Anda di halaman 1dari 16

Morbus Hansen

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat
Email: trezyph@ymail.com

PENDAHULUAN
Morbus Hansen atau yang lebih dikenal sebagai lepra merupakan penyakit
yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang termasuk bakteri golongan
intraseluler. Penyakit ini menyerang tubuh manusia, terutama di kulit dan
susunan syaraf tepi; dan memerlukan waktu yang cukup lama dalam perjalanan

penyakitnya atau dikenal sebagai penyakit kronis. Penyakit lepra masih ditakuti
masyarakat karena merupakan penyakit menular, dapat mengakibatkan cacat
jasmani dan pengasingan oleh keluarga. Hal ini menjadi masalah di beberapa
negara, termasuk Indonesia dengan prevalensi 0.08% 1,2. Penyakit lepra bila
ditinjau dari sudut histopatologik dan klinik, menunjukkan bentuk-bentuk yang
bervariasi atau disebut spektrum.1
Ridley

dan

Jopling3

mengklasifikasikan

penyakit

lepra

sebagai

berikut: Tuberkuloid leprosy (TT), Borderline (BB), dan Lepromatous leprosy


(LL). Bentuk Bordeline (BB) tersebut dapat dikatakan Borderline tuberkuloid (BT)
jika cenderung ke arah Tuberkuloid leprosy (TT) dan apabila cenderung ke arah
Lepromatous

leprosy (LL)

disebut

Borderline

lepromatous

(BL).

Bentuk Tuberkuloid leprosy (TT) menunjukkan sistem imunitas seluler yang baik
dan dapat sembuh dalam waktu relatif cepat, sedangkan bentuk Lepromatous
leprosy (LL) juga dapat sembuh, tetapi dalam waktu relatif lama. Selain dari tipetipe yang disebut di atas terdapat pula bentuk Indeterminate yaitu bentuk
penyakit lepra yang paling dini. Kemungkinan bentuk ini terjadi sebelum terjadi
tipe Tuberkuloid leprosy (TT), Lepromatous leprosy (LL) atau Borderline (BB).1

PEMBAHASAN
A. Anamnesis
Anamnesis yang akurat sangat penting dalam menegakkan diagnosis yang
tepat pada kondisi-kondisi yang mengenai kulit. Keluhan utama tersering
diantaranya adalah ruam, gatal, bengkak, ulkus, perubahan warna kulit dan
pengamatan saat pasien datang dengan keluhan utama kondisi medis lain.
Pada anamnesis penting untuk ditanyakan keluhan utama yang dialami
pasien. Tentunya hal ini dilakukan setelah identitas pasien diketahui dengan
jelas. Setelah itu perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit sekarang,
seperti adakah rasa gatal pada bercak, kapan rasa gatal itu timbul, apakah
rasa gatal terus-menerus dirasakan sepanjang hari atau tidak, lalu adakah
sisik pada bercak tersebut, ataukah hanya disekitar bercak, dapat juga
ditanyakan apakah bercak tersebut meluas, apakah ada bau, dan apakah
pasien sudah pernah minum obat atau ke berobat ke dokter dan
perkembangan seperti apa yang didapat jika pasien sudah pernah berobat.
Hal berikut yang harus ditanyakan pada pasien adalah riwayat penyakit
dahulu. Apakah pasien pernah mengalami sakit serupa d waktu yang

lampau, kapan terjadinya, berapa lama, dan pengobatan apa yang dilakukan.
Riwayat keluarga juga penting untuk ditanyakan, apakah ada keluarga atau
kerabat yang merasakan keluhan yang sama dengan pasien. Lalu tanyakan
juga riwayat sosial dan kebiasaan pasien tentang bagaimana tempat
tinggalnya dan bagaimana kebiasaan pasien menyangkut kebersihan dirinya.
B. Pemeriksaan fisik
Inspeksi.
Pasien diminta memejamkan mata, menggerakan mulut, bersiul dan
tertawa untuk mengetahui fungsi saraf wajah. Semua kelainan kulit di
seluruh tubuh diperhatikan, seperti adanya macula, nodul, jaringan parut,
kulit yang keriput, penebalan kulit dan kehilangan rambut tubuh (alopesia
dan madarosis).
Pemeriksaan sensibilitas
Dilakukan pada lesi kulit dengan menggunakan kapas (rasa raba), jarum
pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri), serta air panas dan dingin dalam
tabung reaksi (rasa suhu).

Bila terdapat sisik, lakukan pemeriksaan

Fenomena tetesan lilin, Tes Auspitz, dan Tes Kobner.


C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
bahwa pasien tersebut menderita Morbus Hansen antara lain:
1. Pemeriksaan Bakteriologi
Pew Ziehl Neelsen: dilakukan biopsi kulit atau saraf. Bahannya diambil
dari lesi kulit, cuping telinga, dan kulit distal jari telunjuk atau jari
tengah.
Indeks Bakteri (IB): menentukan klasifikasi penyakit lepra, dengan
melihat kepadatan BTA (Basil Tahan Asam), tanpa melihat kuman
hidup (solid) atau mati (fragmented).
Indeks Morfologi (IM): untuk menentukan presentasi BTA hidup atau
mati.
2. Pemeriksaan Histopatologik
Untuk membedakan lepra tipe TT dan tipe LL.
Tipe TT: ditemukan tuberkel (Giant cell, limfosit)
Tipe LL: ditemukan sel busa (Virchow cell/sel lepra)
3. Tes Lepromin
Dilakukan untuk melihat daya imunitas penderita terhadap penyakit lepra.

Tes Mitsuda: menggunakan basil lepra mati. Hasil reaksi diperiksa


setelah 3 4 minggu.
Tes Fernandez: menggunakan fraksi protein M. leprae. Hasil reaksi
diperiksa setelah 48 jam.
4. Pemeriksaan Serologi
Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)
Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay)
ML dipstick ( Mycobacterium Leprae dipstick)

D. Diagnosis Banding
Differensial diagnosisnya adalah ptiriasis versikolor, ptiriasis alba, dan
vitiligo

Ptiriasis versikolor
Etiologi: Malazessia furfur
Patogenesis: terdapat flora normal yang berhubungan dengan Ptiriasis
versikolor yaitu Pitysporum orbiculare bulat atau Pitysporum oval.
Malazessia furfur merupakan fase spora dan miselium. Faktor predisposisi
ada dua yaitu faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor endogen adalah
akibat rendahnya imun penderita dsedangkan faktor eksogen adalah
suhu, kelembapan udara dan keringat. Hipopigmentasi dapat disebabkan
oleh terjadinya asam dekarbosilat yang diprosuksi oleh Malazessia furfur
yang

bersifat

inhibitor

kompetitif

terhadap

enzim

tirosinase

dan

mempunyai efek sitotoksik terhadap melanin.


Gejala klinis: kelainannya sangat superfisialis, bercak berwarna warni,
bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus, fluoresensi
dengan

menggunakan

lampu

wood

akan

berwarna

kuning

muda,

papulovesikular dapat ada tetapi jarang, dan gatal ringan. Secara


mikroskopik akan diperoleh hifa dan spora ( spaghetti and meat ball). 4-6

Ptiriasis alba
Adalah suatu bentuk dermatitis ringan. Dengan gejala klinis munculnya
bercak-bercak putih di wajah, tubuh, atau di tangan dan kaki namun tidak
terasa gatal. Sering salah didiagnosa dengan penyakit infeksi jamur lain
karena kemiripan gejala klinis. Ptiriasis alba merupakan kelainan kulit
dengan bercak putih bersisik halus berbentuk bulat, oval, dan tidak
teratur.
4

Vitiligo
Makula putih berbatas tegas dan mengenai seluruh tubuh yang
mengandung sel melanosit. Vitiligo merupakan hipomelanosis idiopatik
yang ditandai dengan makula putih yang dapat meluas. Patogenesis
vitiligo ada beberapa yaitu hipotesis autoimun, hipotesis neurohumoral,
hipotesis autotoksik dan pajanan terhadap bahan kimia.
Gejala klinis vitiligo adalah terdapat repigmentasi perifolikuler. Daerah
yang paling sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama
bagian atas jari, periofisial pada mata, mulut dan hidung, tibialis anterior
dan pergelangan tangan bagian fleksor.Lesi bilateral atau simetris. Mukosa
jarang terkena, kadang kadang mengenai genitalia eksterna, puting
susu, bibir dan ginggiva.
Vitiligo dapat dibagi atas dua yaitu lokal dan generalisata. Vitiligo lokal
dapat dibagi tiga yaitu vitiligo fokal adalah makula satu atau lebih tetapi
tidak segmental, vitiligo segmental adalah makula satu atau lebih yang
distribusinya sesuai dengan dermatom, dan mukosal yang hanya terdapat
pada mukosa. Vitiligo generalisata juga dapat dibagi tiga yaitu vitiligo
acrofasial adalah depigmentasi hanya pada bagian distal ekstremitas dan
muka serta merupakan stadium awal vitiligo generalisata, vitiligo vulgaris
adalah makula yang luas tetapi tidak membentuk satu pola, dan vitiligo
campuran adalah makula yang menyeluruh atau hampir menyeluruh
merupakan vitiligo total.

E.

Diagnosis Kerja
Penyebab penyakit lepra pada manusia, terutama menginfeksi saraf
tepi,kulit,mukosa hidung,otot,tulang dan testis. Banyak terdapat di Afrika,
Asia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Penyakit lepra sejak dahulu
dianggap istimewa. Penderita lepra biasanya dikucilkan dari masyarakat, dan
menimbulkan rasa takut (Leprofobi).

Gb. 1. Lepra
(Sumber: www.google.com)
Penyakit lepra dianggap istimewa karena:
1. Kumannya tumbuh lambat sehingga masa

inkubasi

lama

dan

perkembangan penyakit lama.


2. Kumannya belum dapat ditanam pada perbenihan asrtifisial.
3. Kumannya berpredileksi pada jaringan saraf
4. Infeksi baru dan lama tidak dapat dibedakan karena gejala klinis tidak
jelas
5. Penyakit lepra hanya terdapat pada manusia
6. Spektrum imunologiknya bervariasi dari 0 sampai 3+ yang bahkan bersifat
merusak karena hipersensitivitas
7. Stigma atau fobi terhadap penyakit lepra.
Armauer Hansen (1873) adalah orang yang pertama menemukan kuman
penyebab lepra, yaitu Mycobacterium leprae yang bersifat tahan asam.

Bacterial Index (BI) adalah jumlah kuantitatif M.Leprae:


1+ 1-10 kuman dalam 100 lapangan penglihatan
2+ 1-10 kuman dalam 10 lapangan penglihatan
3+ 1-10 kuman dalam 1 lapangan penglihatan
4+ 10-100 kuman dalam 1 lapangan penglihatan
5+ 100-1000 kuman dalam 1 lapangan penglihatan
6+ >1000 kuman dalam 1 lapangan penglihatan
Morphological Index (IM) adalah membandingkan kuman yang berwarna

padat/homogeny dengan jumlah keseluruhan kuman yang dilihat. Dilakukan


penghitungan IM berdasarkan:
- Kuman yang terwarnai padat hidup
- Kuman yang terwarnai lemah dan bentuknya irregular mati
Seharusnya IM turun selama terapi, bila IM naik kemungkinan:
- Penderita tidak patuh minum obat
- Timbulnya kuman resisten
F. Etiologi

Mycobacterium

leprae

merupakan

penyebab

penyakit

lepra

yang

ditemukan oleh G. A. Hansen tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang


belum juga dapat dibiakkan dalam media artifisial. M. leprae berbentuk basil
dengan ukuran 3-8 m x 0,5 m, tahan asam dan alkohol serta merupakan
gram positif.7

Gb. 2. Mycobacterium leprae


(Sumber: www.google.com)

G. Patofisiologis
Lepra bukan merupakan suatu spectrum penyakit, tetapi menunjukkan
dua bentuk klinis utama yaitu bentuk TL dan LL. Lepra merupakan reaksi
silang sitokin, pathogen intraselular yang bertahan hidup dalam fagosom
makrofag di banyak organ tubuh.8,9
Sebenarnya M. leprae mempunyai patogenesis dan daya invasi yang
rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu
memberikan

gejala

yang

lebih

berat,

bahkan

dapat

sebaliknya.

Ketidakseimbangan antara infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain


disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya
reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri
atau progresif.
Oleh

karena

itu,

penyakit

lepra

dapat

disebut

sebagai

penyakit

imunologik. Gejala klinis yang dirasakan dan dilihat lebih sebanding dengan
tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya.
H. Gejala Klinis
Tanda-tanda tersangka lepra (suspek):

1. Tanda-tanda pada kulit:


a. Bercak/kelainan kulit yang merah atau putih di bagian tubuh
b. Kulit mengkilap
c. Bercak yang tidak gatal
d. Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak
berambut
e. Lepuh tidak nyeri
2. Gejala-gejala kerusakan saraf:

N.
-

ulnaris:
Anastesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis.
Clawing kelingking dan jari manis
Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis

medial.
N. medianus:
- Anastesia pada ujung jari pada bagian anterior ibu jari, telunjuk dan
N.
N.
N.
N.
-

jari tengah
Tidak mampu aduksi ibu jari
Clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
Ibu jari kontraktur
Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral
radialis:
Anastesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk
Tangan gantung (wrist drop)
Tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan.
poplitea lateralis:
Anastesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis
Kaki gantung (foot drop)
Kelemahan otot peroneus.
tibialis posterior:
Anastesia telapak kaki
Claws toes
Paralisis otot intrinsic kaki dan kolaps arkus pedis
fasialis:
Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus
Cabang bukal, mandibular dan serviks menyebabkan kehilangan

ekpresi wajah dan kegagalan mengatupkan bibir.


N. trigeminus:
- Anastesia kulit wajah, kornea, dan konjungtiva mata
- Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral. 10

I. Komplikasi
Di dunia, lepra mungkin penyebab tersering kerusakan tangan. Trauma
dan infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya jari-jemari
ataupun ekstremitas bagian distal. Juga sering terjadi kebutaan. Fenomena
Lucio yang ditandai dengan artritis, terbatas pada pasien lepromatosus difus,
8

infiltratif dan non noduler. Kasus klinik yang berat lainnya adalah vaskulitis
nekrotikus dan menyebabkan meningkatnya mortalitas. Amiloidos sekunder
merupakan penyulit pada penyakit leprosa berat terutama Eritema Nodosum
Lepromatous (ENL) kronik.
J. Tata Laksana
Tujuan

utama

yaitu

memutuskan

mata

rantai

penularan

untuk

menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita,


mencegah timbulnya penyakit, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi
pokok yang dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan
penderita.
Dapson, diamino difenil sulfon bersifat bakteriostatik yaitu menghalangi
atau menghambat pertumbuhan bakteri. Dapson merupakan antagonis
kompetitif dari para-aminobezoic acid (PABA) dan mencegah penggunaan
PABA untuk sintesis folat oleh bakteri. Efek samping dari dapson adalah
anemia hemolitik, skin rash, anoreksia, nausea, muntah, sakit kepala, dan
vertigo.
Lamprene atau klofazimin, merupakan bakteriostatik dan dapat menekan
reaksi lepra. Klofazimin bekerja dengan menghambat siklus sel dan transpor
dari NA+/K+ ATPase. Efek sampingnya adalah warna kulit bisa menjadi
berwarna ungu kehitaman (warna kulit akan kembali normal bila obat
tersebut dihentikan), diare, nyeri lambung.
Rifampicin, bersifat bakteriosid yaitu membunuh kuman. Rifampicin
bekerja dengan cara menghambat DNA-dependent RNA polymerase pada
sel bakteri dengan berikatan pada subunit beta. Efek sampingnya adalah
hepatotoksik, dan nefrotoksik.10
Prednison, untuk penanganan reaksi lepra. Sulfas Ferrosus untuk penderita
lepra dengan anemia berat. Vitamin A, untuk penderita lepra dengan
kekeringan kulit dan bersisik (ichtyosis). Ofloxacin dan Minosiklin untuk
penderita lepra tipe PB I.
Regimen pengobatan lepra disesuaikan dengan yang direkomendasikan
oleh WHO/DEPKES RI. Untuk itu klasifikasi lepra disederhanakan menjadi:
1. Pausi Basiler (PB) = BI negatif
2. Multi Basiler (MB) = BI positif
Dengan memakai regimen pengobatan MDT = multi drug treatment.
Kegunaan

MDT

untuk

mengatasi

resistensi

Dapson

yang

semakin
9

meningkat,

mengatasi

ketidakteraturan

penderita

dalam

berobat,

menurunkan angka putus obat pada pemakaian monoterapi Dapson, dan


dapat mengeliminasi persistensi kuman lepra dalam jaringan.
PB dengan lesi tunggal diberikan ROM (Rifampicin Ofloxacin Minocyclin).
Pemberian obat sekali saja langsung RFT (Release From Treatment). Obat
diminum di depan petugas. Anak-anak dan ibu hamil tidak di berikan ROM.
Bila obat ROM belum tersedia di Puskesmas diobati dengan regimen
pengobatan PB lesi (2-5). Bila lesi tunggal dengan pembesaran saraf
diberikan: regimen pengobatan PB lesi (2-5).
Rifampici

Ofloxacin

Minocycli

Dewasa

n
600 mg

400 mg

n
100 mg

(50-70 kg)
Anak

300 mg

200 mg

50 mg

(5-14 th)
PB dengan lesi 2 5. Lama pengobatan 6 dosis ini bisa diselesaikan
selama (6-9) bulan. Setelah minum 6 dosis ini dinyatakan RFT (Release
From Treatment) yaitu berhenti minum obat. 1,4,7,10

Dewasa

Rifampicin

Dapson

600 mg/bulan

100 mg/hr

Diminum di depan

diminum di rumah

petugas kesehatan
Anak-anak

450 mg/bulan

50 mg/hari

(10-14 th)

Diminum di depan

diminum di rumah

petugas kesehatan

MB dengan lesi > 5. Lama pengobatan 12 dosis ini bisa diselesaikan


selama 12-18 bulan. Setelah selesai minum 12 dosis obat ini, dinyatakan
RFT

(Realease

From

Treatment)

yaitu

berhenti

minum

obat.

Masa

pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif untuk tipe PB selama 2


tahun dan tipe MB selama 5 tahun.

10

Dewasa

Rifampicin

Dapson

Lamprene

600 mg/bulan

100 mg/hari

300 mg/bulan

diminum di

diminum di

diminum di

depan petugas

rumah

depan petugas

kesehatan

kesehatan
dilanjutkan dgn
50 mg/hari
diminum di

Anak-anak
(10-14 th)

450 mg/bulan

50 mg/hari

rumah
150 mg/bulan

diminum di

diminum di

diminum di

depan petugas

rumah

depan petugas
kesehatan
dilanjutkan dg 50
mg selang sehari
diminum di
rumah

Pengobatan reaksi lepra. Bila reaksi tidak ditangani dengan cepat dan
tepat maka dapat timbul kecacatan berupa kelumpuhan yang permanen
seperti claw hand, drop foot, claw toes, dan kontraktur. Untuk mengatasi
hal-hal tersebut diatas dilakukan pengobatan Prinsip pengobatan Reaksi
Lepra yaitu immobilisasi/istirahat, pemberian analgesik dan sedatif,
pemberian obat-obat anti reaksi, MDT diteruskan dengan dosis yang tidak
diubah.
Pada reaksi ringan, istirahat di rumah, berobat jalan, pemberian analgetik
dan obat-obat penenang bila perlu, dapat diberikan Chloroquine 150 mg
31 selama 3-5 hari, dan MDT (obat lepra) diteruskan dengan dosis yang
tidak diubah.
Reaksi berat, immobilisasi, rawat inap di rumah sakit, pemberian analgesik
dan sedative, MDT (obat lepra) diteruskan dengan dosis tidak diubah,
pemberian obat-obat anti reaksi dan pemberian obat-obat kortikosteroid
misalnya prednison. Obat-obat anti reaksi, aspirin dengan dosis 6001200mg setiap 4 jam (4 6x/hari), Klorokuin dengan dosis 3 x 150 mg/hari,
11

Antimon yaitu stibophen (8,5 mg antimon/ml) yang diberikan 2-3 ml secara


selang-seling dan dosis total tidak melebihi 30 ml. Antimon jarang dipakai
oleh karena toksik. Thalidomide juga jarang dipakai, terutama pada wanita
(teratogenik ). Dosis 400 mg/hari kemudian diturunkan sampai mencapai 50
mg/hari.
Pemberian kortikosteroid, dimulai dengan dosis tinggi atau sedang.
Digunakan prednison atau prednisolon. Gunakan sebagai dosis tunggal pada
pagi hari lebih baik walaupun dapat juga diberikan dosis berbagi. Dosis
diturunkan perlahan-lahan (tapering of) setelah terjadi respon maksimal.
Jika MDT-WHO tidak dapat dilaksanakan karena berbagai alasan, WHO
expert committe pada tahun 1997 mempunyai regimen untuk situasi
khusus, yaitu: Penderita tidak dapat diobati dengan rifampisin
Penyebabnya mungkin alergi, gangguan pada fungsi hepar, ada penyakit
penyerta atau resisten terhadap obat ini. Regimen untuk penderita ini,
adalah:
Lama
Pengobatan
6 Bulan

Diikuti dengan
18 bulan

Jenis Obat
Klofazimin
Ofloksasin
Minosiklin
Klofazimin dengan
Ofloksasin atau
Minosiklin

Dosis
50 mg/hari
400 mg/hari
100 mg/hari
50 mg/hari
400 mg/hari
100 mg/hari

Pada tahun 1994 WHO Study Group on Chemotherapy of Leprosy


menyatakan klaritromisisn 500 mg/hari dapat menggantikan ofloksasin atau
minosiklin pada regimen di atas.
Penderita yang menolak kofazimin
Biasanya penderita menolak obat ini karena adanya pewarnaan kulit.
Untuk itu klofazimin pada MDT-MB dapat diganti dengan ofloksasin 400
mg/hari selama 12 bulan atau minosiklin 100 mg/hari selama 12 bulan.
Pada tahun 1997, WHO Expert of Committe on Leprosy merekomendasikan
juga regimen MDT-MB alternatif selama 24 bulan:

Rifampisin 600 mg/bulan selama 24 bulan,

Ofloksasin 400 mg/bulan selama 24 bulan, dan

Minosiklin 100 mg/bulan selama 24 bulan


Penderita yang tidak dapat diobati dengan DDS

12

Bila DDS menyebabkan terjadinya efek samping berat pada penderita PB


maupun MB, obat ini harus dihentikan. 11,12-14
Regimen pengganti DDS berikut diberikan selama 6 bulan dengan cara:

Dewasa

Rifampisin
600 mg/bln

Anak-anak

450 mg/bln

Klofazimin
50 mg/hari dan 300
mg/bulan
50 mg/hari dan 150
mg/bulan

K. Epidemiologi
Penyakit lepra merupakan penyakit yang menyebar hampir di seluruh
dunia, terutama di negara berkembang, dengan insidensi paling banyak
berada di Afrika. Peningkatan penyakit yang tiba-tiba biasanya bersifat tidak
merata, dimana di satu daerah memiliki insidensi yang tinggi dan pada
daerah

tetangganya

berhubungan

memiliki

dengan

insidensi

kemiskinan

dan

yang

kecil.

pedesaan.

Penyakit

Penyakit

ini

lepra
tidak

berhubungan dengan HIV-AIDS karena memiliki angka inkubasi yang


panjang. Angka insidensi terjadi paling tinggi pada dekade 2 dan 3, yang
paling sedikit angka insidensinya pada wanita dan anak-anak.
L. Prognosis
Dengan adanya

obat-obat

kombinasi,

pengobatan

menjadi

lebih

sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika sudah
ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis menjadi kurang baik.15

M. Pencegahan
Pencegahan dan Pengawasan
Anak-anak dari orang tua yang terinfeksi diberikan kemoprofilaksis
dengan sulfon sampai orang tua tidak infeksius lagi. Jika salah satu
anggota dalam keluarga menderita lepra lepromatosa, maka profilaksis
demikian diperlukan bagi anak-anak dalam keluarga tersebut.
Pencegahan Primodial
Pencegahan primodial yaitu upaya pencegahan pada orang-orang yang
belum memiliki faktor resiko penyakit lepra melalui penyuluhan tentang
penyakit lepra adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan
kemampuan masyarakat oleh petugas kesehatan sehingga masyarakat
dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari
penyakit lepra.

13

Pencegahan Primer (Primary Prevention)


Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan seseorang
yang

telah

memiliki

faktor

resiko

agar

tidak

sakit.

Tujuan

dari

pencegahan primer adalah untuk mengurangi insidensi penyakit dengan


cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor
resikonya. Untuk mencegah terjadinya penyakit lepra, upaya yang
dilakukan adalah memperhatikan dan menjaga kebersihan lingkungan
tempat tinggal, personal hygiene, deteksi dini adanya penyakit lepra dan
penggerakan peran serta masyarakat untuk segera memeriksakan diri
atau menganjurkan orang-orang yang dicurigai untuk memeriksakan diri
ke puskesmas.

PENUTUP
Kesimpulan
Lepra atau morbus Hanses merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae. Bakteri tersebut terutama menyerang sistim saraf perifer
sehingga dapat mengakibatkan paralisis saraf yang diserangnya. Manifestasi
pada kulit salah satunya merupakan hasil dari inflama si yang disebabkan oleh
reaksi imun tubuh. Diagnosis diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang yang teliti. Jika tidak mendapatkan terapi yang adekuat, maka dapat
terjadi komplikasi seperti kebutaan sampai deformitas.

14

Daftar Pustaka
1. Hasyimi R, Wijaya R, Kurniawan L. Kadar lgG dan IgM Pada Bentuk
Tuberkuloid. 1992. Diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08_50_KadarlgGdan1gMPadaBentu
kTuberkuloid.pdf/08_50_KadarlgGdan1gMPadaBentukTuberkuloid.html.
19 April 2013.
2. Andhika AP, Wisnu BS, Suseno D. Lepra. 2009. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/19704455/LEPRA. 19 April 2013.
3. Staf pengajar FKUI. Buku ajar mikrobiologi edisi revisi. Kuman tahan
asam Mycobacterium leprae,hal 237-238.
4. Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, et al, editor. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. Edisi 7. USA: The Mcgraw-Hill
Company. 2008. Hal. 1787-96.
5. Brooks GF, Carroll KC, Morse SA, Mietznei TA, Butel JS. Medical
Microbiology. Edisi 25. USA: The Mcgraw-Hill Company. 2004. Hal 28999.
6. Isselbacher KJ, Braunwald E, et al, editor. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Volume 1. Edisi 13. Jakarta: EGC. 2006. Hal 325.
7. Staf pengajar FKUI,Buku ajar mikrobiologi edisi revisi. Kuman tahan
asam Mycobacterium leprae,hal 237-240.
8. Woll K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of
Clinical Dermatology. 5th ed. McGraw-Hill Medical Publishing Division
USA. 2005. Hal. 655-61.
9. Pringgutomo S, Himawan S, Tjarta A. Buku Ajar Patologi I (Umum). 1st
ed. Jakarta: Sagung Seto. 2002. Hal.143-6.

15

10.

Kosasih A, I Made Wisnu, Sjamsoe-Daili E, Menaldi SL. Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin. Ed. VI. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Jakarta. 2010.
11.

Baratawijaya KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. 8th ed. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. Hal.246.


12.

Andhika AP, Wisnu BS, Suseno D. Lepra. 2009. Diunduh dari

http://www.scribd.com/doc/19704455/LEPRA. 19 April 2013.


13.

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Edisi 6. Jakarta: FKUI. 2010. Hal. 73-88.


14.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2009. Hal.633-37.
15.
Indrasiti R. Virus, Bakteri, Parasit. 2011.
http://www.scribd.com/doc/42030633/Virus-Bakteri-Parasit. 19 April
2013.

16

Anda mungkin juga menyukai