Anda di halaman 1dari 14

IKTERUS OBSTRUKTIF

Definisi
Ikterus (jaundice) berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti kuning. 1
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau membran mukosa lain
akibat peningkatan konsentrasi bilirubin dalam sirkulasi darah.

1,2

Bilirubin

dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin heme pada metabolisme sel darah merah.
Jaundice ringan dapat dinilai pada sclera yang menandakan kadar biliribin 2-2,5 mg/dL.
Jaundice yang sudah dapat dilihat dengan jelas dan nyata menandakan kadar bilirubun
sudah meningkat hingga 7 mg/dL.1
Ikterus obstruksi (post hepatika) adalah ikterus yang disebabkan oleh gangguan
aliran empedu antara hati dan duodenum yang terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi)
pada saluran empedu. Ikterus obstruksi disebut juga ikterus kolestasis dimana terjadi
stasis sebagian atau seluruh cairan empedu dan bilirubin ke dalam duodenum.

1,3

Pada

ikterus obstruktif, kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang
dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus akibat adanya suatu obstruksi.4
Kolestatis atau ikterus obstruktif terbagi menjadi dua, yaitu kolestatis intrahepatik
dan kolestatis ekstrahepatik.

Pada ikterus obstruksi intra hepatal terjadi kelainan di

dalam parenkim hati, kanalikuli atau kolangiola yang menyebabkan tanda-tanda stasis
empedu, sedangkan sedangkan ikterus obstruksi ekstra hepatal terjadi kelainan di luar
parenkim hati (saluran empedu di luar hati) yang juga menyebabkan tanda-tanda stasis
empedu.4
Anatomi

Hati, kandung empedu, dan percabangan bilier berasal dari tunas ventral
(diverticulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat
kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh
diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan
asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk
kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara
divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya membentuk duktus biliaris.
Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar
aspek dorsal duodenum.5
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan
ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar
peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris
intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan
dan kiri), duktus hepatikus komunis,duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris
komunis merupakan komponen ekstrahepatik percabangan biliaris.
Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris.
Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus
biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan
intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum,
mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila
mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal duktus dikelilingi oleh otot polos
yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis dapat masuk ke duodenum

secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus pankreatikus(75%) untuk


membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater.6
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat panjang 4-6 cm
berisi 30-60mL empedu. Kandung empedu seluruhnya tertutup oleh peritoneum visceral,
tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke empedu. Bagian infundibulum
dalam kantung dinamakan kantong Hartmann.5
Duktus sistikus memiliki panjang 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dindingnya
mengandung katup berbentuk spiral dandisebut Katup Heisteryang memudahkan cairan
empedu mengalir ke kantung empedu.
Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus
vaskular peribilier.Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan
pleksus ini mengalir ke dalam sistem vena porta atau langsung ke dalam sinusoid
hepatikum.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica
kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri
yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung
empedu.Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum

sepanjang

perjalanan

arteri

hepatica

menuju

ke

nodi

lymphatici

coeliacus.Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

Gambar 1. Anatomi Sistem Bilier

Metabolisme Bilirubin1
a.

Fase Prehepatik
1. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per
kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70 80 % berasal dari pemecahan sel darah
merah yang matang, sedangkan sisanya datang dari protein heme lainnya yang
berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein heme
dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim
hemeoksidase. Enzim lain biliverdin oksiase mengubah biliverdin menjadi bilirubin.
Tahapan ini terjadi di system retikuloendotelial (mononuclear fagositosis).
Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan
bilirubin.
2. Transport plasma. Bilirubin dalam plasma adalah dalam bentuk tak terkonjugasi
yang bersifat tidak larut air dan terikat oleh albumin dan tidak dapat melalui
membrane glomerulus maka tidak dapat muncul di air seni. Ikatan melemah pada

beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan antibiotik tertentu, salisilat
berlomba pada tempat ikatan dengan albumin.
b.
Fase intra hepatic
3. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara rinci dan
pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas.
Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan lebih cepat, namun
4.

tidak termasuk pengambilan albumin.


Konjugasi. Billirubin yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi
dengan asam glukronik membentuk bilirbin diglukoronad atau terkonjugasi (direk).
Reaks ini dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukoronil-transferase menghasilkan
bilirubin yang larut air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan
monoglukoronat sedangkan asam glukoronat kedua ditambahkan dalam saluran

c.

empedu melalui system enzim yang berbeda.


Fase Pascahepatik
5. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeuarkan ke dalam kanalikulus bersama
bahan yang lainnya. Anion organic atau bahan yang lainnya atau obat dapat
mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri
mendekonjugasi dan mereduksi menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya
sebagian besar melalui tinja dan member warna coklat. Sebagian diserap kembali dan
dikeluarkan melalu urin dalam jumlah kecil dalam bentuk urobilinogen.

Etiologi
Kolestatis Intrahepatik
1. Hepatitis
Peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin konyugasi dan
menyebabkan ikterus. Hepatitis A yang merupakan penyakit self limited dapat

menimbulkan ikterik yang bersifat akut, sedangkan hepatitis B dan C dapat


menimbulkan ikterik jika penyakitnya sudah berjalan kronik. 1
2. Alkohol
Alkohol mempengaruhi pengambilan empedu dan sekresinya, dan mengakibatkan
kolestatis. Pemakaian alcohol secara terus menerus menimbulkan perlemakan
(steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai tingkat ikterus. Hepatitis karena
alcohol menimbulkan gejala ikterus yang akut, dengan gejala dan keluhan yang
berat.
3. Hepatitis autoimun
4. Kolangitis sclerosis primer
Kolestatis Ekstrahepatik
Penyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu,
biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas manyebabkan
tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula vateri.
Penyebab yang lebih jarang adalah ikterus pasca perada ngan atau setelah operasi, dan
pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis.
1. Atresia bilier, ditandai dengan penghapusan atau diskontinuitas dari sistem
bilier ekstrahepatik, sehingga obstruksi aliran empedu. Atresia bilier
merupakan penyebab kolestasis ekstrahepatik tersering pada bayi baru lahir.
Gangguan tersebut merupakan ikterus obstruktif yang paling sering dilakukan
pembedahan yang ditemukan selama periode baru lahir. Jika tidak dikoreksi
melalui pembedahan, akan bermanifestasi menjadi sirosis bilier sekunder.
Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi lagi menjadi 2 kelompok yang

berbeda: mereka dengan atresia bilier terisolasi (bentuk postnatal), yang


menyumbang 65-90% kasus, dan pasien dengan asosiasi Situs inversus atau
polysplenia / asplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital lain (janin /
embrio bentuk), yang terdiri dari 10-35% kasus.
2. Kolelitiasis, Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu
keadaan terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea)
yang memiliki ukuran, dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis jarang
pada anak-anak, lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun
terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia
lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
3. Kolesistitis, adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya
merupakan akibat dari adanya batu empedu didalam duktus sistikus, yang
secara tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.
4. Kista duktus kholedokus, koledukus adalah dilatasi kongenital pada duktus
empedu yang dapat menyebabkan obstruksi bilier progresif dan sirosis bilier.
Kista silinder dan bulat dari duktus ekstrahepatik adalah jenis yang paling
sering. Sekitar 75% kasus muncul selama masa anak-anak.
5. Tumor Pankreas, Sekitar 95% tumor yang bersifat kanker (malignant) pada
pankreas adalah adenocarcinoma. Adenocarcinoma biasanya berasal dari sel
kelenjar yang melapisi saluran pankreas. Kebanyakan adenocarcinoma terjadi
di dalam kepala pankreas, bagian yang paling dekat bagian pertama
duodenum.
Patofisiologi

Efek patofisiologis yang nyata terlihat pada ikterus obstruktif adalah tidak adanya
komponen garam empedu dan bilirubin dalam usus. Tidak adanya bilirubin dalam usus
menyebabkan tinja pasien dengan ikterus obstruksi berwarna pucat. Tidak adanya garam
empedu menimbulkan malabsorbsi lemak, sehingga timbul gejala steatorea dan defisiensi
vitamin larut lemak seperti vitamin A, K, dan D. Defisisensi vitamin K akan mengurangi
kadar protrombin, sehingga menimbulkan gangguan pembekuan darah. Pada ikterus
obstruktif yang berkepanjangan, yang disertai malabsorbsi vitamin D dan Ca, dapat
menyebabkan terjadinya osteoporosis atau osteomalacia. Kadang-kadang pruritus timbul
sebagai gejala awal, hal ini berkaitan dengan peningkatan kadar asam empedu dalam
plasma dan pengendapannya di jaringan perifer terutama kulit. Kadang-kadang terbentuk
xantoma kulit (penimbunan fokal kolesterol) akibat hiperlipidemia dan gangguan eksresi
kolesterol.3,5
Temuan laboratorium yan karakteristik adalah peningkatan kadar akali fosfatase
serum, suatu enzim yang terdapat di epitel duktus empedu dan membrane kanalikulus
hepatosit. Terdapat isozim yang secara normal ditemukan dalam banyak jaringan lain
seperti tulang, sehingga kadar yang meningkat tersebut perlu dipastikan berasal dari hati.3

Diagnosis
Anamnesis
Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri ikterus
obstruktif. Dicolorisation (ikterus) atau riwayat ikterus yang terlihat dalam inspeksi bila
kadar bilirubin serum > 2,5 mg/dl. Perubahan warna urine, urine jadi gelap seperti warna
teh. Perubahan warna feses, menjadi pucat seperti dempul dalam minimal 3x

pemeriksaan berturut-turut. Pada pasien ini juga timbul gejala pruritus akibat
penumpukan bilirubin direk pada kolestasis. Terkadang kolelitiasis dapat disertai dengan
anemia hemolitik. Nyeri terutama di regio perut kanan atas, lebih sering diakibatkan oleh
obstruksi mekanis. Kolik bilier merupakan gejala yang umum terjadi berupa nyeri hilang
timbul pada area epigastrium (subxyphoid) yang menjalar ke subcostal dextra, scapula
dextra, dan leher. Waktu munculnya nyeri pada obstruksi bilier terutama dirasakan setelah
makan makanan berlemak yang diikuti mual, muntah. Gejala anoreksia dan kaheksia
lebih sering terjadi pada keganasan (Ca caput pankreas atau Ca hepar) daripada obstruksi
batu bilier.
Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga
kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar
ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas.
Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin
disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien
jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier).

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari tandatanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas garukan di
kulit karena pruritus, tanda-tanda asites. Hpar membesar pada hepatitis, Ca hepar,
obstruksi bilier, bendungan hepar akibat kegagalan jantung. Hepar mengecil pada sirosis.
Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai pada pasien dengan anemia hemolitik.

Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya sumbatan pada saluran empedu
bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor (dikenal hukum Courvoisier).
Hukum Courvoisier
Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu kandung
empedu. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor
pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau limfadenopati
portal.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah
letak anatomik kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan bertambah
sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksaan dan pasien berhenti menarik napas. Murphys
sign positif pada kolangitis, kolesistitis, koledokolelitiasis terinfeksi.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Hematologi
Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin
terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada
kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu
hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna
ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat
10 kali jumlah normal. Transaminase juga meningkat 10 kali nilai normal dan
menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.
Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas
dan kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL,

alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.
Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada
karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun
penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak
percabangan hepatobilier lainnya.
2. Pencitraan
Tujuan:

(1)

memastikan

adanya

obstruksi

ekstrahepatik

(yaitu

membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik), (2)


untuk menentukan level obstruksi, (3) untuk mengidentifikasi penyebab spesifik
obstruksi, (4) memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa
yang mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi).
USG

(Ultra

Sonografi)

memperlihatkan

ukuran

duktus

biliaris,

mendefinisikan level obstruksi, dan mengidentifikasi penyebab.USG ini dapat


mengidentifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu
kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat
diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista
atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya.
Computed Tomography (CT) memberi viasualisasi yang baik untuk hepar,
kandung empedu, pankreas, ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara
obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras
digunakan untuk menilai malignansi bilier.
ERCP

(Endoscopic

Retrograde

Cholangio

Pancreatography)

menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Dengan bantuan endoskopi

melalui muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu dan
saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat
menilai apakah ada kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau adanya
penyempitan. Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah bila
muara papila tidak dapat dimasuki kanul. Namun prosedur ini invasif dan bisa
menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan
perdarahan.
Tatalaksana
Medikamentosa
Terapi medikamentosa digunakan sesuai dengan etiologi dari ikterus. Pada kasus
batu empedu, pasien dapat diberikan ursodeoycholic acid 10 mg/kg/hari untuk
mengurangi sekresi kolesterol bilier. Pada pasien dengan gejala pruritus dapat diberikan
bile acid-binding resins (cholestyramine atau colestipol) dan antihistamin.
Pembedahan
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk
menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut
dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor.
Upaya untuk menghilangkan sumbatan dapat dengan tindakan endoskopi baik melalui
papila Vater atau dengan laparoskopi. Bila tindakan pembedahan tidak mungkin
dilakukan untuk menghilangkan penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang
bertujuan agar empedu yang terhambat dapat dialirkan. Drainase dapat dilakukan keluar
tubuh misalnya dengan pemasangan pipa nasobilier, pipa T pada duktus koledokus atau
kolesistotomi. Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan biliodigestif.

Drainase interna ini dapat berupa kolesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi,


koledoko-jejunostomi atau hepatiko-jejunostomi.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Sulaiman, Ali. 2007. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam : Aru W
Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : Penerbitan
IPD FKUI. h. 422-425.

2. Guyton, Arthur C dan John E hall. 1997. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam :


Irawati Setiawan (Editor Bahasa Indonesia) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
9. Jakarta: EGC. h. 1108-1109

3. Abdoerrachman, M.H. et al. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Robbins, Stanley L dan Vinay Kumar. 2007. Buku Ajar Patologi volume 2 edisi 7.
Jakarta: EGC.
5. R . Sjamsuhidajat, Wim de Jong.Buku Ajar Ilmu Bedah.Ed ke- 3.Jakarta:
Penerbit EGC. 2013.
6. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar, TR, Dunn DL. Schwartz principles of
surgery. Ed ke-9. Philadelphia: McGraw-Hills. 2010.

Anda mungkin juga menyukai