OLEH :
NAMA : FADYAH YULITA A.
NO : 09
KELAS : MS 3B
Menurut Doelle (1993): suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan tekanan,
pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara. Secara fisiologis
merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi getaran dari suatu sumber
getar yang sampai ke gendang telinga.
Menurut Patrick (1977): kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang tidak
sesuai dengan tempat dan waktunya.
Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang tidak
dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.
Kebisingan dapat juga diartikan bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya,
sehingga secara umum kebisingan dapat diartikan sebagai suara yang merugikan manusia dan
lingkungan. Bising dikategorikan pada polutan lingkungan/buangan yang tidak terlihat, tapi
efeknya cukup besar. Kebisingan adalah bahaya yang umum di tempat kerja.
2. Sifat dan Sumber Bising
a. Sifat Bising
Sifat dari kebisingan antara lain (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):
Kadarnya berbeda;
b. Sumber Bising
Sumber-sumber bising sangat banyak, namun dikelompokkan menjadi kebisingan industri,
kebisingan kegiatan konstruksi, kebisingan kegiatan olahraga dan seni, dan kebisingan lalu
lintas. Selanjutnya, emisi kebisingan dipantulkan melalui lantai, atap, dan alat-alat.
Sumber bising secara umum (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):
rumput;
Aktivitas waktu luang: balap mobil, diskotik, ski dan menembak.
Jenis-Jenis Bising
Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas. bising ini relatif
tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut, seperti
suara kipas angin, suara mesin tenun.
Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai
frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya gergaji sirkuler, katup
gas.
2.
3.
4.
6.
Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi berulang-ulang, misalnya mesin
tempa (Prabu,Putra, 2009).
Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi atas (Prabu,Putra, 2009):
1. Bising yang mengganggu (Irritating noise).
Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
2. Bising yang menutupi (Masking noise)
Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak langsung bunyi ini
akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja , karena teriakan atau isyarat
tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.
3. Bising yang merusak (Damaging/Injurious noise)
Merupakan bunyi yang intensitasnya melampui Nilai Ambang Batas. Bunyi jenis ini akan
merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.
4.
Efek Kebisingan
pada
intensitas
tinggi
dan
pemaparan
yang
lama
dapat
menimbulkan gangguan pada fungsi pendengaran dan juga pada fungsi non
pendengaran yang bersifat subyektif seperti gangguan pada komunikasi, gangguan
tidur, gangguan pelaksanaan tugas dan perasaan tidak senang/mudah marah (Dian
Anggraeni, 2006);
3. Gangguan pendengaran sebesar 3,85 % untuk kebisingan impulsif dan gangguan
pendengaran sebesar 27,78% untuk kebisingan kontinyu pada pekerja di industri kompor
dan bengkel las Malang (Pasaoran Tamba I, 2001);
4. Gangguan terhadap konsentrasi kerja yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas dan
kuantitas kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003);
5. Gangguan dalam kenikmatan bekerja terutama pada orang yang sangat rentan terhadap
kebisingan sehingga dapat menimbulkan rasa pusing, gangguan konsentrasi dan
kehilangan semangat kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003);
6. Menurut (Prabu, Putra, 2009) dampak kebisingan bagi pekerja:
1. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus
atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah ( 10
mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan
kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini
disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam
yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan sesak
nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ,
kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur,
dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan
penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi
pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi
pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan
terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak
mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung
membahayakan keselamatan seseorang.
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau
melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo)
atau mual-mual.
5. Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran,
yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum
dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan
pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan
tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan
tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian
makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya
digunakan untuk percakapan.
7. Penurunan daya dengar.
Penurunan daya dengar dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Trauma Akustik
Trauma akustik adalah efek dari pemaparan yang singkat terhadap suara yang keras
seperti sebuah letusan. Dalam kasus ini energi yang masuk ke telinga dapat mencapai
struktur telinga dalam dan bila melampaui batas fisiologis dapat menyebabkan
rusaknya membran thympani, putusnya rantai tulang pendengaran atau rusak organ
spirale (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Trauma akustik adalah setiap
perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan
oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas
yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara
ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang
pendengaran atau saraf sensoris pendengaran (Prabu,Putra, 2009).
Terjadi pada jangka waktu pemaparan beberapa bulan sampai beberapa tahun. Pada fase
ini semua gejala subjektif hilang, kecuali telinga yang mendenging secara intermitten.
Gejala lain tergantung dari sifat bising, lama waktu pemaparan, dan prediposisi individual.
c. Fase III
Terjadi sebagai lanjutan fase II. Pada kondisi ini penderita merasa pendengarannya tidak
normal lagi. Penderita tidak dapat lagi mendengar pembicaraan-pembicaraan terutama jika
terdapat bising latar belakang.
d. Fase IV
Pada fase ini, diikuti oleh tinnitus yang tetap (terus menerus) yang menunjukan bahwa
terjadi kerusakan pada struktur syaraf dari cochlea. Hal ini tidak hanya mengganggu
pendengaran, tetapi juga mengganggu istirahat, tidur, dll.
Pengaruh yang ditimbulkan pada setiap tingkat bising dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Pengaruh Bunyi terhadap Fisiologis dan Psikologis Manusia
Bunyi (dBA)
39-40
Tidak mengganggu
55-65
70
80
90
100
120
150
a. Pengendalian Bising
Permasalahan kebisingan bisa diuraikan menjadi tiga komponen, (Goembira, Fadjar, Vera
S Bachtiar, 2003), yaitu:
1. Sumber radiasi;
2. Jalur tempuh radiasi;
3. Penerima (telinga).
Antisipasi kebisingan dapat dilakukan dengan intervensi terhadap ketiga komponen ini.
Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu pengendalian bising aktif
(active noise control) dan pengendalian bising pasif (passive noise control).
Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan tingkat kebisingan yang
lebih rendah
Mengganti jenis proses mesin (dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah)
dengan fungsi proses yang sama, contohnya pengelasan digunakan sbg
penggantian proses riveting.
Modifikasi tempat mesin, spt pemberian dudukan mesin dengan materialmaterial yang memiliki koefisien redaman getaran lebih tinggi
Cladding
Cladding adalah salah satu jenis pengendali bising untuk mengurangi pancaran bising
dari pipa akibat aliran fluida di dalamnya. Cladding terdiri atas lapisan penyerap suara
dan bahan impermeable. Lapisan ini ada berbagai jenis dengan tingkat atenuasi yang
bervariasi.
2. Kontrol Lingkungan
Rekayasa terhadap kebisingan di industri kurang diterapkan dengan baik. Beberapa
industri menyertakan spesifikasi tingkat kebisingan saat memilih alat baru, namun
terkadang masih mengalami masalah kebisingan. Hal lain yang dapat dilakukan antara
lain yaitu dengan pengendalian pada medium perambatan. Sebenarnya upaya
pengendalian ini memiliki tujuan untuk menghalangi perambatan suara dari sumber suara
Pembuatan barrier. Barrier digunakan untuk menghalangi paparan bising dari sumber
ke penerima dan dibangun di jalur propagasi antara sumber dan penerima;
3. Proteksi Personal
Proteksi personal yang bisa diterapkan adalah penggunaan earplugs dan earmuffs.
Pemilihan antara kedua proteksi ini disesuaikan dengan kondisi. Pada kenyataannya,
earmuffs bisa mengurangi desibel yang masuk ke telinga lebih besar dari earplugs.
Namun, pengalaman menunjukkan bahwa over proteksi juga dapat mengurangi efektifitas
proses.
1. Earmuffs
Earmuffs terbuat dari karet dan plastik. Earmuffs bisa digunakan untuk intensitas
tinggi (>95 dB), bisa melindungi seluruh telinga, ukurannya bisa disesuaikan untuk
berbagai ukran telinga, mudah diawasi dan walaupun terjadi infeksi pada telinga alat
tetap
dapat
dipakai.
Kekurangannya,
penggunaan
earmuffs
menimbulkan
ketidaknyamanan, rasa panas dan pusing, harga relatif lebih mahal, sukar dipasang
pada kacamata dan helm, membatasi gerakan kepala dan kurang praktis karena
ukurannya besar. Earmuffs lebih protektif daripada earplugs jika digunakan dengan
tepat, tapi kurang efektif jika penggunaannya kurang pas dan pekerja menggunakan
kaca mata.
Earplugs lebih nyaman dari earmuffs, berlaku untuk tingkat kebisingan sedang (80-95
dB) untuk waktu paparan 8 jam. Jenis earplugs ada bermacam-macam: padat dan
berongga. Bahannya terbuat dari karet lunak, karet keras, lilin, plastik atau kombinasi
dari bahan-bahan tersebut.
diawasi, saluran telingan lebih mudah terkena infeksi dan apabila sakit ear plug tidak
dapat dipakai.
Selain cara-cara pengendalian di atas, harus dilakukan antisipasi terhadap pekerja. Salah satu
tekniknya adalah dengan tes audiometric berkala terhadap pekerja, pendidikan/pelatihan dan
penghitungan fraksi dosis kebisingan. Tes audiometric biasanya dilakukan oleh ahli THT
secara medis.
5. Pengukuran Kebisingan
Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak suara kita
lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk mencapai
jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala
desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti
kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume
suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat.
Kebisingan bisa menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara
berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan
tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat:
b. Standar Kebisingan
Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut
dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh
berbagai pihak.
1. Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang
batas kebisingan. lihat Tabel 2.3 untuk lebih jelas.
2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No.SE 01/MEN/1978
Nilai Ambang Batas yang disingkat NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah
intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja
tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu kerja yang terus
menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu
NAB untuk kebisingan di tempat kerja ditetapkan 85 dB (A)
Tabel 2.3 Nilai Ambang Kebisingan
Menurut Kep Menaker No. KEP-51/MEN/1999
Waktu Pemaparan per hari
8
4
Jam
2
1
Intensitas (dB A)
85
88
91
94
30
15
7,5
3,75
1,88
0,94
28,12
14,06
7,03
3,52
1,75
0,88
0,44
0,22
0,11
Menit
Detik
97
100
103
106
109
112
115
118
121
124
127
13
133
136
139
Sumber: Barry H. Kartowitz (dikutip pada Defi P., Iferta Inafalia., 2005)
Zona
1
2
3
4
A
B
C
D
Keterangan:
Zona A = tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb;
Zona B
Zona C
Zona D = industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.
Formula ACGIH dan NIOSH untuk menghitung waktu maksimum yang diperkenankan
bagi seorang pekerja untuk berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak
aman adalah sebagai berikut:
480
T
2
(L -85)
di mana:
T
exchange rate
DB
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
104
105
0,1
0,08
130
0,01
Sumber: Draft Document (dikutip pada Defi P., Iferta Inafalia., 2005)