Anda di halaman 1dari 4

Kelompok V

Tema Pola Asuh


Fear of Intimacy in Relationship during adulthood : the influence past
parenting
Ketakutan akan keintiman dalam hubungan masa dewasa : dipengaruhi pola asuh
Anggota
1.
2.
3.
4.
5.
6.

I.

Angling
Dennis TMB
Devi
Gina
Mira Zahra
Nisa Nabila

Fenomena

Masyarakat sunda, di daerah pedalaman atau perkotaan, akhir-akhir ini banyak


orang tua, baik itu ayah ataupun ibu. Mereka bekerja dari pagi sampai sore hari.
Kebanyakan dari mereka menitipkan anak-anak kepada kerabat, keluarga dekat
ataupun pada jasa pengasuh. Pola asuh seperti ini berpengaruh terhadap keintiman
antara anak dan orang tua, berpengaruh juga terhadap perkembangan anak,
terutama terlihat pada kehidupan di masa dewasa apakah hal seperti ini
berpengaruh terhadap individu saat menjalin hubungan yang dekat atau akrab
dengan orang lain dengan menunjukkan perasaan saling percaya, saling berbagi
(keterbukaan diri), adanya hubungan timbal balik dan terbentuknya komitmen dalam
suatu hubungan.

II.

Teori Psikologi umum

Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson
mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan saling percaya, terbuka dan
saling berbagi dalam suatu hubungan. Keintiman dapat terjadi karena kita telah
mengenal diri kita dan merasa cukup aman dengan identitas yang kita miliki. Individu

yang memiliki kemampuan keintiman akan mampu berkomitmen pada pilihan yang
telah diambilnya walaupun untuk mempertahankannya membutuhkan pengorbanan
dan banyak perundingan.
Olforsky mendefinisikan

kemampuan

keintiman

sebagai

kemampuan

untuk

membentuk dan mempertahankan hubungan yang intim atau akrab, yang biasanya
terlihat dalam bentuk kedekatan, penghargaan terhadap individualitas, keterbukaan,
komunikasi, tanggungjawab, hubungan timbal balik, komitmen dan seksualitas.
Seksualitas disini tidak mengacu pada hubungan seks, tetapi lebih kepada kepuasan
yang dirasakan individu dalam berinteraksi dengan orang lain.
Orlofsky (dalam Marcia,dkk., 1993) mengidentifikasikan tiga kriteria utama untuk
menentukan keintiman yaitu :
1. Tingkat dimana individu terlibat dalam persahabatan dengan pria dan wanita.
Apakah individu memiliki hubungan dengan lawan jenis dan apakah
hubungan yang terjalin dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini
dapat terlihat melalui banyaknya waktu yang dihabiskan bersama-sama untuk
saling mengenal pasangan lebih dalam, menerima kelebihan dan kekurangan
yang dimiliki pasangan, dan kedekatan emosional mereka dalam suatu
hubungan yang sedang dijalani.
2. Apakah individu tersebut terlibat atausudah terlibat dalam komitmen yang
dibangun melalui hubungan, bertahan dalam suatu hubungan seperti pada
pasangan yang berpacaran. Hal ini dapat terlihat dari pembicaran mengenai
kelanjutan suatu hubungan di masa depan seperti ke jenjang pernikahan, dan
komitmen yang terdapat dalam suatu hubungan yang membuat hubungan
tersebut dapat bertahan ketika terdapat permasalahan dalam hubungan
tersebut. Komitmen yang dapat digunakan untuk mendiskusikan dan
memecahkan masalah yang terjadi dalam suatu hubungan.
3. Kedalaman atau kualitas dari hubungan persahabatan dan cinta atau
pacaran. Kriteria ini berfokus pada tingkat dimana individu sudah mencapai
kapasitas dalam suatu hubungan yang dikarakteristikkan dengan keterbukaan
kejujuran, perhatian, empati atau menerima dan mamahami perbedaan yang
III.

ada, sikap dan perilaku seksual.


Mengapa Hal ini Penting dan Bagaimana Kaitannya dengan Psikologi
Budaya, Khususnya Budaya Sunda.

Penelitian sebelumnya yakni Suwarjo (2000) meneliti tentang hubungan gaya


pengasuhan orang tua dan status identitas domain perkawinan dengan status
intimasi pada mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta yang beretnis Jawa.
Lebih

lanjut

diungkap

Suwarjo

(2000)

bahwa

gaya

pengasuhan

yang

cenderung enabling (emusatan pada pemecahan masalah, keterlibatan dalam


eksplorasi isu-isu keluarga, dan penjelasan pandangan inividu kepada anggota
keluarga

yang

lain) berkaitan dengan tingginya aktivitas eksplorasi identitas

domain

perkawinan.

Sebaliknya,

constraining (kebingungan
masalah,

penyembunyian

gaya

anggota

pengasuhan

keluarga

informasi

dari

dalam
interaksi,

yang

cenderung

menghadapi
dan

satu

pengekpresian

ketidakberbedaan terhadap anggotakeluarga yang lain dan terhadap isu-isu yang


muncul dalam keluarga) berkaitan

dengan

rendahnya

aktivitas

eksplorasi

identitas domain perkawinan.

IV. Metode.
IV.1. Partisipan
Masa dewasa (adulthood) yakni antara usia 18-25, selama usia ini (Arnett, 2000)
adalah periode dimana adanya gerakan terhadap berkurangnya ketergantungan
(dependence) pada orang tua menjadi (autonomous) mengurus diri sendiri sebagai
individual ang berkembang dalam karier dan hubungan interpersonal.
Jumlah partisipan

Laki-laki

Perempuan

Usia
: 18-15 tahun
Belum menikah
Heteroseksual

Teknik : non probabilty sampling, purposive sampling.


IV.2.

Alat Ukur

Fear of Intimacy Scale (F I S) (Descutner&Thelen,1991) untuk mengukur


ketakutan individu dalam hubungan intimasi. Terdiri dari 35 item, yang

merupakan kuisioner self-report yang berisi rating dari skala 1 (bukan


karakteristik saya) sampai 5 (karakteristik saya). Total skore yang dihasilkan dari
jumlah keseluruhan item dengan skor tertinggi akan mengrefleksikan ketakutan
intimasi. Partisipan diminta untuk membanyangkan bahwa mereka sedang
menjalani hubungan ketika sedang menjawab item. Susunan kata sedikit di
modifikasi agar partisipan menganggap memiliki partner untuk menjawab seluruh
item.

Anda mungkin juga menyukai