Anda di halaman 1dari 9

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan fisiologi kelenjar prostat
Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang terletak di sebelah inferior
bulibuli dan membungkus uretra posterior. Paling sering mengalami pembesaran,
baik jinak maupun ganas. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra
pars prostatika dan menghambat aliran urin keluar dari buli-buli. Benign Prostate
Hyperplasia (BPH) merupakan Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) yang menghambat
aliran urin dari buli-buli. Pembesaran ukuran prostat ini akibat adanya hiperplasia
stroma dan sel epitelial mulai dari zona periurethra.

Gambar 1. Perbedaan aliran urin dari buli-buli pada prostat normal dan prostat
yang mengalami pembesaran
Bentuk kelenjar prostat sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang
dewasa 20 gram. Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa
zona, antara lain: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior dan zona periurethra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada
zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona
perifer.

3.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia, hampir 30 juta pria yang menderita gejala yang berkaitan
dengan pembesaran prostat, di USA hampir 14 juta pria mengalami hal yang
sama. BPH merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia
setelah batu saluran kemih. Sebagai gambaran hospital prevalence, di RS Cipto
Mangunkusumo ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat
selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus
dalam periode yang sama. Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya
semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di Indonesia
berusia 60 tahun atau lebih dan 2,5 juta pria diantaranya menderita gejala saluran
kemih bagian bawah (Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) akibat BPH.7 BPH
mempengaruhi kualitas kehidupan pada hampir 1/3 populasi pria yang berumur >
50 tahun.
3.3 Etiologi
Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui secara pasti,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat:
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon
testosteron. Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah
menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5
reduktase. DHT inilah yang secara langsung memicu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang
memacu pertumbuhan kelenjar prostat.
Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan
sel-sel prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel
lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun,

sedangkan kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen :


testosteron relatif meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian
sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan testosteron yang menurun
merangsang terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel prostat yang telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi
lebih besar.
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan
selsel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma
melalui suatu mediator (growth factor). Setelah sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan
antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah selsel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan
massa prostat. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat
proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan
aktivitas kematian sel kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk
sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini
bergantung pada hormon androgen, dimana jika kadarnya menurun
(misalnya pada kastrasi), menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga

terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH diduga sebagai ketidaktepatan


aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma
maupun sel epitel.
3.4 Patofisologi hiperplasia prostat
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra
pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya
tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya
perubahan anatomik buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada
buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah
atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS).
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks
vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal.
3.5 Manifestasi klinis
1. Anamnesa
a) Keluhan pada saluran kemih bagian bawah. Manifestasi klinis timbul
akibat peningkatan intrauretra yang pada akhirnya dapat menyebabkan
sumbatan aliran urin secara bertahap. Meskipun manifestasi dan beratnya
penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan penderita
datang berobat, yakni adanya LUTS.
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif.
Gejala obstruksi antara lain: hesitansi, pancaran miksi melemah,
intermitensi, miksi tidak puas, menetes setelah miksi. Sedangkan gejala
iritatif terdiri dari: frekuensi, nokturia, urgensi dan disuri.
Untuk

menilai

tingkat

keparahan

dari

LUTS,

bebeapa

ahli/organisasi urologi membuat skoring yang secara subjektif dapat diisi


dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh

WHO adalah international Prostatic Symptom Score (IPSS). Sistem


skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan
LUTS dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien.
Dari skor tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat,
yaitu:

Ringan : skor 0-7

Sedang : skor 8-19

Berat : skor 20-35

b) Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan dapat berupa gejala obstruksi antara lain, nyeri pinggang,
benjolan di pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis)
c) Gejala diluar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya
hernia inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada
saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh
dan teraba massa kistik si daerah supra simpisis akibat retensi urin.
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE)
merupakan pemeriksaan fisik yang penting pada BPH, karena dapat
menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat dan kecurigaan
adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras. Pada
pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah,
simetri, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul.
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal,
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak
didapatkan nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat
keras dan teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri.

3. Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih.1 Obstruksi uretra menyebabkan
bendungan saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya
penyulit seperti hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolithiasis. 1,9
Pemeriksaan kultur urin berguna untuk mencari jenis kuman yang
menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas kuman
terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Pemeriksaan

sitologi

urin

digunakan

untuk

pemeriksaan

sitopatologi sel-sel urotelium yang terlepas dan terikut urin. Pemeriksaan


gula darah untuk mendeteksi adanya diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli. Jika dicurigai adanya
keganasan prostat perlu diperiksa penanda tumor prostat (PSA).
4. Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di
saluran kemih, batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan bulibuli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda retensi urin.
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan adanya :

Kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis)

Memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan


indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau
ureter bagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)

Penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel, atau


sakulasi buli-buli.
6

Pemeriksaan

IVP

tidak

lagi

direkomendasikan

pada

BPH. 1

Pemeriksaan USG secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS), digunakan


untuk mengetahui besar dan volume prostat , adanya kemungkinan
pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi
aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin dan mencari kelainan
lain pada buli-buli. Pemeriksaan Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS)
dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat
obstruksi BPH yang lama.
5. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan
mengukur:
- residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi
- pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan

lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai