Anda di halaman 1dari 8

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Korosi
Definisi dari korosi adalah perusakan atau penurunan mutu dari material
akibat bereaksi dengan lingkungan dalam hal ini adalah interaksi secara kimiawi.
Sedangkan penurunan mutu yang diakibatkan interaksi secara fisik bukan disebut
korosi, namun biasa dikenal sebagai erosi dan keausan. Contoh korosi antara lain:
karat besi dan paduannya pada temperatur kamar, kerak baja pada temperatur
tinggi, noda pada perak, dan lain sebagainya. Menurut jenis reaksinya korosi
dibagi menjadi dua yaitu korosi kimia atau biasa disebut korosi kering (Dry
Corrosion) dan korosi elektrokimia biasa disebut korosi basah (Aqueous
Corrosion). Korosi kimia atau korosi kering atau korosi temperatur tinggi atau
adalah proses korosi yang terjadi melalui reaksi kimia secara murni yang terjadi
tanpa adanya elektrolit atau bisa dikatakan tidak melibatkan air dengan segala
bentuknya. Korosi kimia biasanya terjadi pada kondisi temperatur tinggi atau
dalam keadaan kering yang melibatkan logam (M) dengan oksigen, nitrogen,
sulfida. Proses oksidasinya adalah sebagai berikut :
M M + 2e ............................................(2.1)
O2 + 2e O2...........................................(2.2)
M +O2 MO............................................(2.3)
Pertumbuhan oksida :
1. Awal proses oksida adalah pembentukan oksida dimana terjadi penarikan
oksigen ke permukaan logam.
2. Reaksi antara oksigen dengan logam.
3. Oksidasi terbentuk di permukaan logam
4. Proses berikutnya adalah pertumbuhan oksida yang telah terbentuk (Mars G.
Fontana,1987).

Gambar 2.1 Mekanisme Pertumbuhan Oksida


Penyebab korosi temperatur tinggi adalah :
1. Oksidasi reaksi yang paling penting pada korosi temperatur tinggi,
membentuk lapisan oksida yang dapat menahan serangan dari peristiwa
korosi yang lain bila jumlah oksigen dilingkungannya cukup (jumlah
oksigen dalam lingkungan disebut oksigen potensial). Tetapi harus
terkontrol dan oksidasinya terbentuk dari senyawa dengan unsur unsur
yang menguntungkan.
2. Karburasi dan metal dusting terjadi dalam lingkungan yang mengandung
CO, CH4 dan gas hidrokarbon lainnya. Penguraian C kepermukaan logam
mengakibatkan penggetasan dan degradasi sifat mekanik lainnya.
3. Nitridasi Terjadi pada lingkungan yang mengandung ammonia, terutama
pada potensial oksigen yang rendah. Penyerapan nitrogen yang berlebihan
akan membentuk presipitat nitrida di batas butir dan menyebabkan
penggetasan.
4. Korosi oleh halogen senyawa halida akibat penyerapan halogen oleh
logam, dapat bersifat mudah menguap atau mencair pada temperatur
rendah. Kenyataan ini mengakibatkan perusakan yang sangat parah.
5. Sulfidasi terjadi dalam lingkungan yang mengandung bahan bakar atau
hasil pembakaran yang mengandung sulfur. Dengan oksigen membentuk
SO2 dan SO3 yang bersifat pengoksidasi yang kurang agresif dibandingkan
H2S yang bersifat pereduksi, tetapi dapat terjadi efek penguatan dengan
adanya Na dan K yang akan membentuk uap yang kemudian akan

mengendap kepermukaan logam pada temperatur yang lebih rendah dan


merudak permukaan
6. Korosi deposit abu dan garam, deposit dapat mengakibatkan turunnya
aktifitas oksigen dan menaikkan aktifitas sulfur, sehingga merusak lapisan
pasif dan mempersulit pembentukannya kembali. Deposit biasanya
mengandung S, Cl, Zn, Pb dan K
7. Korosi karena logam cair terjadi pada proses yang mempergunakan logam
cair, misalnya heat treatment dan refining process. Korosi terjadi dalam
bentuk pelarutan logam dan oksidanya akan semakin hebat dengan adanya
uap air dan oksigen.
Sedangkan korosi elektrokimia atau korosi basah terjadi bila reaksinya
berlangsung dalam suatu elektrolit dan terjadi perpindahan elektron antara bahanbahan yang bersangkutan. Reaksi inilah yang banyak terjadi pada proses korosi.
Bentuk-bentuk korosi berdasarkan penyebabnya, korosi dapat dibedakan
menjadi :
a) Korosi Merata (uniform corrosion), yaitu korosi yang terjadi pada seluruh
permukaan logam atau paduan yang bersentuhan dengan elektrolit pada intensitas
sama.
b) Korosi Galvanic (galvanic corrosion), yaitu korosi yang terjadi bila dua logam
yang berbeda berada dalam satu elektrolit, dalam keadaan ini logam yang kurang
mulia (anodic) akan terkorosi, bahkan lebih hebat bila paduan tersebut tidak
bersenyawa dengan logam lain.
c) Korosi Celah (crevice corrosion), yaitu korosi lokal yang biasanya terjadi pada
sela-sela sambungan logam yang sejenis atau pada retakan di permukaan logam.
Hal ini disebabkan perbedaan konsentrasi ion logam atau konsentrasi oksigen
antara celah dan lingkungannya. Untuk menerangkan prinsip dasar korosi celah
diumpamakan dua buah logam yang direndam dalan air laut, pada mulanya reaksi
terjadi diseluruh permukaan meliputi permukaan dalam celah dan permukaan luar
celah. Dengan reaksi sebagai berikut :
Oksidasi : M M+ + e...............................................(2.4)
Reduksi : O2 + 2H2O + 4e 4OH-.............................(2.5)

Karena oksigen didalam larutan hanya terdapat dalam jumlah sedikit maka
akibatnya oksigen ini akan habis. Sementara itu reduksi oksigen terus terjadi,
sebagai akibat kondisi ini maka didalam celah logam akan terdapat ion logam M+
yang diseimbangkan muatannya dengan adanya migrasi ion Cl- MCl ini akan
mengalami hidrolisis :
M+ + Cl- + H2O

MOH + H+Cl-..........................(2.6)

Ion H+ dan Cl- ini mempercepat laju korosi pada hampir semua jenis logam.
Kondisi akhir pelarutan logam hanya terjadi disebelah dalam celah karena
keasaman meningkat, konsentrasi ion klorida meningkat, dan reaksi selanjutnya
mampu berjalan sendiri.
d) Korosi sumuran (pitting corrosion), korosi ini terjadi akibat adanya sistem
anoda pada logam, dimana daerah tersebut terdapat konsentrasi ion Cl- yang
tinggi. Korosi jenis ini sangat berbahaya karena pada bagian permukaan hanya
lubang kecil, sedangkan pada bagian dalamnya terjadi proses korosi membentuk
sumur yang tidak tampak. Karena suatu pengaruh fisik maupun metalurgis
(adanya presipitasi karbida maupun inklusi) maka pada permukaan logam terdapat
daerah yang terkorosi lebih cepat dibandingkan lainnya. Kondisi ini menimbulkan
pit yang kecil, pelarutan logam yang cepat terjadi dalam pit, saat reduksi oksigen
terjadi pada permukaan yang rata. Pelarutan logam yang cepat akan
mengakibatkan pindahnya ion Cl- . Kemudian didalam pit terjadi proses hidrolisis
(seperti pada Crevice Corrosion) yang menghasilkan ion H+ dan Cl- . Kedua jenis
ion ini secara bersama sama mempercepat terjadinya pelarutan logam sehingga
mempercepat terjadinya korosi.
e) Korosi Batas Butir (intergranular corrosion), yaitu korosi yang terjadi pada
batas butir, dimana batas butir sering kali merupakan tempat mengumpulnya
impurity atau suatu presipitat dan lebih tegang. Adanya batas butir (grain
boundary) banyak memberikan efek didalam aplikasi atau penggunaan suatu
material. Jika suatu logam terkorosi secara merata maka batas butir akan terlihat
jelas lebih reaktif dibandingkan pada butir material tersebut.

f) Selective Leacing, yaitu larutnya salah satu komponen dari suatu paduan, dan
ini mengakibatkan paduan yang tersisa akan menjadi berpori sehingga ketahanan
korosinya akan berkurang.
g) Korosi Erosi (erosion corrosion), yaitu korosi yang diakibatkan gerakan air
atau fluida.
h) Korosi Tegangan (stress corrosion), yaitu korosi yang terladi sebagai akibat
bekerjanya tegangan pada suatu benda yang berada pada media korosif.
2.2 Korosi Galvanis
Korosi galvanik terjadi apabila dua buah

logam yang jenisnya

berbeda di pasangkan dan direndam dalam cairan yang sifatnya korosif. Logam
yang rebih aktif atau anoda akan terkorosi, sementara logam yang lebih noble
atau katoda tidak akan terkorosi.
Gambar 2.2 Mekanisme korosi galvanik
Electrolyte

Steel
(Cathode)

Current
Flow

Aluminum
(Anode)

Korosi galvanik ini banyak terjadi pada benda yang menggunakan lebih
dari satu macam logam sebagai komponennya, misalnya pada automotif. Jika
aluminium terhubung langsung dengan baja, maka aluminium akan terkorosi.
Untuk mengatasi hal ini, maka di antara aluminium dan baja harus ditempatkan
sebuah benda non logam atau isolator untuk memisahkan kontak listrik di antara
keduanya. Mekanisme korosi galvanik biasanya digunakan untuk sistem
proteksi pada komponen baja, misalnya proteksi pada lambung kapal, tiang
penyangga dermaga, pipa baja, tiang penyangga jembatan dan lain sebagainya.
Contohnya kerusakan talang dari seng yang kejatuhan paku baja disebabkan

oleh proses elektrokimia.

LEBIH
MULIA

KURANG
MULIA

Gambar 2.3 Elemen Galvanis

Jika dua jenis logam yang berbeda dihubungkan dengan kawat di dalam cair

penghantar, terjadilah elemen galvanis, tempat mengalirnya arus listrik.


Dalam keadaan begitu logam menjadi anode dan yang lain menjadi katode.
Logam yang kurang mulia akan larut atau terkorosi arti harfiyahnya

digerogoti.
Dalam elemen galvanis, logam yang membentuk anode akan hancur.
Kehancuran akan berlangsung sangat cepat jika kedua logam makin
berjauhan letaknya satu sama lain dalam deretan tegangan elektrokimia. MgAl-Zn-Cr-Fe-Sn-Pb-H-Cu-Ag-Au dimana logam yang terletak paling kiri
adalah logam yang kurang mulia dan yang akan larut.

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Laju Korosi Galvanis

Efek lingkungan
Tingkatan korosi

galvanik

tergantung

pada

keagresifan

dari

lingkungannya. Pada umumnya logam dengan ketahanan korosi yang lebih


rendah dalam suatu lingkungan berfungsi sebagai anoda. Biasanya baja dan
seng keduanya akan terkorosi akan tetapi jika keduanya dihubungkan maka
Zn akan terkorosi sedangkan baja akan terlindungi. Berdasarkan di
beberapa macam kondisi lingkungan, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Zn bersifat anodik terhadap baja pada semua kondisi
2. Al sifatnya bervariasi
3. Sn selalu bersifat sebagai katodik
4. Ni selalu bersifat sebagai katodik

Efek perbandingan luasan anoda dan katoda


Yang dimaksud dengan luas penampang elektroda terhadap korosi
galvanik adalah pengaruh perbandingan luas penampang katodik terhadap
anodik. Jika luas penampang katodik jauh lebih besar dari pada katoda.
Makin besar rapat arus pada daerah anoda mengakibatkan laju korosi makin
cepat pula. Korosi di daerah anodik akan menjadi 100-1000 kali lebih besar
jika dibandingkan dengan keseimbangan luas penampang anodik dan

katodik.
Efek jarak sambungan
Laju korosi pada umumnya paling besar pada daerah dekat
pertemuan

kedua

logam.

Laju

korosi

berkurang

dengan

makin

bertambahnya jarak dari pertemuan kedua logam tersebut. Pengaruh jarak


ini tergantung pada konduktivitas larutan dan korosi galvanik dapat
diketahui dengan adanya serangan korosi lokal pada daerah dekat
pertemuan logam.
2.4 Cara Pengendalian Korosi Galvanis
Peristiwa korosi pada logam merupakan fenomena yang tidak dapat
dihindari, namun dapat dihambat maupun dikendalikan untuk mengurangi
kerugian dan mencegah dampak negatif yang diakibatkannya. Upaya
penanganan korosi diharapkan dapat banyak menghemat biaya opersional,
sehingga berpengaruh terhadap efisiensi dalam suatu kegiatan industri serta

10

menghemat anggaran pembelanjaan rumah tangga. Terdapat beberapa cara


pengendalian yang umum dilakukan untuk mengendalikan korosi galvanik, yaitu
antara lain :
1. Pemilihan material yang tepat. Pemilihan material dengan perbedaan
potensial dari kedua material agar sekecil mungkin
2. Menghindarkan penggunaan 2 jenis logam yang saling berhubungan
dalam suatu kontruksi.
3. Melakukan penggunaan lapis lindung. Jika harus menggunakan lapis
lindung maka gunakan lapis lindung pada katoda.
4. Menghindari kombinasi luas penampang material dengan anoda kecil
sedangkan luas penampang katoda besar.
5. Menambahkan inhibitor untuk mengurangi keagresifan lingkungan.
6. Merancang dengan baik agar dapat mengganti bagian-bagian anoda yang
rusak dengan menggunakan bahan-bahan yang siap pakai atau buatlah
anodik yang lebih tebal agar lebih tahan lama.

Anda mungkin juga menyukai