Anda di halaman 1dari 24

CASE REPORT SESSION

OBSTRUCTIVE JAUNDICE

Disusun oleh:
Fitri Milasari
12100114031

Preceptor:
dr. Krisna Pradananta, Sp.B, FlnaCS

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AL IKHSAN
BANDUNG
2015

BAB I
SATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. H

Umur

: 46 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Pamekaran-Soreang

Pekerjaan

: Pegawai swasta

Agama

: Islam

Status Marital

: Menikah

Tanggal Pemeriksaan

: 13 oktober 2015

ANAMNESIS
Keluhan utama:
Nyeri perut kanan atas
Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri dirasakan terus
menerus terutama ketika tubuh digerakan dan saat menarik nafas. Nyeri menjalar ke daerah
bahu dan punggung.
Keluhan disertai dengan mata dan kulit yang menjadi kuning dan gatal diseluruh
tubuh terutama di daerah lengan dan tungkai, BAK seperti teh pekat dan BAB yang menjadi
pucat. Pasien merasakan demam dan tubuh yang menggigil. Pasien juga mengeluhkan
adanya mual dan muntah. Pasien merasakan nyeri kepala, lemas badan dan penurunan nafsu
makan.
Pasien sudah mengobati keluhannya ke dokter dan di rawat di RS soreang selama
10 hari, namun pasien mengaku keluhannya belum membaik kemudian dirujuk ke RSUD Al
Ihsan.

Riwayat Penyakit

Pasien mengaku mempunyai riwayat nyeri di ulu hati disertai mual dan rasa tidak
nyaman pada perut yang terjadi secara hilang timbul sejak 5 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan
pertama kali di ulu hati, dan menjalar ke punggung kanan dan kiri, nyeri dirasakan seperti
tertusuk-tusuk, durasi nyeri antara setengah jam atau beberapa jam, kemudian nyeri
menghilang. Nyerinya timbul dan semakin bertambah terutama jika pasien melakukan

aktifitas yang berat dan nyerinya berkurang jika pasien istirahat dan meminum obat dari
dokter atau meminum obat antacid yang di beli pasien di toko obat.
Riwayat kebiasaan :
Pasien sering mengkonsumsi daging dan jenis makan-makanan yang berlemak dan
berminyak.
Pasien juga menyangkal pernah melakukan transfusi atau menggunakan alat suntik, tatto,
di tindik namun pasien sering mengkonsumsi alkohol dan merupakan perokok aktif.
PEMERIKSAAN FISIK
Kesan sakit

Tampak sakit berat, ikterus

Keadaan umum

: Compos mentis

Tanda vital
Tekanan Darah

: 140/80 mmHg

Nadi

: 90x/menit, regular, equal, isi cukup

Respirasi

: 24x/menit

Suhu

: 38,0C

Mata : Simetris, konjunctiva anemis (-/-), sclera icteric (+/+), pupil bulat isokor, refleks cahaya
+/+.
Hidung

: Simetris, deviasi septum (-), tidak ada massa, tidak ada sekret.

Telinga: Deformitas (-), luka (-), benjolan (-), otorrhea (-)


Mulut : Bibir tidak kering, perdarahan gusi (-), lidah bersih, fetor hepaticum (-), frenulum lingue
ikterik (+)

Leher:

JVP tidak meningkat


KGB tidak teraba membesar
Trakea tidak deviasi
Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thoraks: Bentuk dan gerak simetris, spider nevi (-), Ikterik (+), jejas (-).
Cor

: Ictus cordis tidak tampak, Bunyi jantung S1 dan S2 murni, regular, murmur (-).

Pulmo : Retraksi otot pernafasan -/-, Vocal Fremitus normal ki=ka, sonor, VBS normal ki=ka,
ronchi (-/-), Wheezing (-/-),
Abdomen:
I : datar, luka bekas operasi di regio kanan (+), caput medusa (-), massa (-), cullen
sign (-), spider nevi (-).
P : supel, Nyeri tekan epigastrium (+), Nyeri lepas (+), murphy sign (+).
Hepatomegali (-), Lien tidak teraba.
P : dullnes, Pekak samping (+), pekak pindah (+).
A : Bising usus (+) 8x/menit
Ekstremitas:
Akral hangat
Capillary refill < 2 detik
Liver nail (-)
Edema -/
DIAGNOSIS

Obstruktif jaundice e.c kolesistitis akut

Diagnosis banding:
Obstruktif jaundice e.c Kolelitiasis

USULAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan darah rutin: Hb, Ht, leukosit, trombosit.
Fungsi liver (SGOT, SGPT, alkali fosfatase, gamma GT)
Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
Bilirubin (total, direct, indirect)
Protein (total, albumin, globulin)
Lipase, amilase
Elektrolit
GDS
Urin rutin dan Feces rutin
Foto Toraks PA

USG Hepar, bile, pancreas, lien, ginjal.


Hasil USG
Tgl 18 september 2015
Kesan :
Pelebaran duktus biliaris intra dan ektrahepatal e.c choledocholithiasis
Cholecystitis e.c Cholelithiasis multipel
USG limpa, pangkreas, kedua ginjal dan vesika urinaria saat ini tidak tampak kelainan
Hasil Lab
12-10-2015

Hemoglobin

Leukosit

Hematokrit

30,9 %

Trombosit

432.000 sel/uL

SGOT : 44

SGPT : 46

Ureum : 165

Kreatinin : 4,85

GDS

Bilirubin total : 6.65

Bilirubin direct

39.700 sel/uL

: 117

PENATALAKSANAAN

11,3 g/dL

Non farmakologi

Bed rest
Dekomppresi pasang NGT

: 4,7

Resusitasi cairan
Pasang kateter untuk monitoring output cairan
Diet rendah lemak penurunan berat badan

Farmakologi

Analgetik: ketorolac 2x30 mg IV


Antibiotik: ceftriaxone 1x 2 gr/hari
Metronidazol 3 x 750 mg

Konsul Sp. Bedah

Kolesistektomi
PROGNOSIS

Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.I

Anatomi

2.1.1 Billiary duct

Empedu disekresi oleh sel hepar ke dalam ductulus biliaris


yang bersatu menjadi
ductulus billiaris interlobularis
yang bergabung untuk membentuk
duktus hepaticus dexter dan sinister.
Empedu dari lobus hepatic dexter
disalurkan ke
Disalurkan ke
Duktus hepaticus dexter

Empedu dari lobus hepatic sinister,


termasuk lobus caudatus dan hampir
seluruh lobus quadratus
Disalurkan ke
Ductus hepaticus sinister

Setelah sedikit melewati porta hepatic bersatu

Ductus hepaticus communis

Sebelah kanan ductus cysticus bersatu dengan ductus hepaticus communis


Membentuk ductus choledochus (biliaris) yang membawa empedu ke dalam duodenum.

Bile duct
Berawal di sisi bebas omentum minus dari persatuan ductus cysticus dan ductus hepaticus
communis.
Panjangnya bervariasi (5-15cm) tergantung dimana cystic duct bergabung dengan
common hepatic duct.
Melintas ke kaudal di sebelah dorsal pars superior duodenum dan menempati alur
permukaan dorsal caput pancreatic.
Di sebelah kiri dari bagian duodenum yang menurun, ductus choledochus bersentuhan
dengan ductus pancreaticus
Kedua ductus ini melintas miring melalui dinding bagian kedua duodenum

Bersatu membentuk ampulla hepatopancreatica.

Ujung distal ampula bermuara ke dalam duodenum melalui papilla duodeni major
Otot yang terdapat pada ujung distal ductus choledochus menebal, membentuk sphincter
of the bile duct (choledochal sphincter)
Jika sphincter mengkerut, empedu tidak dapat memasuki ampulla hepatopancreatica
dan/atau duodenum
Empedu terbendung dan memasuki ductus cysticus ke dalam gallbladder untuk
dipekatkan dan disimpan

Suplai arteri untuk bile duct :


Cystic artery, mensuplai bagian proksimal duktus
Right hepatic artery, mensuplai bagian tengah duktus.
Posterior superior pancreaticoduodenal artery dan gastroduodenal artery, mensuplai
bagian retroduodenal duktus.
Vena :
- dari bagian proksimal bile duct dan hepatic duct umumnya langsung memasuki hepar.

- posterior superior pancreaticoduodenal vein menyalurkan darah dari bagian distal bile
duct dan bermuara ke dalam vena porta hepatic atau salah satu anak cabangnya.
Lymphatic vessel dari bile duct :
melintas ke cysticus lymph node dekat leher/ collum gallbladder, node of the omental
foramen dan hepatic lymph node.
Efferent lymphatic vessel dari bile bile duct melintas ke celiac lymph node.

2.1.2

Gallbladder

Panjangnya 7-10 cm, terletak dalam fossa gallbladder pada permukaan visceral dari liver.

Berbentuk buah pear dan tertutup peritoneum viscera (permukaan dorsal), dan permukaan
ventral melekat pada hepar. Dengan kapasitas bile > 50mL.

Bagian fundus diselubungi seluruhnya oleh peritoneum dan melekat ke body dan neck
liver.

Permukan hepatic gallbladder yang menempel ke liver oleh connective tissue of the
fibrous capsule of the liver.

Fungsi :
o Menyimpan cairan empedu yang secara terus menerus disekresi oleh sel-sel hati
sampai diperlukan dalam duodenum.
o Kapasitas total kandung empedu 30-60ml.
o Mengkonsentrasi cairannya dengan cara mereabsorpsi air dan elektrolit sehingga
mampu menampung hasil 12 jam sekresi empedu hati.
o Secara berkala gallbladder mengosongkan isinya ke duodenum melalui kontraksi
simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter oddi.
o Rangsangan normal kontraksi dan pengosongan gallbladder adalah masuknya
kimus asam dalam duodenum.
o Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsang terkuat untuk menimbulkan
kontraksi.

Tiga bagian gallbladder :


Fundus, bagian yang melebar, menjorok/menonjol dari garis inferior liver dan
biasanya terletak pada ujung cartilage costalis ke-9 pada linea medioclavicularis
kanan.
Body ( corpus), bersentuhan dengan permukaan visceral liver, colon transversum,
bagian superior duodenum.
Neck (column) :
o Bagian yang sempit dan langsung menuju porta hepatic.

o Membentuk S-shaped dan dilanjutkan sebagai cystic duct.


o Mukosa column berbentuk spiral ke dalam lapisan, yaitu spiral valve yang
berguna agar ductus cysticus tetap terbuka sehingga :
a.

Empedu dapat dengan mudah dialihkan ke gallbladder jika ujung distal


bile duct tertutup oleh sphincter bile duct dan/atau hepatopancreatic
sphincter.

b.

Empedu dapat memasuki duodenum sewaktu gallbladder berkontraksi.

Cystic duct :
Panjangnya kira-kira 4 cm.
Menghubungkan collumn gallbladder ke common hepatic duct.
Melintas antara lembar-lembar lesser omentum, biasanya sejajar dengan common
hepatic duct, dimana mereka bergabung membentuk bile duct.

Cystic artery :
Mensuplai gallbladder dan cystic duct.
Biasanya berasal dari right hepatic artery disudut antara common hepatic duct dan
cystic duct.

Cystic vein :
Menyalurkan darah dari billiary duct dan collumn gallbladder masuk ke liver secara
langsung atau mengalir melalui portal vein ke liver atau setelah vena mengalir dari
hepatic duct dan upper bile duct.
Vena dari fundus dan body melintas langsung ke permukaan visceral liver dan
mengalir ke hepatic sinusoid.

Lymphatic gallbladder disalurkan ke hepatic lymph node, sering melalui cystic lymph
node yang terletak dekat dengan collumn gallbladder. Pembuluh limfatik efferent dari
nodus tersebut melintas ke celiac lymph node.

Nerve ke gallbladder dan cystic duct melintas sepanjang cystic artery dari celiac plexus
(simpatis), vagus nerve (parasimpatis), dan right phrenic nerve (sensoris).

BAB III
KASUS
CHOLELITHIASIS
3.1

Definisi
o Pembentukan batu empedu (gallstone).
o Gallstone dapat single atau multiple, kecil atau besar, dan memiliki perbedaan warna,
ukuran, bentuk dan konfigurasi.

3.2

Epidemiologi
o Insidensi di developed contries 10-20%.
o Actual insidensi tidak diketahui karena sebagian individu dengan gallstone
asymptomatik.
o 1 juta kasus/tahun.
o Lebih banyak mengenai perempuan dari pada laki-laki.
o <5% pada usia <40 thn dan >30% pada usia >80 tahun.

3.3

Faktor resiko
o Lebih banyak mengenai wanita
o Usia 40 tahun
o Fatty (obesitas)
o Four child
o Diabetes
o Cirrhosis
o Vagotomy
o Hereditary factor

3.4

Type
o Cholestrol gallstone
Single

o Mengandung Kristal kasar kekuning-kuningan


o Bentuknya bulat = 4 cm
o Permukaannya licin dan tidak mengandung Ca2+
o Pada foto rontgen terlihat intinya
Mix
o Terbentuknys bila terjadi infeksi sekunder pada gallbladder yaitu
o mengandung batu empedu kolesterol yang soliter
o Terdapat endapan Ca2+ pada permukaannya
Ganda
o Jarang dan bersifat radiotranslusen
o Pigment gall stone (20%)
o Mengandung pigmen empedu, Ca2+, matrix dari bahan organik
o Multiple, kecil, keras, amorf, bulat, warna hitam/hijau tua
o Mixed gall stone
o Lebih sering (80%)
o Terdiri dari: pigmen empedu, garam Ca2+, matrix protein
3.5

Sign dan symptom


o Biliary colic ->obstruction cystic duct by stone

peningkatan tekanan intraliuminal

biliary contraction

biliary colic
o Karakteristik pain:
-

Visceral pain -> severe, steady (30min-5jam)

In right upper quadrant

Nyeri menyebar ke punggung dan bahu kanan

o Perspiration
o Nausea & vomit
o Jaundice
o Abdominal tenderness
o Fever
o Vague symptom:

3.6

Heart burn

Flatulence

Epigastric discomfort

Food intolerance (fat)

Patogenesis
Pembentukan batu empedu meliputi 4 hal :
1. Supersaturasi empedu oleh kolesterol
2. Hipomotilitas kandung empedu memacu nukleasi
3. Terjadi akselerasi nukleasi kolesterol di empedu
4. Hipersekresi

mucus

di

dalam

kandung

empedu

memperangkap

kristal,

mengaggregasi jadi batu


Batu empedu dibagi berdasarkan komponen yang terbesar yang terkandung di dalamnya.
Pembagiannya adalah sebagai berikut:
1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa sebagai :
- Batu Kolesterol Murni
- Batu Kombinasi
- Batu Campuran (Mixed Stone)
2. Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya
paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai:
- Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calsium
- Batu pigmen murni
Batu Kolesterol

Terjadi saat konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas pelarutan dari empedu


(supersaturasi), kolesterol tidak dapat terdispersi dan memadat menjadi kristal kolesterol
monohidrat.
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase:

A. Saturasi Kolesterol
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut
dalam air.
Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di
dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi 5-7 kali lipat. Pelarutan
kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam
keadaan normal antara 1:20 sampai 1:30.
Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa
mencapai 1:13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :
- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan
lecithin jauh lebih banyak.
- Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga
terjadi supersaturasi.
- Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)
- Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan
tinggi.
B. Pembentukan Inti Batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen.
Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel
yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol
sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.
C. Pertumbuhan batu

Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi
empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus
halus.
Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat
supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Sekresi mucus yang berlebihan
dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa
keluar.

Anamnesa
Setengah sampai dua pertiga penderita batu empedu adalah asimptomatik. Keluhan yang
mungkin berupa dispepsia, yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak. Pada

yang simptomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium , kuadran atas kanan, atau
prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin memanjang lebih dari 15
menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbul awal nyeri kebanyakan
perlahan lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba tiba.
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
menghilang setelah makan antasid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari
tangan sehingga pasien berhenti menarik nafas yang merupakan tanda rangsang dari peritonitis
setempat ( tanda murphy ).
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas
akan disertai tanda sepsis seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat
ikterus dan urin berwarna gelap yang hilang timbul. Pruritis ditemukan pada ikterus obstruktif
yang berkepanjangan dan lebih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada di daerah badan.
Pada kolangitis dengan sepsis yang berat, dapat terjadi keadaan kegawatan disertai syok dan
gangguan kesadaran.
Pemeriksaan Fisik
Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi seperti kolesistitis
akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu ,
atau pankreatitis.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak
anatomik kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
p[enderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari
tangan pemeriksaan dan pasien berhenti menarik napas.
Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan
laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi leukositosis. Apabila ada sindrom
Mirizzi akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus
oleh batu, dinding yang edema di daerah kantong Hartmann, dan penjalaran radang ke dinding
yang tertekan tersaebut. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan batu di dalam

duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya
meningkat sedang setiap kali ada serangan akut.
Pemeriksaan Pencitraan
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik. Juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau
oedem karena peradangan maupun sebab lain.batu yang terdapat pada duktus koledokus distal
kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara di dalam usus. Dengan ultrasonografi lumpur
empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi. Dengan ultrasonografi
punctum maksimum rasa nyeri pada kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan
palpasi biasa.
Foto polos perut biasanya tidak memberikan data yang khas sebab hanya sekitar 10-15%
batu kandung empedu yang bersifat radioopaq. Kadang kandung empedu yang mengandung
cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut
dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu dapat terlihat sebagai
massa jaringan lunak di quadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar di
fleksura hepatika.
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras yang diberikan per oral cukup
baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen. Sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada ileus paralitik,
muntah, gangguan fungsi ginjal, kadar bilirubin serum di atas 2 mg/dl, obstruksi pilorus, dan
hepatitis. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.
CT-scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu kandung
empedu. Cara ini berguna untuk membantu diagnosis keganasan pada kandung empedu yang
mengandung batu dengan ketepatan sekitar 70-90%.
Foto ronsen dengan endoskopi retrograd di papila Vater (ERCP) atau melalui fungsi hati
perkutan (PTC) berguna untuk pemeriksaan batu di duktus koledokus. Indikasinya adalah batu di
kandung empedu dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat dideteksi dengan ultrasonografi
dan kolesistografi, misalnya karena batu kecil.

3.7

Pengobatan

Surgical
1. Cholesystectomy

Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.

Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan


tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.

Indikasi cholesystectomy :
-

Adanya gejala yang berulang/sering atau mempengaruhi rutinitas umum


pasien

Komplikasi gallstone ( acute cholecystitis, pancreatitis)

Kondisi yang mempredisposisi untuk kena komplikasi gallstone (calcified or


porcelain gallstone).

Prophylactic Cholesystectomy
-

Pasien dengan ukuran gallstone yang besar ( >3cm)

Punya resiko tinggi untuk kena gallbladder cancer

Pasien diabetic dengan gallstone (karena diabetic bisa menyebabkan acute


cholecystitis).

Laparotomy (open Surgical)


-

Goldstandard untuk treatment gallstone

Indikasi : acute cholecystitis, adanya kecurigaan gallbladder cancer.

Kerugiaan : pain dan disability dalam beberapa minggu (4-6 minggu).

Laparoscopic Cholecystectomy
Kontraindikasi : pernah operasi abdomen, keadaan pasien
terlalu unstable untuk dilakukan open cholecystectomy.
Laparoscope dimasukkan melalui insisi yang kecil dekat
umbilicus
Surgical instrument dimasukkan melalui beberapa luka tusukan di upper
abdomen

Efek samping : scarring yang banyak disekitar gallbladder,


unfavorable ( merugikan) anatomy.
Keuntungan : trauma pada dinding abdominal minimal
sehingga dapat pulang ke rumah 2hari postoperative dan
kembali kerja dalam waktu 1-2 minggu.
2. Cholesistostomy

Beberapa ahli bedah menganjurkan Cholesistostomy dan dekompresi cabangcabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis
dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini.

Indikasi dari Cholesistostomy adalah kalau keadaan umum sangat buruk misalnya
karena sepsis, dan pada penderita yang berumur lanjut, penyakit lain yang berat
yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan tersangka adanya pankreatitis.

Kerugian dari Cholesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar


dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti
dengan kolesistektomi.

Non-surgical
o Oral dissolution therapy

Chenodiol (chenodeoxycholic acid)


Dapat mendesaturasikan bile dan melarutkan gallstone
Menurunkan output kolesterol billiary.

Ursodiol (ursodeoxycholic acid)


Di bile manusia terdapat 1-2% ursodiol
Lebih efektif dibanding chenodiol
Dapat mengurangi sintesis kolesterol di liver dan sekresi ke bile, tapi tidak
menghambat sintesis endogenous bile acid
Competitive blockade bile acid reabsorpsion di terminal ileum
Desaturasi kolesterol di bile tanpa meningkatkan level serum kolesterol.

Dapat memperpanjang waktu nukleasi pada gallbladder dengan mengubah


cholesterol vesicle jadi micelles.
Ukuran gallstone dapat berkurang 1mm/bulan (ex. <10mm dapat menghilang
selama 6 bulan-2 tahun dengan dosis 8-10mg/kg/hari).
Gallstone dapat berulang (waktu 5 th) setelah treatment dihentikan sehingga
harus di follow up 3-5 tahun.
Chenodiol dan ursodiol tidak bersifat hepatotoxicity.

o Contact dissolution therapy


Pelarut yang melarutkan batu kolesterol
Cara : menanamkan pelarut ke gallbladder melalui percutaneous catheter yang
ditempatkan melalui liver. Biasanya menggunakan nasobilliary catheter dan
di guide ke gallbladder secara endoscopic
Prototipe agent, MTBE ( methl-tert-butyl-ether) yaitu eter alkil yang
berbentuk liquid pada suhu tubuh dan mempunyai kapasitas tinggi untuk
melarutkan batu kolesterol.
Batu kolesterol akan larut dalam 1-3 hari, diberikan 3-7 cc batu larut dalam 416 jam.
Agent tersebut tidak boleh masuk ke duodenum karena menyebabkan iritasi
mukosa dan apabila terabsorspsi menyebabkna mild sedation.
Komplikasi : mild, acute inflammatory in gallblader mucosa.
o Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL)
Untuk gallstone fragmentation
Wave membuat tekanan pada fragmen batu tapi tidak membahayakan soft
tissue.
Batu harus dilihat di USG atau fluoroscopy selama prosedur untuk
memfokuskan guncangan gelombangnya dan memonitor fragmentasinya.
Biasanya kombinasi dengan bile salt therapy

Efek samping : postprosedur billiary colic (karena fragment lewat common


bile duct dan small intestine), pancreatitis (jarang), transient injury pada lung
dan kidney.
3.8

Komplikasi
1. Hidrops
Kandung empedu berdinding tebal dan terdistensi oleh materi steril mukoid. Sebagian
besar pasien mengeluhkan adanya efek masa dalam kuadran kanan atas. Kolesitektomi
bersifat kuratif.
2. Empiema
Empiema kandung empedu merujuk pada abses intraluminar dari kandung empedu.
Komplikasi yang tidak lazim dari kolesistitis akut ini dapat membahayakan jiwa dan
membutuhkan kolesistektomi darurat.
3. Kolesistitis Emfisematosa
Ditandai oleh adanya gas di dalam dinding atau lumen empedu, disebabkan oleh
proliferasi bakteri pembentuk gas. Biasanya ditandai oleh sepsis yang perjalanannya cepat
serta progresif dengan demam, nyeri, dan ketidakstabilan hemodinamik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Seymour I. Schwartz, MD., F.A.C.S. Schwartzs, Principles of Surgery. 8th Edition.
McGraw-Hill. 2005.
2. Sjamsuhidajat, R.,De Jong, Wim.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit
EGC : Jakarta.
3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani Wi, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. 2 ed.
Jakarta: Media Aesculapius Universitas Indonesia;

Anda mungkin juga menyukai