Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.

Konsep Stroke

1.1

Defenisi Stroke
Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat

pembatasan atau terhentinya suplai darah ke otak (Price& Wilson, 2005).


Stroke adalah suatu gangguan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak
sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian
(Batticaca, 2008).
Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit
neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat.
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan
karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja
dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

1.2

Penyebab Stroke
Menurut Mutaqin (2008), penyebab stroke terdiri dari:
a. Trombosis Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan darah yang menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

iskemi serebral. Tanda dan neurologis sering kali memburuk pada 48 jam
setelah trombosis
b. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk dalam perdarahan
dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan
ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak membengkak, sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin
herniasi otak.
c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah
hipertensi yang parah, henti jantung-paru, curah jantung yang turun akibat
aritmia.
d. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah
spasme arteri serebral yang disertai dengan subaraknoid dan vasokontriksi
arteri otak disertai sakit kepala migren.

1.3

Faktor Risiko Stroke


Ada sejumlah faktor risiko yang dapat memicu terjadinya stroke. Menurut

University of Pittsburgh Medical Center (2003) dan American Heart Association

Universitas Sumatera Utara

(2007), ada dua jenis faktor risiko stroke yaitu faktor risiko yang tidak dapat
diubah/ dikontrol dan faktor risiko yang dapat dikontrol.
1.3.1 Faktor Risiko Stroke yang Tidak Dapat Diubah
a. Usia
Stroke dapat menyerang segala usia, tetapi semakin tua usia seseorang
maka semakin besar kemungkinan orang tersebut terserang stroke.
b. Jenis Kelamin
Laki-laki dua kali lebih berisiko daripada perempuan, tetapi jumlah
perempuan yang meninggal akibat stroke lebih banyak.
c. Riwayat Keluarga
Keluarga dengan riwayat anggota keluarga pernah mengalami stroke
berisiko lebih besar daripada keluarga tanpa riwayat stroke.
d. Ras
Ras Afrika-Amerika mempunyai risiko yang lebih tinggi mengalami
kematian dan kecatatan akibat stroke dibandingkan dengan ras kulit putih.

1.3.2 Faktor Risiko yang Dapat Dikontrol


a. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama penyebab stroke.
b. Merokok
Merokok dapat mengakibatkan rusaknya pembuluh darah dan peningkatan
plak pada dinding pembuluh darah yang dapat menghambat sirkulasi
darah. Nikotin dari rokok dapat meningkatkan tekanan darah.

Universitas Sumatera Utara

c. Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus dapat mempercepat timbulnya plak pada
pembuluh darah yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya stroke
iskemik. Penderita diabetes cenderung menderita obesitas. Obesitas dapat
mengakibatkan hipertensi dan tingginya kadar kolesterol, di mana
keduanya merupakan faktor risiko stroke.
d. Obesitas
Peningkatan berat badan dapat meningkatkan risiko stroke. Obesitas juga
dapat menimbulkan faktor risiko lainnya seperti tekanan darang tinggi,
tingginya kolesterol jahat, dan diabetes.
e. Penyakit pada Arteri Carotid dan Arteri Lainnya
Pembuluh darah arteri carotid merupakan pembuluh darah utama yang
membawa darah ke otak dan leher. Rusaknya pembuluh darah carotid
akibat lemak menimbulkan plak pada dinding arteri sehingga menghalangi
aliran darah di arteri.
f. Kurangnya Aktivitas Fisik
Latihan penting untuk mengontrol faktor risiko stroke, seperti berat badan,
tekanan darah, kolesterol, dan diabetes.
g. Alkohol, Kopi, dan Penggunaan Obat-Obatan
Konsumsi alkohol meningkatkan risiko stroke. Minum alkohol lebih dari
satu gelas pada pria dan lebih dua gelas pada pria dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan darah. Selain itu, minum tiga gelas kopi sehari dapat
meningkatkan tekanan darah dan risiko stroke. Penggunaan obat-obatan

Universitas Sumatera Utara

seperti kokain dan amphetamine merupakan risiko terbesar terjadinya


stroke pada dewasa muda.
h. Kurang Nutrisi
Diet tinggi lemak, gula, dan garam meningkatkan risiko stroke.Penelitian
menunjukkan bahwa mengkonsumsi 5 porsi buah dan sayur sehari dapat
mengurangi risiko stroke sebesar 30%.
i. Stres
Penelitian menunjukkan hubungan antara stress dengan mempersempit
pembuluh darah carotid.
j. Estrogen
Pemakaian pil KB atau Hormone Replacement Theraphy (HRT) yang
mengandung estrogen dapat mengubah kemampuan penggumpalan darah
yang dapat mengakibatkan stroke.

1.4

Klasifikasi Stroke
Menurut Muttaqin (2008), stroke dikelompokan atas dua yaitu:
a. Stroke Hemoragi
Stroke hemoragi merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subaraknoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
area otak tertentu. Stroke in biasanya kejadiannya saat melakukakn
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi pada saat istirahat.
Kesadaran klien umumnya menurun.

Universitas Sumatera Utara

b. Stroke Nonhemoragik
Stroke nonhemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis
serebral. Stroke ini biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder.

1.5

Manifestasi Klinis Stroke


Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Suzane (2001) adalah:
a. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh adalah tanda yang lain.
b. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi
bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
1) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk berbicara.
2) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara) yang
terutama ekspresif atau reseptif.

Universitas Sumatera Utara

3) Apraksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang dipelajari


sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
c. Gangguan persepsi
Gangguan persepsi merupakan ketidakmampuan menginterpretasikan
sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan
dalam hubungan visual spasial, dan kehilangan sensori.
1) Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Hominus heminopsia (kehilangan
setengah lapang pandang) dapat terjadi karena stroke dan mungkin
sementara atau permanen. Sisi visual yang terkena berkaitan dengan
sisi tubuh yang paralisis. Kepala pasien berpaling dari sisi tubuh yang
sakit dan cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi
tersebut. Hal ini disebut amorfosintesis. Pada keadaan ini, pasien tidak
mampu melihat makanan pada setengah mampan dan hanya setengah
ruangan yang terlihat.
2) Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada pasien dengan
hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian
tubuh.
3) Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan
ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi
(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta

Universitas Sumatera Utara

kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan


auditorius.
d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas,
memori, atau intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan
dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien
ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respon alamiah pasien
terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologik lain juga umum
terjadi dan dimanifestasikan oleh labilits emosional, bermusuhan, frustasi,
dendam, dan kurang kerja sama.
e. Disfungsi kandung kemih
Pasien pasca stroke mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan menggunakan urinal/ bedpan karena kerusakan control
motorik dan postural. Kadang-kadang setelah stroke, kandung kemih
menjadi atonik, dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap
pengisian kandung kemih. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius
eksternal hilang atau berkurang. Inkontinensia ani dan urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologik luas.

Universitas Sumatera Utara

1.6

Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke.

Tujuan rehabilitasi ini adalah untuk menolong penderita stroke untuk memperoleh
kembali apa yang mungkin dapat dipertahankan untuk memaksimalkan fungsi
tubuh pada penderita stroke (Stroke and Heart Foundation, 2010).
Lumbantobing (2004) menyatakan bahwa tujuan rehabilitasi ialah menjaga
atau meningkatkan kemampuan jasmani, rohani, keadaan ekonomi dan
kemampuan kerja semaksimal mungkin. Berbagai usaha dilakukan untuk
mencapai tujuan ini, diantaranya terapi fisik/ fisioterapi, latihan bicara, latihan
mental, terapi okupasi, psikoterapi , memberi alat bantu, ortotik prostetik, dan
olah raga.
Bentuk tindakan di atas tentunya disesuaikan dengan berat ringan cacat,
bentuk cacat, kemampuan atau tingkat mental penderita. Young & Forster (2007)
dan Duncan et al (2005) menyatakan bahwa penanganan rehabilitasi merupakan
pendekatan multidisiplin, beberapa ahli di berbagai bidang bekerja sama, misalnya
dokter keluarga, ahli rehabilitasi medik, ahli saraf, perawat dan anggota keluarga.
Koordinator tindakan rehabilitasi ini sebaiknya dipegang oleh dokter keluarga,
yang

lebih

banyak

mengetahui penderita,

keluarganya,

latar

belakang

pendidikannya, serta tugas jabatan. Dokter keluarga dapat bertidak sebagai


motivator, memberi bimbingan dan petunjuk kepada penderita dan keluarganya
(Bradford Institute for Health Research, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.

Perawatan Penderita Stroke di Rumah


Menurut Batticaca (2008), penanganan dan perawatan penderita stroke di

rumah antara lain, berobat secara teratur ke dokter, tidak menghentikan atau
mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter, meminta bantuan
petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh yang lemah
atau lumpuh, memperbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah,
membantu kebutuhan klien, memotivasi klien agar tetap bersemangat dalam
latihan fisik, memeriksakan tekanan darah secara teratur, dan segera bawa klien ke
dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke.
Vallery (2006) dalam Agustina,dkk (2009) mengemukakan bahwa pasien
dan orang yang merawat/ keluarga perlu menyadari semua tantangan dan
tanggung jawab yang akan dihadapi sebelum meninggalkan rumah sakit atau
fasilitas rehabilitasi lain. Meskipun sebagian besar pasien telah mengalami
pemulihan yang cukup bermakna sebelum di pulangkan, sebagian masih
memerlukan bantuan untuk turun dari tempat tidur, mengenakan pakaian, makan,
dan berjalan. Keluarga sebaiknya mengetahui tentang layanan komunitas lokal
yang dapat memberikan bantuan, termasuk dokter keluarga, perawat kunjungan
rumah, ahli fisioterapi, petugas sosial, ahli terapi wicara, dan layanan relawan.
Kebutuhan pasien pasca rawat dapat meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis,
sosial dan spiritual.
Berikut ini merupakan perawatan penderita stroke yang dapat dilakukan
oleh keluarga di rumah.

Universitas Sumatera Utara

2.1

Membantu aktivitas fisik setelah stroke


Penderita stroke perlu melakukan kembali aktivitas sebelumnya sebanyak

mungkin. Jenis aktivitas yang mungkin dilakukan bergantung pada efek stroke.
Penderita stroke yang tidak banyak mengalami masalah fisik dapat mencoba
berjalan, menggunakan sepeda statis, dan melakukan aktivitas olahraga yang biasa
mereka lakukan. Penderita stroke yang masalahnya lebih berat, misalnya penderita
stroke dengan hemiplegia, mungkin memerlukan bantuan ahli fisioterapi atau
spesialis olahraga. Secara umum, seperti pada orang lain, sebaiknya penderita
stroke melakukan sekitar setengah jam aktivitas yang menyebabkan pasien merasa
hangat, sedikit terengah-engah, dan sedikit berkeringat, tiga kali seminggu atau
lebih. (Thomas, 2000).
Penderita stroke dengan masalah orientasi ruang atau apraksia sering
membutuhkan bantuan untuk mengenakan busana karena ketidakmampuan
menggunakan kedua lengan dengan benar, bahkan meskipun mereka tidak
mengalami kelemahan yang nyata pada anggota badan. Penderita stroke dengan
masalah orientasi ruang atau apraksia kadang-kadang mengenakan busana di
bagian yang salah dan sering tidak dapat memasukkan kancing. Penting bagi
orang yang merawat penderita untuk berhati-hati agar sendi yang lumpuh tidak
teregang, terutama sendi bahu. (Graham, 2006).

2.2

Menangani kebersihan diri


Penderita stroke juga memerlukan bantuan keluarga dalam memenuhi

perawatan diri. Kemunduran fisik akibat stroke menyebabkan kemunduran gerak


fungsional baik kemampuan mobilisasi atau perawatan diri (Pudjiastuti, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Perawatan kulit sangat penting untuk mencegah dekubitus (luka karena


tekanan) dan infeksi kulit. Adanya dekubitus dan infeksi luka menunjukkan
bahwa perawatan penderita stroke kurang optimal. Keduanya sebaiknya dicegah
karena dekubitus dapat menimbulkan nyeri dan memiliki proses penyembuhan
luka yang lama dan jika terinfeksi, luka ini dapat mengancam nyawa. Penderita
stroke dapat mengalami dekubitus karena berkurangnya sensasi dan mobilitas.
Inkontinensia, malnutrisi, dan dehidrasi juga meningkatkan risiko timbulnya
dekubitus dan menghambat proses penyembuhan luka (Leigh, 2005).
Penderita stroke yang tidak dapat bergerak harus sering digerakkan dan
direposisi. Hal yang perlu diperhatikan keluarga dalam perawatan kulit dapat
meliputi perhatian terhadap kondisi seprai tempat tidur penderita stroke harus
terpasang kencang dan perhatian terhadap bagian-bagian tubuh yang paling
berisiko pada penderita yang hanya dapat berbaring atau duduk di kursi roda,
antara lain punggung bawah (sakrum), paha, tumit, siku, bahu, dan tulang belikat
(skapula). Keluarga dapat menggunakan spons kering untuk membantali titik-titik
tekanan ini sekali sehari agar mencegah tertekannya saraf dan terbentuknya
dekubitus. Keluarga memeriksa ada tidaknya abrasi, lepuh, dan kemerahan kulit
yang tidak hilang ketika ditekan karena hal-hal ini menunjukkan awal dekubitus.
Selain itu, kulit penderita stroke harus dijaga kering dan diberi bedak (Leigh,
2005).
Stroke dapat mempengaruhi indra penglihatan. Jika penderita stroke selalu
membuka mata dalam jangka panjang, maka mata mereka dapat mengering dan
menyebabkan infeksi dan ulkus kornea. Keluarga dapat menggunakan kain
lembab yang bersih untuk membersihkan kelopak mata pasien jika diperlukan.

Universitas Sumatera Utara

Jika pasien selalu membuka mata dalam jangka panjang, maka mata mereka dapat
mengering dan menyebabkan infeksi dan ulkus kornea. Untuk mencegah hal ini,
keluarga dianjurkan penggunaan pelumas, salep, atau air mata buatan yang dapat
dibeli bebas (Edmund, 2007).
Penderita stroke yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus
membersihkan mulutnya dengan sikat lembut yang lembab atau kapas penyerap
sekitar satu jam. Perawatan mulut yang teratur sangat penting, terutama untuk
penderita yang sulit atau tidak dapat menelan (Edmund, 2007).

2.3

Menangani masalah makan dan minum


Penderita stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan

seimbang dengan cukup serat, cairan (2 liter atau lebih sehari), dan miktonutrien.
Jika nafsu makan penderita berkurang maka penedrita stroke dapat diberi
makanan ringan tinggi-kalori yang lezat dalam jumlah terbatas setiap 2-3 jam,
bersama dengan minuman suplemen nutrisional. Penderita stroke harus makan
dalam posisi duduk, bukan berbaring, untuk mencegah tersedak dan pneumonia
aspirasi (John, 2004; Lotta, 2006; David 2002).
Keluarga dapat elakukan modifikasi dalam penggunaan alat makan
penderita stroke, seperti meletakkan antiselip pada alas piring atau menggunakan
piring yang cekung sehingga makanan tidak mudah tumpah. Keluarga dapat juga
menyediakankan alat-alat bantu untuk penderita stroke yang makan dengan satu
tangan, seperti mangkuk telur yang dapat ditempelkan pada meja (John, 2004;
Lotta, 2006; David 2002).

Universitas Sumatera Utara

2.4

Kepatuhan program pengobatan di rumah


Pelayanan kesehatan berperan dalam upaya promotif, pencegahan,

diagnosa dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, serta pemulihan


(rehabilitasi) suatu penyakit (Maryam, 2008). Dukungan keluarga diketahui
sangat penting dalam kepatuhan terhadap program pengobatan jangka panjang
(Schatz, 1988 dalam Stanley, 2006). Keluarga bertanggung jawab terhadap semua
prosedur dan pengobatan anggota keluarga yang sakit, seperti menggunakan obat
menggunakan alat-alat khusus, dan menjalankan latihan (Friedman, 1998).

2.5

Mengatasi Masalah Emosional dan Kognitif


Sebagian masalah emosional muncul segera setelah stroke, sebagai akibat

kerusakan di otak. Hampir 70% pasien stroke sedikit banyak mengalami masalah
emosional, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung, atau
depresi. Terdapat bukti bahwa orang yang menderita depresi pasca stroke
memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar meninggal dalam 10 tahun
dibandingkan dengan penderita stroke tanpa depresi. Namun, jika penderita stroke
dan orang yang merawatnya menyadari masalah ini, biasanya ada hal-hal yang
dapat dikerjakan untuk mengatasi masalah tersebut (Lotta, 2006).
Ketidakmampuan seseorang untuk mengekspresikan dirinya sendiri akibat
masalah bahasa dapat menimbulkan sikap mudah marah. Masalah emosional lain
timbul pada tahap lebih belakangan, misalnya sewaktu pasien akhirnya menyadari
dampak penuh stroke atas kemandirian mereka.
Orang yang pernah mengalami stroke sangat rentan terhadap perubahan
dalam situasi mereka, terutama jika mereka akan meninggalkan rumah sakit atau

Universitas Sumatera Utara

saat mereka pertama kali keluar rumah untuk berjalan-jalan. Ini merupakan reaksi
fisiologis normal, dan penderita stroke harus didorong untuk membahas
kekhawatiran mereka akan karier serta anggota keluarga sehingga masalah
tersebut dapat diatasi sebanyak mungkin (Lotta, 2006).
Pada sebagian besar kasus, masalah emosional mereda seiring waktu,
tetapi ketika terjadi, masalah itu dapat menyebabkan penderita stroke menolak
terapi atau kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi, yang dapat
memengaruhi pemulihan penderita. Masalah emosional reaktif ini sering dapat
dikurangi secara substansial dengan mendorong penderita stroke membicarakan
ketakutan dan kemarahan mereka. Penderita stroke harus merasa bahwa mereka
adalah anggota keluarga yang berharga. Penting bagi keluarga untuk
mempertahankan lingkungan rumah yang suportif, yang mendorong timbulnya
perhatian orang lain dan aktivitas waktu luang, misalnya membaca, memasak,
berjalan-jalan, berbelanja, bermain, dan berbicara. Penderita stroke yang
keluarganya atau orang yang merawatnya tidak suportif dan yang memiliki
kehidupan keluarga yang tidak berfungsi cenderung memiliki prognosis lebih
buruk dibandingkan dengan penderita lainnya. Sebagian penderita stroke mungkin
merasa nyaman jika mereka berbagi pengalaman mereka dengan penderita stroke
lain (Lotta, 2006).
Masalah emosional penderita stroke dapat diatasi dengan konseling
individual atau terapi kelompok. Psikoterapi juga dapat membantu sebagian
penderita, misalnya mereka yang mengalami apatis berat, depresi, tak tertarik atau
menentang pengobatan. Jika masalahnya menetap, terutama depresi, dokter
mungkin menganjurkan obat antidepresan (misalnya, fluoksetin dan amitriptilin)

Universitas Sumatera Utara

atau berkonsultasi dengan psikiater atau ahli psikologi klinis. Konsultasi dini
biasanya dianjurkan untuk penderita stroke yang mengalami depresi berat,
terutama mereka yang mungkin ingin bunuh diri (Lotta, 2006).
Masalah kognitif pada penderita stroke mencakup kesulitan berpikir,
memusatkan perhatian, mengingat, membuat keputusan, menggunakan nalar,
membuat rencana, dan belajar. Hal-hal ini sering menjadi komplikasi stroke,
mengenai sekitar 64% dari penderita stroke yang selamat dan menyebabkan
demensia pada 1 dari 5 penderita stroke usia yang lebih lanjut. Namun, bagi
banyak penderita stroke, masalah kognitif yang ringan cenderung akan mereda
seiring dengan waktu, dan kemampuan mereka akan pulih sepenuhnya (John,
2004).
Jika penderita stroke tidak dapat mengikuti instruksi di obat resep, orang
yang merawat perlu menjamin bahwa penderita stroke minum obat dalam jumlah
dan saat yang tepat. Ada baiknya dibuat bagan atau tabel tentang aktivitas harian,
obat, dan kemajuan penderita stroke pada selembar kertas (John, 2004).
Penderita stroke dengan gangguan kognitif yang parah, misalnya
demensia, jarang pulih sempurna dan dapat bertambah buruk seiring dengan
waktu. Hal ini terutama berlaku pada orang berusia lanjut yang pernah mengalami
beberapa kali stroke serta mengidap penyakit-penyakit lain (John, 2004).

2.6

Pencegahan cedera/ jatuh


Thomas (2000) dan Leigh (2005) menyatakan faktor risiko yang

mempermudah pasien jatuh antara lain

masalah ayunan langkah dan

keseimbangan, obat-obat sedatif, kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari,

Universitas Sumatera Utara

inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan berkurangnya kekuatan


tungkai bawah.
Yudi (2007) menyatakan bahwa indikasi terbaik bahwa penderita stroke
siap bergerak ke tingkat mobilitas vang lebih tinggi adalah kemampuan
menoleransi tingkat mobilitas yang telah mereka capai. Demi alasan keamanan,
sebaiknya ada satu atau dua orang asisten berdiri di samping penderita stroke dan
membantu penderita, terutama pada tahap-tahap awal. Ketika berdiri atau
berjalan, penderita stroke sebaiknya berupaya menggunakan tungkai mereka yang
lumpuh dengan menopangkan beban badan mereka pada tungkai tersebut sebisa
mungkin dan dengan memindahkan beban badan dari satu sisi tubuh ke sisi
lainnya. Pada awalnya, penderita stroke harus mencoba hanya beberapa langkah
kecil. Sesi latihan yang sering dan singkat, dengan peningkatan gerakan secara
perlahan, merupakan cara yang paling aman dan efektif. Jika penderita stroke
telah yakin dapat berjalan di lantai yang datar, mereka dapat mulai naik tangga,
tetapi tetap memperhatikan bahwa susunan tangganya telah aman dan kuat.
Selain itu, Graham (2006) menyatakan jika penderita stroke menggunakan
kursi roda, sebaiknya rumah mereka memiliki tangga, dibangun jalan masuk
landai dari kayu atau beton. Keluarga juga mungkin perlu memperlebar pintupintu rumah agar penderita stroke dapat bergerak bebas di dalam rumah.
Pemasangan kabel listrik yang aman, pegangan tangan di kamar mandi,, dan
adaptasi rumah lainnya juga dapat membantu penderita stroke.

Universitas Sumatera Utara

3.

Konsep Keluarga

3.1

Definisi Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan

ikatan emosional serta mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari


keluarga (Friedman, 1998).
Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting
untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluargalah, pendidikan kepada
individu dimulai dan dari keluarga inilah akan tercipta tatanan masyarakat yang
baik, sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka seyogyanya dimulai
dari keluarga (Setiadi, 2008).

3.2

Ciri-Ciri Keluarga
Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton, ciri-ciri keluarga yaitu

disatukan oleh hubungan perkawinan, berbentuk suatu kelembagaan yang


berkaitan dengan hubungan perkawinan yang disengaja dibentuk atau dipelihara,
mempunyai suatu sistem tata nama (nomeclatur) termasuk perhitungan garis
keturunan, mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota
berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan
anak, dan merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga.

3.3

Tipe Keluarga
Tipe keluarga dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:

Secara tradisional. Keluarga dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:

Universitas Sumatera Utara

a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari
ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunan atau diadopsi atau
keduanya.
b. Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek,
paman-bibi).
Secara modern, keluarga dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tradisional Nuclear, adalah keluarga inti (ayah, ibu, anak) tinggal dalam
satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam satu ikatan
perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
b. Reconstituted Nuclear adalah pembentukan baru dari keluarga inti melalui
perkawinankembali suami/ istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah
dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil
dari perkawinan baru, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
c. Niddle Age/ Aging Couple adalah suami sebagai pencari uang, istri di
rumah, atau kedua-duanya bekerja, anak-anak sudah meninggalkan rumah
karena sekolah/ perkawinan/ meniti karier.
d. Dyadic Nuclear adalah suami istri yang sudah berumur dan tidak
mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah.
e. Single Parent adalah satu orang tua kaibat perceraian atau kematian
pasangannya dan anak-anak dapat tinggal di rumah atau di luar rumah.
f. Dual Carrier adalah suami istri atau keduanya orang carier dan tanpa
anak.

Universitas Sumatera Utara

g. Commuter Married adalah suami istri atau keduanya orang karier dan
tinggal terpisah pada jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktuwaktu tertentu.
h. Cohibing Couple adalah dua orang atau satu pasangan yang tinggal
bersama tanpa kawin
Gay and lesbian Family adalah keluarga yang dibentuk oleh pasangan
yang berjenis kelamin sama (Friedman, 1998).

3.4

Struktur Keluarga
Menurut Friedman (1998), struktur keluarga terdiri dari:
a. Pola dan Proses Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi ada yang tidak. Hal ini
disebabkan beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi
seperti pengirim pesan, pesan, lingkungan, media, dan penerima pesan.
b. Struktur Peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi
sosial yang diberikan.
c. Struktur Kekuatan
Hal ini mendasari suatu proses dalam pengambilan keputusan dalam
keluarga, seperti konsesus, tawar menawar, musyawarah, atau paksaan.
d. Nilai-Nilai Keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap, dan kepercayaan yang secara sadar
atau tidak mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai

Universitas Sumatera Utara

keluarga juga merupakan suatau pedoman perilaku dan pedoman bagi


perkembangan norma dan peraturan.

3.5

Fungsi Pokok Keluarga


Friedman (1998) mengemukakan bahwa keluarga mempunyai lima fungsi

dasar, yaitu:
a. Fungsi Afektif yaitubfungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan
segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain.
b. Fungsi Sosialisasi yaitu fungsi untuk mengembangkan dan tempat melatih
anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi Reproduksi yaitu fungsi untuk mempertahankan generasi dan
menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi Ekonomi yaitu fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluatga secara
ekonomi dan tempat utuk mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi

Perawatan/

Pemeliharaan

Kesehatan

yaitu

fungsi

untuk

mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memilki


produktivitas yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

3.6

Peran Keluarga
Effendy (1998) mengungkapkan ada beberapa peran keluarga, yaitu:
a. Peran Ayah
Ayah sebagai suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya, berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta
sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
b. Peran Ibu
Sebagai istri dari suaminya dan ibu bagi anak-anaknya. Ibu mempunyai
peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik
anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di
samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahn
dalam keluarga.
c. Peran Anak
Anak-anak melaksanakan peranan psikologis sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

4.

Suku Batak Toba

3.1

Sejarah Suku Batak Toba


Suku Batak adalah salah satu dari ratusan suku yang terdapat di Indonesia.

Suku Batak terdapat di wilayah Sumatera Utara. Sebahagian masyarakat Batak


mempercayai bahwa suku Batak berasal dari Pusuk Buhit daerah Sianjur Mula
Mula sebelah barat Pangururan di pinggiran Danau Toba.

Universitas Sumatera Utara

Menurut kepercayaan orang Batak Toba, asal orang Batak Toba dimulai
dari si Raja Batak (leluhur orang Batak) yang bermukim di Kaki Pusuk Buhit,
terletak di sebelah barat Pulau Samosir. Si Raja Batak mempunyai dua orang putra
yakni Guru Tatean Bulan dan Saribu Raja Isumbaon. Guru Tatean Bulan
mempunyai empat orang putra yakni Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja,
dan Manalu Raja. Sementara Raja Isumbaon mempunyai tiga orang putra yakni
Tuan Sorimangaraja, si Raja Asiasi, dan Sungkar Somalindang. Kemudian
keturunan ini berpencar mendiami daerah-daerah tertentu di Sumatera Utara,
terutama berdiam di Tapanuli Utara yang wilayahnya meliputi Ajibata (berbatasan
dengan Parapat), Pulau Samosir, Pakkat serta Sarula (Pakpahan, 2010).

3.2

Pengobatan dalam Budaya Batak Toba


Suku Batak Toba memiliki cara berbeda dalam melakukan pengobatan

penyakit yang timbul dalam masyarakat Batak Toba. Tradisi suku Batak Toba ini
diturunkan dari nenek moyang mereka (Manik, 2008).

3.2.1 Obat Urut dan Tulang (Dappol Siburuk)


Asal mula manusia menurut orang Batak adalah dari ayam atau burung.
Obat Dappol Siburuk ini dulunya berasal dari burung siburuk yang mana langsung
dipraktekkan dengan penelitian alami dan hampir seluruh keturunan Si Raja Batak
menggunakan obat ini dalam kehidupan sehari-hari. Dappol dalam bahasa
Indonesia berarti urut atau kusuk. Siburuk artinya burung.
Menurut masyarakat Batak Toba, awal pengobatan dappol siburuk ini
merupakan penggunaan minyak dari hasil memasak burung siburuk dengan

Universitas Sumatera Utara

minyak kelapa. Hasil dari olahan tersebut kemudian digunakan sebagai minyak
untuk mengkusut atau memijat orang sakit (Manik, 2008).

3.2.2 Pengobatan Tawar Mulajadi


Zaman dahulu, banyak orang Batak yang menderita penyakit kulit bahkan
sampai membusuk. Melihat kejadian tersebut Si Raja Batak berpesan bahwa untuk
mengobati setiap orang yang berpenyakit kulit supaya menggunakan Tawar
Mulajadi. Tawar Mulajadi adalah sesuatu yang berasal dari asap dapur. Orang
Batak pada zaman dahulu menggunakan kayu bakar untuk memasak, maka di atas
dapur tersebut ada serpihan hitam bergantungan. Serpihan itu berasal dari asap
pada saat memasak. Menurut orang Batak, serpihan hitam tersebut dinamakan
Tawar Mulajadi atau Tappar Api. Serpihan hitam ini kemudian diseduh dengan air
hangat (Manik, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai

  • Ana Jurnal Depresi & Kecemasan
    Ana Jurnal Depresi & Kecemasan
    Dokumen17 halaman
    Ana Jurnal Depresi & Kecemasan
    Winda Wahyu Ikaputri
    Belum ada peringkat
  • Chapter II 2.2
    Chapter II 2.2
    Dokumen24 halaman
    Chapter II 2.2
    Winda Wahyu Ikaputri
    Belum ada peringkat
  • Ikk Demam Thypoid
    Ikk Demam Thypoid
    Dokumen15 halaman
    Ikk Demam Thypoid
    Winda Wahyu Ikaputri
    Belum ada peringkat
  • Gastritis Erosif
    Gastritis Erosif
    Dokumen10 halaman
    Gastritis Erosif
    Achoi Shen
    Belum ada peringkat
  • PENYAKIT JANTUNG
    PENYAKIT JANTUNG
    Dokumen29 halaman
    PENYAKIT JANTUNG
    gasomedic85
    Belum ada peringkat
  • MENGOBATI TINEA PEDIS
    MENGOBATI TINEA PEDIS
    Dokumen16 halaman
    MENGOBATI TINEA PEDIS
    Titin Hamka
    100% (1)
  • Fisio 2 Els
    Fisio 2 Els
    Dokumen9 halaman
    Fisio 2 Els
    Jordy Voundation
    Belum ada peringkat
  • Menguak Misteri Kamar Bius
    Menguak Misteri Kamar Bius
    Dokumen77 halaman
    Menguak Misteri Kamar Bius
    wahyu Pur
    0% (1)
  • Cover VER
    Cover VER
    Dokumen14 halaman
    Cover VER
    Winda Wahyu Ikaputri
    Belum ada peringkat
  • Alergi
    Alergi
    Dokumen20 halaman
    Alergi
    Idayu Windriyana
    Belum ada peringkat
  • Alergi
    Alergi
    Dokumen20 halaman
    Alergi
    Idayu Windriyana
    Belum ada peringkat
  • Botulism e
    Botulism e
    Dokumen13 halaman
    Botulism e
    Suci Mukaddimatul Jannah Amir
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv 29.01.2012
    Bab Iv 29.01.2012
    Dokumen14 halaman
    Bab Iv 29.01.2012
    Itta Purwanti
    Belum ada peringkat
  • Fisio 2 Els
    Fisio 2 Els
    Dokumen9 halaman
    Fisio 2 Els
    Jordy Voundation
    Belum ada peringkat
  • Hal. Judul 2
    Hal. Judul 2
    Dokumen4 halaman
    Hal. Judul 2
    Winda Wahyu Ikaputri
    Belum ada peringkat
  • Hal. Judul 2
    Hal. Judul 2
    Dokumen4 halaman
    Hal. Judul 2
    Winda Wahyu Ikaputri
    Belum ada peringkat
  • KD Pedoman
    KD Pedoman
    Dokumen23 halaman
    KD Pedoman
    Valencia Jane
    Belum ada peringkat
  • Promosi Kesehatan
    Promosi Kesehatan
    Dokumen11 halaman
    Promosi Kesehatan
    Winda Wahyu Ikaputri
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Tidak Menular
    Penyakit Tidak Menular
    Dokumen2 halaman
    Penyakit Tidak Menular
    Winda Wahyu Ikaputri
    Belum ada peringkat
  • KD Pedoman
    KD Pedoman
    Dokumen23 halaman
    KD Pedoman
    Valencia Jane
    Belum ada peringkat