Anda di halaman 1dari 14

BAB IV Replikasi DNA

dalam bab ini akan dibahas tiga fungsi DNA sebagai materi genetik pada sebagian
besar organisme serta cara replikasi DNA baik pada sistem prokariot maupun
eukariot. Dengan mempelajari pokok bahasan ini akan diperoleh gambaran
mengenai perbedaan cara replikasi DNA di antara kedua kelompok organisme
tersebut.
Setelah mempelajari pokok bahasan di dalam bab ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan:
1. tiga fungsi DNA sebagai materi genetik,
2. mekanisme replikasi semikonservatif,
3. mekanisme replikasi lingkaran menggulung, pengertian replikon, ori, garpu
replikasi, dan termini, cara replikasi DNA pada prokariot, dan cara replikasi
DNA pada eukariot.
Pengetahuan awal yang diperlukan oleh mahasiswa agar dapat mempelajari pokok
bahasan ini dengan lebih baik adalah struktur asam nukleat, khususnya DNA, dan
struktur molekuler kromosom, yang masing-masing telah dijelaskan pada Bab II dan
Bab III. Selain itu, konsep dasar tentang replikasi DNA yang telah diperoleh pada
mata kuliah Genetika juga sangat mendukung pemahaman materi bahasan di dalam
bab ini.
Fungsi DNA sebagai Materi Genetik
DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme harus dapat
menjalankan tiga macam fungsi pokok berikut ini.
DNA harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat
meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi ke
generasi. Fungsi ini merupakan fungsi genotipik, yang dilaksanakan melalui
replikasi. Inilah materi yang akan dibahas di dalam bab ini.
DNA harus mengatur perkembangan fenotipe organisme. Artinya, materi genetik
harus mengarahkan pertumbuhan dan diferensiasi organisme mulai dari zigot hingga
individu dewasa. Fungsi ini merupakan fungsi fenotipik, yang dilaksanakan melalui
ekspresi gen (Bab V hingga Bab VII).
DNA sewaktu-waktu harus dapat mengalami perubahan sehingga organisme yang
bersangkutan akan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah.
Tanpa perubahan semacam ini, evolusi tidak akan pernah berlangsung. Fungsi ini
merupakan fungsi evolusioner, yang dilaksanakan melalui peristiwa mutasi (Bab
VIII).
Mekanisme Replikasi Semikonservatif

Ada tiga cara teoretis replikasi DNA yang pernah diusulkan, yaitu konservatif,
semikonservatif, dan dispersif. Pada replikasi konservatif seluruh tangga berpilin
DNA awal tetap dipertahankan dan akan mengarahkan pembentukan tangga berpilin
baru. Pada replikasi semikonservatif tangga berpilin mengalami pembukaan terlebih
dahulu sehingga kedua untai polinukleotida akan saling terpisah. Namun, masingmasing untai ini tetap dipertahankan dan akan bertindak sebagai cetakan (template)
bagi pembentukan untai polinukleotida baru. Sementara itu, pada replikasi dispersif
kedua untai polinukleotida mengalami fragmentasi di sejumlah tempat. Kemudian,
fragmen-fragmen polinukleotida yang terbentuk akan menjadi cetakan bagi fragmen
nukleotida baru sehingga fragmen lama dan baru akan dijumpai berselang-seling di
dalam tangga berpilin yang baru. konservatif semikonservatif dispersifGambar 4.1.
Tiga
cara
teoretis
replikasi
DNA
= untai lama = untai baruDi antara ketiga cara replikasi DNA yang diusulkan
tersebut, hanya cara semikonservatif yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui
percobaan yang dikenal dengan nama sentrifugasi seimbang dalam tingkat
kerapatan atau equilibrium density-gradient centrifugation. Percobaan ini dilaporkan
hasilnya pada tahun 1958 oleh M.S. Meselson dan F.W. Stahl.
Mereka menumbuhkan bakteri Escherichia coli selama beberapa generasi di dalam
medium yang mengandung isotop nitrogen 15N untuk menggantikan isotop nitrogen
normal 14N yang lebih ringan. Akibatnya, basa-basa nitrogen pada molekul DNA selsel bakteri tersebut akan memiliki 15N yang berat. Molekul DNA dengan basa
nitrogen yang mengandung 15N mempunyai tingkat kerapatan (berat per satuan
volume) yang lebih tinggi daripada DNA normal (14N). Oleh karena molekul-molekul
dengan tingkat kerapatan yang berbeda dapat dipisahkan dengan cara sentrifugasi
tersebut di atas, maka Meselson dan Stahl dapat mengikuti perubahan tingkat
kerapatan DNA sel-sel bakteri E. coli yang semula ditumbuhkan pada medium 15N
selama beberapa generasi, kemudian dikembalikan ke medium normal 14N selama
beberapa generasi berikutnya.
Molekul DNA mempunyai kerapatan yang lebih kurang sama dengan kerapatan
larutan garam yang sangat pekat seperti larutan 6M CsCl (sesium khlorida). Sebagai
perbandingan, kerapatan DNA E.coli dengan basa nitrogen yang mengandung
isotop 14N dan 15N masing-masing adalah 1,708 g/cm3 dan 1,724 g/cm3,
sedangkan kerapatan larutan 6M CsCl adalah 1,700 g/cm3.
Ketika larutan 6M CsCl yang di dalamnya terdapat molekul DNA disentrifugasi
dengan kecepatan sangat tinggi, katakanlah 30.000 hingga 50.000 rpm, dalam
waktu 48 hingga 72 jam, maka akan terjadi keseimbangan tingkat kerapatan. Hal ini
karena molekul-molekul garam tersebut akan mengendap ke dasar tabung
sentrifuga akibat adanya gaya sentrifugal, sementara di sisi lain difusi akan
menggerakkan molekul-molekul garam kembali ke atas tabung. Molekul DNA
dengan tingkat kerapatan tertentu akan menempati kedudukan yang sama dengan
kedudukan larutan garam yang tingkat kerapatannya sama dengannya.
medium 15N ekstrak DNA
(generasi 0)
ekstrak DNA
medium 14N (generasi 1)

ekstrak DNA
(generasi 2)
medium 14N
ekstrak DNA
medium 14N (generasi 3)
interpretasi data hasil sentrifugasi DNA
Gambar 4.2. Diagram percobaan Meselson dan Stahl yang memperlihatkan replikasi
DNA secara semikonservatifDNA yang diekstrak dari sel E. coli yang ditumbuhkan
pada medium 15N terlihat menempati dasar tabung. Selanjutnya, DNA yang
diekstrak dari sel E.coli yang pertama kali dipindahkan kembali ke medium 14N
terlihat menempati bagian tengah tabung. Pada generasi kedua setelah E.coli
ditumbuhkan pada medium 14N ternyata DNAnya menempati bagian tengah dan
atas tabung. Ketika E.coli telah ditumbuhkan selama beberapa generasi pada
medium 14N, DNAnya nampak makin banyak berada di bagian atas tabung,
sedangkan DNA yang berada di bagian tengah tabung tetap. Meselson dan Stahl
menjelaskan bahwa pada generasi 15N, atau dianggap sebagai generasi 0, DNAnya
mempunyai kerapatan tinggi. Kemudian, pada generasi 14N yang pertama, atau
disebut sebagai generasi 1, DNAnya merupakan hibrid antara DNA dengan
kerapatan tinggi dan rendah. Pada generasi 2 DNA hibridnya masih ada, tetapi
muncul pula DNA baru dengan kerapatan rendah. Demikian seterusnya, DNA hibrid
akan tetap jumlahnya, sedangkan DNA baru dengan kerapatan rendah akan makin
banyak dijumpai. Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa interpretasi data hasil percobaan
sentrifugasi ini jelas sejalan dengan cara pembentukan molekul DNA melalui
replikasi semikonservatif.
Pada percobaan Meselson dan Stahl ekstrak DNA yang diperoleh dari sel-sel E. coli
berada dalam keadaan terfragmentasi sehingga replikasi molekul DNA dalam
bentuknya yang utuh sebenarnya belum diketahui. Replikasi DNA kromosom dalam
keadaan utuh _ yang pada prokariot ternyata berbentuk melingkar atau sirkular _
baru dapat diamati menggunakan teknik autoradiografi dan mikroskopi elektron.
Dengan kedua teknik ini terlihat bahwa DNA berbagai virus, khloroplas, dan
mitokhondria melakukan replikasi yang dikenal sebagai replikasi (theta) karena
autoradiogramnya menghasilkan gambaran seperti huruf Yunani tersebut. Selain
replikasi , pada sejumlah bakteri dan organisme eukariot dikenal pula replikasi yang
dinamakan replikasi lingkaran menggulung (rolling circle replication). Replikasi ini
diawali dengan pemotongan ikatan fosfodiester pada daerah tertentu yang
menghasilkan ujung 3 dan ujung 5. Pembentukan (sintesis) untai DNA baru terjadi
dengan penambahan deoksinukleotida pada ujung 3 yang diikuti oleh pelepasan
ujung 5 dari lingkaran molekul DNA. Sejalan dengan berlangsungnya replikasi di
seputar lingkaran DNA, ujung 5 akan makin terlepas dari lingkaran tersebut
sehingga membentuk ekor yang makin memanjang (Gambar 4.3).
penambahan
nukleotida
ujung 3
tempat ujung 5 pelepasan ujung 5 pemanjangan ekor
terpotongnya ikatan fosfodiester

Gambar
4.3.
Replikasi
lingkaran
= untai lama = untai baruReplikon, Ori, Garpu Replikasi, dan Termini

menggulung

Setiap molekul DNA yang melakukan replikasi sebagai suatu satuan tunggal
dinamakan replikon. Dimulainya (inisiasi) replikasi DNA terjadi di suatu tempat
tertentu di dalam molekul DNA yang dinamakan titik awal replikasi atau origin of
replication (ori). Proses inisiasi ini ditandai oleh saling memisahnya kedua untai
DNA, yang masing-masing akan berperan sebagai cetakan bagi pembentukan untai
DNA baru sehingga akan diperoleh suatu gambaran yang disebut sebagai garpu
replikasi. Biasanya, inisiasi replikasi DNA, baik pada prokariot maupun eukariot,
terjadi dua arah (bidireksional). Dalam hal ini dua garpu replikasi akan bergerak
melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung
(terminus). Pada eukariot, selain terjadi replikasi dua arah, ori dapat ditemukan di
beberapa tempat.
Replikasi pada kedua untai DNA
Proses replikasi DNA yang kita bicarakan di atas sebenarnya barulah proses yang
terjadi pada salah satu untai DNA. Untai DNA tersebut sering dinamakan untai
pengarah (leading strand). Sintesis DNA baru pada untai pengarah ini berlangsung
secara kontinyu dari ujung 5 ke ujung 3 atau bergerak di sepanjang untai pengarah
dari ujung 3 ke ujung 5.
Pada untai DNA pasangannya ternyata juga terjadi sintesis DNA baru dari ujung 5
ke ujung 3 atau bergerak di sepanjang untai DNA cetakannya ini dari ujung 3 ke
ujung 5. Namun, sintesis DNA pada untai yang satu ini tidak berjalan kontinyu
sehingga menghasilkan fragmen terputus-putus, yang masing-masing mempunyai
arah 5 3. Terjadinya sintesis DNA yang tidak kontinyu sebenarnya disebabkan
oleh sifat enzim DNA polimerase yang hanya dapat menyintesis DNA dari arah 5 ke
3 serta ketidakmampuannya untuk melakukan inisiasi sintesis DNA.
Untai DNA yang menjadi cetakan bagi sintesis DNA tidak kontinyu itu disebut untai
tertinggal (lagging strand). Sementara itu, fragmen-fragmen DNA yang dihasilkan
dari sintesis yang tidak kontinyu dinamakan fragmen Okazaki, sesuai dengan nama
penemunya. Fragmen-fragmen Okazaki akan disatukan menjadi sebuah untai DNA
yang utuh dengan bantuan enzim DNA ligase.
fragmen-fragmen untai tertinggal
3 Okazaki 5
5 3 5 3
untai pengarah
Gambar 4.4. Diagram replikasi pada kedua untai DNA
Replikasi DNA prokariot
Replikasi DNA kromosom prokariot, khususnya bakteri, sangat berkaitan dengan
siklus pertumbuhannya. Daerah ori pada E. coli, misalnya, berisi empat buah tempat
pengikatan protein inisiator DnaA, yang masing-masing panjangnya 9 pb. Sintesis
protein DnaA ini sejalan dengan laju pertumbuhan bakteri sehingga inisiasi replikasi

juga sejalan dengan laju pertumbuhan bakteri. Pada laju pertumbuhan sel yang
sangat tinggi, DNA kromosom prokariot dapat mengalami reinisiasi replikasi pada
dua ori yang baru terbentuk, sebelum putaran replikasi yang pertama berakhir.
Akibatnya, sel-sel hasil pembelahan akan menerima kromosom yang sebagian telah
bereplikasi.
Protein DnaA membentuk struktur kompleks yang terdiri atas 30 hingga 40 buah
molekul, yang masing-masing akan terikat pada molekul ATP. Daerah ori akan
mengelilingi kompleks DnaA-ATP tersebut. Proses ini memerlukan kondisi
superkoiling negatif DNA (pilinan kedua untai DNA berbalik arah sehingga terbuka).
Superkoiling negatif akan menyebabkan pembukaan tiga sekuens repetitif
sepanjang 13 pb yang kaya dengan AT sehingga memungkinkan terjadinya
pengikatan protein DnaB, yang merupakan enzim helikase, yaitu enzim yang akan
menggunakan energi ATP hasil hidrolisis untuk bergerak di sepanjang kedua untai
DNA dan memisahkannya.
Untai DNA tunggal hasil pemisahan oleh helikase selanjutnya diselubungi oleh
protein pengikat untai tunggal atau single-stranded binding protein (Ssb) untuk
melindungi DNA untai tunggal dari kerusakan fisik dan mencegah renaturasi. Enzim
DNA primase kemudian akan menempel pada DNA dan menyintesis RNA primer
yang pendek untuk memulai atau menginisiasi sintesis pada untai pengarah.
Agar replikasi dapat terus berjalan menjauhi ori, diperlukan enzim helikase selain
DnaB. Hal ini karena pembukaan heliks akan diikuti oleh pembentukan putaran baru
berupa superkoiling positif. Superkoiling negatif yang terjadi secara alami ternyata
tidak cukup untuk mengimbanginya sehingga diperlukan enzim lain, yaitu
topoisomerase tipe II yang disebut dengan DNA girase. Enzim DNA girase ini
merupakan target serangan antibiotik sehingga pemberian antibiotik dapat
mencegah berlanjutnya replikasi DNA bakteri.
Seperti telah dijelaskan di atas, replikasi DNA terjadi baik pada untai pengarah
maupun pada untai tertinggal. Pada untai tertinggal suatu kompleks yang disebut
primosom akan menyintesis sejumlah RNA primer dengan interval 1.000 hingga
2.000 basa. Primosom terdiri atas helikase DnaB dan DNA primase.
Primer baik pada untai pengarah maupun pada untai tertinggal akan mengalami
elongasi dengan bantuan holoenzim DNA polimerase III. Kompleks multisubunit ini
merupakan dimer, separuh akan bekerja pada untai pengarah dan separuh lainnya
bekerja pada untai tertinggal. Dengan demikian, sintesis pada kedua untai akan
berjalan dengan kecepatan yang sama.
Masing-masing bagian dimer pada kedua untai tersebut terdiri atas subunit a, yang
mempunyai fungsi polimerase sesungguhnya, dan subunit e, yang mempunyai
fungsi penyuntingan berupa eksonuklease 3 5. Selain itu, terdapat subunit b yang
menempelkan polimerase pada DNA.
Begitu primer pada untai tertinggal dielongasi oleh DNA polimerase III, mereka akan
segera dibuang dan celah yang ditimbulkan oleh hilangnya primer tersebut diisi oleh
DNA polimerase I, yang mempunyai aktivitas polimerase 5 3, eksonuklease 5
3, dan eksonuklease penyuntingan 3 5. Eksonuklease 5 3 membuang primer,

sedangkan polimerase akan mengisi celah yang ditimbulkan. Akhirnya, fragmenfragmen Okazaki akan dipersatukan oleh enzim DNA ligase. Secara in vivo, dimer
holoenzim DNA polimerase III dan primosom diyakini membentuk kompleks
berukuran besar yang disebut dengan replisom. Dengan adanya replisom sintesis
DNA akan berlangsung dengan kecepatan 900 pb tiap detik.
Kedua garpu replikasi akan bertemu kira-kira pada posisi 180C dari ori. Di sekitar
daerah ini terdapat sejumlah terminator yang akan menghentikan gerakan garpu
replikasi. Terminator tersebut antara lain berupa produk gen tus, suatu inhibitor bagi
helikase DnaB. Ketika replikasi selesai, kedua lingkaran hasil replikasi masih
menyatu. Pemisahan dilakukan oleh enzim topoisomerase IV. Masing-masing
lingkaran hasil replikasi kemudian disegregasikan ke dalam kedua sel hasil
pembelahan.
Replikasi DNA eukariot
Pada eukariot replikasi DNA hanya terjadi pada fase S di dalam interfase. Untuk
memasuki fase S diperlukan regulasi oleh sistem protein kompleks yang disebut
siklin dan kinase tergantung siklin atau cyclin-dependent protein kinases (CDKs),
yang berturut-turut akan diaktivasi oleh sinyal pertumbuhan yang mencapai
permukaan sel. Beberapa CDKs akan melakukan fosforilasi dan mengaktifkan
protein-protein yang diperlukan untuk inisiasi pada masing-masing ori.
Berhubung dengan kompleksitas struktur kromatin, garpu replikasi pada eukariot
bergerak hanya dengan kecepatan 50 pb tiap detik. Sebelum melakukan penyalinan,
DNA harus dilepaskan dari nukleosom pada garpu replikasi sehingga gerakan garpu
replikasi akan diperlambat menjadi sekitar 50 pb tiap detik. Dengan kecepatan
seperti ini diperlukan waktu sekitar 30 hari untuk menyalin molekul DNA kromosom
pada
kebanyakan
mamalia.
Sederetan sekuens tandem yang terdiri atas 20 hingga 50 replikon mengalami
inisiasi secara serempak pada waktu tertentu selama fase S. Deretan yang
mengalami inisasi paling awal adalah eukomatin, sedangkan deretan yang agak
lambat adalah heterokromatin. DNA sentromir dan telomir bereplikasi paling lambat.
Pola semacam ini mencerminkan aksesibilitas struktur kromatin yang berbeda-beda
terhadap
faktor
inisiasi.
Seperti halnya pada prokariot, satu atau beberapa DNA helikase dan Ssb yang
disebut dengan protein replikasi A atau replication protein A (RP-A) diperlukan untuk
memisahkan kedua untai DNA. Selanjutnya, tiga DNA polimerase yang berbeda
terlibat dalam elongasi. Untai pengarah dan masing-masing fragmen untai tertinggal
diinisiasi oleh RNA primer dengan bantuan aktivitas primase yang merupakan
bagian integral enzim DNA polimerase a. Enzim ini akan meneruskan elongasi
replikasi tetapi kemudian segera digantikan oleh DNA polimerase d pada untai
pengarah dan DNA polimerase e pada untai tertinggal. Baik DNA polimerase d
maupun e mempunyai fungsi penyuntingan. Kemampuan DNA polimerase d untuk
menyintesis DNA yang panjang disebabkan oleh adanya antigen perbanyakan
nuklear sel atau proliferating cell nuclear antigen (PCNA), yang fungsinya setara
dengan subunit b holoenzim DNA polimerase III pada E. coli. Selain terjadi
penggandaan DNA, kandungan histon di dalam sel juga mengalami penggandaan
selama fase S.

Mesin replikasi yang terdiri atas semua enzim dan DNA yang berkaitan dengan
garpu replikasi akan diimobilisasi di dalam matriks nuklear. Mesin-mesin tersebut
dapat divisualisasikan menggunakan mikroskop dengan melabeli DNA yang sedang
bereplikasi.
Pelabelan
dilakukan
menggunakan
analog
timidin,
yaitu
bromodeoksiuridin (BUdR), dan visualisasi DNA yang dilabeli tersebut dilakukan
dengan imunofloresensi menggunakan antibodi yang mengenali BUdR.
Ujung kromosom linier tidak dapat direplikasi sepenuhnya karena tidak ada DNA
yang dapat menggantikan RNA primer yang dibuang dari ujung 5 untai tertinggal.
Dengan demikian, informasi genetik dapat hilang dari DNA. Untuk mengatasi hal ini,
ujung kromosom eukariot (telomir) mengandung beratus-ratus sekuens repetitif
sederhana yang tidak berisi informasi genetik dengan ujung 3 melampaui ujung 5.
Enzim telomerase mengandung molekul RNA pendek, yang sebagian sekuensnya
komplementer dengan sekuens repetitif tersebut. RNA ini akan bertindak sebagai
cetakan (templat) bagi penambahan sekuens repetitif pada ujung 3.
Hal yang menarik adalah bahwa aktivitas telomerase mengalami penekanan di
dalam sel-sel somatis pada organisme multiseluler, yang lambat laun akan
menyebabkan pemendekan kromosom pada tiap generasi sel. Ketika pemendekan
mencapai DNA yang membawa informasi genetik, sel-sel akan menjadi layu dan
mati. Fenomena ini diduga sangat penting di dalam proses penuaan sel. Selain itu,
kemampuan penggandaan yang tidak terkendali pada kebanyakan sel kanker juga
berkaitan dengan reaktivasi enzim telomerase.

ST RUKT UR MO LEKUL DNA


Kemampuan sel tunggal atau DNA phage memperbanyak dirinya dalam sel induk
dalam
waktu yang singkat melahirkan pertanyaan tentang apa dan bagaimana struktur tiga
dimensi molekul DNA. Pertanyaan ini dijawab dengan gemilang oleh beberapa
peneliti
utama yang semuanya sedang dalam proses persaingan dramatis dan
menegangkan,
paling tidak oleh empat kelompok bebuyutan: Linus Pauling, dan Delbrck di
California
Institute of Technology Pasadena Amerika Serikat; James Dewey Watson dan
Francis
Crick di Laboratorium Cavendis, Cambridge University, Cambridge Inggris; serta,
Maurice Wilkins dan Rosalind E. Franklin di laboratorium fisika Wheatstone Kings
College London. Walaupun kompetisi ini dimenangkan oleh kelompok Cavendis,
namun
tanpa bukti foto sinar X kristal DNA serta interpretasi gemilang oleh si cantik
Rosalind
E. Franklin bahwa gugus fosfatnya berada pada bagian terluar dari struktur tiga
dimensi
DNA, proposal Crick dan Watson masih harus mengalami pengujian berat.
Laporan Crick dan Watson termuat dalam majalah terkemu Nature 25 April 1953,
sebagiannya dikutip sebagai berikut: "Kami ingin mengemukakan struktur yang
sangat
berbeda dari garam DNA. Struktur ini memiliki dua rantai heliks masing-masing
memilin

pada poros yang sama. Kami telah membuat beberapa asumsi kimia biasa yaitu
bahwa
setiap rantai terdiri dari gugus fosfat diester yang menyambung residu-residu -Ddeoksiribofuranosa dengan ikatan-ikatan 3,5. Kedua rantai itu (namun bukan basabasanya) dikaitkan dengan suatu pasangan tegak lurus (perpendicular) terhadap
poros
serat. Kedua rantai mengikuti pilinan tangan-kanan, namun karena berpasangan,
urutan
atom-atom pada kedua rantai itu berada pada arah yang berlawanan. Setiap rantai
secara
kasar mengikuti model I dari Furberg (Furberg, 1952); yaitu bahwa basa-basanya
berada
di dalam pilinan, dan gugus fosfat berada di bagian luar. Terdapat satu residu (basa
nitrogen) pada setiap rantai tiap 3.4 Angstrong dengan arah Z. Kami
mengasumsikan
sudut dengan besaran 36o antara tiap residu pada rantai yang sama, sehingga
struktur
pilinan berulang setelah 10 residu disetiap rantainya, yaitu setelah 34 Angstrong.
Jarak
atom fosfor dari poros serat adalah 10 Angstrong. Karena gugus fosfat berada pada
bagian luar, kation-kation menggapainya dengan mudah.Kenampakan yang baru
dari
struktur DNA yang kami ajukan ialah bahwa kedua rantai dipasangkan bersamasama
oleh basa-basa purin dan pirimidin. Ruang dari basa-basa ini tegak-lurus terhadap
poros
serat. Mereka disambung bersama dalam pasangan, basa yang satu dari satu rantai
terikat
dengan basa yang lain pada rantai lain oleh ikatan-ikatan hidrogen, sehingga
keduanya
berdampingan dengan kordinat-kordinat-Z. Satu dari pasangan basa haruslah purin
dan
yang lain adalah pirimidin agar terjadi ikatan. Ikatan hidrogen tersusun sebagai
berikut:
posisi purin 1 dengan posisi pirimidin 1; posisi purin 6 dengan posisi pirimidin 6.
Jika di
asumsikan bahwa basa-basa ini berada dalam struktur dengan bentuk tautomerik
yang
paling masuk akal (yaitu dengan konfigurasi keto ketimbang konfigurasi enol) maka
diperoleh bahwa hanya pasangan-pasangan khusus basa-basa yang dapat
membentuk
ikatan. Pasangan-pasangan ini adalah Adenin (purin) berpasangan dengan Timin
(pirimidin), dan Guanin (purin) berpasangan dengan Citosin (pirimidin). Dengan kata
lain, jika adenin adalah anggota dari sepasang basa pada rantai pertama, maka
pada rantai
yang lain pasangannya haruslah timin; hal yang sama untuk guanin dan citosin.
Telah
dibuktikan bahwa perbandingan jumlah adenin terhadap timin dan guanin terhadap
citosin selalu sangat dekat dengan kesatuan asam nukleat deoksiribosa (lihat Tabel
1.1:
Aturan Chargaff). Hubungan pasangan khusus basa-basa ini secara langsung
memberi
rekaan kepada mekanisme penjiplakan bahan-bahan genetis".

DNA dalam analogi tangga dan anak tangga seperti nampak pada foto 1.1. Dua
tiang
penyangga tangga merupakan rangka molekul berpilin ganda yang terdiri dari
urutan siliberganti deoxiribosa fosafat. Kedua tiang penyangga utama tersebut memiliki
arah yang
berlawanan (lihat arah anak panah). Anak tangga tersusun dari pasangan-pasangan
asam
nukleat, yang berpasangan menurut aturan Chargaff: C berpasangan dengan G dan
T
berpasangan dengan A. Pasangan-pasangan asam nukleat tersebut tertarik satu
sama lain
melalui ikatan hidrogen yang dibentuk antara dua pasangan yang bercocokkan.
Gambar 1.1. DNA dalam Analogi Tangga dan Anak Tangga

Tabel 1.1. Aturan Chargaff


Jumlah basa Adenin (A) hampir mendekati basa Timin (T) dan jumlah basa Guanin
(G)
hampir mendekati Citosin (C).
Temuan Watson dan Crick memastikan bahwa DNA adalah polimer yang terdiri dari
satuan-satuan deoksiribonukleotida. Satu nukleotida terdiri dari masing-masing satu
basa
nitrogen, gula dan satu atau lebih gugus fosfat. Gula yang dibawah oleh
deoksiribonukleotida dalam DNA adalah deoksiribosa. Awalan deoksi- menunjukan
bahwa jenis gula ini tidak memiliki atom oksigen yang ada pada senyawa induknya
(ribosa). Basa nitrogen adalah turunan dari purin dan pirimidin. Purin dalam DNA
adalah
adenin (A) dan guanin (G) sedangkan pirimidin adalah thimin (T) dan Citosin (C).
Jadi,
mengikuti aturan Cargaff, A berpasangan dengan T dan C berpasangan dengan G
dalam

rantai yang berlawanan dan antiparalel. Hanya melalui ikatan hidrogen dari
pasangan
basa nitrogen ini maka jarak tetap dari pilinan ganda dipertahankan.DNA Terdiri Dari
Pasangan Rangkaian Nukleotida Yang Terpilin 12.1
5. DNA Terdiri Dari Pasangan Rangkaian Nukleotida Yang
Terpilin
Gen gen yang berderet pada kromosom masing masing mempunyai tugas khas
sendiri sendiri dengan waktu bereaksi yang khusu pula.faktor yang disebut
penentu
pada zaman mendel akhirnya diketahui struktur kimianya yang disebut DNA.
Percobaan transformasi dalam bakteri diplococcus pneumonia (pneumococcus)
yang
dilakukan oleh Griffith pada tahun 1928 telah memberikan keyakinan bahwa DNA
benar
benar merupakan bahan genetic.
a) Struktur DNA
Penemu DNA dan RNA adalh seorang ahli kimia berkebangsaan jerman,F r e d e r
ich
Miescher (1869), yang menyelidiki susunan kimia dari nucleus, zat yang
mengandung
fosfor sangat tinggi dalam nucleus tersebut mula mula disebut nukleat.
Dengan penelitian lebih lanjut diketahui bahwa asam nukleat tersusun atas
nukleotida
nukleotida sehingga merupakan polinukleotida. Satu nukleotida terdiri dari
nukleosida
dan fosfat (PO4 - ) . sedangkan nukleosida terdiri dari sebuah gula pentose dan
sebuah
basa nitrogen (purin / pirimidin). Jadi nukleosida adalah nukleotida yang tanpa
fosfat,
sedang nukleotida adalah nukleosida + fosfat + basa nitrogen.
Asam Deoksiribo Nukleat merupakan molekul kompleks yang dibentuk oleh tiga
macam
molekul, yaitu:
1. Gula pentose (deoksiribosa)
2. Fosfat (PO4-)
3. Basa nitrogen , yaitu:

a. Purin : guanine (G) dan adenine (A)


b. Pirimidin : Timin (T) dan sitosin (S)
Rumus Bangun Basa Nitrogen
Jadi satu molekul nukleotida yang terdiri dari ikatan gula basa dan fosfat yang
menyusun
DNA dapat berbentuk:
1. Adenin nukleosida = adenine deoksiribosa fosfat
2. Guanine nukleosida = guanine deoksiribosa fosfat
3. Sitosin nukleosida = sitosin deoksiribosa fosfat
4. Timin nukleosida = timin deoksiribosa fosfat

Fungsi DNA sebenarnya fungsi biologis adalah fungsi DNA sebenarnya Replikasi
merupakan proses pelipatgandaan DNA. Proses replikasi ini diperlukan ketika sel
akan membelah diri. Pada setiap sel, kecuali sel gamet, pembelahan diri harus
disertai dengan replikasi DNA supaya semua sel turunan memiliki informasi genetik
yang sama. Pada dasarnya, proses replikasi memanfaatkan fakta bahwa DNA terdiri
dari dua rantai dan rantai yang satu merupakan konjugat dari rantai pasangannya.
Dengan kata lain, dengan mengetahui susunan satu rantai, maka susunan rantai

pasangan

dapat

dengan

mudah

dibentuk.

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan bagaimana proses replikasi DNA ini
terjadi. Salah satu teori yang paling populer menyatakan bahwa pada masingmasing DNA baru yang diperoleh pada akhir proses replikasi; satu rantai tunggal
merupakan rantai DNA dari rantai DNA sebelumnya, sedangkan rantai pasangannya
merupakan rantai yang baru disintesis. Rantai tunggal yang diperoleh dari DNA
sebelumnya

tersebut

bertindak

sebagai

cetakan

untuk

membuat

rantai

pasangannya.
Proses replikasi memerlukan protein atau enzim pembantu; salah satu yang
terpenting dikenal dengan nama DNA polimerase, yang merupakan enzim pembantu
pembentukan rantai DNA baru yang merupakan suatu polimer. Proses replikasi
diawali dengan pembukaan untaian ganda DNA pada titik-titik tertentu di sepanjang
rantai DNA. Proses pembukaan rantai DNA ini dibantu oleh beberapa jenis protein
yang dapat mengenali titik-titik tersebut, dan juga protein yang mampu membuka
pilinan

rantai

DNA.

Setelah cukup ruang terbentuk akibat pembukaan untaian ganda ini, DNA
polimerase masuk dan mengikat diri pada kedua rantai DNA yang sudah terbuka
secara lokal tersebut. Proses pembukaan rantai ganda tersebut berlangsung disertai
dengan pergeseran DNA polimerase mengikuti arah membukanya rantai ganda.
Monomer DNA ditambahkan di kedua sisi rantai yang membuka setiap kali DNA
polimerase bergeser. Hal ini berlanjut sampai seluruh rantai telah benar-benar
terpisah.
Proses replikasi DNA ini merupakan proses yang rumit namun teliti. Proses sintesis
rantai DNA baru memiliki suatu mekanisme yang mencegah terjadinya kesalahan
pemasukan monomer yang dapat berakibat fatal. Karena mekanisme inilah
kemungkinan terjadinya kesalahan sintesis amatlah kecil (Fungsi DNA Sebenarnya

Berdasarkan hasil penelitian Franklin dan M.H.F wilkins pada DNA dengan

menggunakan sinar X , J.D Watson dan F.H.C Crick (1953) mengemukakan suatu
model
gen, yang terkenal dengan nama double helix(ukir rangkap / tangga berpilin).
Mereka
akhirnya mendapatkan hadiah nobel pada tahun 1962.
Struktur kimia gen (DNA) menurut Watson crick yang berupa tangga berpilin /ulir
rangkap tersususn atas:
1. Gula dan fosfat sebagai induk tangga
2. Basa nitrogen, dengan pasangan tetapnya sebagai anak tangga:
G dengan S dihubungkan oleh ikatan lemah 3 atom H (Hidrogen).
T dengan A dihubungkan oleh ikatan lemah 2 atom H (hydrogen)

Pengertian DNA dan RNA


DNA dan RNA
Asam nukleat adalah polinukleotida yang terdiri dari unit-unit mononukleotida, jika
unitunit pembangunnya dioksinukleotida maka asam nukleat itu disebut
dioksiribonukleat(DNA) dan jika terdiri dari unit-unit mononukleotida disebut asam
ribonukleat(RNA).
DNA dan RNA mempunyai sejumlah sifat kimia dan fisika yang sama sebab antara
unitunit mononukleotida terdapat ikatan yang sama yaitu melalui jembatan fosfodiester
antara posisi 3 suatu mononukleotida dan posisi 5 pada mononukleotida
lainnya(Harpet,
1980).
Asam-asam nukleat seperti asam dioksiribosa nukleat (DNA) dan asam ribonukleat
(RNA) memberikan dasar kimia bagi pemindahan keterangan di dalam semua sel.
Asam
nukleat merupakan molekul makro yang memberi keterangan tiap asam nukleat
mempunyai urutan nukleotida yang unik sama seperti urutan asam amino yang unik
dari
suatu protein tertentu karena asam nukleat merupakan rantai polimer yang tersusun
dari
satuan monomer yang disebut nukleotida(Dage, 1992).
Dua tipe utama asam nukleat adalah asam dioksiribonukleat(DNA) dan asam
ribonukleat(RNA). DNA terutama ditemui dalam inti sel, asam ini merupakan
pengemban kode genetik dan dapat memproduksi atau mereplikasi dirinya dengan
tujuan
membentuk sel-sel baru untuk memproduksi organisme itu dalam sebagian besar
organisme, DNA suatu sel mengerahkan sintesis molekul RNA, satu tipe RNA, yaitu
messenger RNA(mRNA), meninggalkan inti sel dan mengarahkan tiosintesis dari
berbagai tipe protein dalam organisme itu sesuai dengan kode DNA-nya(fessenden,
1990).
Meskipun banyak memiliki persamaan dengan DNA, RNA memiliki perbedaan
dengan
DNA, antara lain yaitu(Poedjiati, 1994):
1. Bagian pentosa RNA adalah ribosa, sedangkan bagian pentosa DNA adalah
dioksiribosa.
2. Bentuk molekul DNA adalah heliks ganda, bentuk molekul RNA berupa rantai
tunggal
yang terlipat, sehingga menyerupai rantai ganda.
3. RNA mengandung basa adenin, guanin dan sitosin seperti DNA tetapi tidak
mengandung timin, sebagai gantinya RNA mengandung urasil.

4. Jumlah guanin dalam molekul RNA tidak perlu sama dengan sitosin, demikian
pula
jumlah adenin, tidak perlu sama dengan urasil.
Selain itu perbedaan RNA dengan DNA yang lain adalah dalam hal(Suryo, 1992):
1. Ukuran dan bentuk

Anda mungkin juga menyukai