Makalah Fix Ekologi
Makalah Fix Ekologi
Oleh :
Andriani Diah I.
B1J012011
Linda Anita T.
B1J012021
Nur Ngafifah
B1J012025
I; PENDAHULUAN
tersebut, yang selanjutnya diikuti oleh penebangan liar dan kebakaran yang terjadi
hampir pada setiap musim kemarau.
Hutan rawa gambut di Kalimantan dieksploitasi sejak adanya konsesi hak
penguasaan hutan (HPH) di areal hutan rawa gambut. Selama dua dasa warsa
terakhir (1990-2010), luas area rawa gambut di Kalimantan mengalami penurunan
yang sangat drastis. Rusaknya hutan rawa gambut dan perubahan hutan menjadi
perkebunan dan areal pertanian tidak hanya menyebabkan kerusakan ekosistem,
tetapi juga menyebabkan hilangnya keanekaragaman jenis hayati, penurunan
cadangan karbon, dan peningkatan emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Hutan rawa
gambut di Kalimantan Tengah telah mengalami kebakaran sejak puluhan tahun
yang lalu. Hoscilo et al. (2007) melaporkan areal Blok C Proyek Lahan Gambut
(PLG) sejuta hektar diKalimantan Tengah telah mengalami kebakaran sejak tahun
1973 hingga 2005, dengan kebakaran terluas terjadi pada tahun 1973.
II; PEMBAHASAN
10 cm.
Berdasarkan jumlah spesies yang terdapat dalam setiap suku maka Lauraceae
merupakan suku yang paling umum yakni terdiri dari 14 spesies kemudian diikuti
oleh Guttiferae dan Sapotaceae masing-masing 11 spesies, Myrtaceae 10 spesies,
Annonaceae 7 spesies, Diperocarpaceae Euphorbiaceae dan Ebenaceae dengan
masing masing terdiri dari 6 spesies
rawa gambut lain di kalimantan. Hal ini karena kondisi hutan yang pernah
mengalami gangguan penebangan pada masa lampau.
Kurangnya jumlah spesies, marga, dan suku pohon di Katunjung,
disebabkan oleh luas petak cuplikannya yang lebih kecil, yakni hanya 1 ha,
sedangkan Tuanan luasnya 2 ha. Berdasarkan nilai indeks kesamaan komposisi
spesies antar tegaka. menurut Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974), terlihat
perbedaan vegetasi antar tegakan secara umum cukup besar yang dicirikan oleh
nilai-nilai indeks kesamaan yang kecil (rata-rata kurang dari 50%). Perbedaan
komposisi yang lebih besar justru terlihat pada perbandingan antara petak-petak
yang ada di Tuanan dengan petak-petak yang ada di Katunjung, terutama antara
tegakan pada petak Tuanan-1 dengan petak Katunjung-1 yang hanya memiliki
nilai indeks kesamaan 27,083%.
Perbedaan komposisi tegakan antara kedua lokasi (Tuanan dan Katunjung)
juga diperlihatkan oleh nilai asosiasi antar spesies yang memiliki tingkat
kepentingan tinggi. Di Tuanan, tingkat kepentingan tertinggi ditempati oleh N.
philippinensis, sedangkan di Katunjung ditempati oleh D. pilosanthera.
Keberadaan M. beccariana yang melimpah (67,5 pohon/ha) di Tuanan juga
memberikan gambaran perbedaan yang besar antara tegakan di kedua lokasi,
spesies ini tidak ditemukan di Katunjung. Nilai indeks asosiasi didasarkan atas
tingkat kepentingan setiap spesies, menunjukkan tingkat kepetingan dalam suatau
tegakan tidak selalu sama dengan indeks asosiasi suatu spesies terhadap spesies
yang memiliki tingkat kepentingan paling tinggi. Combretocarpus rotundatus
yang menempati urutan kedelapan dalam tingkat kepentingannya dalam tegakan
tidak memiliki tingkat asosiasi yang tinggi terhadap N. philippinensis. Masuknya
C. rotundatus dan beberapa spesies pohon lainnya yang memiliki nilai indeks
asosiasi kecil ke dalam kelompok 10 spesies pohon penting karena kebanyakan
pohon-pohonnya berdiameter batang besar (Sidiyasa, 2012).
Pengelolaan hutan rawa gambut yang ada di Tuanan dan Katunjung
berkaitan dengan faktor tegakan yang disusun oleh sekurang-kurannya 124
spesies pohon berdiameter batang lebih besar dari 10 cm yang merupakan
indikator penting dalam pengelolaannya. Mengingat pentingnya fungsi hutan
dalam menjaga dan melestarikan semua bentuk kehidupan, maka semua pihak
perlu menjaga dan melindungi hutan Tuanan dan Katunjung dari berbagai bentuk
aktivitas manusia yang bersifat mengganggu dan merusak. Pemerintah daerah
setempat juga haruslah berperan aktif dan melibatkan semua pihak yang
berkepentingan.
III; KESIMPULAN
1;
2;
3;
DAFTAR REFERENSI
Bismark, M., A. Wibowo, T. Kalima, R. Sawitri & T. Partomihardjo. 2005.
Potency, distribution and conservation of ramin in Indonesia. Technical
Report ITTO PPD 87/03 Rev. 2(F). Bogor.
Hoscilo, A., S. E. Page & K. Tansey (2007). The Role of Fire in The Degradation
of Tropical Peatlands: a Case Study From Central Kalimantan.
Proceeding of The International Symposium and Workshop on Tropical
Peatland: Carbonclimate-human Interaction on Tropical Peatland,
Yogyakarta, 27-29 august 2007.
Muller-Dombois, D. & H. Ellenberg. 1974. Aims and methods of vegetation
ecology. New York: John Wiley and Sons.
Sidiyana, K. 2012. Karakteristik Hutan Rawa Gambut di Tuanan dan Katunjung,
Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 9(2):
127-137.
Tata, M. H. L. & S. Prandjadinata. 2013. Regenerasi Alami Hutan Rawa Gambut
Terbakar di Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah dan Implikasi terhadap
Konservasi. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi, 10(3): 327-342.