Anda di halaman 1dari 4

Konsep koping

Koping adalah proses pemecahan masalah dimana seseorang mempergunakannya


untuk mengelola kondisi stres. Derajat stres ditentukan oleh perbandingan antara apa
yang terjadi (sumber stresor) orang akan secara sadar atau tidak sadar untuk
mengatasi situasi tersebut (Smeltzer, 2001).
Koping dimaknai sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi
yang dinilai sebagai suatu tantangan/ancaman. Koping lebih mengarah pada yang
orang lakukan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang penuh tekanan atau yang
membangkitkan emosi. Atau dengan kata lain, koping adalah bagaimana reaksi orang
ketika menghadapi stres atau tekanan (Siswanto, 2007).
Jenis mekanisme koping:
Menurut Lazarus dan Folkman (1984, dalam Safaria dan Saputra, 2009), koping terbagi
dalam 2 jenis yaitu :
1. Koping yang berfokus untuk mengatur emosi (Emotion-focused coping). Adalah
suatu usaha untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi yang sangat
menekan. Emotionfocused coping cenderung dilakukan apabila individu tidak
mampu atau merasa tidak mampu mengubah kondisi yang stressful, yang
dilakukan individu adalah mengatur emosinya. Sebagai contoh, ketika seseorang
yang dicintai meninggal dunia, dalam situasi ini, orang biasanya mencari
dukungan emosi dan mengalihkan diri atau menyibukkan diri dengan melakukan
pekerjaan-pekerjaan rumah atau kantor.
Aspek dari koping yang berfokus untuk mengatur emosi:
a. Seeking social emotional support Mencoba memperoleh dukungan secara
emosional maupun sosial dari orang lain.
b. Distancing Mengeluarkan upaya kognitif untuk melepaskan diri dari masalah
atau membuat sebuah harapan positif.
c. Escape avoidance Menghayal mengenai situasi atau melakukan tindakan
atau menghindar dari situasi yang tidak menyenangkan. Individu melakukan
fantasi andaikan

permasalahannya

pergi

dan mencoba untuk tidak

memikirkan mengenai masalah dengan tidur atau menggunakan alkohol yang


berlebih.
d. Self control Mencoba untuk mengatur perasaan diri sendiri atau tindakan
dalam hubungannya untuk menyelesaikan masalah.
e. Accepting responsibility Menerima untuk menjalankan masalah yang
dihadapinya sementara mencoba untuk memikirkan jalan keluarnya.
f. Positive reappraisal Mencoba untuk membuat suatu arti positif dari situasi
dalam masa perkembangan kepribadian, kadang-kadang dengan sifat yang
religius.
2. Koping yang berfokus pada permasalahan (Problem-focused coping). Adalah
suatu usaha untuk mengurangi stresor, dengan mempelajari cara-cara atau
keterampilan-keterampilan yang baru untuk digunakan mengubah situasi,
keadaan, atau pokok permasalahan. Setiap hari dalam kehidupan kita secara
tidak langsung problemed-focused coping telah sering digunakan, saat kita
bernegosiasi untuk membeli sesuatu di toko, saat kita membuat jadwal pelajaran,
mengikuti treatment-treatment psikologis, atau belajar untuk meningkatkan
keterampilan.
Aspek koping yang berfokus pada permasalahan:
a. Confrontative coping: yaitu usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
sumber tekanan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang tinggi, dan
pengambilan resiko.
b. Seeking Social Support: atau mencari dukungan sosial yaitu usaha untuk
mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain.
c. Planful Problem Solving: yaitu usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.

Metode koping
Ada 2 metode koping yang digunakan oleh individu dalam mengatasi masalah
psikologis seperti dikemukakan oleh Rasmun (2004) yang mengutip pendapat Bell
(1977), metode tersebut antara lain:
1. Metode koping jangka panjang (konstruktif). Merupakan cara yang efektif dan
realistis dalam menangani masalah psikologis dalam kurun waktu yang lama,

contohnya berbicara dengan orang lain, mencoba mencari informasi yang lebih
banyak tentang masalah yang sedang dihadapi, menghubungkan situasi atau
masalah yang sedang dihadapi dengan kekuatan supranatural, melakukan
latihan fisik untuk mengurangi ketegangan, membuat berbagai alternatif tindakan
untuk mengurangi situasi, mengambil pelajaran atau pengalaman masa lalu, dan
lain-lain.
2. Metode koping jangka pendek (destruktif). Cara ini digunakan untuk mengurangi
stres dan cukup efektif untuk waktu sementara, contohnya menggunakan alkohol
atau obat, melamun dan fantasi, mencoba melihat aspek humor dari situasi yang
tidak menyenangkan, tidak ragu dan merasa yakin bahwa semua akan kembali
stabil, dan lain-lain.
Pada tingkat keluarga koping yang dilakukan dalam menghadapi masalah seperti
yang di kemukakan oleh Mc.Cubbin (1979, dalam Rasmun, 2004) adalah; mencari
dukungan sosial seperti minta bantuan keluarga, tetangga, teman, atau keluarga
jauh, reframing yaitu mengkaji ulang kejadian masa lalu agar lebih dapat
menanganinya dan menerima, menggunakan pengalaman masa lalu untuk
mengurangi stres/kecemasa, mencari dukungan spiritual, berdoa, menemui pemuka
agama atau aktif pada pertemuan ibadah, menggerakkan keluarga untuk mencari
dan menerima bantuan, penilaian secara pasive terhadap peristiwa yang di alami
dengan cara menonton tv, atau diam saja.
Tingkatan stress
a. Stres tahap l: Tahapan stres paling ringan, disertai perasaan semangat kera
besar bahkan berlebihan (overacting), senang dengan pekerjannya dan lebih
bersemangat.
b. Stres tahap II: Dampak stres yang semula menyenangkan mulai menghilang dan
timbullah berbagai keluhan akibat cadangan energi yang menipis; merasa letih
dan tidak dapat santai.
c. Stres tahap III: Keluhan-keluhan semakin nyata dan mengganggu, gangguan
lambung dan usus semakin nyata, rasa tidak tenang dan ketegangan emosional
semakin meningkat, sulit tidur malam (insomnia), namun kelainan fisik pada
organ belum ditemukan.

d. Stres tahapIV: Suatu pekerjaan yang semula menyenangkan dan menjadi


membosankan dan sulit dikerjakan, tidak mampu melaksanakan kegiatan rutin
sehari-hari, rasa takut dan cemas tanpa sebab yang jelas.
e. Stres tahap V: Kelelahan fisik dan mental semakin mendalam tidak mampu kerja
ringan dan sederhana, gangguan sistem pencemaan semakin berat, rasa
ketakutan dan cemas meningkat, mudah bingung dan panik.
f. Stres tahap VI: Merupakan tahapan klimaks, Pasien mengalami serangan panik
dan perasaan takut mati, sering dibawa ke UGD/ICCU, keluhan jantung berdebar
sangat keras, sulit bernafas, tidak mampu kerja ringan (Maramis, 2005).

Sumber:

Siswanto, (2007) Kesehatan Mental, Konsep, cakupan dan perkembangannya,

ANDI Yogyakarta
Mc.Cubbin. 1979. Dalam Rasmun. 2004. Stres, Koping dan Adaptasi. Sagung

Seto: Jakarta.
Lazarus, R. S., & Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. Dalam

Safaria, dkk. 2009. Manajemen Emosi. Bumi Saputra: Jakarta.


Maramis W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press:

Surabaya.
Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai