No RM : 32.16.22
No ID : 858088
Nama Pendamping : dr.Hj.Umi Aliyah,MARS
Penyegaran
Masalah
Remaja
Dewasa
Tinjauan Pustaka
Istimewa
Lansia
Bumil
Anak laki-laki 11 tahun, kejang berulang terutama ketika dikerumuni petugas, sering mendapatkan kekerasan dari temanya di sekolah.
Tujuan : Mengetahui bagaimana cara menegakkan diagnosis episode depresif sedang dengan gejala somatis dan Gangguan Campuran anxietas dan depresi
Bahan bahasan :
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara Membahas :
Diskusi
Presentasi dan diskusi
Email
Pos
Data pasien
Nama : An.RBP
Usia : 11 tahun
Nama RS : RS Muhammadiyah Lamongan
Telepon :
Terdaftar sejak : 28 April 2015
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Depresi sedang dengan Gangguan Somatis dan Gangguan Campuran anxietas dan depresi
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah kejang seperti ini sebelumnya
3. Riwayat Penyakit Keluarga
-
Tidak ada anggota keluarga maupun saudara yang pernah mengalami kejang
- Tidak ada anggota keluarga maupun saudara yang pernah mengalami gangguan mental
4. Riwayat Sosial
-
Ibu bekerja di Kota, pasien tinggal di desa dengan pengasuhnya dan bersekolah di SD dekat rumahnya
Orang tua mengatakan, sejak TK pasien sudah sering mendapatkan kekerasan dari teman-temannya di sekolah, namun pasien tidak pernah mau
Kepala/Leher
: Anemia (-), Icterus (-), Sianosis (-), Dyspnea (+) , Edema (-)
Thorax
N : 82x/menit
RR : 30x/menit
Abdomen
- Ekstremitas
Daftar Pustaka :
Tax 36,4C
: Flat, BU (+) normal, soepel, timpani, hepar / lien tak teraba, nyeri tekan ulu hati (+)
: akral HKM, edema -/-
1. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. FK Unika Atmajaya. Jakarta
2. Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J., dan Grebb Jack A. Sinopsis Psikiatri, Jilid I. Binarupa Aksara. Tangerang
3. Maslim, Rusdi. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. FK Unika Atmajaya. Jakarta
Hasil Pembelajaran : Manajemen psikoterapi pada depresi dan anxietas
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
Subjektif :
1. Heteroanamnesa :
-
Ibu pasien meminta rujukan ke RS karena anaknya mendadak kejang 1 hari SMRS. Saat kejang kaki dan tangan kaku, mata melirik ke atas,
berkedip-kedip, badan menghentak-hentak terutama di bagian dada-perut saja. Pasien sadar penuh saat kejang dan bisa diajak komunikasi oleh
ibunya, serta mengeluhkan sesak dan nyeri di daerah ulu hati nya. Kejang terjadi berulang-ulang terutama bila pasien dikerumuni petugas. Pasien
tidak mengalami panas badan sebelumnya, namun sempat mengeluhkan nyeri di telinga kanan.
1 minggu yll SMRS, ibu mendapat laporan dari pengasuhnya kalau badan dan wajah pasien sering lebam-lebam, kalau pulang sekolah baju penuh
lumpur. Bila ditanya, pasien menjawab karena terpeleset di jalan. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri telinga kanan dan teriak-teriak kesakitan.
Setelah dibawa ke Puskesmas dan dilakukan pemeriksaan, dokter mengatakan tidak ada kelainan baik infeksi maupun luka di telinga, sehingga
dokter hanya memberikan tetes telinga (lupa nama obat dan sudah habis), namun keluhan tidak membaik. Akhir-akhir ini pasien juga sulit untuk
disuruh berangkat sekolah, tampak ketakutan dan kesakitan, namun setelah dibawa ke dokter, dokter mengatakan tidak ada kelainan.
-
Ibu menyatakan sejak kecil pasien memang pendiam, tidak pernah usil dengan teman-temannya, sering main ke rumah temannya. Tidak pernah
menceritakan hal-hal yang mengakibatkan lebam-lebam dan nyeri di badannya. Terkadang tiba-tiba takut keluar rumah dan tiba-tiba sesak nafas.
Nilai pelajaran di sekolah sedikit menurun. Kemauan makan, minum, mandi dan aktivitas lain di dalam rumah seperti biasanya.
Ibu dan kakak pasien menyatakan, sejak TK pasien memang sering dijahilin teman-temannya. Sampai di SD pun kakak kelasnya juga sering
menjahili pasien. Namun pasien diancam sehingga tidak berani bercerita kepada orang tua maupun gurunya. Ada saja alasan yang dibuat dan
keluarganya pun percaya saja. Bahkan guru sekolahnya menuduh pasien yang mendahului ulah yang dilakukan teman-temannya, dan disuruh
membuat surat pernyataan yang isinya bila mengulangi perbuatan tidak terpuji lagi akan dikeluarkan dari sekolah. Kejadiannya saat pasien kelas 4.
Sejak saat itu pasien makin pendiam, susah tidur dan tertutup untuk kejadian-kejadian di sekolahnya.
Pasien sudah sering mengeluhkan sakit kepala dan sakit di badan, namun tidak ada kelainan secara medis. Bila wajah dan badannya luka-luka,
pasien hanya diobati dan tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya.
2. Autoanamnesa :
-
Setelah diakukan pendekatan bina rohani, pasien mulai tenang, kejang mulai berkurang, mulai menceritakan masalah yang sudah lama dipendam
kepada ibu dan kakaknya.
Pasien mengatakan :
-
Sudah sejak lama di buli oleh 10 kakak kelasnya di sekolah tiap jam istirahat dan pulang sekolah.
Pada jam istirahat, uang sakunya dirampas dan didorong badannya sampai jatuh ke lantai.
Setelah pulang sekolah, tiba-tiba diajak ke tempat sepi di belakang sekolah, disitu pasien dihajar beramai-ramai, perut dan wajahnya dipukul
berkali-kali sampai lebam dan berdarah.
Pasien juga diancam bila lapor pada guru atau orang tuanya akan dibunuh.
Kejadian diatas sudah berkali-kali dialami sehingga kadang-kadang badannya terasa sakit semua, dadanya sakit dan sesak, kepalanya juga sakit.
Pasien menyatakan tidak mau bercerita karena ancaman dibunuh.
Pasien juga minta pindah ke sekolah lain dan tinggal bersama ibunya.
Objektif :
Kesadaran
: Composmentis
: TD (-)
Kepala/Leher
: Anemia (-), Icterus (-), Cianosis (-), Dyspnea (-), Edema (-)
Thorax
N 87x/menit
RR 18x/menit
Tax 36,3C
Abdomen
: Flat, BU (+) normal, soepel, timpani, hepar / lien tak teraba, nyeri tekan ulu hati (+)
Extremitas
Status Psikiatri
Kesan Umum : Anak laki-laki, usia 11 tahun, berpenampilan sesuai umur, badan tegang, ekspresi cemas
Kontak
Orientasi
- tempat
- orang
- waktu
Kesadaran
Afek/emosi
Proses berfikir
- Bentuk
: realistik
- Arus
- Isi
Persepsi
: gangguan psikofisiologik
Kemauan
: menurun, tapi pasien masih mau bila disuruh melakukan aktivitas sehari-hari
Psikomotor
Daya ingat
- jangka panjang
- jangka sedang
- jangka pendek
- jangka segera
Intelegensi
: kesan cukup
Assessment :
-
Plan :
Diagnosis
-
DL : Leukosit 7,0 ; Hb 13,3 ; Hematokrit 42,6 ; Trombosit 386 ; GDA 131 ; K 4,7 ; Na 136 ; Cl 102 ; HsCRP 0,37
Farmakoterapi
-
O2 NRM 8 lpm
Inj.Ceftriaxon 2x1gr
Inj.Kalmethason 3x5mg
Inj.Kutoin 3x75mg
Inj.Rantin 2x40mg
Psikoterapi
Untuk memperkuat fungsi ego dengan psikoterapi suportif dan agar pasien dapat bersosialisasi
Manipulasi lingkungan
-
a)
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1);dan
b)
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran dimasa lampau.
Tetapi pada pasien ini hanya memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang, tidak ada episode afektif hipomanik, manik, atau campuran dimasa
Aksis I
Aksis II
Aksis IV : Masalah psikososial dan lingkungan (Stresor berupa kekerasan fisik selama bertahun-tahun)
Aksis V
: GAF Scalae 70-61: beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.
Farmakoterapi yang diberikan berupa clonazepam 2xtablet. Diberikan pula psikoterapi untuk memperkuat fungsi ego dengan psikoterapi suportif dan
agar pasien dapat bersosialisasi kembali. Melalui manipulasi lingkungan, memahami dan menerima keadaan pasien, membimbing dalam kehidupan sehari-hari,
mengawasi perilaku pasien baik di rumah maupun di luar rumah.
Psikoterapi yang sering digunakan untuk gangguan cemas adalah cognitive-behavioural therapy (CBT), sama halnya dengan treatment yang diberikan
pada gangguan cemas pada umumnya. Lamanya terapi minimal dilakukan adalah selama 12 minggu, biasanya dipilih group terapi dengan kondisi anggota group
adalah sama dengan pasien dianggap lebih efektif dalam penyembuhan.
Dalam CBT, terapis akan memberikan latihan pernafasan dan teknik relaksasi ketika menghadapi kecemasan, dalam terapi ini terapis berusaha
membantu pasien menemukan ketenangan dengan menciptakan rileks dalam diri individu, bersamaan dengan itu pasien juga diberikan sugesti bahwa
kecemasan-kecemasan yang muncul itu tidak realistis.
CBT diberikan bila adanya keinginan dan kerjasama antara pasien dan terapis untuk efektivitas treatment yang akan dilakukan. Pasien haruslah
bekerjasama sepenuhnya dan melakukan semua perintah-perintah yang terapis berikan, oleh karenanya CBT tidak akan diberikan bila tidak adanya keinginan
pasien untuk melakukan psikoterapi. Pada akhir CBT, beberapa tugas akan diberikan oleh terapis untuk dikerjakan dan dilakukan oleh pasien di rumah, pasien
juga harus melaporkan efektivitas dan kemajuan yang diraihnya selesai CBT diberikan.
TINJAUAN PUSTAKA
Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) telah lama dikembangkan oleh para ahli dalam menangani klien dengan gangguan kecemasan dan depresi. CBT adalah
suatu bentuk perawatan psikologis yang berfokus pada pikiran, perasaan, dan perilaku pasien dari perspektif
pembelajaran, dan telah terbukti cukup efektif untuk gangguan kecemasan dan depresi. CBT menekankan pentingnya self-help dan mengembangkan kemampuan
untuk belajar bagaimana mengatasi masalah yang dihadapi. Menurut Christensen, Griffiths, dan Korten, bahwa terapi
kognitif juga diakui sebagai pengobatan dan pencegahan yang efektif untuk depresi saat diberikan melalui tatap
muka, melalui buku self-help (bibliotherapy), dan melalui administrasi komputer. CBT juga telah banyak dilakukan
pada klien dengan gangguan jiwa.
Berdasarkan Buku Saku Terapi Spesialis Keperawatan Jiwa, (2013:8), pelaksanaan CBT dilakukan melalui 5 sesi; sesi 1; mengidentifikasi pikiran otomatis
yang negatif serta akibat negatif pada perilaku, sesi 2; penggunaan tanggapan rasional terhadap pikiran negatif,
sesi 3; memodifikasi perilaku negatif menjadi positif dengan token, sesi 4; mengevaluasi perkembangan pikiran
dan perilaku positif, sesi 5; menjelaskan pentingnya psikofarmaka dan terapi modalitas untuk mencegah kekambuhan dan mempertahankan serta
membudayakan
pikiran dan perilaku positif.
Macam-macam psikoterapi :
a. Psikoterapi supportif
Manfaat :
-
terdiri dari :
1. Ventilasi atau katarsis ialah membiarkan pasien mengeluarkan isi hati sesukanya. Sesudahnya biasanya ia merasa lega dan kecemasannya (tentang
penyakitnya) berkurang, karena ia lalu dapat melihat masalahnya dalam proporsi yang sebenarnya. Hal ini dibantu oleh dokter dengan sikap yang penuh
pengertian (empati) dan dengan anjuran. Jangan terlalu banyak memotong bicaranya (menginterupsi). Yang dibicarakan ialah kekhawatiran, impulsimpuls, kecemasan, masalah keluarga, perasaan salah atau berdosa.
2. Persuasi ialah penerangan yang masuk akal tentang timbulnya gejala-gejala serta baik-baiknya atau fungsinya gejala-gejala itu. Kritik diri sendiri oleh
pasien penting untuk dilakukan. Dengan demikian maka impuls-impuls yang tertentu dibangkitkan, diubah atau diperkuat dan impuls-impuls yang lain
dihilangkan atau dikurangi, serta pasien dibebaskan dari impuls-impuls yang sangat menganggu. Pasien pelan-pelan menjadi yakin bahwa gejalagejalanya akan hilang.
3. Sugesti ialah secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran pada pasien atau membangkitkan kepercayaan padanya bahwa gejala-gejala akan
hilang. Dokter sendiri harus mempunyai sikap yang meyakinkan dan otoritas profesional serta menunjukkan empati. Pasien percaya pada dokter
sehingga kritiknya berkurang dan emosinya terpengaruh serta perhatiannya menjadi sempit. Ia mengharap-harapkan sesuatu dan ia mulai percaya. Bila
tidak terdapat gangguan kepribadian yang mendalam, maka sugesti akan efektif, umpamanya pada reaksi konversi yang baru dan dengan konflik yang
dangkal atau pada neurosa cemas sesudah kecelakaan.
Sugesti dengan aliran listrik (faradisasi) atau dengan masasi kadang-kadang juga menolong, tetapi perbaikan itu cenderung untuk tidak menjadi tetap,
karena pasien menganggap pengobatan itu datang dari luar dirinya. Jadi sugesti harus diikuti dengan reeduksi. Anak-anak dan orang dengan inteligensi
yang sedikit kurang serta pasien yang berkepribadian tak matang atau histerik lebih mudah disugesti. Jangan memaksa-maksa pasien dan jangan
memberikan kesan bahwa dokter menganggap ia membesar-besarkan gejalanya. Jangan menganggu rasa harga diri pasien. Pasien harus percaya bahwa
gejala-gejalanya akan hilang dan bahwa tidak terdapat kerusakan organik sebagai penyebab gejala-gejala itu. Ia harus diyakinkan bahwa bila gejalagejala itu hilang, hal itu terjadi karena ia sendiri mengenal maksud gejala-gejala itu dan bahwa timbulnya gejala itu tidak logis.
4. Penjaminan kembali atau reassurance dilakukan melalui komentar yang halus atau sambil lalu dan pertanyaan yang hati-hati, bahwa pasien mampu
berfungsi secara adekuat (cukup, memadai). Dapat juga diberi secara tegas berdasarkan kenyataan atau dengan menekankan pada apa yang telah dicapai
oleh pasien.
5. Bimbingan ialah memberi nasehat-nasehat yang praktis dan khusus (spesifik) yang berhubungan dengan masalah kesehatan (jiwa) pasien agar ia lebih
sanggup mengatasinya, umpamanya tentang cara mengadakan hubungan antar manusia, cara berkomunikasi, bekerja dan belajar, dan sebagainya. 2
6. Penyuluhan atau konseling (counseling) ialah suatu bentuk wawancara untuk membantu pasien mengerti dirinya sendiri lebih baik, agar ia dapat
mengatasi suatu masalah lingkungan atau dapat menyesuaikan diri. Konseling biasanya dilakukan sekitar masalah pendidikan, pekerjaan, pernikahan dan
pribadi.
7. Kerja kasus sosial (social casework) secara tradisional didefinisikan sebagai suatu proses bantuan oleh seorang yang terlatih (pekerja sosial atau social
worker) kepada seorang pasien yang memerlukan satu atau lebih pelayanan sosial khusus. Fokusnya ialah pada masalah luar atau keadaan sosial dan
tidak (seperti pada psikoterapi) pada gangguan dalam individu itu sendiri. Tidak diadakan usaha untuk mengubah pola dasar kepribadian, tujuannya ialah
hanya hendak menangani masalah situasi pada tingkat realistik (nyata).
8. Terapi kerja dapat berupa sekedar memberi kesibukan kepada pasien, ataupun berupa latihan kerja tertentu agar ia terapil dalam hal itu dan berguna
baginya untuk mencari nafkah kelak.
a. Psikoterapi wawasan / psikoterapi genetik dinamik
1.
Reedukatif
Re-educative psychotherapies: Tujuan dalam psikoterapi re-edukatif adalah untuk menunjukkan pasien hubungan antara cara berpikir dan perilaku dan
masalah untuk memfasilitasi pengembangan pola perilaku yang sehat. Dalam metode psikoterapi Re-edukatif tujuannya bukan lagi untuk mencari atau
mengubah konflik neurotik sadar dan ciri-ciri kepribadian teratur. Namun tujuannya adalah untuk menghilangkan efek dari pola perilaku karena
karakteristik ini dalam perjalanan pasien bersosialisasi dan hubungannya.
Contoh Re-educative psychotherapies: Bisa perilaku, psikoterapi berbasis berbasis dan konsultasi kognitif, perkawinan dan terapi keluarga dan
psikodrama.
2. Rekonstruktif
Reconstructive psychotherapies: Tujuannya adalah jenis-jenis psikoterapi adalah untuk memfasilitasi wawasan pasien pada konflik bawah sadar,
perubahan struktur karakter pasien dan membangun kembali kepribadian kesehatan. Ciri utama yang membedakan jenis rekonstruktif psikoterapi dari
dua jenis lainnya adalah pengembangan "wawasan". Psikoterapi Suportif tidak terkait dengan wawasan dan psikoterapi re-edukatif tidak bertujuan untuk
meningkatkan wawasan, mereka hanya memperkuat ketika itu terjadi. Dalam psikoterapi rekonstruktif, tujuan utamanya adalah untuk memfasilitasi dan
membangun wawasan terhadap gejala sadar yang menyebabkan gejala, pengembangan wawasan dan mengubah struktur karakter pasien.
Contoh Reconstructive psychotherapies: bisa psikoanalisis Freudian klasik, analisis Ego, hubungan objek terapi, psikoterapi berorientasi
psikoanalitik, analisis transaksional, analisis eksistensial. Pendekatan teoritis dan metode aplikasi penyedia diambil sebagai dasar dalam jenis
kategorisasi. Psikoterapi dapat dikategorikan dalam hal pasien mereka digunakan dan teknik aplikasi sebagai individu, kelompok berbasis, pasangan,
berbasis keluarga, keluarga, terapi perkawinan, psikodrama, terapi permainan.