Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN
Mual (nausea) dan muntah (emesis) adalah gejala yang wajar dan sering terjadi pada
kehamilan trimester pertama. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula
timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah
hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.1
Mual terjadi pada 66-89 % kehamilan dan muntah pada 38-57 % kehamilan. Mual
dan muntah terkait dengan kehamilan sering dimulai pada usia kehamilan 9-10 minggu
dengan puncak pada usia kehamilan 11-13 minggu dan menghilang pada 50 % kasus
pada usia kehamilan 12-14 minggu. Pada 1-10 % kehamilan hal ini berlanjut selama 2022 minggu.3 Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon
esterogen dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologi kenaikan hormon ini belum jelas,
mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung yang berkurang. Pada
umumnya wanita dapat dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala mual dan muntah
yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu
dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum.
Hiperemesis ditandai dengan mual dan muntah yang persisten terkait dengan penurunan
berat badan hingga lebih dari 5 % berat badan sebelum hamil. Hiperemesis gravidarum
menyebabkan pengurangan volume, gangguan elektrolit dan bahkan kematian. 2 Keluhan
gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit. Hiperemesis
gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi
terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit dengan
alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya terjadi pada
sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologi juga merupakan faktor utama di samping
faktor hormonal.1

BAB 2
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
1. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita dengan
kehamilan muda (lebih dari 10 kali dalam 24 jam) atau sampai menganggu aktivitas
sehari-hari dan terjadi perburukan keadaan umum.1 Dapat juga diartikan bermacammacam yaitu muntah yang berlebihan sehingga mengakibatkan penurunan berat badan,
dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat kehilangan asam hidroklorid dalam
muntahan dan hipokalemia. Pada beberapa wanita dapat mangakibatkan terjadinya
gangguan fungsi hepar. 3
Pada wanita hamil, mual dan muntah (morning sickness) sering terjadi, mengenai
hampir 80 % kehamilan. Hiperemesis atau mual dan muntah yang berlebihan terjadi pada
1 % kehamilan. Kondisi ini menyebabkan muntah yang tidak terkendali, dehidrasi yang
berat dan kehilangan berat badan pada ibu. Walaupun demikian, hiperemesis gravidarum
sangat jarang menyebabkan gangguan pada bayi yang akan dilahirkan.4
2. Epidemiologi
Mual dan muntah terjadi pada 60 80 % primi gravida dan 40 60 % multi gravida. Satu
diantara 1000 kehamilan, gejala-gejala ini menjadi lebih berat.1 Insiden hiperemesis
gravidarum bervariasi pada beberapa studi populasi. Beberapa melaporkan antara 50-90
% tetapi kebanyakan berkisar antara 70-80 %. Pada 20 % kasus hiperemesis gravidarum
gejala berlangsung menetap selama kehamilan.5 Borowski, dkk.(2003) menemukan
insiden hiperemesis gravidarum sebesar 1,6 % dari 9500 persalinan di Klinik Mayo. Studi
Gazmararian, dkk.(2002) menemukan lebih dari 46.000 wanita dan 0,8 % memerlukan
perawatan rumah sakit akibat hiperemesis.2 Di Amerika Serikat, hiperemesis gravidarum
terjadi 0,5-10 kasus per 1000 kehamilan. Prevalensinya meningkat pada kehamilan mola,
kehamilan kembar dan kondisi lain yang menyebabkan peningkatan hormon kehamilan.6,7
Ada kemungkinan terjadinya hiperemesis berulang pada wanita hamil. Data yang
mendukung keadaan ini harus didapat melalui studi longitudinal dimana follow up pasien
dilakukan selama bertahun-tahun. Ada sebuah studi yang dilakukan secara longitudinal
pada pasien hiperemesis, namun studi ini dilakukan bertahun-tahun yang lalu. J.
Fitzgerald (1938-1953) melakukan studi terhadap 159 wanita hamil di Aberdeen,
Skotlandia, menemukan bahwa hiperemesis pada kehamilan pertama merupakan faktor
risiko untuk terjadinya hiperemesis berulang pada kehamilan berikutnya. Dari 56 wanita
yang kembali hamil, ditemukan 27 orang kembali mengalami hiperemesis pada
kehamilan kedua dan 7 dari 19 wanita mengalami hiperemesis pada kehamilan ketiga.5

3. Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa
penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik; juga tidak ditemukan kelainan biokimia.
Perubahan-perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan saraf, disebabkan
oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain. Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain
yang sudah ditemukan oleh beberapa penulis sebagai berikut 1:
1. Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola
hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan
kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang
peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon khorionik gonadotropin
dibentuk berlebihan.
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat
hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini
merupakan faktor organik.
3. Alergi sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut
sebagai salah satu faktor organik.
4. Faktor psikologi memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan
persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan
konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak
sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
Hubungan psikologik dengan hiperemesis gravidarum belum diketahui pasti.
Tidak jarang dengan memberikan suasana baru, sudah dapat membantu
mengurangi frekuensi muntah.
Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997), hiperemesis nampaknya
terkait dengan tingginya atau peningkatan bertahap kadar hormon korionik gonadotropin,
estrogen atau kadar keduanya di dalam serum. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat
mungkin terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya hubungan dengan serum positif
terhadap Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus peptikum tidak dapat dibuktikan
oleh beberapa peneliti, yaitu : Jacobson, 2003; McKenna, 2003, Yost, 2003. 3,8
4. Patofisiologi
Ada yang menyatakan bahwa, perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar
estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama. Pengaruh fisiologik
hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat atau akibat
berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil,
meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.1
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil
muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya
elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya

terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologi merupakan faktor utama, di
samping faktor hormonal. Yang jelas, wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita
lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan mengalami emesis
gravidarum yang lebih berat. 1
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak
habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna,
terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan
aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena
muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang.
Natrium dan khlorida darah turun, demikian pula khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi
menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan mengurang. Hal ini
menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan mengurang pula dan
tertimbunnya zat metabolik toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan
bertambahnya ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih
banyak, dapat merusak hati, dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan.
Disamping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan
pada selaput lendir esophagus dan lambung (sindroma Mallory-Weiss), dengan akibat
pendarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan pendarahan dapat
berhenti sendiri. Jarang sampai diperlukan transfusi dan tindakan operatif. 1
Ada beberapa faktor terkait dengan hiperemesis gravidarum, antara lain :
1. Perubahan psikologis2
Mual dan muntah dalam kehamilan menunjukkan bahwa wanita dengan gejala ini belum
dapat menerima kehamilannya, memiliki masalah dengan keluarga ataupun memiliki
kelainan psikiatri dan atau histeria. Walaupun demikian, mual dan muntah dalam
kehamilan kini dialami oleh kebanyakan wanita. Beberapa kasus hiperemesis mungkin
menunjukkan kelainan psikiatri gangguan konversi atau somatisasi, depresi, atau
mungkin timbul pada keadaan ambivalensi atau stres dalam kehamilan. Namun demikian,
hiperemesis gravidarum dapat timbul tanpa disertai adanya kelainan psikiatri.
2. Perubahan hormonal
Ada reaksi hormonal antara molekul hormon korionik gonadotropin (HCG) dan
reseptornya serta molekul thyroid-stimulating hormone (TSH) dengan reseptornya. HCG
secara fisiologis dapat menstimulasi tiroid. Kadar puncak HCG adalah pada trimester
pertama. Beberapa wanita dengan hiperemesis gravidarum memiliki gejala klinik
hipertiroid. Namun, pada proporsi yang lebih besar (50-60 %), TSH sementara ditekan
dan kadar tiroksin bebas (T4) meningkat (40-73%) tanpa disertai gejala klinik hipertiroid,
antibodi tiroid yang beredar atau pembesaran kelenjar tiroid.2
Pada beberapa kasus hiperemesis, beberapa peneliti menemukan korelasi positif
antara peningkatan kadar serum HCG dan kadar T4 bebas. Beratnya mual juga nampak

berhubungan dengan tingkat stimulasi tiroid. Pada pasien, kadar HCG terkait dengan
peningkatan kadar immunoglobulin M, komplemen dan limfosit. Proses imunologis
mungkin bertanggung jawab terhadap peningkatan HCG dalam sirkulasi atau isoform
HCG dengan aktivitas yang lebih tinggi terhadap tiroid. Kritik terhadap teori ini adalah
mual dan muntah bukanlah gejala yang biasa terjadi pada hipertiroid, tanda biokimia
hipertiroid tidak menyeluruh pada kasus hiperemesis dan beberapa studi gagal untuk
membuktikan korelasi beratnya gejala dengan kelainan biokimiawi. 2
Gambar 1. Hubungan antara beratnya muntah dengan konsentrasi HCG9
Gambar 2. Hubungan antara beratnya muntah dengan kadar serum TSH9
Beberapa studi menghubungkan tingginya kadar estradiol terhadap beratnya mual dan
muntah pada wanita hamil, sementara yang lain menemukan tidak adanya korelasi antara
kadar estrogen dengan beratnya mual dan muntah pada wanita hamil. Intoleransi terhadap
kontrasepsi oral terkait dengan mual dan muntah dalam kehamilan. Progesteron juga
mencapai puncaknya pada trimester pertama dan menurunkan aktivitas otot polos, tetapi
penelitian gagal untuk menunjukkan keterkaitan antara kadar progesteron dan gejala mual
muntah pada wanita hamil.2
Perubahan motilitas gaster terkait dengan peningkatan kadar progesteron. Penelitian
terhadap binatang menunjukkan efek inhibisi progesteron pada otot polos gastrointestinal.
Bruce dan Behsudi mencatat penurunan berarti aktivitas kontraksi esofagus, antrum dan
jaringan colon pada tikus jantan yang sebelumnya diberi progesteron dibandingkan
dengan tikus jantan yang tidak diberi progestron. Sebagai tambahan, Kumar et al
menunjukkan bahwa progesteron menghambat secara spontan aktivitas kontraksi otot
gaster dan colon manusia secara in vitro, dimana estradiol dan kortikosteroid tidak
memberikan respon yang sama terhadap aktivitas kontraksi otot.18
3. Kelainan gastrointestinal2
Peningkatan hormon seks wanita selama kehamilan mungkin mengakibatkan perubahan
pada esofagus, lambung dan motilitas usus halus. Walaupun progesteron tampak
menurunkan tekanan sfingter esofagus bagian bawah, beberapa studi tidak menemukan
adanya penurunan tekanan sfingter esofagus bagian bawah dalam kehamilan. Penelitian
terhadap pengosongan lambung menunjukkan tidak adanya perubahan dalam kehamilan.
Namun, beberapa studi menghubungkan aktivitas mioelektrik lambung pada trimester
pertama dengan mual. Waktu transit usus halus meningkat dalam kehamilan, tetapi hanya
pada trimester kedua dan ketiga.
4. Kelainan hepar2
Banyak peneliti mentargetkan perubahan fungsi hati sebagai penyebab yang mungkin
terjadinya hiperemesis gravidarum. Pasien dengan hiperemesis sering menunjukkan
abnormalitas enzim-enzim hati. Penyakit hati dapat menyebabkan mual dan muntah dan

ditemukan abnormalitas dari sampel biopsi hati dari pasien hamil dengan komplikasi
hiperemesis. Terjadi peningkatan sensitivitas hati terhadap perubahan hormonal dalam
kehamilan atau inaktivasi abnormal steroid, namun tidak semua pasien dengan
hiperemesis gravidarum menunjukkan abnormalitas hati. Pada sebuah studi oleh JarnfeltSamsioe et al, wanita hamil dengan muntah memiliki kadar bilirubin yang lebih rendah
dan kadar gamma-glutamyl transferase lebih rendah jika dibandingkan dengan wanita
yang tidak muntah.
5. Perubahan kadar lemak2
Pada penelitian lain, Jarnfelt-Samsioe et el menemukan kadar trigliserid, kolesterol total
dan fosfolipid yang lebih tinggi pada wanita dengan hiperemesis gravidarum
dibandingkan dengan wanita baik hamil maupun tidak hamil yang tidak muntah dan
memiliki karakteristik yang sama. Hal ini mungkin terkait dengan abnormalitas fungsi
hati pada wanita hamil.
6. Infeksi
Studi terbaru menemukan adanya hubungan antara infeksi Helicobacter pylori dengan
hiperemesis gravidarum. Penelitian Kocak et al terhadap 95 pasien hiperemesis dan 116
kontrol menemukan 91 % infeksi H. pylori pada pasien hiperemesis dibandingkan dengan
45 % pada kontrol.2
Secara teori, peningkatan akumulasi cairan tubuh sebagai efek peningkatan hormon
steroid pada wanita hamil, dapat mendukung peningkatan pH pada saluran
gastrointestinal dan sebagai akibatnya terjadi infeksi subklinik H. pylori yang kemudian
manifes. Hiperemesis relatif lebih sering pada primigravida dengan kadar serum estradiol
yang tinggi. Studi prospektif menggunakan tes antibodi serum spesifik H. pylori yang
flouresin terhadap 95 subjek wanita hamil dengan hiperemesis gravidarum dan 116
wanita hamil tanpa hiperemesis dengan umur kehamilan yang sama sebagai kontrol.
Infeksi H. pylori terdeteksi pada 91,5 % subjek dan 45 % pada kontrol. Kedua kelompok
tidak berbeda bermakna dalam usia, paritas dan umur kehamilan. Rata-rata opname di
rumah sakit selama 5,5 hari pada wanita hamil dengan hiperemesis dan 1,5 hari pada
kontrol. Penemuan ini mendukung adanya kemungkinan hiperemesis gravidarum
berhubungan dengan infeksi H. pylori. Nampaknya beralasan jika dilakukan eradikasi H.
pylori pada wanita hamil dengan hiperemesis untuk mencegah transmisi infeksi ke janin,
namun terapi selama kehamilan terutama dengan metronidazol masih diperdebatkan.10
5. Mekanisme Muntah11
Setiap orang pernah merasakan sensasi mual dan mengetahui bahwa mual sering
merupakan gejala awal dari muntah. Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap
eksitasi bawah sadar pada daerah medulla yang erat berhubungan dengan atau merupakan
bagian dari pusat muntah, dan mual dapat disebabkan oleh impuls iritasi yang datang dari
traktus gastrointestinal, impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan

motion sickness, atau impuls dari korteks serebri untuk memulai muntah. Muntah kadang
terjadi tanpa didahului perangsangan prodromal mual, yang menunjukkan bahwa hanya
bagian-bagian tertentu dari pusat muntah yang berhubungan dengan perangsangan mual.
Muntah merupakan suatu cara dimana traktus gastrointestinal membersihkan dirinya
sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastrointestinal teritasi secara
luas, sangat mengembang, atau bahkan sangat terangsang. Distensi yang berlebihan atau
iritasi duodenum menyebabkan suatu rangsangan khusus yang kuat untuk muntah. Impuls
ditransmisikan, baik oleh saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke pusat muntah
bilateral di medulla, yang terletak dekat traktus solitarius lebih kurang pada tingkat
nucleus motorik dorsalis vagus. Reaksi motorik otomatis yang sesuai kemudian
menimbulkan perilaku muntah. Impuls-impuls motorik yang menyebabkan muntah
ditransmisikan dari pusat muntah melalui saraf kranialis V, VII, IX, dan XII ke traktus
gastrointestinal bagian atas dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen.
Pada tahap awal dari iritasi gastrointestinal atau distensi yang berlebihan,
antiperistalsis mulai terjadi, sering beberapa menit sebelum muntah terjadi.
Antiperistaltis dapat dimulai sampai sejauh ileum di traktus intestinal, dan gelombang
antiperistaltik bergerak mundur naik ke usus halus dengan kecepatan 2-3 cm/detik; proses
ini benar-benar dapat mendorong sebagian besar isi usus kembali ke duodenum dan
lambung dalam waktu 3-5 menit. Kemudian, pada saat bagian atas traktus
gastrointestinal, terutama duodenum, menjadi sangat meregang, peregangan ini menjadi
faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang sebenarnya. Pada saat muntah,
kontraksi intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum maupun lambung, bersama dengan
relaksasi sebagian dari sfingter esofagus bagian bawah, sehingga membuat muntahan
mulai bergerak ke dalam esofagus. Dari sini, kerja muntah spesifik yang melibatkan otototot abdomen mengambil alih dan mendorong muntahan keluar.
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah, efek yang
ditimbulkan adalah :
1. bernafas dalam
2. naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter esofagus bagian atas
supaya terbuka
3. penutupan glottis
4. pengangkatan palatum molle untuk menutupi nares posterior
Kemudian datang kontraksi yang kuat ke bawah diafragma bersama dengan rangsangan
kontraksi semua dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut diantara diafragma dan
otot-otot abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas yang tinggi.
Akhirnya, sfingter esofagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap, membuat
pengeluaran isi lambung ke atas melalui esofagus. Jadi, kerja muntah berasal dari suatu
kerja memeras otot-otot abdomen bersama dengan pembukaan sfingter esofagus secara
tiba-tiba sehingga isi lambung dapat dikeluarkan.

Selain dari muntah yang dicetuskan oleh rangsangan iritasi traktus gastrointestinal itu
sendiri, muntah juga dapat disebabkan oleh impuls saraf yang timbul pada daerah otak di
luar pusat muntah. Ini terutama berlaku pada daerah kecil yang terletak bilateral pada
lantai ventrikel keempat dekat daerah postrema yang disebut zona pencetus
kemoreseptor. Perangsangan elektrik pada daerah ini juga mencetuskan muntah; yang
lebih penting, pemakaian obat-obatan tertentu, termasuk apomorfin, morfin dan beberapa
derivat digitalis, dapat secara langsung merangsang zone pencetus kemoreseptor dan
memulai muntah. Destruksi daerah tersebut menghambat muntah jenis ini tetapi tidak
menghambat muntah yang ditimbulkan oleh rangsangan iritasi pada traktus
gastrointestinal itu sendiri.
Juga telah diketahui dengan baik bahwa gerakan perubahan arah tubuh yang cepat
menyebabkan orang tertentu muntah. Mekanisme peristiwa ini sebagai berikut :
gerakan merangsang reseptor dari labirin impuls ditransmisikan terutama
melalui inti-inti vestibular ke dalam serebelum ke zone pencetus kemoreseptor
pusat muntah timbul muntah.
Berbagai rangsangan psikis, termasuk gambaran yang menganggu, bau yang
memuakkan dan faktor psikologi lain yang sesuai, juga dapat menyebabkan muntah.
Hubungan saraf yang tepat terhadap efek-efek ini tidak diketahui, walaupun mungkin
impuls melewati secara langsung pusat muntah dan tidak melibatkan zone perangsangan
kemoreseptor.
6. Metabolisme Biokimiawi dalam Kondisi Kelaparan12
Pada manusia yang makan secara normal, proporsi berbagai nutrien penghasil kalori yang
dioksidasi akan diatur oleh proporsi relatifnya dalam diet. Ketika beralih dari keadaan
kenyang kepada keadaan dipuasakan, ketersediaan glukosa dari makanan akan menjadi
lebih sedikit dan glikogen hati akan diekskresikan dalam upaya untuk mempertahankan
kadar glukosa darah. Konsentrasi insulin dalam darah menurun sementara glukagon
meningkat. Dengan berkurangnya pemakaian glukosa dalam jaringan adipose dan
menurunnya efek inhibisi insulin terhadap lipolisis, lemak akan dimobilisasi sebagai
asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas diangkut ke jaringan dimana akan
mengalami oksidasi atau esterifikasi. Gliserol bergabung dengan depot karbohidrat
setelah mengalami aktivasi menjadi gliserol 3-fosfat, yang terutama berlangsung dalam
hati dan ginjal. Selama fase peralihan dari keadaan kenyang kepada keadaan puasa total,
produksi glukosa endogen (dari asam amino dan gliserol) tidak mampu mengikuti
kecepatan pemakaian dan oksidasinya mengingat simpanan glikogen hati sudah terpakai
dan kadar glukosa darah cenderung menurun. Jadi, lemak akan dimobilisasi dengan
kecepatan yang terus meningkat, namun dalam waktu beberapa jam kemudian, kadar
asam lemak bebas plasma dan glukosa darah akan menjadi stabil pada kadar puasa.
Keseimbangan ini akan terganggu dalam keadaan yang membutuhkan lebih banyak
glukosa (misalnya pada kehamilan dan masa laktasi) atau bila terjadi gangguan pada
pemakaian glukosa (misalnya pada diabetes mellitus) sehingga terjadi mobilisasi lemak

selanjutnya. Pengadaan karbohidrat oleh jaringan adiposa dalam bentuk gliserol


merupakan pekerjaan yang penting, karena sumber karbohidrat ini bersama karbohidrat
yang dihasilkan lewat glukoneogenesis dari protein merupakan satu-satunya sumber yang
dapat memasok glukosa. Dalam keadaan kelaparan yang berlangsung lama,
glukoneogenesis dari protein akan menurun karena berkurangnya pelepasan asam amino
dari otot. Keadaan ini bersamaan dengan terjadinya adaptasi jaringan otak untuk
menggantikan kurang lebih separuh dari glukosa yang dioksidasikan itu dengan badan
keton. Fungsi primer ketogenesis adalah untuk mengeluarkan karbon asam lemak yang
berlimpah dari hati dalam bentuk yang mudah dioksidasikan oleh jaringan ekstrahepatik
sebagai pengganti glukosa. Ketosis timbul sebagai akibat dari defisiensi karbohidrat yang
tersedia.
7. Patologi Anatomi1
Bedah mayat pada wanita yang meninggal akibat hiperemesis gravidarum menunjukkan
kelainan-kelainan pada berbagai alat dalam tubuh, yang juga dapat ditemukan pada
malnutrisi oleh bermacam sebab.
1. Hati. Pada hiperemesis gravidarum tanpa komplikasi hanya ditemukan degenerasi
lemak tanpa nekrosis yang terletak sentrilobuler. Kelainan lemak ini nampaknya
tidak menyebabkan kematian dan dianggap akibat muntah yang terus menerus.
Dapat ditambahkan bahwa separuh penderita yang meninggal karena hiperemesis
gravidarum menunjukan gambaran mikroskopik hati yang normal.
2. Jantung. Jantung menjadi lebih kecil dari biasa dan beratnya atrofi; ini sejalan
dengan lamanya penyakit, kadang-kadang ditemukan pendarahan subendokardial.
3. Otak. Adakalanya terdapat bercak-bercak pendarahan pada otak dan kelainan
seperti pada ensefalopati Wernicke dapat dijumpai (dilatasi kapiler dan
pendarahan kecil-kecil di daerah korpora mamilaria ventrikel ketiga dan
keempat).
4. Ginjal. Ginjal tampak pucat dan degenerasi lemak dapat ditemukan pada tubuli
kontorti.
8. Gambaran Klinis dan Diagnosis
Batas jelas antara mual yang masih fisiologik dalam kehamilan dengan hiperemesis
gravidarum tidak ada; tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh, sebaiknya ini
dianggap hiperemesis gravidarum.1 Gejala yang muncul pada masing-masing penderita
dapat berbeda-beda, meliputi sensasi mual yang konstan terutama pada trimester pertama,
muntah setelah makan atau minum, muntah yang tidak terkait dengan makan, kehilangan
berat badan dan dehidrasi.13 Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala
dapat dibagi dalam 3 tingkatan, yaitu : 1
1. Tingkat I. Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita,
ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri

pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik
menurun, turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung.
2. Tingkat II. Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun,
lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang
naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi
turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau
pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan
dalam kencing.
3. Tingkat III. Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun
dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat; suhu meningkat dan tensi
menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai
ensefalopati Wernicke, dengan gejala; nistagmus, diplopia, dan perubahan
mental. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk
vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya payah hati.
Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya
kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi keadaan
umum. Dan yang penting adalah anamnesa yang tepat untuk mengetahui apakah pasien
memiliki penyakit-penyakit tertentu sebelum ia hamil sehingga dapat menjadi acuan pikir
kita dalam membuat diagnosis. Kelainan yang harus dipikirkan adalah kehamilan muda
dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang dapat
pula memberikan gejala muntah. Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat
menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin,
sehingga pengobatan perlu segera diberikan.1
9. Pemeriksaan Penunjang5
Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien dengan hiperemesis
gravidarum bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang mempunyai
gejala klinis yang sama yang menyertai wanita hamil. Selain itu pemeriksaan penunjang
juga dilakukan untuk mengetahui akibat-akibat yang ditimbulkan setelah mengalami
muntah yang hebat. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan darah : hematologi rutin, pH darah, kadar elektrolit, tes fungsi hepar,
hormon tiroid, serum amylase, serum antibodi spesifik untuk H.pylori.
b. Pemeriksaan urine : urinalisis rutin. Ketonuria ringan hingga sedang mungkin
ditemukan dari pemeriksaan urinalisis.19
c. Pemeriksaan USG untuk mengkonfirmasi kehamilan mola atau kehamilan
kembar.
10. Diagnosis Banding5
Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala muntahmuntah yang hebat harus dipikirkan. Beberapa penyakit tersebut antara lain:

a. Appendicitis akut.
Pada pasien hamil dengan appendicitis akut keluhan nyeri tekan pada perut sangat
menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa appendicitis akut keluhan tersebut
sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda defance musculare, dan rebound tenderness juga
bisa dijadikan petunjuk untuk membedakan wanita hamil dengan appendictis akut dan
tanpa appendicitis akut.
b. Ketoasidosis diabetes.
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil mempunyai riwayat
diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi disertai dengan penurunan
kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu dilakukan pemeriksaan keton urine untuk
mendapatkan badan keton pada urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas
darah.
c. Gastritis dan ulkus peptikum.
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien mempunyai riwayat
makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan obat-obat analgetik non steroid
(NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu dapat membedakan dengan wanita
hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena hampir semua pasien dengan
hiperemesis gravidarum mempunyai keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan
endoskopi perlu dihindari karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm. Pasien
dengan gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah, juga biasanya diikuti
dengan diare. Pasien hiperemesis gravidarum yang murni karena hormon jarang disertai
diare. Pemeriksaan tinja diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
d. Hepatitis.
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat biasanya sudah
menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan SGOT dan SGPT yang
nyata. Kadang-kadang sulit membedakan pasien hiperemesis gravidarum yang
sebelumnya tidak menderita hepatitis namun sudah mencapai tingkat III dimana sudah
menunjukkan tanda-tanda kegagalan hati dengan wanita hamil yang sebelumnya memang
sudah menderita hepatitis. Anamnesa yang cermat dapat membantu menegakkan
diagnosis.
e. Pankreatitis akut.
Pasien dengan pankreatitis biasanya mempunyai riwayat peminum alkohol berat. Gejala
klinis yang dijumpai berupa nyeri epigastrium, kadang-kadang agak ke kiri atau ke
kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri menyebar di perut
dan menjalar ke abdomen bagian bawah. Pemeriksaan serum amylase dapat membantu
menegakkan diagnosis.

g. Tumor serebri.
Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang hebat juga disertai
keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi hampir setiap hari, gangguan
keseimbangan, dan bisa pula disertai hemiplegi. Pemeriksaan CT scan kepala pada wanita
hamil sebaiknya dihindari karena berbahaya bagi janin.
Tabel 1. Diagnosis Banding Muntah yang Persisten dalam Kehamilan14
Gastrointestinal disorders
Gastroenteritis
Biliary tract disease
Hepatitis
Intestinal obstruction
Peptic ulcer disease
Pancreatitis
Appendicitis
Genitourinary tract disorders
Pyelonephritis
Uremia
Degenerating uterine leiomyoma
Torsion
Kidney stones
Metabolic disorders
Diabetic ketoacidosis
Porphyria
Addison's disease
Hyperthyroidism
Neurologic disorders
Pseudotumor cerebri
Vestibular lesions
Migraine headaches
Central nervous system tumors
Pregnancy-related conditions
Nausea and vomiting of pregnancy*
Acute fatty liver of pregnancy
Preeclampsia
Drug toxicity or intolerance
*--termasuk hiperemesis gravidarum.
Bersumber dan atas ijin dari Goodwin TM. Hyperemesis gravidarum. Clin
Obstet Gynecol 1998;41:597-605.

11.

Penatalaksanaan

Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan


memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang
fisiologis, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan
gejala yang fisiologis pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan,
menganjurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi
lebih sering. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan
untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat. Makanan yang berminyak dan
berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman sebaiknya disajikan dalam
keadaan panas atau sangat dingin. Defekasi yang teratur dan makan makanan yang
banyak mengandung gula dianjurkan untuk menghindari kekurangan karbohidrat.1
Pada tahun 1800-an, hiperemesis dipercaya sebagai akibat penuhnya pembuluh darah
uterus dan diobati dengan membuat adanya perdarahan. Kini, standar kesuksesan terapi
hiperemesis adalah koreksi secepatnya terhadap defisit cairan dan elektrolit. Sebelum
dehidrasi terkoreksi dan muntah berkurang tunda pemberian makanan lewat oral.
Perlahan-lahan diberikan mulai dari bentuk cair ke padat dengan frekuensi yang lebih
sering dalam porsi kecil. Jika pasien mengalami hipermesis berkepanjangan, perlu
diberikan vitamin secara parenteral berupa vitamin B6, C dan K.5
Penatalaksanaan pasien hipermesis gravidarum meliputi :
1. Obat-obatan
Apabila dengan cara tersebut diatas keluhan tidak berkurang maka diperlukan
pengobatan. Tetapi perlu diingat untuk tidak memberikan obat yang teratogenik. Sedativa
yang sering diberikan adalah fenobarbital. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1
dan B6.1 Sebagai farmakoterapi pilihan pertama diberikan vitamin B6 atau vitamin B6
plus doksilamin yang aman dan efektif untuk pengobatan mual dan muntah menurut
American College of Obstetricians and Gynecologists (2004).3 Anti histamin juga
dianjurkan seperti dramamin, avomin. Pada keadaan lebih berat diberikan anti emetik
seperti disiklomin hidrokloride atau klorpromasin. Penanganan hiperemesis gravidarum
yang lebih berat perlu dikelola di rumah sakit. Perlu diingat bahwa pemberian anti emetik
harus selalu disertai dengan resep dokter karena tidak ada obat anti emetik yang aman
100% pada wanita hamil.1
Food and Drug Administration (FDA) mengklasifikasikan beberapa obat yang
digunakan dalam kehamilan dengan tingkat keamanan A, B, C, D atau X. A berarti
melalui penelitian tidak menunjukkan adanya risiko terhadap janin. B berarti dari
penelitian terhadap hewan tidak menunjukkan adanya risiko tetapi tidak didukung oleh
penelitian terhadap manusia. C berarti pada penelitian terhadap hewan menunjukkan
risiko tetapi bersifat lemah pada manusia, atau tidak dilakukan penelitian terhadap
manusia dan hewan. D berarti ditemukan kelainan janin abnormal pada penelitian
terhadap manusia. X berarti tidak ditemukan keuntungan. Berikut adalah tingkat
keamanan menurut FDA pada beberapa obat :5

1. Pyridoxine (Vitamin B6) A


2. Doxylamine (Unisom) B
3. Cyclizine (Merezine) B
4. Meclizine (Antivert) B
5. Dimenhydrinate (Dramamine) B
6. Diphenhydramine (Benadryl) B
7. Metoclopramide (Reglan) B
8. Scopolamine C
9. Promethazine (Phenergan) C
10. Prochlorperazine (Compazine) C
11.Chlorpromazine (Thorazine) C
12. Trimethobenzamide (Tigan) C
13. Cisapride (Propulsid) C
14. Droperidol (Inapsine) C
15. Ondansetron (Zofran) C
16. Corticosteroids C
17. Hydroxyzine (Atarax) C
Pyridoxine dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan
doxylamine. Suatu penelitian menunjukkan bahwa vitamin B6 dengan dosis 3 x 25 mg
(75 mg per hari) lebih efektif dibandingkan dengan plasebo untuk mengatasi mual dan
muntah pada wanita hamil. Dalam dosis farmakologis, vitamin B6 tidak mempunyai efek
teratogenik. 25 mg doxylamine (Unisom) tablet diminum pada malam hari dapat
digunakan secara tunggal atau kombinasi dengan pyridoxine (3 x 25 mg). Pada tahun
1970, kombinasi pyridoxine dan doxylamine (Bendectin) sering digunakan untuk
pengobatan mual dan muntah dalam kehamilan. Walaupun banyak penelitian
menunjukkan tidak adanya peningkatan risiko defek pada janin, pada tahun 1983
Bendectin ditarik sukarela oleh pabrik karena banyak yang mempertanyakan efek
teratogeniknya. Pyridoxine-doxylamine tetap digunakan sebagai pengobatan mual dan
muntah pada kehamilan menurut FDA.14
Penggunaan obat anti emetik seperti phenothiazines prochlorperazine (Compazine)
dan chlorpromazine (Thorazine) menunjukkan penurunan gejala mual dan muntah jika
dibandingkan dengan plasebo. Prochlorperazine diberikan sebagai supositoria 2 x 25 mg
(50 mg per hari) dan promethazine (Phenergan) diberikan secara oral atau rektal dalam
dosis 6 x 25 mg (150 mg per hari). Jika penggunaan obat-obat di atas gagal, beberapa
dokter mencoba menggunakan anti emetik yang lain seperti trimethobenzamide (Tigan)
atau ondansetron (Zofran). Suatu penelitian tentang terapi intravena terhadap wanita
dengan hiperemesis gravidarum tidak menunjukkan keuntungan penggunaan ondansetron
dibandingkan promethazine. Walaupun penelitian terhadap 315 wanita hamil
menunjukkan peningkatan ringan risiko defek pada janin jika phenothiazine diberikan
pada trimester pertama, tetapi penelitian yang lebih besar menunjukkan tidak adanya
hubungan dengan malformasi janin. Dapat juga digunakan droperidol (Inapsine) dan
diphenhydramine (Benadryl) sebagai terapi hiperemesis gravidarum. Suatu studi
menemukan bahwa pemberian keduanya secara intravena berdampak signifikan pada

pengurangan masa tinggal di rumah sakit dan pengurangan jumlah kekambuhan


dibandingkan dengan terapi anti emetik yang lain.14
Meclizine (Antivert), dimenhydrinate (Dramamine), and diphenhydramine lebih
efektif dibandingkan dengan plasebo. Walaupun awalnya meclizine dianggap teratogenik,
penelitian menunjukkan bahwa obat ini aman untuk kehamilan. 14
Metocloperamide (Reglan) meningkatkan tekanan sfingter esofagus bawah dan
meningkatkan kecepatan pengosongan lambung. Obat ini lebih efektif dibandingkan
dengan plasebo dan tidak terkait dengan peningkatan insiden malformasi kongenital.14
Studi acak terkontrol double-blind tidak menemukan adanya muntah yang berulang
pada wanita dengan hiperemesis gravidarum yang diterapi dengan methylprednisolone
(Medrol) dibandingkan dengan yang diberi terapi promethazine. Methylprednisolone
dalam dosis 3 x 16 mg (48 mg per hari) dilanjutkan dengan tapering selama 2 minggu
berguna untuk pengobatan wanita dengan hiperemesis gravidarum yang berulang.14
Tabel 2. Terapi Farmakologis untuk Mual dan Muntah dalam Kehamilan14
Obat
Dosis*
Kategori obat
Pyridoxine (Vitamin B6) 3 x 25 mg p.o
A
Doxylamine (Unisom) 1 x 25 mg p.o

Antiemetics
Chlorpromazine (Thorazine) 2-4 x 10 to 25 mg p.o
C
Prochlorperazine (Compazine) 3-4 x 5 to 10 mg p.o
C
Promethazine (Phenergan) 12.5 to 25 mg orally every four to six hours
C
Trimethobenzamide (Tigan) 250 mg orally three or four times daily
C
Ondansetron (Zofran) 8 mg orally two or three times daily
B
Droperidol (Inapsine) 0.5 to 2 mg IV or IM every three or four hours
C
Antihistamines and anticholinergics
Diphenhydramine (Benadryl) 25 to 50 mg orally every four to eight hours
B
Meclizine (Antivert) 25 mg orally every four to six hours
B
Dimenhydrinate (Dramamine) 50 to 100 mg orally every four to six hours
B
Motility drug

Metoclopramide (Reglan) 5 to 10 mg orally three times daily


B
Corticosteroid
Methylprednisolone (Medrol) 16 mg orally three times daily; then taper
C
IV = intravena; IM = intramuscular
*--Regimen ini terutama digunakan jika diperlukan.
--Walaupun beberapa penelitian mendukung efektivitas dan keamanan kombinasi
pyridoxine-doxylamine (Bendectin),16 pabrik secara sukarela menarik obat dari
peredaran di Amerika Serikat pada tahun 1983 setelah studi terisolasi menimbulkan
pertanyaan tentang potensial teratogeniknya. Produk ini tetap bertahan di Kanada
dengan nama dagang Diclectin (10 mg pyridoxine and 10 mg doxylamine dalam
tablet lepas lambat) Diclectin sering diresepkan dengan dosis 2 tablet pada malam
hari untuk gejala yang ringan dan dosis hingga 2 tablet 3 kali sehari (6 tablet per
hari) untuk gejala yang lebih berat.
--Kategori dalam kehamilan untuk doxylamine terkait dengan penggunannya
sebagai suplemen vitamin
--Menurut Physicians' Desk Reference for Nonprescription Drugs and Dietary
Supplements,36 doxylamine tidak boleh dikonsumsi oleh wanita hamil atau wanita
yang baru melahirkan; akan tetapi beberapa penelitian mendukung efikasi dan
keamanannya.
Informasi diperoleh dari referensi16, 23, 35, 36, and 37.
2. Cairan parenteral
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa
5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari.1 Asidosis dan dehidrasi
dikoreksi dengan pemberian cairan parenteral mengandung glukosa dan elektrolit. Pasien
harus istirahat total dan tidak diberikan makanan oral selama 24 jam. 4 Bila perlu dapat
ditambah kalium dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C dan bila ada
kekurangan protein dapat diberikan pula asam amino secara intravena.1
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan keluar. Perlu dilakuan pemeriksaan urine
terhadap protein, aseton, klorida dan bilirubin. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan
tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan. Bila
selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat dicoba
untuk memberikan minuman dan perlahan ditambah dengan makanan yang tidak cair.
Dengan penanganan diatas pada umunya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan
bertambah baik.1
3. Terapi psikologi

Hiperemesis gravidarum merupakan suatu kondisi serius yang terkadang resisten


terhadap terapi konservatif. Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat
disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta
menghilangkan masalah dan konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit
ini.1 Terapi hipnosis adalah alternatif pengobatan sebagai pilihan terapi tambahan bagi
wanita dengan hiperemesis gravidarum. Hypnosis juga dapat digunakan untuk
pengobatan morning sickness yang dialami hingga 80 % wanita hamil. Diharapkan dapat
memberikan kenyamanan bagi wanita hamil dan perkembangan janin yang lebih baik
serta mencegah perkembangan penyakit menjadi hiperemesis gravidarum.20
4. Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik bahkan memburuk. Usahakan
mengadakan pemeriksaan medik bila keadaan memburuk.1 Pemeriksaan oftalmologi
berulang perlu dilakukan, dan bila ditemukan perdarahan dari retinitis sebaiknya
dilakukan terminasi kehamilan. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk
mengakhiri kehamilan.15 Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan
merupakan manifestasi komplikasi organik. Keputusan untuk melakukan abortus
terapeutik sering sulit diambil oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu
cepat tetapi di lain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada
organ vital.1
Pada saat melakukan follow up pasien, maka harus diketahui kapan pasien harus dirawat
kembali dan kapan pasien hanya dirawat jalan. Pasien dirawat kembali jika terdapat
sedikitnya satu dari tanda-tanda berikut :
a. Pasien yang kembali mengalami muntah-muntah yang hebat setelah kembali dari
perawatan rumah sakit (lebih dari 10 kali dalam 24 jam)
b. Pasien dengan kelainan kadar elektrolit yang berat, asidosis, infeksi.
c. Pasien dengan penurunan berat badan atau nafsu makan yang terus berlanjut.
Jika tanda-tanda tersebut di atas tidak ada, maka pasien dapat dirawat jalan disamping
tetap melakukan kontrol kehamilan.
Gambar 4. Algoritme Evaluasi dan Manajemen pada Wanita dengan Mual dan Muntah dalam
Kehamilan14
12.

Komplikasi

Muntah yang berlangsung lama, sering dan berat menyebabkan gagal ginjal akut dari
penyebab pre-renal. Hill, dkk.(2002) menemukan beberapa wanita yang mengalami
gangguan fungsi ginjal akibat hiperemesis. Salah satunya memiliki kadar kreatinin serum
10,7 mg/dL dan memerlukan 5 hari dialisis. Komplikasi lain yang dapat terjadi menurut
Schwartz dan Rossoff (1994) dan Yamamoto, dkk. (2001) adalah robekan Mallory-Weiss,
ruptur esofagus, pneumothoraks, dan pneumomediastinum. 3

Ada dua defisiensi vitamin yang berhubungan dengan hiperemesis yang dapat
berakibat serius. Ensefalopati Wernicke akibat defisiensi tiamin ditandai dengan gejala
keterlibatan sistem saraf pusat meliputi pusing, gangguan penglihatan, ataksia dan
nistagmus.8 Komplikasi yang terjadi, menurut Hillbom (1999), Kim (2002), Rees (1997),
Spruill dan Kuller (2002), Tesfaye (1998) adalah kebutaan, kejang dan koma. Dapat
terjadi kematian ibu akibat ensefalopati Wernicke pada pertengahan usia kehamilan
dengan keterlambatan diagnosis. Komplikasi lain adalah defisiensi vitamin K pada
muntah yang berlangsung lama. Robinson dkk. (1998) menunjukkan terjadinya
koagulopati ditandai dengan terjadinya epistaksis. Juga terjadi peningkatan kadar seng
dalam plasma, penurunan kadar copper dan kadar magnesium tetap menurut Dokmeci,
dkk. (2004). 3
Hiperemesis gravidarum tidak memiliki efek samping terhadap janin yang sedang
dikandung. Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara berat badan bayi dalam
kehamilan dengan berat badan bayi baru lahir. Ada beberapa studi yang menemukan
terjadinya penurunan ringan berat badan bayi dalam kehamilan dan berat badan bayi baru
lahir. Tidak ada peningkatan proporsi abortus walaupun kenyataannya terjadi penurunan
risiko untuk abortus pada wanita hamil dengan hiperemesis (4,9 %) dibandingkan dengan
wanita yang tidak mengalami muntah selama kehamilan (8,6 %). Risiko untuk mengalami
kelainan kongenital pada hiperemesis gravidarum sebesar 5-5,8 %. Kelainan yang timbul
lebih condong diakibatkan oleh hiperemesis yang tidak tertangani dengan baik, dimana
terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang tidak terkoreksi dengan baik.5
Komplikasi lain dari hiperemesis gravidarum yang sulit diatasi terkait dengan
pertumbuhan janin yang terhambat dan kematian janin. Pada suatu laporan disebutkan
hampir 32 % bayi yang ibunya mengalami penurunan berat badan akibat hiperemesis,
berada kurang dari persentil ke 10 untuk berat badan janin sesuai umur kehamilan. Risiko
rendah untuk terjadinya malformasi sistem saraf pusat dan skeletal pada anak yang lahir
dari ibu dengan hiperemesis gravidarum. 16 Selama kehamilan, konsumsi glukosa oleh
janin akan meningkat sehingga terdapat risiko hipoglikemia maternal dan mungkin pula
hipoglikemia fetal, khususnya pada keadaan ibu yang kelaparan. Selanjutnya, bayi
prematur dan bayi dengan berat lahir rendah lebih rentan terhadap keadaan hipoglikemia
karena bayi tersebut memiliki sedikit jaringan adiposa untuk menyediakan bahan bakar
alternatif seperti asam lemak bebas atau benda keton selama masa transisi dari
ketergantungan janin ke kehidupan yang independen. Enzim-enzim pada glukoneogenesis
mungkin saat ini masih belum berfungsi sepenuhnya dan proses tersebut akan bergantung
pada pasokan asam lemak bebas untuk mendapatkan energi.12
13. Prognosis
Dengan penanganan yang baik, prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan.
Penyakit ini biasanya dapat diatasi, namun demikian pada tingkatan yang berat penyakit
ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin. 1 Periode puncak dari mual dan muntah ialah
antara usia kehamilan 2-12 minggu dan menghilang pada pertengahan kehamilan.
Dengan identifikasi yang adekuat terhadap gejala dan penatalaksanaan yang baik,

sangaltah jarang hiperemesis gravidarum hingga menimbulkan komplikasi baik pada bayi
maupun ibu.17

BAB 3
RINGKASAN
Mual dan muntah saat pagi hari (morning sickness) adalah gejala yang wajar ditemukan
pada kehamilan trimester pertama. Hal ini terjadi pada sebagian besar wanita hamil dan
jarang menimbulkan keadaan yang berat. Namun jika muntah terjadi berlebihan dengan
disertai terganggunya keadaan umum penderita, maka hal ini perlu mendapat perhatian
yang lebih serius.

Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Diduga adanya


keterkaitan dengan faktor hormonal karena terjadi pada awal kehamilan. Ada juga yang
menduga adanya hubungan dengan faktor psikologik dan faktor organik. Hiperemesis
gravidarum dapat menimbulkan kelainan pada organ, antara lain hati, ginjal, jantung dan
otak jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Diagnosis hiperemesis biasanya
tidak sukar, dimana harus ditentukan kehamilan muda disertai muntah yang berlebihan
sehingga menganggu keadaan umum penderita. Pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan keadaan lain yang dapat
menimbulkan gejala yang sama pada wanita hamil dan mengetahui akibat yang
ditimbulkan oleh penyakit ini.
Penanganan hiperemesis dilakukan dengan memberikan pemahaman bahwa keadaan
ini memang wajar terjadi pada kehamilan muda dan akan hilang dengan sendirinya. Perlu
juga dianjurkan untuk mengubah pola makan sehari-hari dengan porsi yang lebih kecil
tetapi dengan pemberian yang lebih sering. Jika diperlukan dapat diberikan obat-obatan,
vitamin dan terapi cairan untuk mengatasi keadaan dehidrasi dan akibat lanjut lain yang
dapat ditimbulkan. Dengan penanganan yang baik, prognosis pasien dengan hiperemesis
sangat memuaskan. Tetapi pada tingkat yang berat perlu diwaspadai adanya ancaman
terhadap jiwa ibu dan janin. Namun demikian, dengan diagnosis sedini mungkin dan
penanganan yang tepat, hal tersebut sangat jarang terjadi dan dapat dihindari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam : Ilmu


Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;2002;
hal. 275-280
2. Michelini, Giulia A. Hyperemesis Gravidarum. Emedicine. Available from :
http://www.emedicime.com/emerg/topic479.htm Accesed : October 1st, 2005

3. Cunningham, F Gary, Kenneth J. Leveno, Steven L. Blooom, John C. Hauth,


Larry Gilstrap HI, Katharine D. Wenstrom. Gastrointestinal Disorders. In:
Williams Obstetrics, 22th ed; USA; McGraw Hill; 2005; pp.1113-1120
4. Edgren, Altha Roberts. Hyperemesis Gravidarum. In : Gale Encyclopedia of
Medicine, 2002
5. Schoenberg, Frederic Paik. Summary of Data on Hyperemesis Gravidarum.
Available from : http://www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html Accessed :
October 1st, 2005
6. Edelman, Allison. Pregnancy, Hyperemesis Gravidarum. Emedicine. Available
from : http://www.emedicime.com/emerg/topic1075.htm Accesed : October 1st,
2005
7. Verberg, M.F.G., D.J. Gillott, N. Al-Fardan, J.G. Grudzinskas. Hyperemesis
Gravidarum, a Literature Review. In : Human Reproduction Update 2005
11(5):pp.527-539
8. Peter von Dadelszen. The Etiology of Nausea and Vomiting of Pregnancy.
University of Toronto, Canada
9. Goodwin, T. Murphy. Human Chorionic Gonadotropin and Hyperemesis
Gravidarum. In : Clinical Obstetrics Gynecology 1998;41:pp.597-605
10. Kocak, I.; Akcan, Y.; Ustun, C.; Demirel, C.; Cengiz, L.; Yanik, F. F. Helicobacter
pylori Seropositivity in Patients With Hyperemesis Gravidarum.
In: Obstetrical & Gynecological Survey. 55(4):pp.198-199, April 2000
11.Guyton, Arthur C,. John E. Hall. Fisiologi Gangguan Gastrointestinal. Dalam :
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9. Jakarta; EGC; 1997; hal.1051-1060
12. Murray, Robert K., Daryl K. Granner, Peter A. Mayes, Victor W. Rodwell.
Integrasi Metabolisme dan Pengadaan Bahan Bakar Jaringan. Dalam : Biokimia
Harper, 24 ed. Jakarta; EGC; 1996; hal. 290-298
13. NN. High Risk Pregnancy-Hyperemesis Gravidarum. Southeast Missouri
Hospital
14. Quinlan, Jeffrey D., D. Ashley Hill. Nausea and Vomiting of Pregnancy. In : The
American Academy of Family Phishicians, July 1st, 2003
15. NN. Hyperemesis Gravidarum. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy,
Sec.18, Ch.252. Available from : http://www.merck.com/mrkshared/mmanual/
section18/chapter252/252c.jsp Accessed : October 1st, 2005
16. K Y Loh, MMed (FamMed), N Sivalingam, FRCOG. Understanding
Hyperemesis Gravidarum. Available from : http://www.mma.org.my/info/8hyperemesis_05/.htm Accesed : October 1st, 2005
17. Peter, Chen. Hyperemesis Gravidarum. In : Medical Encyclopedia US National
Library of Medicine & National Institute of Health. Available from :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001499.htm Accessed : October
3rd, 2005
18. Baron, Todd H., Belinda Ramirez, Joel E. Ritcher. Gastrointestinal Motility
Disorders During Pregnancy. In : Annals of Internal Medicine Vol. 118 Issue 5,
March 1st 1993, pp.366-375
19. Kucu N. K., F. Koyuncu. Hyperemesis gravidarum : current concepts and
management. In : Postgraduate Medical Journal 2002;78;pp.76-79

20. Simon, Eric P., Jennifer Schwartz. Medical Hypnosis for Hyperemesis
Gravidarum. In : Birth, Volume 26 Issue 4, December 1999, pp.248

Anda mungkin juga menyukai