OBSTRUCTIVE JAUNDICE
Disusun oleh:
Fitri Milasari
12100114031
Preceptor:
dr. Krisna Pradananta, Sp.B, FlnaCS
BAB I
SATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. H
Umur
: 46 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Pamekaran-Soreang
Pekerjaan
: Pegawai swasta
Agama
: Islam
Status Marital
: Menikah
Tanggal Pemeriksaan
: 13 oktober 2015
ANAMNESIS
Keluhan utama:
Nyeri perut kanan atas
Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri dirasakan terus
menerus terutama ketika tubuh digerakan dan saat menarik nafas. Nyeri menjalar ke daerah
bahu dan punggung.
Keluhan disertai dengan mata dan kulit yang menjadi kuning dan gatal diseluruh
tubuh terutama di daerah lengan dan tungkai, BAK seperti teh pekat dan BAB yang menjadi
pucat. Pasien merasakan demam dan tubuh yang menggigil. Pasien juga mengeluhkan
adanya mual dan muntah. Pasien merasakan nyeri kepala, lemas badan dan penurunan nafsu
makan.
Pasien sudah mengobati keluhannya ke dokter dan di rawat di RS soreang selama
10 hari, namun pasien mengaku keluhannya belum membaik kemudian dirujuk ke RSUD Al
Ihsan.
Riwayat Penyakit
Pasien mengaku mempunyai riwayat nyeri di ulu hati disertai mual dan rasa tidak
nyaman pada perut yang terjadi secara hilang timbul sejak 5 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan
pertama kali di ulu hati, dan menjalar ke punggung kanan dan kiri, nyeri dirasakan seperti
tertusuk-tusuk, durasi nyeri antara setengah jam atau beberapa jam, kemudian nyeri
menghilang. Nyerinya timbul dan semakin bertambah terutama jika pasien melakukan
aktifitas yang berat dan nyerinya berkurang jika pasien istirahat dan meminum obat dari
dokter atau meminum obat antacid yang di beli pasien di toko obat.
Riwayat kebiasaan :
Pasien sering mengkonsumsi daging dan jenis makan-makanan yang berlemak dan
berminyak.
Pasien juga menyangkal pernah melakukan transfusi atau menggunakan alat suntik, tatto,
di tindik namun pasien sering mengkonsumsi alkohol dan merupakan perokok aktif.
PEMERIKSAAN FISIK
Kesan sakit
Keadaan umum
: Compos mentis
Tanda vital
Tekanan Darah
: 140/80 mmHg
Nadi
Respirasi
: 24x/menit
Suhu
: 38,0C
Mata : Simetris, konjunctiva anemis (-/-), sclera icteric (+/+), pupil bulat isokor, refleks cahaya
+/+.
Hidung
: Simetris, deviasi septum (-), tidak ada massa, tidak ada sekret.
Leher:
Thoraks: Bentuk dan gerak simetris, spider nevi (-), Ikterik (+), jejas (-).
Cor
: Ictus cordis tidak tampak, Bunyi jantung S1 dan S2 murni, regular, murmur (-).
Pulmo : Retraksi otot pernafasan -/-, Vocal Fremitus normal ki=ka, sonor, VBS normal ki=ka,
ronchi (-/-), Wheezing (-/-),
Abdomen:
I : datar, luka bekas operasi di regio kanan (+), caput medusa (-), massa (-), cullen
sign (-), spider nevi (-).
P : supel, Nyeri tekan epigastrium (+), Nyeri lepas (+), murphy sign (+).
Hepatomegali (-), Lien tidak teraba.
P : dullnes, Pekak samping (+), pekak pindah (+).
A : Bising usus (+) 8x/menit
Ekstremitas:
Akral hangat
Capillary refill < 2 detik
Liver nail (-)
Edema -/
DIAGNOSIS
Diagnosis banding:
Obstruktif jaundice e.c Kolelitiasis
USULAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan darah rutin: Hb, Ht, leukosit, trombosit.
Fungsi liver (SGOT, SGPT, alkali fosfatase, gamma GT)
Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
Bilirubin (total, direct, indirect)
Protein (total, albumin, globulin)
Lipase, amilase
Elektrolit
GDS
Urin rutin dan Feces rutin
Foto Toraks PA
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
30,9 %
Trombosit
432.000 sel/uL
SGOT : 44
SGPT : 46
Ureum : 165
Kreatinin : 4,85
GDS
Bilirubin direct
39.700 sel/uL
: 117
PENATALAKSANAAN
11,3 g/dL
Non farmakologi
Bed rest
Dekomppresi pasang NGT
: 4,7
Resusitasi cairan
Pasang kateter untuk monitoring output cairan
Diet rendah lemak penurunan berat badan
Farmakologi
Kolesistektomi
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.I
Anatomi
Bile duct
Berawal di sisi bebas omentum minus dari persatuan ductus cysticus dan ductus hepaticus
communis.
Panjangnya bervariasi (5-15cm) tergantung dimana cystic duct bergabung dengan
common hepatic duct.
Melintas ke kaudal di sebelah dorsal pars superior duodenum dan menempati alur
permukaan dorsal caput pancreatic.
Di sebelah kiri dari bagian duodenum yang menurun, ductus choledochus bersentuhan
dengan ductus pancreaticus
Kedua ductus ini melintas miring melalui dinding bagian kedua duodenum
Ujung distal ampula bermuara ke dalam duodenum melalui papilla duodeni major
Otot yang terdapat pada ujung distal ductus choledochus menebal, membentuk sphincter
of the bile duct (choledochal sphincter)
Jika sphincter mengkerut, empedu tidak dapat memasuki ampulla hepatopancreatica
dan/atau duodenum
Empedu terbendung dan memasuki ductus cysticus ke dalam gallbladder untuk
dipekatkan dan disimpan
- posterior superior pancreaticoduodenal vein menyalurkan darah dari bagian distal bile
duct dan bermuara ke dalam vena porta hepatic atau salah satu anak cabangnya.
Lymphatic vessel dari bile duct :
melintas ke cysticus lymph node dekat leher/ collum gallbladder, node of the omental
foramen dan hepatic lymph node.
Efferent lymphatic vessel dari bile bile duct melintas ke celiac lymph node.
2.1.2
Gallbladder
Panjangnya 7-10 cm, terletak dalam fossa gallbladder pada permukaan visceral dari liver.
Berbentuk buah pear dan tertutup peritoneum viscera (permukaan dorsal), dan permukaan
ventral melekat pada hepar. Dengan kapasitas bile > 50mL.
Bagian fundus diselubungi seluruhnya oleh peritoneum dan melekat ke body dan neck
liver.
Permukan hepatic gallbladder yang menempel ke liver oleh connective tissue of the
fibrous capsule of the liver.
Fungsi :
o Menyimpan cairan empedu yang secara terus menerus disekresi oleh sel-sel hati
sampai diperlukan dalam duodenum.
o Kapasitas total kandung empedu 30-60ml.
o Mengkonsentrasi cairannya dengan cara mereabsorpsi air dan elektrolit sehingga
mampu menampung hasil 12 jam sekresi empedu hati.
o Secara berkala gallbladder mengosongkan isinya ke duodenum melalui kontraksi
simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter oddi.
o Rangsangan normal kontraksi dan pengosongan gallbladder adalah masuknya
kimus asam dalam duodenum.
o Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsang terkuat untuk menimbulkan
kontraksi.
b.
Cystic duct :
Panjangnya kira-kira 4 cm.
Menghubungkan collumn gallbladder ke common hepatic duct.
Melintas antara lembar-lembar lesser omentum, biasanya sejajar dengan common
hepatic duct, dimana mereka bergabung membentuk bile duct.
Cystic artery :
Mensuplai gallbladder dan cystic duct.
Biasanya berasal dari right hepatic artery disudut antara common hepatic duct dan
cystic duct.
Cystic vein :
Menyalurkan darah dari billiary duct dan collumn gallbladder masuk ke liver secara
langsung atau mengalir melalui portal vein ke liver atau setelah vena mengalir dari
hepatic duct dan upper bile duct.
Vena dari fundus dan body melintas langsung ke permukaan visceral liver dan
mengalir ke hepatic sinusoid.
Lymphatic gallbladder disalurkan ke hepatic lymph node, sering melalui cystic lymph
node yang terletak dekat dengan collumn gallbladder. Pembuluh limfatik efferent dari
nodus tersebut melintas ke celiac lymph node.
Nerve ke gallbladder dan cystic duct melintas sepanjang cystic artery dari celiac plexus
(simpatis), vagus nerve (parasimpatis), dan right phrenic nerve (sensoris).
BAB III
KASUS
CHOLELITHIASIS
3.1
Definisi
o Pembentukan batu empedu (gallstone).
o Gallstone dapat single atau multiple, kecil atau besar, dan memiliki perbedaan warna,
ukuran, bentuk dan konfigurasi.
3.2
Epidemiologi
o Insidensi di developed contries 10-20%.
o Actual insidensi tidak diketahui karena sebagian individu dengan gallstone
asymptomatik.
o 1 juta kasus/tahun.
o Lebih banyak mengenai perempuan dari pada laki-laki.
o <5% pada usia <40 thn dan >30% pada usia >80 tahun.
3.3
Faktor resiko
o Lebih banyak mengenai wanita
o Usia 40 tahun
o Fatty (obesitas)
o Four child
o Diabetes
o Cirrhosis
o Vagotomy
o Hereditary factor
3.4
Type
o Cholestrol gallstone
Single
biliary contraction
biliary colic
o Karakteristik pain:
-
o Perspiration
o Nausea & vomit
o Jaundice
o Abdominal tenderness
o Fever
o Vague symptom:
3.6
Heart burn
Flatulence
Epigastric discomfort
Patogenesis
Pembentukan batu empedu meliputi 4 hal :
1. Supersaturasi empedu oleh kolesterol
2. Hipomotilitas kandung empedu memacu nukleasi
3. Terjadi akselerasi nukleasi kolesterol di empedu
4. Hipersekresi
mucus
di
dalam
kandung
empedu
memperangkap
kristal,
A. Saturasi Kolesterol
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut
dalam air.
Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di
dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi 5-7 kali lipat. Pelarutan
kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam
keadaan normal antara 1:20 sampai 1:30.
Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa
mencapai 1:13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :
- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan
lecithin jauh lebih banyak.
- Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga
terjadi supersaturasi.
- Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)
- Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan
tinggi.
B. Pembentukan Inti Batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen.
Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel
yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol
sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.
C. Pertumbuhan batu
Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi
empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus
halus.
Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat
supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Sekresi mucus yang berlebihan
dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa
keluar.
Anamnesa
Setengah sampai dua pertiga penderita batu empedu adalah asimptomatik. Keluhan yang
mungkin berupa dispepsia, yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak. Pada
yang simptomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium , kuadran atas kanan, atau
prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin memanjang lebih dari 15
menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbul awal nyeri kebanyakan
perlahan lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba tiba.
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
menghilang setelah makan antasid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari
tangan sehingga pasien berhenti menarik nafas yang merupakan tanda rangsang dari peritonitis
setempat ( tanda murphy ).
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas
akan disertai tanda sepsis seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat
ikterus dan urin berwarna gelap yang hilang timbul. Pruritis ditemukan pada ikterus obstruktif
yang berkepanjangan dan lebih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada di daerah badan.
Pada kolangitis dengan sepsis yang berat, dapat terjadi keadaan kegawatan disertai syok dan
gangguan kesadaran.
Pemeriksaan Fisik
Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi seperti kolesistitis
akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu ,
atau pankreatitis.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak
anatomik kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
p[enderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari
tangan pemeriksaan dan pasien berhenti menarik napas.
Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan
laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi leukositosis. Apabila ada sindrom
Mirizzi akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus
oleh batu, dinding yang edema di daerah kantong Hartmann, dan penjalaran radang ke dinding
yang tertekan tersaebut. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan batu di dalam
duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya
meningkat sedang setiap kali ada serangan akut.
Pemeriksaan Pencitraan
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik. Juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau
oedem karena peradangan maupun sebab lain.batu yang terdapat pada duktus koledokus distal
kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara di dalam usus. Dengan ultrasonografi lumpur
empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi. Dengan ultrasonografi
punctum maksimum rasa nyeri pada kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan
palpasi biasa.
Foto polos perut biasanya tidak memberikan data yang khas sebab hanya sekitar 10-15%
batu kandung empedu yang bersifat radioopaq. Kadang kandung empedu yang mengandung
cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut
dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu dapat terlihat sebagai
massa jaringan lunak di quadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar di
fleksura hepatika.
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras yang diberikan per oral cukup
baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen. Sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada ileus paralitik,
muntah, gangguan fungsi ginjal, kadar bilirubin serum di atas 2 mg/dl, obstruksi pilorus, dan
hepatitis. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.
CT-scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu kandung
empedu. Cara ini berguna untuk membantu diagnosis keganasan pada kandung empedu yang
mengandung batu dengan ketepatan sekitar 70-90%.
Foto ronsen dengan endoskopi retrograd di papila Vater (ERCP) atau melalui fungsi hati
perkutan (PTC) berguna untuk pemeriksaan batu di duktus koledokus. Indikasinya adalah batu di
kandung empedu dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat dideteksi dengan ultrasonografi
dan kolesistografi, misalnya karena batu kecil.
3.7
Pengobatan
Surgical
1. Cholesystectomy
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.
Indikasi cholesystectomy :
-
Prophylactic Cholesystectomy
-
Laparoscopic Cholecystectomy
Kontraindikasi : pernah operasi abdomen, keadaan pasien
terlalu unstable untuk dilakukan open cholecystectomy.
Laparoscope dimasukkan melalui insisi yang kecil dekat
umbilicus
Surgical instrument dimasukkan melalui beberapa luka tusukan di upper
abdomen
Beberapa ahli bedah menganjurkan Cholesistostomy dan dekompresi cabangcabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis
dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini.
Indikasi dari Cholesistostomy adalah kalau keadaan umum sangat buruk misalnya
karena sepsis, dan pada penderita yang berumur lanjut, penyakit lain yang berat
yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan tersangka adanya pankreatitis.
Non-surgical
o Oral dissolution therapy
Komplikasi
1. Hidrops
Kandung empedu berdinding tebal dan terdistensi oleh materi steril mukoid. Sebagian
besar pasien mengeluhkan adanya efek masa dalam kuadran kanan atas. Kolesitektomi
bersifat kuratif.
2. Empiema
Empiema kandung empedu merujuk pada abses intraluminar dari kandung empedu.
Komplikasi yang tidak lazim dari kolesistitis akut ini dapat membahayakan jiwa dan
membutuhkan kolesistektomi darurat.
3. Kolesistitis Emfisematosa
Ditandai oleh adanya gas di dalam dinding atau lumen empedu, disebabkan oleh
proliferasi bakteri pembentuk gas. Biasanya ditandai oleh sepsis yang perjalanannya cepat
serta progresif dengan demam, nyeri, dan ketidakstabilan hemodinamik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Seymour I. Schwartz, MD., F.A.C.S. Schwartzs, Principles of Surgery. 8th Edition.
McGraw-Hill. 2005.
2. Sjamsuhidajat, R.,De Jong, Wim.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit
EGC : Jakarta.
3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani Wi, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. 2 ed.
Jakarta: Media Aesculapius Universitas Indonesia;