 1
Kortikosteroid secara umum dianggap aman diberikan selama kehamilan.
Banyak pilihan dalam menggunakan anti muntah, misalnya:2
1. Efektif mengatasi muntah ringan
a. Antagonis H1: difenhidramin, meklizin
b. Antimuskarinik: skopolamin, benzotropin
c. Benzodiazepin: lorazepam, alprazolam
2. Efektif mengatasi muntah ringan-sedang
a. Antagonis

D2

Fenotiazin

(klorpromazin,

perfenazin,

prokoleperazin), Butirofenon (haloperidol, droperidol)


b. Turunan Benzimidazol (domperidon)
c. Antagonis D2/5-HT3: substitusi Benzamid (trimetobenzamid)
d. Kortikosteroid: deksametason, metilprednisolon
9

prometazin,

e. Canabioid: dronabinol, nabilon


3. Efektif mengatasi muntah berat
a. Antagonis D2/5-HT: substitusi Benzamin (metoklopramid)
b. Antagonis 5-HT3: ondansetron, granisetron
Terapi kombinasi obat anti muntah ternyata dapat meningkatkan potensi atau dapat
mengurangi efek toksik obat utamanya. (tabel 2.2) Kecuali atas indikasi medis yang
jelas, pengobatan sebaiknya diberikan setelah periode klasik teratogenik terlampaui,
dari 31-71 hari setelah hari perama haid terakhir atau pada usia kehamilan 5-10 minggu.
Pada periode tersebut terjadi proses organogenesis. Bahan kimia dapat mempengaruhi
proses perkembangan organ mencapai puncak tercepat.2
Tabel 2.2. Kombinasi obat anti muntah2
A. Kombinasi obat anti muntah untuk meningkat efek anti muntah
OBAT UTAMA
5-HT3 antagonis

OBAT SUPLEMEN
Kortikosteroid, fenotiazin, butorifenon

Substitusi benzamid

Kortikosteroid antagonis muskarinik

Fenotiazin/butirofenon

Kortikosteroid

Kortikosteriod

Benzodiazepin

Kannabioid

Kortikosteriod

B. Kombinasi obat anti muntah yang dapat menurunkan toksisitas obat utama
OBAT UTAMA

OBAT SUPLEMEN

Substitusi benzamid

Antagonis H1,kortikosteroid, benzodiazepin

Fenotiazin/butirofenon

Antagonis H1, Fenotiazin

Kannabioid
3. Terapi nutrisi
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada derajat
muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan peneriamaan pasien terhadap rencana
pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna harus
digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk menggunakan nasogastric
tube (NGT). Saluran cerna mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat mengabsorsi
banyak nutrien, adanya mekanisme defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin.
Selain itu dengan masuknya sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga
pengaturan homeostasis nutrisi.2
10

Bila pasien sudah dapat makan peoral, modifikasi diet yang diberikan adalah
makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat, rendah protein dan
rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk sementara, hindari makanan yang
emetogenik dan berbau sehingga menimbulkan rangsangan muntah. 1,2 Pemberian diet
diperhitungkan jumlah kebutuhan basal kalori sehari-hari ditambah dengan 300 kkal
perharinya.2
Salah satu rumus yang dapat menghitung kebutuhan basal (basal energy
expenditure) berdasarkan massa tubuh (body mass) adalah rumus Harris-Benedict
berdasarkan berat, tinggi dan umur. BEE = 655,10 + 9,56 W + 2,85 H 2,68 A (dimana
W = berat (kg), H = tinggi (cm) dan A = umur (th). Untuk kebutuhan memetabolisme
makanan dan aktivitas jumlahnya dapat ditambah 10%.2
Pada pasien yang gejala muntahnya tidak berkurang, makanan dapat diberikan
melalui NGT terlebih dahulu. Nutrisi parenteral total (NPT) diberikan pada pasien
hiperemesis gravidarum yang berada dalam derajat muntah yang hebat dan terus
mengalami penurunan berat badan atau gagal dengan terapi konservatif.2
Pemberian NGT menghadapi resiko yang cukup besar, karena ia memotong jalur
mekanisme regulasi dan proteksi dan komplikasi pemasangan yang mengunakan kateter
vena sentral seperti pneumothoraks, hemothoraks, emboli udara dan cedera duktus
thorasikus. Namun nutrisi parenteral yang menggunakan vena perifer dapat pula
menimbulkan septik dan komplikasi metabolik. Selain itu tidak digunakannya saluran
cerna untuk waktu lama dapat menimbulkan atrofi mukosa, pembentukan ulkus,
disfungsi barier mukosa dan septik enterogenik. Sehingga nutrisi pareteral digunakan
sebagai jalan terakhir pemberian makanan.2
4. Psikoterapi
Psikoterapi suportif mungkin berguna pada pasien yang memilliki dis-stres personal
atau gangguan sosial atau pekerjaan. Psikoterapi singkat, terapi perilaku dan hipnoterapi
cukup efektif. Psikoterapi dianjurkan apabila terdapat masalah karakteristik pribadi,
konflik perkawinan dan konflik keluarga. Sangatlah penting jika wanita ini diberikan
dukungan mental oleh anggota keluarga dan staf dokter atau perawat.2
5. Pengobatan alternatif
Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis gravidarum, antara
lain:
a. Jahe (zingiber officinale), dilaporkan bahwa pemberian dosis harian 250 mg
sebanyak 2 kali perhari lebih baik hasilnya dibandingkan plasebo pada wanita
dengan hiperemesis gravidarum. Belum ada penelitian yang menunjukan hubungan
kejadian abnormalitas pada fetus dengan jahe.2
b. Vitamin B6, merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid,
karbohidrat dan asam amino. Peranan vitamin B6 untuk mengatasi hiperemesis
masih kontroversi. Dosis vitamin B6 yang cukup efektif berkisar 12,5-25 mg per
11

hari tiap 8 jam. Selain itu Czeizel melaporkan suplementasi multivitamin secara
bermakna mengurangi kejadian mencegah insiden hiperemesis gravidarum.2
Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum menurut protap ginekologi RS Sanglah8:
Hari 0 :

Pasien puasa
Infus 4:1 (Dextrosa 10%/5% : Ringer Laktat 28 tetes/menit per 24 jam)
Injeksi primperan (metokloperamid) 3 x 1 amp/hari
Injeksi neurobion 5000 (vit B1, B6, B12) 1 x 1 amp/hari
Cek urine keton I, berat badan

Hari 1 :

Cabut infus
Primperan (metokloperamid) tab 3 x 1/hari
Neurobion (vit B1, B6, B12) tab 2 x 1/hari
Diet hiperemesis I (roti kering/bakar)
Cek urin keton II, berat badan

Hari 2 :

Primperan (metokloperamid) tab 3 x 1/hari


Neurobion (vit B1, B6, B12) tab 2 x 1/hari
Diet hiperemesis II (bubur)
Cek urin keton III, berat badan
USG

Hari 3 :

Primperan (metokloperamid) tab 3 x 1/hari


Neurobion (vit B1, B6, B12) tab 2 x 1/hari
Diet hiperemesis III (nasi)
BPL

2.10 Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan.
Penyakit ini dapat sembuh sendiri, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit
ini dapat membahayakan jiwa ibu dan janin.3

12

BAB 3
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama

: KAR

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 30 tahun

Pendidikan

: SD

Suku/bangsa

: Bali, Indonesia

Agama

: Hindu

Status Perkawinan

: Menikah

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Banjar Buana, Desa Padangsambian

Tanggal MRS

: 16 Maret 2009

II. Anamnesis
Keluhan Utama : mual dan muntah
Pasien mengeluh muntah-muntah sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit
Keluhan terutama dirasakan oleh pasien pada pagi hari saat bangun tidur dan setelah
makan dan minum, pasien mengatakan dalam sehari mual muntah sebanyak 3-4
kali, volume tiap kali muntah sekitar 1/4 - 1/2 gelas, berisi makanan yang dimakan
dan air. Muntahan tidak disertai darah. Karena keluhannya tersebut pasien merasa
lemas dan merasa ingin tiduran saja sehingga tidak bisa melakukan aktivitasnya
sehari-hari. Pasien juga mengatakan nafsu makannya menurun, merasa haus, mulut
terasa kering dan pusing. Frekwensi BAK dalam sehari kira-kira 4 kali, berwarna
kuning, volume kurang dari gelas. Frekuensi BAB dikatakan menurun bahkan
pasien sempat beberapa hari tidak BAB.
Riwayat telat haid selama 2 bulan.
PPT (+) bulan Februari
Hari Pertama Haid Terakhir : 10 Januari 2009
ANC : Rumah sakit
USG : (-)
Tapsiran partus : 17 Oktober 2009
Riwayat Menstruasi : Menarche
: 14 tahun
Siklus Haid : 30 hari
Lama

: 3 hari
13

Riwayat Perkawinan : 1x selama 10 tahun.


Usia saat menikah : 20 tahun
Riwayat Persalinan

: 1. Laki-laki, aterm, spontan, Klinik bersalin, usia 9 th


2. Abortus
3. Ini

Riwayat KB

: KB (suntik 3 bulan, stop 2 tahun yang lalu)

Riwayat Penyakit Terdahulu : Riwayat nyeri ulu hati, asma, DM, hipertensi,
dan penyakit jantung tidak ada.
III.

Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum

: sedang

Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Kesadaran

: composmentis

Nadi

: 90 kali/menit

Respirasi

: 22 kali/menit

Suhu aksila

: 37 C

Berat badan

: 42 kg

Tinggi badan

: 165 cm

Status General
Mata

: Anemia -/-, ikterus -/-, cowong +/+

THT

: Kesan tenang

Thoraks

: Mammae

: Hiperpigmentasi areola mammae

Cor

: S1S2 tunggal, reguler, murmur tidak ada

Pulmo

: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen

: ~ Status Gynecologi

Ekstremitas

: Edema (-)
hangat pada keempat extremitas

Status Gynecologi
Abdomen

: Fundus uteri tidak teraba


Turgor kulit
14

Nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-)


Insp V/V

: flx (-), fl (-)


P (-), livide (+)
Jaringan (-)

VT

: P (-), flx (-), fl (-)


Nyeri goyang (-)
CUAF b/c ~ 8-10 minggu
AP CD t.a.a

IV. Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap (16/03/2009) :
WBC : 12,35. 103/L
HGB : 13,1 g/dL

V.

HCT

: 37,9 %

PLT

: 277 103/L

Diagnosis Kerja :
Hiperemesis Gravidarum

VI. Penatalaksanaan :
Penunjang diagnostik : Darah lengkap
Terapi :

Ringer Laktat 1,5 liter dalam 2 jam

Dekstrosa 5% : ringer laktat = 4 : 1 28 tetes/menit

Puasa 24 jam

Metocloperamide 2 X 1 amp/hari

Neurobion 1 X 1 amp/hari

Monitoring : Keluhan, Tanda vital, Berat Badan, Produksi Urine dan Keton Urin.
KIE
: Pasien dan Keluarga.
Perjalanan Penyakit :
Tanggal

15

16-032009

Mual
(+),St.Present
Hiperemesis
muntah (+) 1Kes : CM
Gravidarum
kali,
T : 100/60 mmHg
Nyeri ulu hatiN : 84 x/menit
(+),
R : 20x/menit
Kepala
terasaSt. General :
pusing
Mata cowong +/+
St. Obstetrik
Abd : fut ttb, nyeri -,
turgor normal
Vag : perdarahan
tidak ada

Pdx : USG, keton uria @ hari


Tx :
IVFD Dekstrosa 5% : RL = 4
: 1 28 tetes/menit
Puasa
Metocloperamide 2 x 1 amp
Neurobion 1 x I amp
Mx :
keluhan, tanda vital
KIE

17-032009

mual (+),
St.Present
Hiperemesis
muntah (+) 1 x, Kes : CM
Gravidarum hari I
pusing (+), nyeriT : 110/70 mmHg
ulu hati (+)
N : 80 x/menit
R : 20 x/menit
St. General : dbn
St. Obstetrik
Abd : fut ttb, nyeri Vag : perdarahan
tidak ada

Pdx : keton uria @ hari


Tx :
IVFD Dekstrosa 5% : RL
= 4 : 1 28 tetes/menit
Metocloperamide 2x1 amp
Neurobion 3x1 tab
Mx :
keluhan, tanda vital
KIE

18-032009

mual (+),
St.Present
Hiperemesis
Pdx : keton uria @ hari
muntah (+),
Kes : CM
Gravidarum hari II Tx :
IVFD Dekstrosa 5% : RL
pusing (+), nyeriT : 110/70 mmHg
= 4 : 1 28 tetes/menit
ulu hati (+)
N : 80 x/menit
Metocloperamide 2x1 tab
R : 20 x/menit
Neurobion 3x1 tab
St. General : dbn
Mx :
St. Obstetrik
keluhan, tanda vital
Abd : fut ttb, nyeri KIE
Vag : perdarahan
tidak ada
Mual (+),
St.Present
Hiperemesis
Pdx : keton uria @ hari
muntah (+) 1x, Kes : CM
Gravidarum hariTx :
IVFD Dekstrosa 5% : RL
nyeri ulu hati T : 110/70 mmHg
III
= 4 : 1 28 tetes/menit
(-), ma/mi baik N : 80 x/menit
Metocloperamide
2x1 tab
R : 18 x/menit
Neurobion 3x1 tab
St. General : dbn
Mx :
St. Obstetrik
keluhan, tanda vital
Abd : fut ttb, nyeri KIE
Vag : perdarahan
tidak ada
Mual (+)
St.Present
Hiperemesis
Pdx : keton uria @ hari
berkurang,
Kes : CM
Gravidarum hariTx :
IVFD Dekstrosa 5% : RL
muntah (+) 1x, T : 110/70 mmHg
IV
= 4 : 1 28 tetes/menit
ma/mi baik
N : 80 x/menit
Metocloperamide 2x1 tab
R : 18 x/menit
Neurobion 3x1 tab
St. General : dbn
Mx :
St. Obstetrik
keluhan, tanda vital
Abd : fut ttb, nyeri KIE
Vag : perdarahan
tidak ada

19-032009

20-032009

16

21-032009

22-032009

23-032009

Mual (+)
berkurang,
muntah (+) 1x,
ma/mi baik

St.Present
Hiperemesis
Pdx : keton uria @ hari
Kes : CM
Gravidarum hari V Tx :
IVFD Dekstrosa 5% : RL
T : 110/70 mmHg
= 4 : 1 28 tetes/menit
N : 80 x/menit
Metocloperamide 2x1 tab
R : 18 x/menit
Neurobion 3x1 tab
St. General : dbn
Mx :
St. Obstetrik
keluhan, tanda vital
Abd : fut ttb, nyeri KIE
Vag : perdarahan
tidak ada
Mual (+)
St.Present
Hiperemesis
Pdx : keton uria @ hari
berkurang,
Kes : CM
Gravidarum hariTx :
IVFD Dekstrosa 5% : RL
muntah (+) 1x, T : 110/70 mmHg
III
= 4 : 1 28 tetes/menit
ma/mi baik
N : 80 x/menit
Metocloperamide 2x1 tab
R : 18 x/menit
Neurobion 3x1 tab
St. General : dbn
Mx :
St. Obstetrik
keluhan, tanda vital
Abd : fut ttb, nyeri KIE
Vag : perdarahan
tidak ada
Mual (+)
St.Present
Hiperemesis
Pdx : keton uria @ hari
berkurang,
Kes : CM
Gravidarum hariTx :
IVFD Dekstrosa 5% : RL
muntah (+) 1x, T : 110/70 mmHg
III
= 4 : 1 28 tetes/menit
ma/mi baik
N : 80 x/menit
Metocloperamide
2x1 tab
R : 18 x/menit
Neurobion
3x1
tab
St. General : dbn
Mx :
St. Obstetrik
keluhan, tanda vital
Abd : fut ttb, nyeri KIE
Vag : perdarahan
tidak ada

17

BAB 4
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum karena pada
anamnesis ditemukan adanya keluhan berupa mual dan muntah 4-5 kali/hari, dimana
keluhan tersebut sampai mengganggu aktivitas sehari-hari dan mempengaruhi keadaan
umum pasien (lemas dan merasa ingin tidur terus, nafsu makannya menurun, merasa
haus, mulut terasa kering dan pusing). Sedangkan dari pemeriksaan fisik ditemukan
tanda-tanda dehidrasi karena kekurangan cairan akibat kehilangan cairan melalui
muntah sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Pada pasien hal ini
ditandai dengan adanya peningkatan frekwensi denyut nadi, mulut kering, BAK yang
sedikit-sedikit dengan frekwensi yang menurun, serta mata cowong dan turgor yang
menurun. Tanda kehamilan yang didapat pada pasien ini adalah adanya riwayat telat
haid sejak tanggal 10 Oktober 2007, tes kencing (+) bulan November, pada pemeriksaan
fisik ditemukan adanya hiperpigmentasi pada areola mama, pada inspekulo vagina vulva
ditemukan warna porsio livide, dan pada pemeriksaan dalam ditemukan pembesaran
korpus uteri sesuai dengan umur kehamilan 8-9 minggu.
Pada kasus ini, dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang penderita
didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum grade II, karena pasien lemah, muntah terus
menerus yang mempengaruhi keadaan umum pasien, nafsu makan tidak ada sehingga
frekuensi BAB menurun bahkan pasien sampai tidak BAB selama beberapa hari. Pada
pasien juga ditemukan tanda-tanda dehidrasi berupa nadi meningkat sekitar 100x/menit,
tekanan darah sistolik menurun, turgor menurun, mata cekung dan BAK sedikit.
Penatalaksanaan pasien hiperemesis gravidarum dapat dibagi menjadi empat
yaitu mengatasi dehidrasi dan asam basa, mengatasi muntah, terapi nutrisi, psikoterapi,
terapi alternatif.
Pada terapi cairan untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan rehidrasi. Cairan
rehidrasi yang diberikan adalah rehidrasi inisial dan rehidrasi rumatan. Pada pasien ini
ditemukan tanda-tanda dehidrasi dan diberikan cairan rehidrasi inisial sebanyak 1,5
liter RL dalam waktu 2 jam. Dengan perhitungan menggunakan Daldiyono score
ditemukan score 4 yaitu: muntah (1), Turgor Kulit (1), Mata Cowong (2).
18

Lalu dengan menggunakan rumus (dimana berat badan pasien adalah 55 kg), maka:
Defisit = Skor x 10% BB x 1 Lt
15
= 4 x 10% 55 x 1 Lt
15
= 1,35 liter ~ 1,5 liter
Defisit cairan ini dikoreksi dalam 2 jam pertama. Cairan yang digunakan dalam
mengkoreksi adalah kristaloid yaitu Ringer Laktat. Digunakannya kristaloid karena
akibat dehidrasi selain berkurangnya volume cairan intravaskuler juga ditemukan adanya
defisit cairan intraseluler dan interstisial. Jadi menurut perhitungan dengan
menggunakan perhitungan Daldiyono score pemberian cairan rehidrasi pada pasien
adalah sudah tepat.
Pada pasien ini, untuk cairan pemeliharaan digunakan cairan Dekstrosa 10% :
Ringer laktat = 4 : 1, sebanyak 28 tetes makro. Digunakannya cairan ini adalah selain
untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan
kalori pasien. Digunakan dektrosa, karena pada pasien hiperemesis gravidarum terjadi
metabolisme yang tidak sempurna yang ditandai dengan ditemukannya benda keton yang
disebabkan oleh kekurangan karbohidrat.
Sebenarnya pada pasien ini kebutuhan cairan pemeliharaan dalam sehari adalah
adalah (4 ml x 10) + (2 ml x 10) + (1 ml x 35) = 95 ml/jam. Dengan menggunakan tetesan
infus makro, maka kebutuhan cairan tersebut dipenuhi dengan memberikan 95/55 x 20 =
34,5 tetes/menit~35 tetes/menit. Ketidaksesuaian antara perhitungan dengan kenyataan
jumlah tetasan yang diberikan adalah mengingat acuan yang dipakai adalah prosedur
tetap (protap) yang berlaku di RS Sanglah Denpasar sebagai pusat pendidikan penulis,
mengingat berbagai hal yang tertuang dalam prosedur tetap ini telah melalui serangkaian
penelitian yang membandingkan berbagai kebutuhan tetesan untuk berbagai kelompok
umur dan didapatkan nilai rata rata untuk tetesan cairan pemeliharaan adalah sebanyak
28 tetes per menit. Pada pasien ini infus tidak dilepas pada hari pertama perawatan
karena pasien masih muntah-muntah sehingga asupan nutrisi per oral kurang.
Pada pasien ini diberikan metokloperamid karena terjadi muntah-muntah yang
hebat pada pasien ini hingga menimbulkan komplikasi. Metokloperamid merupakan
senyawa golongan benzamin, efek anti muntah timbul berdasarkan mekanisme sentral dan
19

perifir. Secara sentral metokloperamid mempertinggi ambang rangsang muntah di


Chemoreceptor Trigger Zone CTZ) sedangkan secara perifer obat ini menurunkan
kepekaan saraf viseral yang menghantarkan impuls aferen dari saluran cerna ke pusat
muntah.
Terapi nutrisi pada pasien ini dipuasakan dalam 24 jam pertama, hal ini dilakukan
untuk mengistirahatkan saluran cerna pasien. Hal ini dikarenakan jika saluran cerna
dirangsang dengan pemberian makanan, maka hal itu akan mengakibatkan pengeluaran
asam lambung dan mengakibatkan iritasi saluran cerna yang akan menyebabkan muntah
bertambah berat. Kebutuhan cairan dan kalori pasien pada 24 jam pertama hanya didapat
dari cairan infus yang masuk. Hari berikutnya saluran cerna pasien coba diberikan
makanan berupa roti kering/bakar, lalu diberikan bubur pada hari berikutnya, lalu
diberikan nasi.
Pada pasien ini juga diberikan Neurobion (mengandung vitamin B1, B6, B12).
Seperti telah disebutkan suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi dan
mencegah insiden hiperemesis gravidarum. Vitamin B1, B6, dan B12, merupakan koenzim
yang berperan dalam metabolisme lipid, karbohidrat dan asam amino. Pemberian
multivitamin ini akan mencukupi kebutuhan tubuh untuk memetabolisme lipid, karbohidrat
dan asam amino. Pemberian vitamin B ini sebaiknya disertai dengan pemberian asupan
makanan yang mengandung protein dan mikro nutrien yang tinggi seperti susu, untuk
menyediakan bahan baku dalam metabolisme tubuh.
Pada pasien ini dilakukan monitoring keluhan, tanda vital, dan keton urin. Keluhan
pasien perlu diperhatikan untuk mencari apakah masih terdapat keluhan mual maupun
muntah pada pasien. Tanda vital pasien dilihat apakah terjadi penurunan tekanan darah,
peningkatan denyut nadi atau peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda-tanda
dehidrasi. Keton urin dilihat untuk mengetahui apakah telah terjadi metabolisme yang
tidak sempurna pada pasien ini.

20

BAB 5
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari kasus di atas adalah:


1. Pasien didiagnosa dengan hiperemesis gravidarum grade II karena dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan mendukung kearah diagnosa
tersebut.
2. Penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum tidak diketahui secara pasti.
3. Penanganan yang diberikan pada pasien ini adalah terapi cairan, diet dan muntah.
Pada terapi cairan diberikan cairan ringer laktat sebanyak 1,5 liter dalam waktu 2
jam sebagai cairan rehidrasi inisial dan pemberian Dekstrosa 10% : Ringer laktat =
4 : 1 sebagai cairan rumatan. Untuk terapi diet diberikan sesuai dengan protap
penangannan

hiperemesis

gravidarum

RS

Sanglah

Denpasar, dan

untuk

menghentikan muntah diberikan metokloperamid. Pasien juga diberikan vitamin B1,


B6, dan B12 selain untuk mengurangi muntah juga dapat berperan dalam
metabolisme lipid karbohidrat dan asam amino.
4. Pada pasien ini dilakukan monitoring keluhan, tanda vital, dan keton urin.
5. Dalam perjalanannya penderita mengalami perbaikan keadaan umum, keluhan
muntah-muntah sudah tidak dikeluhkan lagi dan dari pemeriksaan keton urin
memberikan hasil negatif dan penderita dipulangkan pada hari ke 4.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Ogunyemi D. A. Hyperemesis Gravidarum. Emedicine. Available from :


http://www.emedicine.com/emerg/topic279.htm Accesed : 26 January 2007
2. Wilcox, S.R. Pregnancy, Hyperemesis Gravidarum. Emedicine. Available from :
http://www.emedicine.com/emerg/topic1075.htm Accesed : 26 January 2007
3. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam : Ilmu
Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;2002;
hal. 275-280
4. Prosedur Tetap Bagian/SMF Penyakit Dalam RS Sanglah Denpasar
5. Schoenberg, Frederic Paik. Summary of Data on Hyperemesis Gravidarum.
Available from: http://www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html. Accessed: 26
Jaunuary 2007
6. Hendarwanto, Diare Akut karena Infeksi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi Ke-2. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. hal 251-7
7. Pedoman Diagnosis-Terapi Dan Bagan Alir Pelayanan Pasien Lab/SMF Obstetri
dan Ginekologi RS Sanglah Denpasar 2003

22

Anda mungkin juga menyukai