Sirosis Hati Pada Laki-Laki 58 Tahun: Pendahuluan
Sirosis Hati Pada Laki-Laki 58 Tahun: Pendahuluan
Pendahuluan
Sirosis hepatis (SH) berasal daripada perkataan Yunani kirrhos yang bermaksud kuning.1
Sirosis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai dengan penggantian
jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan yang terjadi sebagai
hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak) akibat nekrosis hepatoseluler, yang
mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi hati.2
Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis
hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat dibangsal penyakit dalam atau rata-rata
47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Di negara-negara maju seperti Inggris
dan Amerika Serikat, jumlah kematian akibat SH meningkat setiap tahunnya.
Diagnosis klinis SH dibuat berdasarkan kriteria Soedjono dan Soebandiri tahun 1973, yaitu
bila ditemukan 5 dari 7 keadaan berikut: eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral atau
varises esofagus, asites dengan atau tanpa edema, splenomegali, hematemesis dan melena,
rasio albumin dan globulin terbalik.. Timbulnya komplikasi-komplikasi seperti asites,
ensefalopati, varises esofagus menandai terjadinya pergantian dari SH fase kompensasi yang
asimtomatik menjadi SH dekompensasi.1,2
Pada kasus ini, seorang laki-laki berusia 58 tahun datang ke UGD RSUD dengan keluhan
perut membesar disertai sesak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pada pasien
terjadinya kembung dan mual. Riwayat buang air besar dan kecil adalah normal. Pasien
memiliki riwayat sakit kuning 3 tahun lalu, beberapa kali kambuh, dan dokter mengatakan
bahawa beliau menderita hepatitis B.
Anamnesis
Anamnesis memain peran yang sangat penting dalam mendiagnosis
sesuatu penyakit. Yang ditanyakan pada anamnesis meliputi identitas
penyakit
dahulu
terutama
yang
berkaitan
dengan
Pemeriksaan Fisik
Terdapat beberapa pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan. Pertama
sekali pasien harus dinilai kesadarannya saat dia sampai ke rumah sakit
dan menilai derajat sakitnya. Sebelum dimulakan pemeriksaan fisik,
2
Kolesistektomi,
laparotomi,
reseksi
kolon,
appendiktomi,
diminta
supaya
memfleksikan
kedua
kakinya.
Pasien
juga
umum
adalah
dengan
melakukan
palpasi
superfisial
pada
abdomen dimulai dari daerah yang tidak nyeri secara sistematis sesuai
kuadran. Setelah itu melakukan palpasi dalam pada abdomen dengan
3
kedua tangan dimulai dari daerah yang tidak nyeri sesuai kuadran. Akhir
sekali memberikan laporan ada/tidaknya nyeri, rigiditas, massa/benjolan
superfisial dan dalam
Setelah itu dapat dilakukan palpasi hati untuk mencari perbesaran hati
dari kuadran kanan bawah menuju ke arah inferior costae dextra saat
pasien inspirasi. Setelah iu dilakukan palpasi mencari perbesaran hati dari
regio suprapubic menuju ke processus xyphoideus saat pasien inspirasi.
Bila terdapat perbesaran hati, dilaporkan ukuran perbesaran (jari/cm) di
bawah arcus costae kanan, dan di bawah processus xiphoideus, tepi
(tajam/tumpul),
konsistensi
(lunak/kenyal/tumpul),
permukaan
Pemeriksaan Penunjang
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu seseorang
melakukan pemeriksaan rutin. Terdapat beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk
menilai tahap kerusakan hati seseorang penderita.
Pada sirosis hepatis bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer,
hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme (lien
membesar) dengan leukopenia dan trombositopenia (jumlah leukosit dan trombosit kurang
dari nilai normal). Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yg kurang baik.
Kenaikan kadar enzim transaminase/ SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk tentang
berat dan luasnya kerusakan jaringan parenkim hepar. Kenaikan kadarnya dalam serum
4
timbul akibat kebocoran dari sel yg mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT
sama dengan transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan laboratorium
bilirubin, transaminase, dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
Kadar albumin yang menurun merupakan gambaran kemampuan sel hati yang
berkurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda
kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan operasi
Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai kemampuan sel hati. Bila
terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun. Pada perbaikan sel hepar, terjadi kenaikan
CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal, mempunyai
prognosis yang buruk.
Pemanjangan PT (Protrombin Time) merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati.
Pemberian vitamin K parenteral dapat memperbaiki PT (Protrombin Time). Pemeriksaan
hemostatik pada pasien sirosis hepatis penting, dalam menilai kemungkinan perdarahan baik
dari varises esofagus, gusi maupun epistaksis (mimisan).
Pemeriksaan Marker serologi, penanda virus seperti HBsAg/HBsAb, HBeAg/HBeAb, HBV
DNA, HCV RNA, adalah penting dalam menentukan etiologi sirosis hepatis.
Pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi
transformasi ke arah keganasan. Nilai AFP yg terus meningkat mempunyai nilai diagnostik,
kearah hepatoma/ kanker hepar primer. Nilai AFP > 500-1000 mempunyai nilai diagnostik
suatu kanker hati primer.
Pada pemeriksaan lab, didapatkan Hb 10g/dl, leukosit 2200/uL, Ht 29%,
Thrombosit 58000/UI.
Parasentesis
sebaiknya
dilakukan
pada
setiap
pasien
asites
baru.
Pemeriksaan yang sering digunakan untuk menilai asites adalah serumascites albumin gradient (SAAG) untuk menentukan apakah asites
eksudat atau transudat.
Ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan rutin pada kasus ini karena
non-invasif dan mudah. Hal yang dapat dinilai dari USG ialah sudut hati,
permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis
stadium lanjut, hati ditemukan mengecil, nodular, permukaan irregular.
5
Selain itu, USG juga boleh digunakan untuk melihat asites, splenomegali,
pelebaran dan trombosis vena porta, serta screening untuk karsinoma
hati.1,2
Diagnosis Kerja
Pada kasus ini, seorang laki-laki berusia 58 tahun datang ke UGD RSUD dengan keluhan
perut membesar disertai sesak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pada pasien
terjadinya kembung dan mual. Riwayat buang air besar dan kecil adalah normal. Pasien
memiliki riwayat sakit kuning 3 tahun lalu, beberapa kali kambuh, dan dokter mengatakan
bahawa beliau menderita hepatitis B. Diagnosis kerja untuk kasus ini adalah sirosis hati yang
dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Pada
stadium
kompensasi
sempurna
kadang-kadang
sulit
untuk
mungkin
bisa
ditegakkan
diagnosis
dengan
bantuan
Diagnosis Banding
Tuberkulosis peritoneal2,3
Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal
atau viseral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini sering mengenai seluruh peritoneum dan alat-alat sistem GIT,
mesenterium, dan organ genitalia interna. Penyakit ini jarang berdiri
sendiri, biasanya merupakan kelanjutan dari proses tuberkulosis di tempat
lain, seringkali dari paru. Peritoneum dapat terkena tuberkulosis melalui
cara seperti penyebaran hematogen dari paru-paru, melalui dinding usus
6
yang terinfeksi, dari kelenjar limfe mesenterium, dan melalui tuba falopii
yang terinfeksi.2
Keluhan yang sering ialah tidak ada nafsu makan, batuk, dan demam.
Pada pemeriksaan fisis gejala yang sering dijumpai ialah asites, demam,
pembengkakan perut dan nyeri, pucat dan kelelahan.
Bentuk eksudatif dari tuberkulosis peritoneal adalah bentuk dengan asites
yang banyak. Dari pemeriksaan cairan asites, umumnya didapatkan
eksudat dengan protein lebih dari 3g/dL. Hasil kultur cairan asites
didapatkan
basil
tahan
asam,
menggunakan
cairan
asites
yang
bebas
atau
terfiksasi.
Adanya
penebalan
mesenterium
dan
Tuberkel kecil atau besar pada dinding peritoneum atau pada organ
peritoneum.
Penebalan peritoneum
Cairan eksudat atau purulen, mungkin juga cairan bercampur darah
Hepatoma
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati. Ia juga
dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang
berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel
penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatosit) membentuk sampai 80% dari
jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%)
timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau
Karsinoma (carcinoma).2
Penyebab kanker hati sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun kanker hati
kanker hati primer (karsinoma hepatoseluler) cenderung terjadi pada hati/liver yang rusak
karena cacat lahir, penyalahgunaan alkohol, atau infeksi kronis akibat penyakit seperti
hepatitis B dan C, hemochromatosis (terlalu banyaknya kadar besi dalam hati) dan sirosis.
Lebih dari 50% orang yang terdiagnosa kanker hati primer, telah mengalami sirosis hati.
Mereka yang menderita kondisi genetik yang disebut hemochromatosis memiliki risiko yang
lebih besar.
Berbagai zat penyebab kanker yang berhubungan dengan kanker hati primer, termasuk
diantaranya: herbisida, aflatoksin (sejenis jamur tanaman pada gandum & palawija), dan
bahan kimia tertentu seperti vinil klorida dan arsen. Merokok plus penyalahgunaan alcohol
juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker hati.3
Pada pemeriksaan fisik, suatu hati yang membesar dan adakalanya lembut adalah penemuan
yang paling umum. Kanker-kanker hati adalah tumor-tumor yang sangat vaskuler
(mengandung banyak pembuluh-pembuluh darah). Jadi, jumlah-jumlah darah yang
meningkat yang diberikan kedalam arteri hepatik (arteri ke hati) dan menyebabkan aliran
darah yang bergolak (turbulent) dalam arteri. Pergolakan (turbulensi) berakibat pada suatu
suara yang berbeda/jelas dalam hati (hepatic bruit) yang dapt didengar dengan sebuah
stetoskop pada kira-kira satu per empat sampai setengah dari pasien-pasien dengan kanker
hati. Segala tanda dari penyakit hati yang telah lanjut (contohnya, ascites, jaundice, atau
penyusutan otot) berarti suatu prognosis yang jelek. Jarang, seorang pasien dengan kanker
hati dapat mendadak menjadi jaundice ketika tumor melongsor kedalam pembuluh empedu.
Jaundice terjadi pada situasi ini karena keduanya pengelupasan tumor kedalam pembuluh dan
perdarahan yang menggumpal dalam pembuluh dapat menghalangi pembuluh.3
Kanker hati seringkali tidak menimbulkan gejala. Ketika kanker bertambah besar, orang
mungkin melihat satu atau lebih dari gejala umum ini, rasa sakit di perut bagian atas di sisi
kanan, sebuah benjolan atau rasa berat di perut bagian atas, bengkak (kembung) pada perut,
kehilangan nafsu makan dan perut terasa penuh, penurunan berat badan tanpa sebab jelas,
kelelahan, mual dan muntah, kulit dan mata berwarna kuning, tinja pucat, dan urine berwarna
gelap, demam, sclera ikterik, dan asites.4
Manifestasi Klinik
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena kelainan penyakit
8
lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan
lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat
badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil,
buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut
(sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut
badan, gangguan tidur, dan deman tak begitu tinggi. Mungkin disertai
adanya
gangguan
pembekuan
darah,
pendarahan
gusi,
epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh
pekat, muntah darah atau/dan melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.2,3,5
Temuan klinis sirosis hati meliputi, spider angio maspiderangiomata (atau
spider telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa venavena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas.
Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan
peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa
ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan pada orang sehat
walau umumnya ukuran lesi kecil.
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon
estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis karena turut ditemukan
pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan
hematologi.
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanisme juga belum diketahui tetapi
diperkirakan karena hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada
kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik.
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati
hipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.
Kontraktur
dupuytren,
akibat
fibrosis
fasia
palmaris
menimbulkan
mammae
laki
laki,
kemungkinan
akibat
peningkatan
pada
laki
laki
mengalami
perubahan
kearah
feminism.
terutama
pada
sirosis
yang
penyebabnya
nonalkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi
porta
daan
hipoalbuminemia.
Caput
medusa
juga
sebagai
akibat
hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien
sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan
porto sistemik yang berat. Ikterus pada kulit dan membrane mukosa,
akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dLtidak
terlihat.Warna urin terlihat gelap seperti teh. Asterixis bilateral, tetapi
tidak sinkron berupa gerakan mengepak ngepak dari tangan, dorsofleksi
tangan.
Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya:2
Etiologi
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar
nodul lebih daripada 3mm) atau mikronodular (besar nodul kurang
10
C.
Alkohol
sebagai
penyebab
sirosis
di
Indonesia
mungkin
Epidemiologi
Prevalensi sirosis hati dan penyakit hati kronik di AS diperkirakan sebesar 5,5 juta
kasus. Prevalensi terbanyak pada laki-laki dan pada usia 51-60 tahun. Data di Indonesia
belum ada, namun tercatat prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal penyakit dalam
berkisar antara 3,6 %-8,4%. Kematian akibat sirosis hati di AS menurut Centers for Disease
Control and Prevention (CDCP) menempati posisi ke-10, dengan angka 25.192
kematian/tahun. Penyebab kematian pada sirosis hati antara lain koma hepatik (435
kematian/tahun), hipertensi portal (111 kematian/tahun), dan sindroma hepatorenal (443
kematian/tahun). Di California, kematian akibat sirosis hati di tahun 1999 adalah 76,1
kasus/100.000 penduduk, meningkat menjadi 83,2 kasus/100.000 penduduk di tahun 2003.
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di
Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat
penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%)
dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat
steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati
belum ada, hanya laporan laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian
Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak dipublikasi). Di Medan dalam
11
kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh
pasien di Bagian Penyakit Dalam.2,3,7
Patogenesis
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel
stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam
keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degredasi. Pembentukan
fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan antara produksi matriks ekstraseluler
dan proses degradasinya. Matriks ekstraselular terdiri dari jaringan kolagen, glikoprotein dan
proteinoglikan. Sel-sel stelata dalam ruangan perisinusoidal, merupakan sel penting untuk
memproduksi matriks ekstraselular. Sel ini dapat diaktivasi menjadi pembentuk kolagen, oleh
berbagai faktor parakrin.
menerus, (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi
sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di
dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti dengan jaringan ikat.
Secara garis besar, sirosis dapat dibagi menjadi dua: kompensata dan dekompensata.
Dekompensata apabila terdapat ikterus, perdarahan varises, asites, ensefalopati hepatikum
atau karsinoma hepatika. Komplikasi paling banyak ditemukan adalah asites. Perubahan dari
kompensata menjadi tidak, adalah sekitar 5-7% pertahunnya. Sedangkan, harapan hidup
cenderung menurun jauh, dari 12 tahun pada sirosis kompensata menjadi 2 tahun pada
penderita sirosis dekompensata. Faktor prognosis buruk yang telah terbukti, adalah adanya
kegagalan organ.2-4,7
12
Penatalaksanaan
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan bahan yang bisa
menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Diet
yang dibutuhkan penderita sirosis hati adalah adalah karbohidrat 35-40 kkal/kgBB dan
protein 1,2-1,5 g/kgBB setiap harinya. Protein 1,2 g/kgBB diberikan pada sirosis kompensata
dengan status gizi cukup dan 1,5 g/kgBB diberikan pada sirosis kompensata disertai
malnutrisi. Sirosis yang dekompensata dengan ensefalopati akan diberikan diet rendah
protein (0,5 g/kgBB) yang kemudian ditingkatkan bertahap.
Tatalaksana pengobatan sirosis kompensata
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditunjukan untuk
mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditunjukan untuk
menghilangkan etiologi diantaranya alkohol dan bahan bahan lain yang
toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunannya. Pemberian
asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Pada
hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada
hemokromatosis flebotomi, setiap minggu sampai konsentrasi besi
menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati
nonalkoholik, menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleotida)
merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan
100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian
lamivudin setelah 9 12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga
terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan
3 MIU (Million International Units), tiga kali seminggu selama 4 6 bulan,
namun ternyata juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan
terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan
dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari
selama 6 bulan.
13
Pada pengobatan fibrosis hati pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa
datang, menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan
mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk
mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan.
Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan
pengurangan aktivitas sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan
dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam
penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat obatan herbal juga
sedang dalam penelitian. 2,5
Tatalaksana pengobatan sirosis dekompensata
Pada
stadium
sirosi
dekompensata,
pengobatan
adalah
diberikan
hati
dilakukan
terapi
definitive
pada
pasien
sirosis
Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas
hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan
komplikasinya.5
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bacterial spontan
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat
timbul demam dan nyeri abdomen.
Pada sindrom hepatorenal terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organic
ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.
Salah satu manifestasu hipertensi porta adalah varises esophagus 20
sampai
40%
pasiensirosis
dengan
varises
esophagus
pecah
yang
Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah hepatitis B adalah vaksinasi. Dua jenis
vaksin tersedia adalah Recombivax HB dan Energix-B. 3 Kedua vaksin
membutuhkan tiga suntikan yang diberikan selama jangka waktu enam
bulan. Efek samping, bila terjadi, biasanya ringan dan dapat termasuk
rasa sakit pada daerah suntikan dan gejala mirip flu yang ringan. Juga
tersedia vaksin kombinasi terhadap HAV dan HBV (Twinrix), yang
menawarkan manfaat tambahan yaitu pemberian perlindungan terhadap
kedua infeksi virus.1,3
Dengan tiadanya vaksin terhadap hepatitis C, cara terbaik untuk
mencegah infeksi adalah untuk mengurangi risiko tersentuh oleh darah
orang lain. Hal ini juga berlaku untuk orang yang sudah terinfeksi HCV,
agar menghindari penularan kepada orang lain.
Cara terbaik untuk menghindari faktor risiko terbesar terhadap
penularan HCV adalah untuk menghentikan penggunaan narkoba suntikan
atau tidak memulai. Jangan memakai sikat gigi, alat cukur, pemotong
kuku, atau alat lain yang mungkin terkena darah secara bergantian. Bila
ingin dilakukan tato atau tindikan lain, pastikan dilakukan oleh ahli yang
dapat dipercaya, dan dengan cara yang bersih.3
Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Permriksaan darah
donor perlu dilakukan utnuk memastiikan darah tidak tercemar virus
hepatitis.bila darah mengandung virus hepatitis penerima donor akan
tertular dan berisiko terkena sirosis.
Untuk mengelakkan sirosis hati antara lain adalah kurangi konsumsi
alkohol atau tidak mengkonsumsi sama sekali. Meskipun kadar alkohol
yang boleh mengakibatkan sirosis
hati
dan
16
Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang
menyertai.
Klasifikasi ChildPugh, pasien sirosis hati dalam terminologi cadangan
fungsi hati juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan
menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada
tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri
dari
Kesimpulan
Sirosis hepatis atau sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang
disebabkan oleh multifaktorial, primer maupun sekunder. Penyebab
17
primer
salah
satunya
adalah
kecenderungan
pasien
mengonsumsi
dipengaruhi
sejumlah
faktor
meliputi
etiologi,
beratnya
Daftar Pustaka
1. Longmore M, Wilkinson IB, Baldwin A, Wallin E, Oxford handbook of
clinical medicine. Edisi ke 9. Tonbridge: Greengate Publishing
Services, 2014. h.260-1.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar penyakit
dalam: Sirosis hati. 5th Ed Vol 1. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD, 2010. h. 668-9.
3. Lindseth, Glenda N. Sirosis hati. Dalam: Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 1. Edisi
ke-6. Cetakan pertama. Jakarta: EGC; 2006.h.493-501.
4. Schuppan D, Afdhal NH. Liver cirrhosis. Lancet. 2008 March 8;
371(9615): 838851.
18
5. Sumariyono, Linda K, Wijaya. Struktur Sendi, Otot, Saraf, dan Endotel Vaskular.
Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. p. 668-73.
6. Adrianto P, Johannes G. Kapita Selekta Kedokteran Klinik. Jakarta:
EGC; 2009.p.224-29.
7. Price SA, Wilson LM. Fisiologi proses-proses penyakit: hati, saluran empedu dan
pankreas. 4th ed vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005.h. 439-47.
8. Gambar diunduh dari http://depts.washington.edu/hepstudy/definitions/uploads/49/
Liver_Cirrhosis.png pada 20 Juni 2015.
19