Anda di halaman 1dari 13

Gangguan Pemusatan Perhatian dengan Hiperaktivitas pada Anak

Pendahuluan
Anak-anak memiliki kebutuhan yang harus dipuaskan agar dapat tumbuh secara normal
bahkan sejak mereka masih bayi (Papila, 2004). Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi
kebutuhan fisik sampai psikologis yang pada umumnya dipenuhi oleh care giver (orang tua,
kakek/nenek, pengasuh, atau orang dewasa yang bertanggung jawab ataspengasuhan dan
kesejahteraan anak) (Sabtrock, 1998). Dengan demikian anak akan merasakan pengalaman cinta
yang murni dan disiplin yang sehat. Kondisi tersebut memberikan mereka perasaan aman dan
puas sehingga anak dapat berkembang sesuai real self mereka. Orang tua care giver utama
memiliki kontribusi yang sangat besar dalam memberikan cinta dan perhatian pada anak untuk
mendukung perkembangan anak sehingga menjadi orang dewasa yang berkompeten.1
Namun jika aspek yang disebutkan diatas tidak terpenuhi pada pertumbuhan anak maka hasil
pertumbuhan anak dapat terganggu dan menjadi tidak semestinya.
Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai kasus seorang anak laki-laki berusia 9 tahun
datang kepoli psikatri anak dan remaja dengan keluhan mendapat surat teguran dari wali
kelasnya karena suka membuat onar dikelas/tidak mau diam dikelas.
Anamnesis
Dalam melaksaan pekerjaannya seorang dokter harus melakukan wawancara yang seksama
terhadap pasiennya atau keluarga dekat mengenai masalah yang menyebabkan pasien
mendatangi pusat pelayanan masarakat. Wawancara yang baik sering kali mengarahkan masalah
pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Anamesis dapat berlangsung dilakukan terhadap pasien
(auto-anamesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamesis) bila keadaan
pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya keadaan gawat-darurat, afasia akibat
strok dan lain sebagainya.2
Anamesis yang dilakukan pada kasus diatas dapat menggunakan alo-anamesis dimana
anamesis dilakukan kepada keluarga atau pengantarnya. Langkah-langkah yang harus
diperhatikan dalam anamesis, antara lain:
1. Menanyakan identitas pasien termasuk nama, umur, alamat, status keluarga, pekerjaan dan
pendidikan (dalam kasus hanya diketahui umur pasien tersebut adalah 9 tahun)
2. Menanyakan keluhan utama yang menjadi penyebab mengapa dia datang mencari
pertolongan pertama ke dokter (dalam kasus dinyatakan bahwa anak di sekolah selalu
membuat onar dan tidak mau diam).
Attention Deficit and Hyperactivity disorder (ADHD)
Anak hiperaktiv adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan
hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD). Kondisi ini
juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini juga sering disebut minimal
brain dysfuction syndrome. Gangguan hiperkinetika/ADHD adalah gangguan pada anak yang
1

timbul pada masa perkembangan dengan ciri utama tidak memusatkan perhatian, hiperaktif dan
implusif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga dewasa.3,4
Klasifikasi
Gangguan ini dibagi menjadi beberapa tipe, yakni :5
1. Tipe inatentif predominan
Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian. Mereka sangat mudah terganggu
perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif atau Impulsif. Mereka tidak menunjukkan gejala
hiperaktif. Mereka seringkali melamun dan dapat digambarkan seperti sedang berada di
awang-awang.
2. Tipe hiperaktivitas dan impulsivitas predominan
Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive. Mereka menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif
dan impulsif, tetapi bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anakanak kecil.
3. Tipe kombinasi
Tipe gabungan. Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif.
Kebanyakan anak anak termasuk tipe seperti ini.
Gejalanya akan mulai muncul dan nampak pada usia sekolah, karena pada usia inilah anak
mulai menggunakan otaknya dalam belajar dan ia mulai memiliki teman dan mengenali
lingkungan barunya.
Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja merupakan diagnosis utama tentang penyakit yang diderita pasien setelah
melakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap pasien.6
Berdasarkan hasil anamnesis serta pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, maka anak
tersebut dapat di diagnosa mengalami gangguan hiperaktivitas atau Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD).
Panduan klinis menekankan penggunaan Diagnostik dan Statistical Manual of Mental Health
Disorder, edisi keempat, untuk mendiagnosis ADHD. Kriteria ini menyaratkan agar anak
menunjukan gejala dalam setidakn ya gangguan fungsional selain gejala-gejala kelainan tersebut,
untuk dapat mendiagnosissebagai ADHD.
A. Salah satu dari 1 atau 2
1. Terdapat enam atau lebih gejala-gejala intensi berikut yang menetap dan telah
berlangsung sekurang-kurangnya enam bulan sampai ketingkat yang meladaktif dan tidak
sesuai dengan tingkat perkembangan anak:
Inantensi
a. Sering gagal untuk memberikan perhatian yang baik terhadap hal-hal yang rinci atau
sering melakukan kesalahan yang tidak seharunya dan ceroboh terhadap pekerjaan
sekolah atau pekerjaan lain atau pekerjaan lainnya.
b. Sering mengalami kesulitan untuk mempertahankan perhatian dalam mengerjakan
tugas tanggung jawabnya atau dalam kegiatanan bermain.
c. Sering tampak tidak memperhatikan (acuh) pada waktu diajak berbicara.
2

d. Sering tidak mampu mengikuti aturan atau intruksi dan gagal melakukan tugas-tugas
sekolah, kegiatan sehari-hari atau pekerjaan ditempat kerja (tidak disebabkan oleh
karena Gangguan Perilaku Menentang atau kesulitan untuk memahami intruksi).
e. Sering mengalami kesulitan dalam mengorganisasi tugas tanggung jawabnya atau
aktivitas-aktivitas lainnya.
f. Sering kali menghindar, tidak suka, atau enggan melakukan tugas-tugas yang
memerlukan konsentrasi yang lama (misalnya tugas sekolah atau pekerjaan rumah).
g. Sering kehilangan benda-benda yang diperlukan untuk mengerjakan tugas atau
aktivitasnya (misalnnya mainan, tugas sekolah, pensil, buku atau peralalatan lainnya.
h. Sering teralihkan perhatiannya oleh stimulus dari luar.
i. Mudah lupa dalam kegiatan sehari-hari.
2. Terdapat minimal enam atau lebih gejala hiperaktivitas-implusivitas berikut yang
menetap dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 6 bulan sampai tingkat yang
maladatif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Hiperaktivitas
a. Sering menggerakan tangan dan kaki dengan gelisah atau tidak dapat duduk diam.
b. Sering meninggalkan tempat duduk dikelas disaat diharapkan tetap duduk.
c. Sering berlari kesanankemari atau memanjat secara berlebihan pada situasi yang tidak
seharusnya (pada remaja atau dewasa, dapat terbatas pada perasaan kegelisahan yang
subjektif.
d. Sering kesulitan bermain atau melakukan kegiatan waktu luang dengan tenang.
e. Sering bergerak atau berperilaku seperti digerakan mesin.
f. Sering berbicara berlebihan.
Implusivitas
g. Sering menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan selesai diajukan
h. Sering mengalami kesulitan dalam menunggu giliran.
i. Sering mengintrupsi atau menyerobot orang lain (mislanya memotong pembicaraan
atau menyerobut dalam permainan.
B. Beberapa gejala hiperaktivitas-implusif atau intensi yang menyebabkan gangguan telah
ada pada usia <7 tahun.
C. Beberapa gangguan akibat gejala tersebut terjadi pada dua keadaan atau lebih (misalnya
disekolah atau pekerjaan dan rumah).
D. Terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi
social, akademik, atau okupas (pekerjaan).
E. Timbulnya gejala tersebut tidak secra ekslusif selama perjalanan penyakit gangguan
perkembangan pervasive, skinzofrenia, atau gangguan psikotik lain dan dan tidak dapat
dijelaskan lebih baik dengan gangguan mental lainnya (misalnya gangguan mood,
gangguan cemas, gangguan kepribadiaan).
Kode berdasarkan tipe :
- Gangguan Pemusatan Pehatian /Hiperaktivitas, tipe kombinasi: jika baik kriteria A1 dan
A2 terpenuhi selama 6 bulan terakir.
- Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas, tipe predominan inatensi: jika kriteria A1
terpenuhi namun kriteria A2 tidak terpenuhi selama 6 bulan terakir.
3

Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas, tipe predominan hiperaktif , implusif: jika


kriteria A2 terpenuhi namun kriteria A1 tidak terpenuhi selama 6 bulan.
Gangguan Pemusatan Perhatian/ Hiperaktivitas tidak dijelaskan dengan cara lain.

Pemeriksaan Fisik
Melakukan teknik pemeriksaan fisik untuk mendapatkan tanda-tanda penyakit yang diidap
pasien.2
1. Tes Neurologis: misalnya EEG atau CT scan untuk menentukan adanya gangguan otak
organik. Pada pemeriksaandengan menggunakan EEG Power Spectral Analysis
menunjukan bahwa penderita ADHD mengalami pengurangan aktivitas daerah frontal
kanan serta ditemukan adanya kelainan anatomik dan fungsi pada bagian depan.6
2. Tes psikologis sesuai indikasi menyingkirkan adanya gangguan ansietas, mengidentifikasi
bawaan, retardasi boderline atau anak tidak mampu belajar dan mengkaji responsivitas
sosial dan perkembangan bahasa.6
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang adekuat untuk ADHD diantara remaja membutuhkan scrining guna
mendokumntasi ada tidaknya gangguan psikatrik lain. Individu dengan ADHD memiliki resiko 2
hingga 5 kali lipat terkena lebih dari satu gangguan psikatrik lain di suatu titik dalam kehidupan
mereka, dengan onset yang bervariasi. Rating berskala luas seperti misalnya Children Behavior
Check List atau Behavior Assessment System for Children merupakan skala yang terstandarisasi
guna menskrining kemungkinan adanya gangguan lain. Brown ADD Diagnosik From for
Adolescent-Revised dan garis besar wawancara dalam buku karangan robin memberikan daftar
pertanyaan penting yang dapat dijadikan indikator untuk kemungkinan terjadinya gangguan lain.
Selain itu juga dapat digunakan Wescher Intelligence Scale for Children, edisi 3 (WISC_III),
anak dengan GPPH akan sering terlihat kesulitan dalam merancang.6
Etiologi
Sampai sekarang ini belum ditemukan penyebab utama dari GPPH, berbagai faktor berperan
terhadap terbentuknya gangguan tersebut. Pada umumnya yang memegang peranan utama adalah
faktor bawaan, khususnya genetik, namun masalah saat hamil, melahirkan menderita sakit parah
saat pada saat usia dini serta racun yang ada disekeliling kita memperbesar resiko terjadinya
gangguan ini. Kesemua faktor ini berinteraksi satu-sama lain yang dapat memperberat GDPH. 6
Pada penderita GPPH gambaran otak dari individu yang mengalami GPPH menunjukan
penurunan metabolisme pada lobus frontalis otak, yang penting untuk perhatikan, kontrol implus,
pengaturan dan aktivitas yang tetap sesuai tujuan. Studi juga menunjukan penurunan perfusi
darah di korteks frontal pada anak yang mengalami GPPH dan atropi kortikal frontal pada
dewasa muda yang memiliki riwayat GPPH pada masa kanak-kanak. Studi lain menunjukan
penurunan pengunaan glukosa pada lobus frontalis orang tua dengan GPPH dari anak yang
mengalami GPPH (McCracken,2000a).6

Tampaknya ada hubungan genetik untuk GPPH, yang paling mungkin dihubungkan dengan
abnormalitas pada katekolamin dan kemungkinan metabolisme serotonin. Memiliki kerabat
tingkat pertama yang mengalami GPPH empat hingga lima kali dari pada populasi umum
(McCracker 2000a). Disamping noradrenergik (katekolamin) dan serotonin, mutasi gen
pengkode neurotransmiter Dopamin (D2 dan D4) pada kromosom 11p juga memegang peranan
terjadinya GPPH. Terdapat lima reseptor Dopamin yaitu D1, D2, D3, D4 dan D5, sedangkan
yang berperan adalah reseptor D2 dan D4. Neurotransmiter dan reseptor Dopamin pada korteks
lobus frontalis dan subkorteks (ganglia basalis) berperan dalam sistem inhibisi dan memori,
sehingga apabila ada gangguan akan terjadi gangguan inhibisi dan memori.6
Meskipun ada bukti yang kuat untuk kontribusi faktor genetik, terdapat pula kasus sporadik
tanpa adanya riwayat GPPH pada keluarga, yang mengembangkan teori bahwa banyak faktor
yang dapat menyebabkan gangguan.6,7
Faktor resiko GPPH mecakup riwayat GPPH pada keluarga, kerabat laki-laki yang mengalami
gangguan kepribadian antisosial atau alkoholisme, kerabat perempuan yang mengalami
gangguan somatisasi, status sosia lekonomi yang rendah, gender laki-laki, ketidak harmonisan
keluarga atau perkawinana termasuk perceraian, pengabaian, penganiayaan, dan berbagai macam
cedera otak. (McCracken,2000a).6,7
Epidemiologi
GPPH atau gangguan hiperkinatik timbul pada masa perkembangan dini, biasanya pada umur
5 tahun (Greenhil, 1992). Tetapi sulit untuk mendiagnosis pada usia tersebut, sebab ciri
keribadian mereka masih sangat mudah berubah. Pada masa kriteria diagnosis DSM-IV, gejalagejala telah timbul sebelum usia 7 tahun (Laurentius,1999).6
Pada umumnya berbagai ahli mengemukakan prevalensi GPPH atau ADHD pada anak sekolah
berkisar 3-10% (Pineda et al., 2001). Di Amerika Serikat para ahli mempunyai kesepakatan
bahwa prevalensi GPPH adalah 3-5% pada populasi anak (American Psychiatric Associatio,
1994). Penelitian prevalensi GPPH di Kanada menunjukan hasilnya sekita 9% pada anak lakilaki dan 3,3% anak perempuan (Szatmari et al., 1989).6
Gejala Klinis
GPPH adalah gangguan perilaku yang timbul pada anak dengan pola gejala restless atau
tidak bisa diam, inattentive atau tidak dapat memusatkan perhatian dan perilaku impulsif. Secara
umum pola gejala tersebut pada awalnya dikenal dengan hiperaktivitas pada anak. Menurut
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM). Definisi ADHD telah mengalami
beberapa kali perubahan sesuai dengan perubahan konsep tentang penyakit tersebut.8
Sesuai dengan DSM IV, terdapat tiga gejala utama yaitu inattentiveness atau tidak mampu
memusatkan perhatian, hiperaktivitas dan implusivitas.8
1. Tidak mampu memusatkan perhatian (Inattentivenness)
Sesuai dengan definisi, penderita GPPH menujukan kesulitan memusatkan perhatian dengan
anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama. Orang tua atau guru sering
mengemukakan masalah kosentrasi atau pemusatan perhatian dengan istilah, seperti;
5

melamun, tidak dapat berkonsentrasi, kurang konsentrasi, sering bengong, mudah beralih dari
satu kegiatan ke kegiatan yang lainny, lambat dalam menyelesaikan tugas.
Pemusatan perhatian adalah suatu kondisi mental yang berupa kewaspadaan penuh atau
alertness, sangat berminat atau arousal, selektivitas, perhatian terus menerus atau sustained
attention, rentan perhatian atau span of attention. Anak yang menderita gangguan ini
mengalami kesulitan yang besar untuk dapat memiliki daya dan upaya terus menerus atau
perhatian terus menerus dalam menyelesaikan tugas. Kesulitan tersebut kadang-kadang dapat
dijumpai pada waktu anak sedang bermain, yaitu perhatian terhadap suatu mainan sangat
singkat dan sangat mudah beralih dari satu mainan ke mainan lain. Kondisi ini paling sering
dilihat pada waktu anak harus menyelesaikan tugas membosankan, kurang menarik, atau tugas
yang diulang-ulang, seperti menyelesaikan pekerjaan sekolah dan menyelesaikan pekerjaan
rumah.
Masalah utama yang terjadi pada kondisi ini adalah terjadinya penurunan persistensi upaya
atau berkurangnya respon terhadap tugas secara terus menerus akibat pengaruhrangsangan
atau sangat sedikit pengarunya dari luar.
2. Hiperaktivitas
Gangguan ini memiliki karateristik utama yaitu aktivitas yang sangat berlebihan atau tidak
sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas motorik maupun vokal. Hiperaktivitas
paling sering dijumpai sebagai kegelisahan, tidak bisa diam atau restless, tangan dan kaki
selalu bergerak atau fidgety, tubuh secara menyeluruh bergerak tidak sesuai situasi. Gerakangerakan tersebut seringkali tanpa tujuan, tidak sesuai dengan tugas yang sedang dikerjakan
atau situasi yang ada.
Orang tua atau guru sering mengungkapkan anak dengan hiperaktivitas sebagai tidak dapat
dapat duduk diam, berlari-lari dan memanjat berlebihan, di dalam kelas selalu berjalan-jalan,
dan banyak ngobrol dengan teman, sering menyeletuk. Pada berbagai penelitian ditunjukan
bahwa gerakan pergelangan tangan, pergelangan kaki dan gerakan seluruh tubuh lebih banyak
daripada orang normal (Barkley dan Ullman, 1975, Barkley dan Cunningham, 1979).
Gejala ini sangat berfluktuasi yang menunjukan adanya kegagalan mengatur tingkat aktivitas
sesuai dengan situasi atau tuntutan tugas (Routh, 1978)
Gejala hiperaktivitas bukan merupakan gejala yang terpisah dari implusivitas. Berbagai
penelitian terhadap gejala ini dengan pengukuran objektif ataupun skala penelitian perilaku,
tidak didapatkan bukti bahwa hiperaktivitas merupakan faktor atau dimensi yang terpisah dari
implusivitas. Barkley berpendapat bahwa dalam konseptulasi gangguan ini dan penetapan
gejala klinis, psikopatologi hiperaktif-implusif di antara tiga karateristik utama gangguan ini
lebih penting daripada tidak mampu poor self regulation dan inhibition of behavior
merupakan dua hal yang berbeda pada gangguan ini.
3. perilaku implusif (Impulsiveness)
Anak yang menderita GPPH pada umumnya tidak mampumenghambat tingkah lakunya pada
waktu memberikan respons terhadap tuntutan situasional dibandingkan dengan anak normal
pada umur dan jenis kelamin yang sama. Kondisi ini sering kali disebut sebagai implusivitas.
Seperti halnya dengan gejala tidak mampu memusatkan perhatian, gejala ini juga merupakan
6

kondisi multi dimensional. Gejala implusivitas dapat berupa tingkah laku kurang terkendali,
tidak mampu menunda respon, tidak mampu menunda pemuasan, atau menghambat prepotent
response atau respons yang sangat mendesak (Barkley, 1997).
Gambaran klinis anak yang menderita gangguan ini sering dilaporkan terlalu cepat memberikan
respon, terlalu cepat memberikan jawaban sebelum pertanyaan selesai ditanyakan. Sebagai
akibatnya ia sering melakukan kesalahan yang seharunya tidak terjadi. Anak ini sering
melakukan kesalahan yang seharunya tidak perlu terjadi. Anak ini juga tidak mampu
mempertimbangkan akibat buruk atau akibat yang merugikan dari keadaan di sekitarnya atau
perilakunya, sehingga ia terlalu sering mengambil resiko yang tidak perlu. Orang tua atau yang
guru sering mengungkapkan gejala.
Penatalaksanaan
ADHD adalah gangguan yang bersifat heterogen dengan manifestasi klinisnya yang beragam.
Disamping itu, samping itu, sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang diakui untuk
menyembuhkan anak dengan ADHD secara total. Berdasarkan evidence based, tatalaksanaGPPH
yangb terbaik adalah dengan pendekatan komprehensif beralaskan prinsip Multi Treathment
Approach (MTA). Dengan pendekatan ini maka anak selain mendapatkan terapi obat, maka juga
diberikan terapi psikososial seperti terapi perilaku (modifikasi perilaku), terapi kognitif-perilaku
dan juga latihan keterampilan social. Disamping itu juga memberikan psikoedukasi kepada orang
tua, pengasuh maupun guru yang sehari-hari behadapan dengan anank ADHD. Tujuan utamanya
dari tatalaksana anak dengan GPPH adalah memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam
menjalankan fungsinya sehari-hari dengan memperbaiki control diri sehingga anak mampu
memenuhi tugas dan tanggung jawabnya secara optimal sebagaimana seusiannya.8
Medical mentosa
Pendekatan psikofarmakologi pada penanganan GPPH yaitu dengan pemberiaan obat yang
merupakan pilihan obat golongan psikostimulan. Dikenal dengan 3 golongan psikostimulan:
(1) Golongan metifenidat (satu-satunya yang dapat ditemukan di Indonesia), (2) Golongan
Deksamfetamin, (3) Golongan Pamolin.9
Menurut Barkley, dkk mengatakan bahwa efektivitas pemakian obat golongan Metilfenidat
adalah sebesar 60-70% dalam mengurangi gejala hiperaktivitas implusivitas dan inatensi.
Dengan demikian pemberian obat jenis dengan psikostimulan ini dikatakan cukup efektif
dalam mengurangi GPPH. Efek samping sering ditemukan dalam pemakian obat golongan
ini adalah penarikan diri dari lingkungan social, over focus, letargi, agitasi, irritable, mudah
menangis, cemas, nafsu makan berkurang, sakit kepala pusing, dan timbul tics yang tidak ada
sebelumnya. Biasanya efek samping muncul sejak pertama kali pemakaian atau jika
pemakaian dosis ditingkatkan dan efek sampingnya akan hilang setelah obat dihentikan atau
diturunkan.9
Tabel no 1. Jenis obat metifenidat9
Jenis Obat
Metifenidat
(sediaan

Dosis
0,30,7mg/KgBB/hari.

Efek samping
Insomnia,
penurunan
nafsu

Lama Kerja
Perhatian
- Untuk jenis Tidak dianjurkan
intermediate
untuk
pasien

tablet 10mg, Biasanya dimulai makan, penurunan


dan 20 mg)
dengan 5 mg/hr berat badan, sakit
pada pagi hari. kepala, iritabel.
Dosis
maksimal
adalah 60 mg/hari.

Metilfenidat
(Slow
Release, 20
mg)

Dosis
dimulai
dengan 20 mg
pada pagi hari dan
dapat di tingkatkan
dengan dosis 0,30,7
mg/KGBB/hari.
Kadang-kadang
perlu ditambahkan
5-10
mg
metilfenidat pada
pagi hari agar
untuk
mendapatkan efek
awal yang lebih
cepat.
Dosis
maksimal
60
mg/hari.
Metilfenidat Dosis
dimulai
OROS (18 dengan 18 mg,
mg, 36 mg, satu hari sekali di
54 mg)
pagi hari. Dosis
ditingkatkan
dengan dosis 0,30,7 mg/KgBB/hari

release (IR)
maka
lama
kerja
obat
adalah
3-4
jam.
Mulai
kerja obat ini
cepat (30-60
menit).
Efektif untuk
70% kasus,
keamanan
cukup
terjamin.

dengan
kecemasan
tinggi,
tics
motoric,
dan
riwayat keluarga
dengan sindroma
Tourette

Insomnia,
penurunan
berat
badan, sakit kepala,
irritable

Untuk
jenis
slow
release
(SR), sekitar 7
jam

Awitan
kerja
lambat (1-2 jam
setelah
pemberian oral),
tidak dianjurkan
padapasien
dengan tingkat
kecemasan yang
tinggi,
tics
motoric,
ataupada
keluarga dengan
riwayat sindroma
Tourettes

Insomnia,
penurunan
berat
badan, sakit kepala,
irritable

Untuk
jenis
osmotic
release
oral
system
(OROS),
sekitar 12 jam
dengan kadar
plasma
obat
yang relative
stabil

Tidak dianjurkan
untuk
pasien
dengan
kecemasan
tinggi,
tics
motoric,
dan
riwayat keluarga
dengan sindroma
Tourette

Obat golongan antidepresan juga dikatakan bermanfaat dalam membantu anak dengan
GPPH. Obat ini bekerja sebagai inhibitor metabolism dopamine dan norepinefrin. Obat
antidepresan seperti Imipramin dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan untuk
mengurangi gejala GPPH, tetapi mempunyai efekasi yang lebih rendah daripada obat
golongan psikostimulan. Efek samping kardifaskular, neurologic yang timbul dapat
menimbulkan membuat pemakaian obat ini pada anak menjadi terbatas. Selain itu obat
antidepresan lainnya yang juga sering dipakai yaitu golongan penghambat ambilan serotonin
yang bekerja secara spesifik (SSRI= Serotonin Spesific ReuptakeInhibitor), misalnya
Flouxetine. Pemberian Flouxetine 0,6 mg/KgBB dikatakan memberikan respon sebesar 58%
pada anak dengan GPPH yang berusia 7-15 tahun.
Obat lain yang juga digunakan dalam tatalaksana anak dengan GPPh adalah obat
antidepresan golongan penghambat monoamine oksidase, seperti moclobemide dengan dosis
3-5 mg/KgBB/hari yang di bagi dalam 2 dosis pemberian.8,9
Non medical mentosa
Pendekatan psikososial pada penangan anak dengan GPPH, dengan berbagai treatmen dan
layanan yang dilakukan untuk mengatasi kasus anak-anak yang tergolong hiperaktif
diantaranya:9
a. Menggunakan teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif
(misalnya memberikan pujian jika anak makan dengan tertib), memberikan disiplin yang
konsisten dan selalu memonitor perilaku anak.
b. Memberikan ruang gerak yang cukup bagi aktifitas anak untuk menyalurkan kelebihan
energinnya serta membengkitkan rasa percaya diri anak.
c. Menyingkirkan perlengkapan yang tidak diperlukan di meja anak, agar perhatian anak
tidak terpecah. Memberi tahukan orang tuanya agar menyediakan tempat belajar yang
tenang jauh dari televise dan music yang keras.
d. Menatap anak saat berkomunikasi, dan sesekali mengunakan kontak fisik, seperti
memegang bahu atau menepuk punggung anak untuk memfokuskan perhatian.
e. Mengingatkan orang tuannya agar melatih anak melakukan kegiatan secara teratur atau
terjadwal saat waktu tertentu (misalnya bagun, mandi, makan, tidur, baca buku, main dll).
f. Bekerjasama dengan guru disekolah agar guru memahami kondisi anak yang sebernya,
dan guru dapat menempatkan anak didik dengan hiperaktif di bangku yang dekat guru,
atau di antara anak yang tenang dan amat memperhatikan pelajaran.
g. Menghindari menempatkan anak di dekat jendela, pintu terbuka atau gambar/tulisan yang
warnanya cerah agar konsentrasi anak tidak terpecah.
Pihak-pihak yang dilibatkan adalah orang tua, guru, psikolog, dokter dan terapis
kesehatan mental.
Prognosis

Gejala hiperaktif akan berkurang pada masa andolance, sedankan gejala implusive dan emosi
yang labil akan menetap. Anak dengan GPPH pada waktu dewasa sering masih mempunyai
gejala agresif dan menjadi pecandu minuman keras.
Prognosis lebih baik bila didapatkan fungsi intelektua yang tinggi, dukungan yang kuat dari
keluarga, teman-teman yang baik, diterima di kelompoknya dan diasuh oleh gurunya serta tidak
mempunyai satu atau lebih komorbid gangguan psikatri.8
Pencegahan atau edukasi
Praktik pengasuhan anak termasuk menciptakan lingkungan yang tenang dan kesempatan
untuk meningkatkan rentang kosentrasi pada aktivitas yang sesuai usia, akan dapat membantu.
Pembatasan waktu menonton televise, bermain video game juga bijaksana karena aktivitasaltivitas tersebut memperkuat rentan atensi yang singkat. Pencegahan disabilitas sekunder dapat
dicapai melalui edukasi tenaga medis professional dan pendidik mengenai tanda dan gejala
ADHD serta intervensi perilaku dan farmakologik yang sesuai.8,9
Diagnosis Banding
Merupakan suatu diagnosis pembanding dengan gejala yang serupa terhadap penyakit utama,
yang didapatkan ketika melakukan anamnesis. Oleh karena itu perlu adanya pemeriksaan fisik
dan laboratorium untuk menegakkan diagnosis utama. Dari gejala-gejala yang dialami pasien,
ada beberapa penyakit yang menjadi diagnosis pembanding yaitu:
Autisme
Psikosis ini terjadi pada anak usia dibawah 3 tahun. Kelainan ini ditandai dengan gangguan
kualitatif pada komukasi verbal dan nonverbal, pada aktifitas dan imajinatif, dan pada interaksi
social timbal balik.5
Manifestasi klinik
Diantara gejala-gejala dan tanda-tanda yang paling penting adalah kemampuan komunikasi
verbal dan non verbal yang tidak atau kurang berkembang, kelainan pada pola berbicara,
gangguan kemampuan mempertahankan percakapan, permainan social yang abnormal, tiadanya
empati, dan tidakmampuan untuk berteman. Sering juga memperlihatkan gerakan tubuh yang
stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang sempit, dan keasyikan dengan
bagian-bagian tubuh. Anak autistic menarik diri dan sering menghabiskan waktunya untuk
bermain sendiri. Ledakan amarah dapat menyertai gangguan rutin. Kontak mata minimal atau
tidak ada. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan
menggosok permukaan dapat menunjukan pengutan kesadarandan sensivitas terhadap bebrapa
rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan kurangnya respon terkejut terhadap
suara-suara keras yang mendadak menunjukan menurunnya sensivitas pada rangsangan lain. Jika
berbicara memperlihatkan echolalia, pembalikan kata ganti (pronomial), dan bentuk-bentuk
bahasa aneh lainnya dapat menonjol.5
Inteligensi dengan uji psikologi konvensional biasanya jatuh pada kisaran retardasisecara
fungsional. Namun, defisit dalam kemampuan berbicara dan sosialisasi membuatnya sulit
memperoleh estimasi yang tepat dari potensi intelektual anak autistic. Dalam tes nonverbal yang
10

dilakukan, beberapa anak autistic hasilnya cukup memadai, dan mereka yang kemampuan
bicarannya berkembang dapat mempergerakan kapasitas intelektual yang memadai. Ciri khas
anak autistic adalah deficit dalam ketergantungan verbal, abstraksi, memori rutin dan pertukaran
verbal timbal balik. Selain itu, juga menunjukan deficit dalam pemahamannya mengenai apa
yang mungkin dirasakan atau dipikirkan orang lain, apa yang disebut dengan kekurangan
berfikir.5
Epidemologi
Prevalensi biasanya diperkirakan ada3-4/ 10.000 anak. Gangguan ini adalah jauh lebih lazim
pada laki-laki daripada wanita (5:1). Beberapa penyakit sistemik, infeksi, dan neurologis
menunjukan gejala-gejala seperti autistic atau memberikan kecenderungan penderita pada
perkembangan gejala autistic. Juga ditemukan peningkatan yang berhubungan dengan kejang.5
Etiologi
Penyebab autism adalah spekulatif. Sebab-sebak genetic telah dilibatkan. Gen yang
berkontribusi pada anak autistic adalah pada kromosom ke 7, 2, 8, 15 dan 19. Kelainan
kromosom, terutama pada sindrom X yang mudah pecah (fragil), juga lebih lazim pada keluarga
dengan autism. Jika dalam keluar terdapat salah satu anak yang menderita autistic maka resiko
saudara atau adiknya menderita autism meningkat. Sekalipun tidak terkena autime, namun resiko
mereka menderita berbagai gangguan perkembangan yang sering terkait dengan keterampilanketerampilan komunikasi dan social meningkat (broad phenotype). Selain factor genetic factor
neuroanatomis juga berperan dalam terjadinya autiSelain factor genetic factor neuroanatomis
juga berperan dalam terjadinya autisme seperti dipusatkan pada berbagai kemungkinan, meliputi
cedera otak, pembesaran volume substansia alba dan grisea cerebri, kerusakan pada lobus
temporalis, lesi pada hipokampus serta penurunan pada sel purkinje.5
Asparger Syndrom
Asperger syndrome adalah anak yang memiliki gangguan pada kemampuan komunikasi,
interaksi social, serta tingkah lakunya. Namun gangguan pada anak Asperger tergolong lebih
ringan dibanding dengan ank-anak autis. Hal yang paling membedakan antara anak autis dan
Asperger adalah kemampuan pada kemampuan bicaranya. Kemampuan bicaranya anak Asperger
jauh lebih baik dari pada anak dengan autis. Bila anak autis tidak bias berinteraksi dengan
lingkungan socialnya, anak Asperger masih bias dan punya kemauan untuk berinterasi dengan
dengan lingkungan sosialnya. Kecerdasan anak Asperger biasanya pada great rata-rata keatas.
Pada umumnya, penderita Asperger tidak dapat berkomunikasi dengan dua arah maupun
berkomunikasi nonverbal dengan Bahasa tubuh. Dalam berbahasa walau memakai tata Bahasa
tubuh. Dalam berbahasa walaupun memakai tata Bahasa yang baik, tetapi mereka sering
mengulang kata-kata yang sama dengan artikulasi yang tidak baik dan tanpa intonasi, sehingga
terdengar kaku dan aneh sama halnya saat melakukan kegiatan motorik.10
Manifestasi Klinik
11

Hal-hal yang aneh pada penderita Asperger sudah terlihat mulai dari dari sekitar anak usia 3
tahun, karena memulai kekacauan dalam perkembangannya. Dia tidak mampu bersosialisasi
dengan anak lain, tidak bapat mengerti dengan perubahan rutinitas, dan ketika besar dia tidak
dapat berbicara secara efektif, bertele-tele, dan hanya tertarik pada satu atau dua hal saja, dan
tidak perduli apakah orang lain mendegarkan atau tidak. Pada anak Asperger pada satu sisi, ia
sering mencari perhatian dengan berbicara keras dan tidak peduli bilang orang lain ingin
mengalihkan pembicaraan, dan pada sisi lain ia menolak untuk bertatapan mata, tidak mampu
berkomunikasi nonverbal atau menggunakan bahasa tubuh, tidakmemperhatikan ekspresi wajah,
dan kalau mengerakan tubuhnya atau memberikan isyarat selalu tidak lazim. Penderita Asperger
menunjukan ketertarikan hanya pada satu atau dua hal saja, tidak memiliki rasa humor dan tidak
mengerti bila orang lain membuat lelucon dan tertawa karenanya. Gaya bicara pada anak
Asperger selalu monoton, kaku dan sangat cepat, tidak seperti anak umumnya.10
Epidemologi
Insiden Sindrom Asperger tidak menetap, namunpara ahli dalam studi populasi konservatif
memperkirakan prevalensi biasanya diperkirakan ada 2/ 10.000 anak mengalami gangguan ini,
sindrom Asperger lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan
dengan perbandingan 9:1.10
Etiologi
Penyebab Sindrom Asperger belum diketahui, tetapi studi keluarga menunjukan hubungan
yang mungkin dengan autistic disorder. Kesamaan ini memungkinkan adanya hubungan sindrom
Asperger dengan factor genetic, metabolic infeksi dan keadaan perinatal. Gangguan ini juga
tampaknya dapat dihungkan dengan kelainan structural pada beberapa bagian otak.10
Kesimpulan
Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan
hiperaktifitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga
disebut dengan hiperkinetik. Anak hiperaktif ditandai dengan keadaan yang tidak bias diam, juga
karena ank hiperaktif sering mengganggu orang lain, suka memotong pembicaraan guru atau
teman, dan kesulitan dalam memahami sesuatu yang diajarkan guru padanya. Pada kasus dalam
sekenario diketahui bahwa anak tersebut menderita ADHD ditandai dengan suka membuat onar
dikelas/tidak mau diam dalam kelas dan mendapat teguran dari gurunya.
Bimbingan konseling menjadi saranan untuk mengatasi anak hiperaktif baik bimbingan
konseling yang dilakuakn di rumah maupun disekolah. Selain itu perlu adanya kerja sama antara
pihak sekolah maupun orang tua dalam menangani anak denga GPPH. Kerja sama yang baik
antara semua pihak dapat menangani hal ini akan sangat membantu dalam perbaikan ke depan
demi anak tersebut.
Daftar Pustaka
1. Suprartini Y, Ranuh IGNG (editor). Tumbuh kembang anak. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2004.h.58-9
12

2. Setiyohadi SB. Anamnesis. Dalam: Alwi I, Setia S, Setiayohadi B, Simardibrata MK,


Sudoyo AW. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5, Jilid 1. Jakarta: EGC. 2009.h.25,
77-9.
3. Fadhli A, Rosliyani N, Racmawati L. Buku pintar kesehatan anak. Yogyakarta: Pustaka
Anggrek. 2010.h. 29-31.
4. Singgih D, Gunarsa. Psikologi anak bermasalah. Jakarta: Gunung Mulia. 1998.h. 210-2.
5. Rudi Sutady, dkk (2003) Penatalaksanaan Holistik Autisme. Pusat Informasi FKUI:
Jakarta.
6. Sedyaningsih ER. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Maret 2011. Diunduh
dari http://www.djpp.depkumham.go.id. 01 Desember 2015.
7. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatric. Jakarta: EGC.2005.h.283-312.
8. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman. Nelson ilmu kesehatan anak esensian.
Edisi ke-6. Singapore: Saunder Elsevier. 2011.h.52-6.
9. Hadisukanto G, Elvira SD. Buku ajar Psikatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2010.h.220-25.
10. Fadhli A, Rosliyani N, Racmawati L. Buku pintar kesehatan anak. Yogyakarta: Pustaka
Anggrek. 2010.h. 29-31.

13

Anda mungkin juga menyukai