Anda di halaman 1dari 14

STUDI BIOEKOLOGI NYAMUK Anopheles DI WILAYAH PANTAI TIMUR

KABUPATEN PARIGI-MOUTONG, SULAWESI TENGAH


Triwibowo A Garjito1, Jastal1, Yunus Wijaya1, Lili1, Siti Chadijah1, Ahmad Erlan1,
Rosmini1, Samarang1, Yusran Udin1, Yudith Labatjo1
BIOECOLOGY STUDY OF Anopheles SPECIES IN EAST-COASTAL AREA, PARIGIMOUTONG DISTRICT, CENTRAL SULAWESI
Abstract. A study was conducted in two villages in East-coastal area, Parigi-Moutong
District, Central Sulawesi during 1999-2002 to determine the bioecology of Anopheles
species particularly biting activity related to human habits and rainfall. In longitudinal
survey of the mosquitoes performed for 23 months in Kasimbar and 22 months in Sidoan
during 1999-2002, 8670 female Anopheles from 10 species were collected. The most
abundant is An. vagus, comprising over 45.22% of the total anophelines collected, followed
by An. barbirostris, An. indefinitus, An. subpictus and An. tesselatus. All of these species
were more exophilic rather than endophilic. An. barbirostris and An. subpictus are known as
vectors and suspected vectors wich are important in transmitting malaria in Central Sulawesi.
This two-suspected vector species showed same pattern of biting activity. For An. barbirostris
the peak of biting activity was close to midnight indoors and outdoors (between 11 pm-4 am)
and for An. subpictus between 9 pm -3 am, mainly before midnight indoors and outdoors.
Regression of the log-transformed mean number caught with the rainfall showed no
significant relationship between rainfall and mean number of An. barbirostris and An.
subpictus in Kasimbar and Sidoan (r account <5%). An. barbirostris in Kasimbar and An.
subpictus in Sidoan always abundant throughout the year. The brackish lake ecosystem gives
An. subpictus possibilities of adaptation this species live the whole year round in Tinombo but
their frequencies vary with the inundation of the lake. This same condition also showed in the
pool around the villages in Kasimbar that gives An. barbirostris possibilities of adaptation
throughout the year.
Key words : Bioecology, Anopheles, Parigi-Moutong District, Central Sulawesi, malaria
PENDAHULUAN
Di Kabupaten Parigi-Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah, hampir semua
wilayah Puskesmas mempunyai masalah
malaria. Data malaria klinis selama 1 tahun
per 1000 penduduk dalam 5 tahun terakhir
(1998-2002) menunjukkan bahwa AMI
(Annual Malaria Incidence) di wilayah
tersebut selalu berada di atas AMI rata-rata
Indonesia 20 (1) yaitu berkisar antara
24,01-29,40 (2). Berbagai upaya telah
1

dilakukan untuk memberantas malaria di


wilayah tersebut, tetapi hingga sekarang
hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan karena masih banyaknya kendala
yang dihadapi, satu di antaranya mengenai
data bioekologi vektor yang belum diketahui dengan baik.
Setiap spesies Anopheles yang berperan sebagai vektor malaria di setiap
daerah berbeda baik biologi maupun ekologinya, sehingga untuk menentukan stra-

UPF-PVRP Donggala, BPVRP, Puslit Ekologi


Kesehatan, Badan Litbangkes

49

Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 32, No. 2, 2004: 49-61

tegi pemberantasan malaria di daerah endemis, seperti halnya Kabupaten ParigiMoutong harus pula mengacu kepada hal
tersebut. Dengan diketahuinya data mengenai bioekologi vektor maka akan dapat
dipahami epidemiologi penyakitnya, dengan demikian strategi pemberantasannya
akan dapat ditentukan secara tepat sesuai
dengan kondisi setempat (3).
Informasi mengenai bioekologi vektor malaria ini telah dilaporkan di wilayah
Sumatra dan Jawa (4,5), sedang informasi di
daerah lain khususnya di Sulawesi Tengah
belum pernah dilaporkan. Dalam rangka
melengkapi informasi tersebut, pada tahun
1999-2002 telah dilakukan penelitian entomologi di wilayah pantai timur, Kabupaten
Parigi-Moutong yaitu Desa Kasimbar, Kecamatan Ampibabo dan Desa Sidoan, Kecamatan Tinombo. Dua lokasi tersebut diketahui memiliki kondisi geografis yang
spesifik. Desa Kasimbar, Kecamatan Ampibabo merupakan kawasan pertanian
dengan prevalensi malaria antara 4,9%5,61% sepanjang tahun, sedangkan Desa
Sidoan, Kecamatan Tinombo merupakan
kawasan pantai dengan prevalensi malaria
antara 0,46%- 2,2% sepanjang tahun (6).
Dari hasil penelitian ini dilaporkan
beberapa aspek mengenai bioekologi nyamuk Anopheles yang merupakan vektor
dan suspected vektor malaria di wilayah
tersebut.
BAHAN DAN METODA
Daerah Penelitian
Pengamatan bioekologi Anopheles
dilakukan di satu dusun pada tiap desa pengamatan. Desa Kasimbar, Kecamatan
Ampibabo dan Desa Sidoan, Kecamatan
Tinombo dipilih sebagai lokasi penelitian
karena memiliki kondisi geografis yang
mewakili beberapa lokasi kecamatan lainnya di kabupaten yang sama. Di samping
itu dua lokasi tersebut memiliki angka

50

malaria klinis yang cukup tinggi dibandingkan lokasi yang lain di kabupaten
yang sama.
Desa Kasimbar, Kecamatan Ampibabo (0o1456LS, 120o0210BT) merupakan dataran rendah yang dikelilingi areal
persawahan, rawa-rawa, kolam-kolam ikan
dan lahan perkebunan. Mata pencaharian
penduduk dari desa yang berjarak 111,2
km dari kota Palu (Ibu Kota Propinsi
Sulawesi Tengah) tersebut sebagian besar
adalah bertani (87%), diikuti wiraswasta
(9%) serta pegawai (4%). Pekerjaan petani
sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim penghujan, masyarakat mengolah sawahnya untuk menanam padi, sedangkan
pada musim kemarau sebagian masyarakat
pergi ke hutan mencari kayu bangunan dan
rotan. Sebagian penduduk di wilayah tersebut memelihara ternak. Sapi, kambing
dan babi merupakan ternak yang banyak
dipelihara masyarakat setempat.
Desa Sidoan, Kecamatan Tinombo
(0o4120LU, 120o2921BT) merupakan
lokasi yang tidak jauh dari kawasan pantai.
Di sekitar desa yang berjarak lebih kurang
183,6 km dari kota Palu tersebut selain
terdapat lagun-lagun yang cukup luas yang
ditumbuhi oleh lumut, juga terdapat areal
perkebunan yang cukup luas. Di sekitar
kawasan tersebut terdapat pula lahan
pertanian (padi) meskipun agak jauh dari
areal pemukiman. Mata pencaharian penduduk sebagian besar bertani dan berdagang. Di lokasi itu, ternak yang umum
dipelihara penduduk, adalah sapi, kambing
dan babi.
Bentuk bangunan di kedua lokasi penelitian tersebut tidak jauh berbeda, yaitu
umumnya berupa rumah papan dari kayu,
rumah panggung dan bangunan permanen
dari semen. Di kedua lokasi tersebut musim hujan rata-rata terjadi pada bulan
April-Agustus dengan curah hujan 119
mm/bulan setiap tahunnya. Dengan kondisi

Studi Bioekologi Nyamuk Anopheles..(Garjito et.al)

tersebut masyarakat hanya bisa menanam


padi rata-rata 2 kali dalam setahun.

rairan yang menjadi tempat perindukan


nyamuk Anopheles.

Penangkapan Nyamuk Sepanjang Malam (whole night collection)

Pengambilan Data Curah Hujan

Penangkapan nyamuk menggunakan


cara landing collection technique. Penangkapan dilakukan oleh 6 orang yang sudah
terlatih, dilakukan di dalam rumah/indoor
(penangkapan nyamuk yang menggigit
orang di dalam 3 rumah dikerjakan oleh 3
orang), di luar rumah/outdoor (penangkapan nyamuk yang menggigit orang di
luar 3 rumah yang sama dikerjakan oleh 3
orang), penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah dikerjakan
oleh 3 orang pada 3 rumah dan di sekitar
kandang dikerjakan oleh 3 orang dengan
menggunakan aspirator. Penangkapan dilakukan antara jam 18.00-06.00. Semua nyamuk yang tertangkap dibunuh menggunakan chloroform dan diidentifikasi menggunakan kunci identifikasi OConnor &
Arwati (7) dan Stojanovich & Scott (8).
Penangkapan nyamuk di Kasimbar,
Ampibabo dilakukan setiap bulan antara
bulan Desember 1999-November 2001,
sedangkan di Sidoan, Tinombo dilakukan
setiap bulan antara bulan Februari 2001Desember 2002.
Survey Jentik
Pengambilan jentik dilakukan pada
semua perairan yang ada di tiap daerah
penangkapan dengan pencidukan. Selain
dibuat preparat, jentik Anopheles dipelihara sampai menjadi nyamuk. Identifikasi
dilakukan dalam bentuk jentik maupun
setelah jentik menjadi nyamuk. Survei
jentik ini dilakukan untuk mengetahui pe-

Data Curah Hujan berisi data curah


hujan bulanan yang diambil dari Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Biromaru, Badan Litbang Pertanian. Data
ini diperoleh dari data stasiun hujan milik
lembaga tersebut di wilayah Kecamatan
Ampibabo dan Kecamatan Tinombo.
Analisis Data
Dalam penelitian ini digunakan analisis regresi korelasi sederhana menurut
Gomez & Gomez (9) untuk melihat ada
tidaknya hubungan antara kepadatan vektor dengan fluktuasi curah hujan.

HASIL
Hasil penangkapan nyamuk yang
dilakukan di dua lokasi survei secara keseluruhan (umpan orang luar, umpan orang
dalam, dinding dan sekitar kandang)
terangkum di dalam Tabel 1.
Fauna Anopheles, Kelimpahan Nisbi
dan Dominansi Vektor
Dari total 8670 nyamuk Anopheles
betina yang berhasil ditangkap melalui
umpan orang, di dinding dan di sekitar
kandang di kedua lokasi tersebut ditemukan sepuluh spesies Anopheles, yaitu:
An. barbirostris, An. subpictus, An. parangensis, An. aconitus, An. hyrcanus grup,
An. indefinitus, An. kochi, An. maculatus,
An. tesselatus dan An. vagus (Tabel 1).
Dua di antaranya, yaitu An. barbirostris
merupakan suspected vektor dan An. subpictus merupakan spesies vektor di Propinsi Sulawesi Tengah (9,6).

51

Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 32, No. 2, 2004: 49-61

Tabel 1. Total Spesies Anopheles yang Berhasil Ditangkap di Desa Kasimbar


(Desember 1999-November 2001) dan Desa Sidoan (Februari 2001-Desember 2002)

Spesies
An. barbirostris
An. tesselatus
An. vagus
An. kochi
An.aconitus
An. indefinitus
An. peditaeniatus
An. maculatus
An. subpictus
An. parangensis

Desa Sidoan, Kecamatan


Tinombo
DD

Desa Kasimbar, Kecamatan


Ampibabo

KD

UOL

UOD

DD

Total

UOL

UOD

KD

11
12
195
3
0
92
4
0
120
0

6
1
111
2
1
51
0
0
86
0

8
6
86
4
0
42
4
0
53
1

34
30
1764
45
0
749
8
0
669
0

832
33
145
0
1
4
37
0
0
0

738
11
26
0
0
0
23
0
0
0

202
8
10
0
0
1
1
1
0
0

416
365
1584
7
0
7
15
5
0
0

2247
466
3921
61
2
946
92
6
928
1

437

258

204

3299

1052

798

223

2399

8670

Keterangan :
UOL
: Umpan Orang Luar (Outdoor collection)
UOD
: Umpan Orang Dalam (Indoor collection)
DD
: Penangkapan Di Dinding (Wall collection)
KD
: Penangkapan di sekitar kandang (Around cattle)

Tabel. 2 menunjukkan adanya lima


spesies yang paling sering ditemukan di
kedua wilayah penelitian, yaitu An. vagus,
An. barbirostris, An. indefinitus, An. subpictus dan An. tesselatus. An. vagus ditemukan paling melimpah dengan kelimpahan nisbi mencapai 45,22% dari total
Anopheles yang berhasil ditangkap, diikuti
dengan An. barbirostris sebesar 25,22%,
An. indefinitus 10,91%, An. subpictus
10,70% dan An. tesselatus 5,37%.
Di Desa Sidoan, proporsi An. vagus,
An. indefinitus, An. subpictus, An. barbirostris dan An. tesselatus dalam semua metode penangkapan masing-masing 52,25%,
22,64%, 22,49%, 1,43% dan 1,19%, sedangkan di Desa Kasimbar, proporsi An.
barbirostris, An. vagus, An. tesselatus, An.
indefinitus dan An. subpictus berturut-turut
49,93%, 40,28%, 9,52%, 0,27% dan 0%.

52

Berdasarkan proporsi tersebut, An.


barbirostris yang merupakan salah satu
suspected vektor malaria di Sulawesi Tengah (6,10) ditemukan paling melimpah di
Desa Kasimbar baik pada penangkapan
dengan umpan orang dalam, umpan orang
luar maupun pada penangkapan di dinding
(lihat Tabel 2). Namun jenis ini tidak banyak ditemukan pada semua metode penangkapan di Desa Sidoan.
Sedangkan An. subpictus yang merupakan salah satu vektor (10) di Sulawesi
Tengah merupakan jenis yang paling melimpah setelah An. vagus dalam semua
penangkapan di Desa Sidoan (lihat Tabel
2.). Berbeda dengan An. barbirostris, jenis
ini tidak ditemukan pada penangkapan di
Desa Kasimbar. Dari semua penangkapan
yang dilakukan, kelima spesies dominan
tersebut paling banyak ditemukan di sekitar kandang sapi.

Studi Bioekologi Nyamuk Anopheles..(Garjito et.al)

Tabel 2.

Kelimpahan Nisbi Spesies Anopheles di Desa Sidoan (Februari 2001Desember 2002) dan Desa Kasimbar (Desember 1999-November 2002)

Spesies

Desa Sidoan, Kecamatan Tinombo

Desa Kasimbar, Kecamatan Ampibabo

UOL

UOD

DD

KD

UOL

UOD

DD

KD

An. barbirostris

2,52%

2,33%

3,92%

1,03%

79,09%

92,48%

90,58%

17,34%

An. tesselatus

2,75%

0,39%

2,94%

0,91%

3,14%

1,38%

3,59%

15,21%

An. vagus

44,62%

43,02%

42,16%

53,47%

13,78%

3,26%

4,48%

66,03%

An. kochi

0,69%

0,78%

1,96%

1,36%

0%

0%

0%

0,29%

0%

0,39%

0%

0%

0,1%

0%

0%

0%

21,05%

19,77%

20,59%

22,70%

0,38%

0%

0,45%

0,29%

0,92%

0%

1,96%

0,24%

3,52%

2,88%

0,45%

0,63%

0%

0%

0%

0%

0%

0%

0,45%

0,21%

27,46%

33,33%

25,98%

20,28%

0%

0%

0%

0%

0%

0%

0,49%

0%

0%

0%

0%

0%

100%

100%

100%

100%

100%

100%

100%

100%

An.aconitus
An. indefinitus
An. peditaeniatus
An. maculatus
An. subpictus
An. parangensis

Keterangan :
UOL
: Umpan Orang Luar (Outdoor collection)
UOD
: Umpan orang Dalam (Indoor collection)
DD
: Penangkapan Di Dinding (Wall collection)
KD
: Penangkapan di sekitar kandang (Around cattle)

Kepadatan Vektor (per orang/jam) dan


Rata-Rata Curah Hujan Bulanan
Kepadatan An. barbirostris di Desa
Kasimbar, Kecamatan Ampibabo selama
bulan Januari 2000-November 2001 bervariasi dari 0,15-4,15 nyamuk/orang/jam.
Kepadatan terendah (0,15 nyamuk/orang/
jam) terjadi pada bulan November 2000
(dengan curah hujan 312 mm) dan bulan
Februari 2001 (dengan curah hujan 58
mm), sedangkan kepadatan tertinggi (4,15
nyamuk/orang/jam) terjadi pada bulan Mei
2001 dengan curah hujan 128 mm (lihat
Gambar 1). Rata-rata curah hujan bulanan
selama waktu penangkapan nyamuk di
tempat tersebut adalah 139,87 mm/bulan
(lihat Gambar 1.).
Hasil Analisis Regresi Linear untuk
melihat hubungan antara rata-rata kepadatan nyamuk An. barbirostris dengan indeks

curah hujan menunjukkan tidak ada beda


nyata antara data kepadatan vektor per
bulannya dengan indeks curah hujan
(r hitung < r tabel pada taraf nyata 5%),
yang berarti tidak ada pengaruh antara
kepadatan nyamuk An. barbirostris dengan
indeks curah hujan (lihat Tabel 3).
Sedangkan di Desa Sidoan, Kecamatan Tinombo, kepadatan vektor selama penangkapan nyamuk pada bulan Februari
2001-Desember 2002 menunjukkan data
yang bervariasi, yaitu antara 0-0,9 nyamuk/orang per jam untuk An. subpictus
dan 0,00-0,06 nyamuk/orang per jam untuk
An. barbirostris.
Puncak kepadatan An. subpictus terjadi pada bulan September 2001 (dengan
curah hujan 414 mm) dan bulan November
2002 (dengan curah hujan 0 mm). Dari
hasil tersebut tampak bahwa puncak kepa-

53

350

300

250

200

4
150

100

2
1
0

Indeks Curah Hujan

Kepadatan menggigit (juml.


nyamuk/orang/jam)
& Angka malaria klinis/bulan (MOMI)

50

An. barbirostris

Curah hujan

J F M AM J J A S O N D J F M AM J J A S O N
MOMI

Bulan

Hubungan Fluktuasi Curah Hujan Bulanan dengan Kepadatan Menggigit


Rata-rata An. barbirostris di Desa Kasimbar, Kec Ampibabo
Januari 2000 - November 2001

1.8

450

1.6

400

1.4

350

1.2

300

250

0.8

200

0.6

150

0.4

100

0.2

50

Indeks Curah Hujan

Kepadatan menggigit (juml.


nyamuk/orang/jam)
& angka malaria klinis/bulan (MOMI)

Gambar 1.

An. subpictus
An. barbirostris

0
M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D
Bulan

Curah hujan
MOMI

Gambar 2. Hubungan Fluktuasi Curah Hujan Bulanan dengan Kepadatan Menggigit


Rata-rata An. barbirostris dan An. subpictus di Desa Sidoan, Kec. Tinombo
Maret 2001-Desember 2002

54

Studi Bioekologi Nyamuk Anopheles..(Garjito et.al)

Tabel 3. Perhitungan Persamaan Regresi Linear Antara Kepadatan


Rata-rata An. barbirostris dengan Curah Hujan di Desa
Kasimbar, Kecamatan Ampibabo Januari 1999-November 2001

a
b

Jumlah
data

Kepadatan
rata-rata
An.
barbirostris

23

Jumlah :
32,29
rerata:
1,40

Curah
Hujan
Jumlah :
3217
rerata :
139,87

Simpangan dari
rataan

Kuadrat dari
Penyimpangan

x2

Y2

Total :
0,01a

Total :
0,01a

Total :
18,5415

Total :
158754,
6087

Hasil kali
penyimpang
an
(x)(y)

R
hitungb
0,0577

-98,9748

tidak nol karena pembulatan


= tidak beda nyata pada taraf 5%

datan An. subpictus terjadi baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Hal
tersebut juga didukung oleh hasil Analisis
Regresi yang menunjukkan tidak beda nyata antara kepadatan nyamuk An. subpictus
dengan indeks curah hujan (r hitung < r
tabel dengan taraf nyata 5%) yang berarti
kepadatan An. subpictus tidak dipengaruhi
oleh indeks curah hujan (lihat tabel 4).
Tidak adanya pengaruh kepadatan
vektor dengan indeks curah hujan juga
terjadi pada spesies An. barbirostris yang
ditangkap di Desa Sidoan Kecamatan Tinombo. Hasil Analisis regresi linear menunjukkan tidak adanya beda nyata (r hitung < r tabel dengan taraf nyata 5%)
antara kedua variabel tersebut (lihat Tabel
5).
Perilaku Menggigit Vektor
Perilaku menggigit kelima spesies
dominan tersebut berdasarkan Tabel 1
lebih bersifat eksofagik dibandingkan
endofagik karena lebih dominan ditemukan
di luar rumah dibandingkan dengan di dalam rumah.
Gambar 3 menunjukkan bahwa An.
barbirostris yang merupakan jenis yang
paling dominan pada penangkapan umpan
orang luar dan dalam di Kasimbar ditemukan menggigit sepanjang malam, dari pu-

kul 18.00-06.00 baik di dalam maupun di


luar rumah. Pada penangkapan dengan
umpan orang luar, semakin malam jenis
nyamuk ini semakin banyak menggigit dan
puncaknya ditemukan menggigit orang
pada tengah malam antara pukul 24.0001.00. Setelah itu turun sampai pukul
02.00-03.00 dan kemudian naik lagi pada
sekitar pukul 03.00-04.00, dan kemudian
turun sampai pukul 06.00 pagi. Dalam
penangkapan dengan menggunakan umpan
orang dalam, puncak kepadatan menggigit
terjadi pada antara pukul 23.00-01.00.
Untuk selanjutnya, fluktuasi kepadatan
menggigit hampir sama dengan fluktuasi
kepadatan menggigit di luar rumah, yaitu
terjadi peningkatan kembali pada pukul
03.00-04.00 dan selanjutnya turun sampai
pukul 06.00.
Sedangkan Gambar 4 menunjukkan
bahwa An. subpictus yang merupakan spesies yang dicurigai sebagai vektor yang paling dominan di Sidoan ditemukan menggigit dari pukul 18.00-06.00. Dari jam pertama penangkapan dengan menggunakan
umpan orang di luar rumah, jenis ini semakin banyak menggigit. Puncak kepadatan
menggigit orang terjadi pada sekitar pukul
21.00-22.00, setelah itu turun dan kemudian mengalami peningkatan lagi pada
pukul 02.00-03.00. Pada penangkapan

55

1000
Dalam rumah

Jumlah nyamuk menggigit

Luar rumah

100

10

1
18.00- 19.00- 20.00- 21.00- 22.00- 23.00- 24.00- 01.00- 02.00- 03.00- 04.00- 05.0019.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00 01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00
Waktu menggigit (jam)

Gambar 3. Perilaku Menggigit An. barbirostris di Dalam dan di


Luar Rumah Desa Kasimbar Kecamatan Ampibabo, Parigi-Mouton

100
Dalam rumah

Jumlah nyamuk menggigit

Luar rumah

10

1
18.00- 19.00- 20.00- 21.00- 22.00- 23.00- 24.00- 01.00- 02.00- 03.00- 04.00- 05.0019.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00 01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00
Waktu menggigit (jam)

Gambar 4. Perilaku Menggigit An. subpictus di Dalam dan di Luar


Rumah Desa Sidoan, Kecamatan Tinombo, Parigi-Moutong

56

Studi Bioekologi Nyamuk Anopheles..(Garjito et.al)

100

Dalam rumah
Jumlah nyamuk menggigit

Luar rumah

10

1
18.0019.00

19.0020.00

20.0021.00

21.0022.00

22.0023.0024.0001.0023.00
24.00
01.00
02.00
Waktu menggigit (jam)

02.0003.00

03.0004.00

04.0005.00

05.0006.00

Gambar 5. Perilaku Menggigit An. barbirostris di Dalam dan di Luar Rumah Desa
Sidoan, Kecamatan Tinombo, Parigi-Moutong
Tabel 4. Perhitungan Persamaan Regresi Linear Antara Kepadatan Rata-rata
An. subpictus dengan Curah Hujan di Desa Sidoan, Kecamatan Tinombo
Februari 2001-Desember 2002
Jumlah
data
22
a
b

Kepadatan
rata-rata
An.subpictus
Jumlah :
4,88
rerata:
0,22

Curah
Hujan
Jumlah :
3424
rerata :
155,63

Simpangan dari
rataan
x
y
Total :
0,01a

Total :
0,01a

Kuadrat dari
Penyimpangan
x2
Y2
Total :
1,3350

Total :
356472,94

Hasil kali
penyimpangan
(x)(y)
61,21248

R
hitungb
0,0887

tidak nol karena pembulatan


= tidak beda nyata pada taraf 5%

Tabel 5. Perhitungan Persamaan Regresi Linear Antara Kepadatan Rata-rata


An. barbirostris dengan Curah Hujan di Desa Sidoan, Kecamatan Tinombo
Februari 2001 Desember 2002
Jumlah
data
22
a
b

Kepadatan
rata-rata
An.subpictus
Jumlah :
0,36
rerata:
0,02

Curah
Hujan
Jumlah :
3424
rerata :
155,63

Simpangan dari
rataan
x
y
Total :
0,01a

Total :
0,01a

Kuadrat dari
Penyimpangan
x2
Y2
Total :
0,0088

Total :
356472,94

Hasil kali
penyimpangan
(x)(y)
6,2904

R
hitungb
0,0887

tidak nol karena pembulatan


= tidak beda nyata pada taraf 5%

57

dengan umpan orang di dalam rumah,


puncak kepadatan menggigit orang terjadi
pada pukul 01.00-02.00 setelah sebelumnya mengalami peningkatan kepadatan
menggigit yang tinggi pada sekitar pukul
22.00-24.00.

keterbatasan alat survei (salinometer). Jentik An. barbirostris di lokasi yang sama
ditemukan di rawa-rawa dan sawah yang
terdapat di sekitar lokasi penangkapan.

Spesies vektor yang lain di Sidoan,


yaitu An. barbirostris ditemukan menggigit orang di luar rumah mulai pukul
18.00-06.00. Dari awal penangkapan terjadi peningkatan intensitas menggigit manusia. Puncak kepadatan menggigit terjadi
pada pukul 23.00-24.00 dan antara pukul
01.00-03.00. Setelah itu mengalami penurunan dalam menggigit manusia sampai
pukul 06.00. Pada penangkapan dengan
menggunakan umpan orang di dalam rumah, puncak kepadatan menggigit terjadi
antara pukul 23.00-24.00.

PEMBAHASAN

Hasil Survei Jentik


Hasil survei yang dilakukan pada
pagi hari selama penangkapan berlangsung
di Desa Kasimbar, Kecamatan Ampibabo
menunjukkan adanya jentik Anopheles
yang ditemukan di sawah, kolam ikan yang
tidak terawat dan rawa-rawa.
Di lokasi tersebut, jentik An. barbirostris berkembang biak dengan baik di air
jernih ataupun air keruh, air berhenti
maupun sedikit mengalir, di tempat teduh
maupun tempat yang terkena sinar matahari secara langsung. Tempat perindukan
untuk spesies ini meliputi sawah dan rawarawa yang tersebar di sekitar perkampungan.
Sedangkan hasil survei yang dilakukan di Desa Sidoan, Kecamatan Tinombo
menunjukkan jentik An. subpictus banyak
ditemukan di lagun-lagun yang ditumbuhi
lumut Chladophora sp. dan Entheromorpha sp. yang tersebar luas di sekitar perkampungan penduduk. Kadar garam di
lokasi tersebut belum diketahui karena

58

Di Desa Kasimbar, Kecamatan Ampibabo, An. barbirostris merupakan jenis


Anopheles yang telah diketahui memiliki
peran penting di dalam penyebaran malaria (6,10). Di wilayah tersebut, jenis ini ditemukan cukup melimpah sepanjang malam dalam penangkapan umpan orang di
luar maupun di dalam rumah. Hasil penangkapan dengan umpan manusia menunjukkan densitas An. barbirostris yang
tinggi yaitu 36,17 ekor menggigit/orang
sepanjang malam dari rata-rata densitas di
dalam rumah dan 32,09 ekor menggigit/
orang sepanjang malam dari rata-rata densitas di luar rumah.
Puncak kepadatan menggigit An.
barbirostris pada penangkapan dengan
menggunakan umpan orang luar maupun
dalam terjadi dari jam 23.00-04.00 menunjukkan bahwa jenis ini mengalami
puncak kepadatan menggigit pada sekitar
tengah malam. Dalam kisaran waktu tersebut, aktivitas yang dilakukan penduduk
sebagian besar adalah istirahat (tidur).
Hasil tersebut agak berbeda dengan
spesies nyamuk yang sama yang ditemukan di Provinsi Sa Kaeo, Thailand oleh
Limrat, et. al (11), di mana puncak kepadatan menggigitnya terjadi antara pukul
21.00-24.00 di mana sebagian penduduk
masih ada yang melakukan aktivitas baik
di luar maupun di dalam rumah.
Tidak adanya korelasi positif antara
indeks curah hujan dengan kepadatan
vektor menunjukkan bahwa perkembangbiakan vektor tidak terlalu dipengaruhi curah hujan. Hal itu disebabkan karena curah

Studi Bioekologi Nyamuk Anopheles..(Garjito et.al)

hujan yang rendah sepanjang tahun yang


berkisar antara 10-261 mm setiap bulannya. Pada saat musim kemarau semua areal
persawahan kering, aliran air di saluran
irigasi sangat lamban dan beberapa rawarawa di sekitar pemukiman juga kering.
Namun di lokasi tersebut terdapat kolamkolam ikan yang tidak terurus yang selalu
digenangi air tanpa predator jentik. Di
tempat tersebut banyak ditemukan jentikjentik Anopheles yang berkembang biak
dengan baik sepanjang tahun.
Dalam penelitian ini muncul hal
yang menarik, yaitu adanya peningkatan
kasus angka malaria klinis setelah terjadi
peningkatan curah hujan pada sekitar satu
bulan sebelumnya. Hal tersebut perlu dikaji dalam penelitian selanjutnya karena
meskipun populasi vektor rendah, namun
kemungkinan parasit (Plasmodium sp.)
efektif berkembang dalam kondisi lingkungan seperti itu, sehingga terjadi efektivitas transmisi malaria di wilayah tersebut.
Hasil penelitian yang dilakukan di
Desa Sidoan, Kecamatan Tinombo, menunjukkan spesies An. subpictus ditemukan cukup melimpah di lokasi tersebut.
Jenis ini ditemukan sepanjang malam
dalam penangkapan umpan orang di luar
maupun di dalam rumah. Hasil penangkapan dengan menggunakan umpan manusia menunjukkan densitas An. subpictus
yang tinggi yaitu 3,91 ekor menggigit/
orang sepanjang malam dari rata-rata densitas di dalam rumah dan 5,45 ekor menggigit/orang sepanjang malam dari rata-rata
densitas di luar rumah.
Puncak kepadatan An. subpictus
yang terjadi dari jam 21.00-03.00 dalam
penangkapan dengan menggunakan umpan
orang luar maupun umpan orang dalam
menunjukkan bahwa jenis ini juga mengalami puncak kepadatan menggigit pada sekitar tengah malam. Dalam rentang waktu

tersebut selain sudah ada yang beristirahat


(tidur), masih ada sebagian masyarakat
yang melakukan aktivitas pribadi (yang
berhubungan dengan keluarga, pekerjaan,
dsb.) maupun aktivitas sosial (arisan, pertemuan kampung, pengajian, dsb) baik di
dalam maupun di luar rumah.
Hasil tersebut berbeda dengan jenis
yang sama yang ditemukan di daerah Tanjung Bunga, Flores Timur oleh Barodji, et.
al (12), di mana puncak kepadatan menggigitnya terjadi pada antara pukul 20.0022.00.
Jenis nyamuk vektor lain di lokasi
tersebut, yaitu An. barbirostris densitasnya
sebesar 0,5 ekor menggigit/orang sepanjang malam dari rata-rata densitas di luar
rumah dan 0,27 ekor menggigit/orang sepanjang malam dari rata-rata densitas di
dalam rumah. Puncak kepadatan menggigit
terjadi antara pukul 23.00-03.00 dalam
penangkapan dengan menggunakan umpan
orang di dalam maupun di luar rumah.
Tampaknya puncak kepadatan jenis ini
bersamaan dengan puncak kepadatan nyamuk An. subpictus di lokasi yang sama.
Seperti halnya di Kasimbar, tidak
adanya korelasi positif antara indeks curah
hujan dengan kepadatan vektor di Sidoan
menunjukkan perkembangbiakan vektor
tidak terlalu dipengaruhi curah hujan. Hal
itu disebabkan karena curah hujan yang
rendah sepanjang tahun yang berkisar antara 0-405 mm setiap bulannya. Di
samping itu, di lokasi tersebut terdapat
lagun-lagun luas yang tersebar yang kondisi airnya tidak dipengaruhi oleh hujan
(meskipun fluktuasinya dipengaruhi oleh
pasang surut air laut, namun selalu ada
sepanjang tahun). Di lagun yang sebagian
besar terkena sinar matahari secara langsung tersebut banyak dijumpai lumut-lumut jenis Chladophora sp, Entheromorpha
sp dan beberapa jenis yang lain. Sebagaimana diketahui jenis lumut tersebut meru-

59

Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 32, No. 2, 2004: 49-61

pakan salah satu sumber makanan bagi


jentik Anopheles yang hidup di air payau,
termasuk An. subpictus. Di lokasi tersebut
banyak dijumpai larva An. subpictus yang
berkembang biak dengan baik.
Berbeda dengan hasil penelitian di
Desa Kasimbar, di lokasi ini peningkatan
curah hujan tidak diikuti dengan peningkatan kasus malaria klinis (lihat Gambar
2.), namun ada indikasi adanya puncak kasus malaria pada bulan yang sama selama
2 tahun terakhir, yaitu pada bulan Juli (lihat Gambar 2).
Secara keseluruhan hasil penelitian
di kedua lokasi tersebut menunjukkan bahwa pengendalian stadium pradewasa (jentik) spesies vektor dan suspected vector dalam hal ini An. barbirostris dan An. subpictus merupakan cara yang tepat di dalam
menurunkan populasi/kepadatan vektor di
wilayah tersebut mengingat sebagian besar
tempat perindukan nyamuk Anopheles di
tempat tersebut merupakan tempat perindukan yang permanen.
Penggunaan dan pengembangbiakan
predator/musuh alami seperti: ikan kepala
timah (Panchax-panchax), Back swimmer
(Notonecta undulata dan Notonecta insulata), serta pembersihan tempat perindukan dari sampah organik/detritus, khususnya lumut (Entheromorpha sp., Chladophora sp, dsb) yang merupakan makanan
bagi jenis jentik Anopheles yang hidup di
air payau di wilayah tersebut merupakan
cara yang diharapkan efektif menurunkan
jentik nyamuk vektor.
Di samping itu penggunaan kelambu
di masyarakat merupakan salah satu cara
yang dapat membantu melindungi penduduk terhadap gigitan nyamuk vektor, khususnya di Sidoan dan sekitarnya mengingat
nyamuk vektor yang ditemukan di lokasi
tersebut tinggi kepadatannya di dalam rumah, serta puncak kepadatan menggigitnya

60

terjadi pada sekitar tengah malam sampai


dini hari, di saat sebagian besar masyarakat
istirahat (tidur).
Pemberian informasi mengenai kedua hal tersebut kepada masyarakat dan
sektor lainnya (pertanian, kehutanan, perikanan, dsb) sangat perlu mendukung di
dalam mendukung cara pemberantasan
malaria secara integratif khususnya di sekitar lokasi penelitian dan umumnya di
Kabupaten Parigi-Moutong.
SIMPULAN
Hasil penelitian terdapat sepuluh
spesies Anopheles yang berhasil ditemukan
di Desa Kasimbar, Kecamatan Ampibabo
dan Desa Sidoan, Kecamatan Tinombo,
yaitu: An. barbirostris, An. subpictus, An.
parangensis, An. aconitus, An. hyrcanus
grup, An. indefinitus, An. kochi, An. maculatus, An. tesselatus dan An. vagus (Tabel
1). Dua di antaranya, yaitu An. barbirostris
dan An. subpictus merupakan spesies vektor dan suspected vector yang dicurigai di
Provinsi Sulawesi Tengah.
An. barbirostris ditemukan sepanjang tahun di kedua lokasi penelitian, sedangkan An. subpictus ditemukan sepanjang tahun di Desa Sidoan saja. Kepadatan vektor kedua spesies nyamuk tersebut
tidak dipengaruhi oleh peningkatan curah
hujan. Puncak kepadatan menggigit kedua
spesies berlangsung pada sekitar tengah
malam. An. barbirostris mempunyai puncak kepadatan menggigit antara 23.0004.00, sedangkan An. subpictus berlangsung antara 21.00-03.00. An. barbirostris
mempunyai tempat berkembang biak di
sawah dan rawa-rawa maupun kolam ikan
yang tidak terurus, baik yang terkena sinar
matahari secara langsung maupun di
tempat yang teduh. Sedangkan An. subpictus melimpah ditemukan di lagun-lagun

Studi Bioekologi Nyamuk Anopheles..(Garjito et.al)

yang terkena sinar matahari langsung dan


ditumbuhi jenis lumut tertentu.

3.

Sukowati, S. Pengembangan Model Pemberantasan Malaria Secara Efektif dan Efisien di


Daerah Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Puslitbang Ekologi Kesehatan, Jakarta; 2001.

UCAPAN TERIMA KASIH

4.

Idris-Idham, N.S., M. Sudomo, Soetjitno, I G


W Djana, S. Empi. Studi Ekologi Nyamuk
Anopheles di Daerah Endemik Malaria di
Propinsi Sumatra Utara. Makalah yang
disampaikan dalam Seminar II Hari Nyamuk
Pengendalian Nyamuk Vektor Penyakit
Dalam rangka Peningkatan Produktivitas Kerja
dan Mutu Sumber Daya Manusia, BPV&RP,
Salatiga, Jawa Tengah; 2002.

5.

Sundaraman, S, R.R. Soeroto, M. Siran. Vektor


Malaria in Mid Java. Indian J. Malariol. 11;
1957: 321-328.

6.

Departemen Kesehatan RI. Malaria (Entomologi 10). Ditjen PPM & PLP, Jakarta; 1995.

7.

OConnor, C.T., A. Soepanto. Kunci


Bergambar Anopheles Betina di Indonesia.
Ditjen PPM & PLP, Depkes RI, Jakarta; 1994.

8.

Stojanovich, C. J., H. G. Scott. Illustrated Key


to Mosquitoes of Vietnam. US. Department of
Health Education and Welfare, Atlanta, Georgia; 1966.

9.

Gomez, K. A, A. A. Gomez.. Statistic Procedure for Agricultural Research. University of


Philippines, Los Banos, Phlilippines, 1983.

Penelitian ini dibiayai melalui dana


Intensified Communicable Diseases Control Project (proyek ICDC) dari Asian
Development Bank. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada : 1) Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular
(Sub Direktorat Penyakit Bersumber Binatang), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan serta Balai Penelitian
Vektor dan Reservoir Penyakit di Salatiga,
2) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi-Moutong yang membantu pengurusan
ijin, pemberian informasi dan pelaksanaan
survey dalam penelitian ini, 3) Ka Sub Din
P2M Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tengah dan staf serta Ka Sub Din PPM
Dinas Kesehatan kabupaten Donggala dan
staf atas kerja samanya yang erat selama
ini, 4) Kepala beserta staf Puskesmas
tempat penelitian dilaksanakan, serta 5)
Semua pihak yang telah membantu langsung maupun tidak langsung termasuk dalam memberikan saran untuk penyusunan
tulisan ini.
DAFTAR RUJUKAN
1.

Pokja Ditjen PPM & PLP & WHO Indonesia.


Malaria Pelita VI. Depkes RI, Jakarta; 1997.

2.

Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala. Laporan Kegiatan P2 Malaria Kabupaten Donggala (1999-2002), Donggala, Sulteng; 2002.

10. Namru-2. Malaria Vector in Indonesia. 19191997. Namru-2 Document; 1997.


11. Limrat, D, B. Rojruthai, C. Apiwathnason, Y.
Samung, S. Prommongkol. Anopheles barbirostris/campestris as a Probable Vektor of
Malaria in Aranyaprathet, Sa Kaeo Province.
Southeast Asian J Trop Med Publich Health
2001, Dec;32(4):739-44.
12. Barodji, Sumardi, Suwaryono T, Rahardjo,
Mujiono, Priyanto H. Beberapa aspek
Bionomik vektor Anopheles subpictus Grassi di
Kecamatan Tanjung Bunga, Flores timur, NTT.
Bul. Penelit. Kesehatan. 27(2) 1999/2000:268281.

61

Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 32, No. 2, 2004: 49-61

Anda mungkin juga menyukai