Tinjauan Pustaka Blok 15 - Morbus Hansen
Tinjauan Pustaka Blok 15 - Morbus Hansen
PENDAHULUAN
Morbus Hansen atau yang lebih dikenal sebagai lepra merupakan penyakit
yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang termasuk bakteri golongan
intraseluler. Penyakit ini menyerang tubuh manusia, terutama di kulit dan
susunan syaraf tepi; dan memerlukan waktu yang cukup lama dalam perjalanan
penyakitnya atau dikenal sebagai penyakit kronis. Penyakit lepra masih ditakuti
masyarakat karena merupakan penyakit menular, dapat mengakibatkan cacat
jasmani dan pengasingan oleh keluarga. Hal ini menjadi masalah di beberapa
negara, termasuk Indonesia dengan prevalensi 0.08% 1,2. Penyakit lepra bila
ditinjau dari sudut histopatologik dan klinik, menunjukkan bentuk-bentuk yang
bervariasi atau disebut spektrum.1
Ridley
dan
Jopling3
mengklasifikasikan
penyakit
lepra
sebagai
leprosy (LL)
disebut
Borderline
lepromatous
(BL).
Bentuk Tuberkuloid leprosy (TT) menunjukkan sistem imunitas seluler yang baik
dan dapat sembuh dalam waktu relatif cepat, sedangkan bentuk Lepromatous
leprosy (LL) juga dapat sembuh, tetapi dalam waktu relatif lama. Selain dari tipetipe yang disebut di atas terdapat pula bentuk Indeterminate yaitu bentuk
penyakit lepra yang paling dini. Kemungkinan bentuk ini terjadi sebelum terjadi
tipe Tuberkuloid leprosy (TT), Lepromatous leprosy (LL) atau Borderline (BB).1
PEMBAHASAN
A. Anamnesis
Anamnesis yang akurat sangat penting dalam menegakkan diagnosis yang
tepat pada kondisi-kondisi yang mengenai kulit. Keluhan utama tersering
diantaranya adalah ruam, gatal, bengkak, ulkus, perubahan warna kulit dan
pengamatan saat pasien datang dengan keluhan utama kondisi medis lain.
Pada anamnesis penting untuk ditanyakan keluhan utama yang dialami
pasien. Tentunya hal ini dilakukan setelah identitas pasien diketahui dengan
jelas. Setelah itu perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit sekarang,
seperti adakah rasa gatal pada bercak, kapan rasa gatal itu timbul, apakah
rasa gatal terus-menerus dirasakan sepanjang hari atau tidak, lalu adakah
sisik pada bercak tersebut, ataukah hanya disekitar bercak, dapat juga
ditanyakan apakah bercak tersebut meluas, apakah ada bau, dan apakah
pasien sudah pernah minum obat atau ke berobat ke dokter dan
perkembangan seperti apa yang didapat jika pasien sudah pernah berobat.
Hal berikut yang harus ditanyakan pada pasien adalah riwayat penyakit
dahulu. Apakah pasien pernah mengalami sakit serupa d waktu yang
lampau, kapan terjadinya, berapa lama, dan pengobatan apa yang dilakukan.
Riwayat keluarga juga penting untuk ditanyakan, apakah ada keluarga atau
kerabat yang merasakan keluhan yang sama dengan pasien. Lalu tanyakan
juga riwayat sosial dan kebiasaan pasien tentang bagaimana tempat
tinggalnya dan bagaimana kebiasaan pasien menyangkut kebersihan dirinya.
B. Pemeriksaan fisik
Inspeksi.
Pasien diminta memejamkan mata, menggerakan mulut, bersiul dan
tertawa untuk mengetahui fungsi saraf wajah. Semua kelainan kulit di
seluruh tubuh diperhatikan, seperti adanya macula, nodul, jaringan parut,
kulit yang keriput, penebalan kulit dan kehilangan rambut tubuh (alopesia
dan madarosis).
Pemeriksaan sensibilitas
Dilakukan pada lesi kulit dengan menggunakan kapas (rasa raba), jarum
pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri), serta air panas dan dingin dalam
tabung reaksi (rasa suhu).
D. Diagnosis Banding
Differensial diagnosisnya adalah ptiriasis versikolor, ptiriasis alba, dan
vitiligo
Ptiriasis versikolor
Etiologi: Malazessia furfur
Patogenesis: terdapat flora normal yang berhubungan dengan Ptiriasis
versikolor yaitu Pitysporum orbiculare bulat atau Pitysporum oval.
Malazessia furfur merupakan fase spora dan miselium. Faktor predisposisi
ada dua yaitu faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor endogen adalah
akibat rendahnya imun penderita dsedangkan faktor eksogen adalah
suhu, kelembapan udara dan keringat. Hipopigmentasi dapat disebabkan
oleh terjadinya asam dekarbosilat yang diprosuksi oleh Malazessia furfur
yang
bersifat
inhibitor
kompetitif
terhadap
enzim
tirosinase
dan
menggunakan
lampu
wood
akan
berwarna
kuning
muda,
Ptiriasis alba
Adalah suatu bentuk dermatitis ringan. Dengan gejala klinis munculnya
bercak-bercak putih di wajah, tubuh, atau di tangan dan kaki namun tidak
terasa gatal. Sering salah didiagnosa dengan penyakit infeksi jamur lain
karena kemiripan gejala klinis. Ptiriasis alba merupakan kelainan kulit
dengan bercak putih bersisik halus berbentuk bulat, oval, dan tidak
teratur.
4
Vitiligo
Makula putih berbatas tegas dan mengenai seluruh tubuh yang
mengandung sel melanosit. Vitiligo merupakan hipomelanosis idiopatik
yang ditandai dengan makula putih yang dapat meluas. Patogenesis
vitiligo ada beberapa yaitu hipotesis autoimun, hipotesis neurohumoral,
hipotesis autotoksik dan pajanan terhadap bahan kimia.
Gejala klinis vitiligo adalah terdapat repigmentasi perifolikuler. Daerah
yang paling sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama
bagian atas jari, periofisial pada mata, mulut dan hidung, tibialis anterior
dan pergelangan tangan bagian fleksor.Lesi bilateral atau simetris. Mukosa
jarang terkena, kadang kadang mengenai genitalia eksterna, puting
susu, bibir dan ginggiva.
Vitiligo dapat dibagi atas dua yaitu lokal dan generalisata. Vitiligo lokal
dapat dibagi tiga yaitu vitiligo fokal adalah makula satu atau lebih tetapi
tidak segmental, vitiligo segmental adalah makula satu atau lebih yang
distribusinya sesuai dengan dermatom, dan mukosal yang hanya terdapat
pada mukosa. Vitiligo generalisata juga dapat dibagi tiga yaitu vitiligo
acrofasial adalah depigmentasi hanya pada bagian distal ekstremitas dan
muka serta merupakan stadium awal vitiligo generalisata, vitiligo vulgaris
adalah makula yang luas tetapi tidak membentuk satu pola, dan vitiligo
campuran adalah makula yang menyeluruh atau hampir menyeluruh
merupakan vitiligo total.
E.
Diagnosis Kerja
Penyebab penyakit lepra pada manusia, terutama menginfeksi saraf
tepi,kulit,mukosa hidung,otot,tulang dan testis. Banyak terdapat di Afrika,
Asia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Penyakit lepra sejak dahulu
dianggap istimewa. Penderita lepra biasanya dikucilkan dari masyarakat, dan
menimbulkan rasa takut (Leprofobi).
Gb. 1. Lepra
(Sumber: www.google.com)
Penyakit lepra dianggap istimewa karena:
1. Kumannya tumbuh lambat sehingga masa
inkubasi
lama
dan
Mycobacterium
leprae
merupakan
penyebab
penyakit
lepra
yang
G. Patofisiologis
Lepra bukan merupakan suatu spectrum penyakit, tetapi menunjukkan
dua bentuk klinis utama yaitu bentuk TL dan LL. Lepra merupakan reaksi
silang sitokin, pathogen intraselular yang bertahan hidup dalam fagosom
makrofag di banyak organ tubuh.8,9
Sebenarnya M. leprae mempunyai patogenesis dan daya invasi yang
rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu
memberikan
gejala
yang
lebih
berat,
bahkan
dapat
sebaliknya.
karena
itu,
penyakit
lepra
dapat
disebut
sebagai
penyakit
imunologik. Gejala klinis yang dirasakan dan dilihat lebih sebanding dengan
tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya.
H. Gejala Klinis
Tanda-tanda tersangka lepra (suspek):
N.
-
ulnaris:
Anastesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis.
Clawing kelingking dan jari manis
Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis
medial.
N. medianus:
- Anastesia pada ujung jari pada bagian anterior ibu jari, telunjuk dan
N.
N.
N.
N.
-
jari tengah
Tidak mampu aduksi ibu jari
Clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
Ibu jari kontraktur
Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral
radialis:
Anastesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk
Tangan gantung (wrist drop)
Tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan.
poplitea lateralis:
Anastesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis
Kaki gantung (foot drop)
Kelemahan otot peroneus.
tibialis posterior:
Anastesia telapak kaki
Claws toes
Paralisis otot intrinsic kaki dan kolaps arkus pedis
fasialis:
Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus
Cabang bukal, mandibular dan serviks menyebabkan kehilangan
I. Komplikasi
Di dunia, lepra mungkin penyebab tersering kerusakan tangan. Trauma
dan infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya jari-jemari
ataupun ekstremitas bagian distal. Juga sering terjadi kebutaan. Fenomena
Lucio yang ditandai dengan artritis, terbatas pada pasien lepromatosus difus,
8
infiltratif dan non noduler. Kasus klinik yang berat lainnya adalah vaskulitis
nekrotikus dan menyebabkan meningkatnya mortalitas. Amiloidos sekunder
merupakan penyulit pada penyakit leprosa berat terutama Eritema Nodosum
Lepromatous (ENL) kronik.
J. Tata Laksana
Tujuan
utama
yaitu
memutuskan
mata
rantai
penularan
untuk
MDT
untuk
mengatasi
resistensi
Dapson
yang
semakin
9
meningkat,
mengatasi
ketidakteraturan
penderita
dalam
berobat,
Ofloxacin
Minocycli
Dewasa
n
600 mg
400 mg
n
100 mg
(50-70 kg)
Anak
300 mg
200 mg
50 mg
(5-14 th)
PB dengan lesi 2 5. Lama pengobatan 6 dosis ini bisa diselesaikan
selama (6-9) bulan. Setelah minum 6 dosis ini dinyatakan RFT (Release
From Treatment) yaitu berhenti minum obat. 1,4,7,10
Dewasa
Rifampicin
Dapson
600 mg/bulan
100 mg/hr
Diminum di depan
diminum di rumah
petugas kesehatan
Anak-anak
450 mg/bulan
50 mg/hari
(10-14 th)
Diminum di depan
diminum di rumah
petugas kesehatan
(Realease
From
Treatment)
yaitu
berhenti
minum
obat.
Masa
10
Dewasa
Rifampicin
Dapson
Lamprene
600 mg/bulan
100 mg/hari
300 mg/bulan
diminum di
diminum di
diminum di
depan petugas
rumah
depan petugas
kesehatan
kesehatan
dilanjutkan dgn
50 mg/hari
diminum di
Anak-anak
(10-14 th)
450 mg/bulan
50 mg/hari
rumah
150 mg/bulan
diminum di
diminum di
diminum di
depan petugas
rumah
depan petugas
kesehatan
dilanjutkan dg 50
mg selang sehari
diminum di
rumah
Pengobatan reaksi lepra. Bila reaksi tidak ditangani dengan cepat dan
tepat maka dapat timbul kecacatan berupa kelumpuhan yang permanen
seperti claw hand, drop foot, claw toes, dan kontraktur. Untuk mengatasi
hal-hal tersebut diatas dilakukan pengobatan Prinsip pengobatan Reaksi
Lepra yaitu immobilisasi/istirahat, pemberian analgesik dan sedatif,
pemberian obat-obat anti reaksi, MDT diteruskan dengan dosis yang tidak
diubah.
Pada reaksi ringan, istirahat di rumah, berobat jalan, pemberian analgetik
dan obat-obat penenang bila perlu, dapat diberikan Chloroquine 150 mg
31 selama 3-5 hari, dan MDT (obat lepra) diteruskan dengan dosis yang
tidak diubah.
Reaksi berat, immobilisasi, rawat inap di rumah sakit, pemberian analgesik
dan sedative, MDT (obat lepra) diteruskan dengan dosis tidak diubah,
pemberian obat-obat anti reaksi dan pemberian obat-obat kortikosteroid
misalnya prednison. Obat-obat anti reaksi, aspirin dengan dosis 6001200mg setiap 4 jam (4 6x/hari), Klorokuin dengan dosis 3 x 150 mg/hari,
11
Diikuti dengan
18 bulan
Jenis Obat
Klofazimin
Ofloksasin
Minosiklin
Klofazimin dengan
Ofloksasin atau
Minosiklin
Dosis
50 mg/hari
400 mg/hari
100 mg/hari
50 mg/hari
400 mg/hari
100 mg/hari
12
Dewasa
Rifampisin
600 mg/bln
Anak-anak
450 mg/bln
Klofazimin
50 mg/hari dan 300
mg/bulan
50 mg/hari dan 150
mg/bulan
K. Epidemiologi
Penyakit lepra merupakan penyakit yang menyebar hampir di seluruh
dunia, terutama di negara berkembang, dengan insidensi paling banyak
berada di Afrika. Peningkatan penyakit yang tiba-tiba biasanya bersifat tidak
merata, dimana di satu daerah memiliki insidensi yang tinggi dan pada
daerah
tetangganya
berhubungan
memiliki
dengan
insidensi
kemiskinan
dan
yang
kecil.
pedesaan.
Penyakit
Penyakit
ini
lepra
tidak
obat-obat
kombinasi,
pengobatan
menjadi
lebih
sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika sudah
ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis menjadi kurang baik.15
M. Pencegahan
Pencegahan dan Pengawasan
Anak-anak dari orang tua yang terinfeksi diberikan kemoprofilaksis
dengan sulfon sampai orang tua tidak infeksius lagi. Jika salah satu
anggota dalam keluarga menderita lepra lepromatosa, maka profilaksis
demikian diperlukan bagi anak-anak dalam keluarga tersebut.
Pencegahan Primodial
Pencegahan primodial yaitu upaya pencegahan pada orang-orang yang
belum memiliki faktor resiko penyakit lepra melalui penyuluhan tentang
penyakit lepra adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan
kemampuan masyarakat oleh petugas kesehatan sehingga masyarakat
dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari
penyakit lepra.
13
telah
memiliki
faktor
resiko
agar
tidak
sakit.
Tujuan
dari
PENUTUP
Kesimpulan
Lepra atau morbus Hanses merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae. Bakteri tersebut terutama menyerang sistim saraf perifer
sehingga dapat mengakibatkan paralisis saraf yang diserangnya. Manifestasi
pada kulit salah satunya merupakan hasil dari inflama si yang disebabkan oleh
reaksi imun tubuh. Diagnosis diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang yang teliti. Jika tidak mendapatkan terapi yang adekuat, maka dapat
terjadi komplikasi seperti kebutaan sampai deformitas.
14
Daftar Pustaka
1. Hasyimi R, Wijaya R, Kurniawan L. Kadar lgG dan IgM Pada Bentuk
Tuberkuloid. 1992. Diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08_50_KadarlgGdan1gMPadaBentu
kTuberkuloid.pdf/08_50_KadarlgGdan1gMPadaBentukTuberkuloid.html.
19 April 2013.
2. Andhika AP, Wisnu BS, Suseno D. Lepra. 2009. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/19704455/LEPRA. 19 April 2013.
3. Staf pengajar FKUI. Buku ajar mikrobiologi edisi revisi. Kuman tahan
asam Mycobacterium leprae,hal 237-238.
4. Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, et al, editor. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. Edisi 7. USA: The Mcgraw-Hill
Company. 2008. Hal. 1787-96.
5. Brooks GF, Carroll KC, Morse SA, Mietznei TA, Butel JS. Medical
Microbiology. Edisi 25. USA: The Mcgraw-Hill Company. 2004. Hal 28999.
6. Isselbacher KJ, Braunwald E, et al, editor. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Volume 1. Edisi 13. Jakarta: EGC. 2006. Hal 325.
7. Staf pengajar FKUI,Buku ajar mikrobiologi edisi revisi. Kuman tahan
asam Mycobacterium leprae,hal 237-240.
8. Woll K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of
Clinical Dermatology. 5th ed. McGraw-Hill Medical Publishing Division
USA. 2005. Hal. 655-61.
9. Pringgutomo S, Himawan S, Tjarta A. Buku Ajar Patologi I (Umum). 1st
ed. Jakarta: Sagung Seto. 2002. Hal.143-6.
15
10.
16