TINJAUAN PUSTAKA
1.
Konsep Stroke
1.1
Defenisi Stroke
Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
1.2
Penyebab Stroke
Menurut Mutaqin (2008), penyebab stroke terdiri dari:
a. Trombosis Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan darah yang menyebabkan
iskemi serebral. Tanda dan neurologis sering kali memburuk pada 48 jam
setelah trombosis
b. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk dalam perdarahan
dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan
ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak membengkak, sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin
herniasi otak.
c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah
hipertensi yang parah, henti jantung-paru, curah jantung yang turun akibat
aritmia.
d. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah
spasme arteri serebral yang disertai dengan subaraknoid dan vasokontriksi
arteri otak disertai sakit kepala migren.
1.3
(2007), ada dua jenis faktor risiko stroke yaitu faktor risiko yang tidak dapat
diubah/ dikontrol dan faktor risiko yang dapat dikontrol.
1.3.1 Faktor Risiko Stroke yang Tidak Dapat Diubah
a. Usia
Stroke dapat menyerang segala usia, tetapi semakin tua usia seseorang
maka semakin besar kemungkinan orang tersebut terserang stroke.
b. Jenis Kelamin
Laki-laki dua kali lebih berisiko daripada perempuan, tetapi jumlah
perempuan yang meninggal akibat stroke lebih banyak.
c. Riwayat Keluarga
Keluarga dengan riwayat anggota keluarga pernah mengalami stroke
berisiko lebih besar daripada keluarga tanpa riwayat stroke.
d. Ras
Ras Afrika-Amerika mempunyai risiko yang lebih tinggi mengalami
kematian dan kecatatan akibat stroke dibandingkan dengan ras kulit putih.
c. Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus dapat mempercepat timbulnya plak pada
pembuluh darah yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya stroke
iskemik. Penderita diabetes cenderung menderita obesitas. Obesitas dapat
mengakibatkan hipertensi dan tingginya kadar kolesterol, di mana
keduanya merupakan faktor risiko stroke.
d. Obesitas
Peningkatan berat badan dapat meningkatkan risiko stroke. Obesitas juga
dapat menimbulkan faktor risiko lainnya seperti tekanan darang tinggi,
tingginya kolesterol jahat, dan diabetes.
e. Penyakit pada Arteri Carotid dan Arteri Lainnya
Pembuluh darah arteri carotid merupakan pembuluh darah utama yang
membawa darah ke otak dan leher. Rusaknya pembuluh darah carotid
akibat lemak menimbulkan plak pada dinding arteri sehingga menghalangi
aliran darah di arteri.
f. Kurangnya Aktivitas Fisik
Latihan penting untuk mengontrol faktor risiko stroke, seperti berat badan,
tekanan darah, kolesterol, dan diabetes.
g. Alkohol, Kopi, dan Penggunaan Obat-Obatan
Konsumsi alkohol meningkatkan risiko stroke. Minum alkohol lebih dari
satu gelas pada pria dan lebih dua gelas pada pria dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan darah. Selain itu, minum tiga gelas kopi sehari dapat
meningkatkan tekanan darah dan risiko stroke. Penggunaan obat-obatan
1.4
Klasifikasi Stroke
Menurut Muttaqin (2008), stroke dikelompokan atas dua yaitu:
a. Stroke Hemoragi
Stroke hemoragi merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subaraknoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
area otak tertentu. Stroke in biasanya kejadiannya saat melakukakn
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi pada saat istirahat.
Kesadaran klien umumnya menurun.
b. Stroke Nonhemoragik
Stroke nonhemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis
serebral. Stroke ini biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder.
1.5
1.6
Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke.
Tujuan rehabilitasi ini adalah untuk menolong penderita stroke untuk memperoleh
kembali apa yang mungkin dapat dipertahankan untuk memaksimalkan fungsi
tubuh pada penderita stroke (Stroke and Heart Foundation, 2010).
Lumbantobing (2004) menyatakan bahwa tujuan rehabilitasi ialah menjaga
atau meningkatkan kemampuan jasmani, rohani, keadaan ekonomi dan
kemampuan kerja semaksimal mungkin. Berbagai usaha dilakukan untuk
mencapai tujuan ini, diantaranya terapi fisik/ fisioterapi, latihan bicara, latihan
mental, terapi okupasi, psikoterapi , memberi alat bantu, ortotik prostetik, dan
olah raga.
Bentuk tindakan di atas tentunya disesuaikan dengan berat ringan cacat,
bentuk cacat, kemampuan atau tingkat mental penderita. Young & Forster (2007)
dan Duncan et al (2005) menyatakan bahwa penanganan rehabilitasi merupakan
pendekatan multidisiplin, beberapa ahli di berbagai bidang bekerja sama, misalnya
dokter keluarga, ahli rehabilitasi medik, ahli saraf, perawat dan anggota keluarga.
Koordinator tindakan rehabilitasi ini sebaiknya dipegang oleh dokter keluarga,
yang
lebih
banyak
mengetahui penderita,
keluarganya,
latar
belakang
2.
rumah antara lain, berobat secara teratur ke dokter, tidak menghentikan atau
mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter, meminta bantuan
petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh yang lemah
atau lumpuh, memperbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah,
membantu kebutuhan klien, memotivasi klien agar tetap bersemangat dalam
latihan fisik, memeriksakan tekanan darah secara teratur, dan segera bawa klien ke
dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke.
Vallery (2006) dalam Agustina,dkk (2009) mengemukakan bahwa pasien
dan orang yang merawat/ keluarga perlu menyadari semua tantangan dan
tanggung jawab yang akan dihadapi sebelum meninggalkan rumah sakit atau
fasilitas rehabilitasi lain. Meskipun sebagian besar pasien telah mengalami
pemulihan yang cukup bermakna sebelum di pulangkan, sebagian masih
memerlukan bantuan untuk turun dari tempat tidur, mengenakan pakaian, makan,
dan berjalan. Keluarga sebaiknya mengetahui tentang layanan komunitas lokal
yang dapat memberikan bantuan, termasuk dokter keluarga, perawat kunjungan
rumah, ahli fisioterapi, petugas sosial, ahli terapi wicara, dan layanan relawan.
Kebutuhan pasien pasca rawat dapat meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis,
sosial dan spiritual.
Berikut ini merupakan perawatan penderita stroke yang dapat dilakukan
oleh keluarga di rumah.
2.1
mungkin. Jenis aktivitas yang mungkin dilakukan bergantung pada efek stroke.
Penderita stroke yang tidak banyak mengalami masalah fisik dapat mencoba
berjalan, menggunakan sepeda statis, dan melakukan aktivitas olahraga yang biasa
mereka lakukan. Penderita stroke yang masalahnya lebih berat, misalnya penderita
stroke dengan hemiplegia, mungkin memerlukan bantuan ahli fisioterapi atau
spesialis olahraga. Secara umum, seperti pada orang lain, sebaiknya penderita
stroke melakukan sekitar setengah jam aktivitas yang menyebabkan pasien merasa
hangat, sedikit terengah-engah, dan sedikit berkeringat, tiga kali seminggu atau
lebih. (Thomas, 2000).
Penderita stroke dengan masalah orientasi ruang atau apraksia sering
membutuhkan bantuan untuk mengenakan busana karena ketidakmampuan
menggunakan kedua lengan dengan benar, bahkan meskipun mereka tidak
mengalami kelemahan yang nyata pada anggota badan. Penderita stroke dengan
masalah orientasi ruang atau apraksia kadang-kadang mengenakan busana di
bagian yang salah dan sering tidak dapat memasukkan kancing. Penting bagi
orang yang merawat penderita untuk berhati-hati agar sendi yang lumpuh tidak
teregang, terutama sendi bahu. (Graham, 2006).
2.2
Jika pasien selalu membuka mata dalam jangka panjang, maka mata mereka dapat
mengering dan menyebabkan infeksi dan ulkus kornea. Untuk mencegah hal ini,
keluarga dianjurkan penggunaan pelumas, salep, atau air mata buatan yang dapat
dibeli bebas (Edmund, 2007).
Penderita stroke yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus
membersihkan mulutnya dengan sikat lembut yang lembab atau kapas penyerap
sekitar satu jam. Perawatan mulut yang teratur sangat penting, terutama untuk
penderita yang sulit atau tidak dapat menelan (Edmund, 2007).
2.3
seimbang dengan cukup serat, cairan (2 liter atau lebih sehari), dan miktonutrien.
Jika nafsu makan penderita berkurang maka penedrita stroke dapat diberi
makanan ringan tinggi-kalori yang lezat dalam jumlah terbatas setiap 2-3 jam,
bersama dengan minuman suplemen nutrisional. Penderita stroke harus makan
dalam posisi duduk, bukan berbaring, untuk mencegah tersedak dan pneumonia
aspirasi (John, 2004; Lotta, 2006; David 2002).
Keluarga dapat elakukan modifikasi dalam penggunaan alat makan
penderita stroke, seperti meletakkan antiselip pada alas piring atau menggunakan
piring yang cekung sehingga makanan tidak mudah tumpah. Keluarga dapat juga
menyediakankan alat-alat bantu untuk penderita stroke yang makan dengan satu
tangan, seperti mangkuk telur yang dapat ditempelkan pada meja (John, 2004;
Lotta, 2006; David 2002).
2.4
2.5
kerusakan di otak. Hampir 70% pasien stroke sedikit banyak mengalami masalah
emosional, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung, atau
depresi. Terdapat bukti bahwa orang yang menderita depresi pasca stroke
memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar meninggal dalam 10 tahun
dibandingkan dengan penderita stroke tanpa depresi. Namun, jika penderita stroke
dan orang yang merawatnya menyadari masalah ini, biasanya ada hal-hal yang
dapat dikerjakan untuk mengatasi masalah tersebut (Lotta, 2006).
Ketidakmampuan seseorang untuk mengekspresikan dirinya sendiri akibat
masalah bahasa dapat menimbulkan sikap mudah marah. Masalah emosional lain
timbul pada tahap lebih belakangan, misalnya sewaktu pasien akhirnya menyadari
dampak penuh stroke atas kemandirian mereka.
Orang yang pernah mengalami stroke sangat rentan terhadap perubahan
dalam situasi mereka, terutama jika mereka akan meninggalkan rumah sakit atau
saat mereka pertama kali keluar rumah untuk berjalan-jalan. Ini merupakan reaksi
fisiologis normal, dan penderita stroke harus didorong untuk membahas
kekhawatiran mereka akan karier serta anggota keluarga sehingga masalah
tersebut dapat diatasi sebanyak mungkin (Lotta, 2006).
Pada sebagian besar kasus, masalah emosional mereda seiring waktu,
tetapi ketika terjadi, masalah itu dapat menyebabkan penderita stroke menolak
terapi atau kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi, yang dapat
memengaruhi pemulihan penderita. Masalah emosional reaktif ini sering dapat
dikurangi secara substansial dengan mendorong penderita stroke membicarakan
ketakutan dan kemarahan mereka. Penderita stroke harus merasa bahwa mereka
adalah anggota keluarga yang berharga. Penting bagi keluarga untuk
mempertahankan lingkungan rumah yang suportif, yang mendorong timbulnya
perhatian orang lain dan aktivitas waktu luang, misalnya membaca, memasak,
berjalan-jalan, berbelanja, bermain, dan berbicara. Penderita stroke yang
keluarganya atau orang yang merawatnya tidak suportif dan yang memiliki
kehidupan keluarga yang tidak berfungsi cenderung memiliki prognosis lebih
buruk dibandingkan dengan penderita lainnya. Sebagian penderita stroke mungkin
merasa nyaman jika mereka berbagi pengalaman mereka dengan penderita stroke
lain (Lotta, 2006).
Masalah emosional penderita stroke dapat diatasi dengan konseling
individual atau terapi kelompok. Psikoterapi juga dapat membantu sebagian
penderita, misalnya mereka yang mengalami apatis berat, depresi, tak tertarik atau
menentang pengobatan. Jika masalahnya menetap, terutama depresi, dokter
mungkin menganjurkan obat antidepresan (misalnya, fluoksetin dan amitriptilin)
atau berkonsultasi dengan psikiater atau ahli psikologi klinis. Konsultasi dini
biasanya dianjurkan untuk penderita stroke yang mengalami depresi berat,
terutama mereka yang mungkin ingin bunuh diri (Lotta, 2006).
Masalah kognitif pada penderita stroke mencakup kesulitan berpikir,
memusatkan perhatian, mengingat, membuat keputusan, menggunakan nalar,
membuat rencana, dan belajar. Hal-hal ini sering menjadi komplikasi stroke,
mengenai sekitar 64% dari penderita stroke yang selamat dan menyebabkan
demensia pada 1 dari 5 penderita stroke usia yang lebih lanjut. Namun, bagi
banyak penderita stroke, masalah kognitif yang ringan cenderung akan mereda
seiring dengan waktu, dan kemampuan mereka akan pulih sepenuhnya (John,
2004).
Jika penderita stroke tidak dapat mengikuti instruksi di obat resep, orang
yang merawat perlu menjamin bahwa penderita stroke minum obat dalam jumlah
dan saat yang tepat. Ada baiknya dibuat bagan atau tabel tentang aktivitas harian,
obat, dan kemajuan penderita stroke pada selembar kertas (John, 2004).
Penderita stroke dengan gangguan kognitif yang parah, misalnya
demensia, jarang pulih sempurna dan dapat bertambah buruk seiring dengan
waktu. Hal ini terutama berlaku pada orang berusia lanjut yang pernah mengalami
beberapa kali stroke serta mengidap penyakit-penyakit lain (John, 2004).
2.6
3.
Konsep Keluarga
3.1
Definisi Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan
3.2
Ciri-Ciri Keluarga
Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton, ciri-ciri keluarga yaitu
3.3
Tipe Keluarga
Tipe keluarga dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari
ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunan atau diadopsi atau
keduanya.
b. Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek,
paman-bibi).
Secara modern, keluarga dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tradisional Nuclear, adalah keluarga inti (ayah, ibu, anak) tinggal dalam
satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam satu ikatan
perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
b. Reconstituted Nuclear adalah pembentukan baru dari keluarga inti melalui
perkawinankembali suami/ istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah
dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil
dari perkawinan baru, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
c. Niddle Age/ Aging Couple adalah suami sebagai pencari uang, istri di
rumah, atau kedua-duanya bekerja, anak-anak sudah meninggalkan rumah
karena sekolah/ perkawinan/ meniti karier.
d. Dyadic Nuclear adalah suami istri yang sudah berumur dan tidak
mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah.
e. Single Parent adalah satu orang tua kaibat perceraian atau kematian
pasangannya dan anak-anak dapat tinggal di rumah atau di luar rumah.
f. Dual Carrier adalah suami istri atau keduanya orang carier dan tanpa
anak.
g. Commuter Married adalah suami istri atau keduanya orang karier dan
tinggal terpisah pada jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktuwaktu tertentu.
h. Cohibing Couple adalah dua orang atau satu pasangan yang tinggal
bersama tanpa kawin
Gay and lesbian Family adalah keluarga yang dibentuk oleh pasangan
yang berjenis kelamin sama (Friedman, 1998).
3.4
Struktur Keluarga
Menurut Friedman (1998), struktur keluarga terdiri dari:
a. Pola dan Proses Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi ada yang tidak. Hal ini
disebabkan beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi
seperti pengirim pesan, pesan, lingkungan, media, dan penerima pesan.
b. Struktur Peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi
sosial yang diberikan.
c. Struktur Kekuatan
Hal ini mendasari suatu proses dalam pengambilan keputusan dalam
keluarga, seperti konsesus, tawar menawar, musyawarah, atau paksaan.
d. Nilai-Nilai Keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap, dan kepercayaan yang secara sadar
atau tidak mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai
3.5
dasar, yaitu:
a. Fungsi Afektif yaitubfungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan
segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain.
b. Fungsi Sosialisasi yaitu fungsi untuk mengembangkan dan tempat melatih
anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi Reproduksi yaitu fungsi untuk mempertahankan generasi dan
menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi Ekonomi yaitu fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluatga secara
ekonomi dan tempat utuk mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi
Perawatan/
Pemeliharaan
Kesehatan
yaitu
fungsi
untuk
3.6
Peran Keluarga
Effendy (1998) mengungkapkan ada beberapa peran keluarga, yaitu:
a. Peran Ayah
Ayah sebagai suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya, berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta
sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
b. Peran Ibu
Sebagai istri dari suaminya dan ibu bagi anak-anaknya. Ibu mempunyai
peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik
anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di
samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahn
dalam keluarga.
c. Peran Anak
Anak-anak melaksanakan peranan psikologis sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
4.
3.1
Menurut kepercayaan orang Batak Toba, asal orang Batak Toba dimulai
dari si Raja Batak (leluhur orang Batak) yang bermukim di Kaki Pusuk Buhit,
terletak di sebelah barat Pulau Samosir. Si Raja Batak mempunyai dua orang putra
yakni Guru Tatean Bulan dan Saribu Raja Isumbaon. Guru Tatean Bulan
mempunyai empat orang putra yakni Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja,
dan Manalu Raja. Sementara Raja Isumbaon mempunyai tiga orang putra yakni
Tuan Sorimangaraja, si Raja Asiasi, dan Sungkar Somalindang. Kemudian
keturunan ini berpencar mendiami daerah-daerah tertentu di Sumatera Utara,
terutama berdiam di Tapanuli Utara yang wilayahnya meliputi Ajibata (berbatasan
dengan Parapat), Pulau Samosir, Pakkat serta Sarula (Pakpahan, 2010).
3.2
penyakit yang timbul dalam masyarakat Batak Toba. Tradisi suku Batak Toba ini
diturunkan dari nenek moyang mereka (Manik, 2008).
minyak kelapa. Hasil dari olahan tersebut kemudian digunakan sebagai minyak
untuk mengkusut atau memijat orang sakit (Manik, 2008).