CHIKUNGUNYA
Oleh:
Kharisma Setya H
G99141082
Asih Anggraini
G99141083
Pembimbing
2015HALAMAN PENGESAHAN
Referat Ilmu Penyakit Dalam dengan judul:
CHIKUNGUNYA
Oleh :
Kharisma Setya H
G99141082
Asih Anggraini
G99141083
Pembimbing,
BAB I
PENDAHULUAN
Demam chikungunya disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui
vektor yaitu nyamuk genus aedes, sehingga Chikungunya tergolong sebagai
Arthropodborne disease. Virus chikungunya ini merupakan alphavirus dari
keluarga Togaviridae. Chikungunya biasanya terjadi di daerah yang padat
penduduk dan yang beriklim tropis maupun subtropis. Chikungunya pertama
kali dilaporkan pada tahun 1952 penyebab wabah di Tanzania selatan.
Chikungunya berasal dari bahasa Makonde Tanzania berupa kata kerja berarti
"menjadi berkerut" atau "yang melengkung ke atas" yang menggambarkan
penampilan pada penderitanya yang terlihat membungkuk dengan nyeri sendi.
Penyakit ini biasanya juga disertai dengan demam tinggi mendadak, ruam
kulit. 1,2
Gejala chikungunya ditandai dengan demam tiba-tiba, sakit kepala,
mual, muntah, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi, gejala perdarahan seperti
epistaksis atau perdarahan gusi, dan ruam. Sendi dapat sakit sekali akan tetapi
biasanya berakhir tidak lama, dapat dalam beberapa hari atau minggu.
Sebagian besar pasien sembuh sendiri tanpa gejala sisa dan memperoleh
kekebalan terhadap virus, namun dalam beberapa kasus dapat menjadi kronis,
nyeri sendi dapat bertahan selama beberapa bulan, atau bahkan bertahun-tahun
dan dapat menimbulkan manifestasi berat seperti meningoencephalitis,
hepatitis fulminan, dan manifestasi pendarahan yang dapat mengancam jiwa.
Kultur virus merupakan gold standar untuk demam chikungunya. 3,4,5
Pengobatan demam chikungunya untuk saat ini dengan pengobatan
simtomatik dan suportif. Cara pencegahan dengan melakukan pendekatan
terbaik dengan penyuluhan terhadap masyarakat dan petugas kesehatan
masyarakat untuk mengendalikan vektor sehingga dapat mengontrol demam
Chikungunya. 6,7,8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
(Arthropod borne virus/ mosquito-borne virus). Virus Chikungunya termasuk
genus Alphavirus, famili Togaviridae.7
Nama chikungunya ini berasal dari kata kerja dasar bahasa Kimakonde
dan Swahili dari Tanzania dan Mozambique yang bermaksud membungkuk,
mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat
(arthralgia).8
B. Epidemiologi
Virus chikungunya pertama kali diidentifikasi di Tanzania, Afrika
Timur tahun 1952. Merebak pertama kali di Asia mulai di Bangkok, Thailand
tahun 1958. Sejak itu dilaporkan di Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmar,
Filiphina, dan Indonesia. Di Indonesia sendiri mulai merebak tahun 1972,
kemudian terjadi perebakan lagi di tahun 2001. Di Malaysia mulai tahun 1998
lalu merebak lagi tahun 2006. Di Singapura, walupun demam chikungunya
sudah endemis sejak tahun 1960, namun kasus yang terjadi tidak pernah
dilaporkan sampai akhir tahun 2006.8,9
Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan
tercatat pada tahun 1973 terjadi di Samarinda dan DKI Jakarta, KLB
Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim,
Aceh, Jawa Barat yang menyerang secara bersamaan pada penduduk di satu
kesatuan wilayah (RW/Desa ).7
Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di
pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di
Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun
belum
sempat
menetas
akan
menetas
ketika
habitat
dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan
kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia,
virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit.7
adalah
sindrom
arthralgik
berkepanjangan
yang
terutama
mempengaruhi sendi kecil perifer yang sangat sakit. Penyakit umumnya tidak
fatal dan fase akut menghilang dalam waktu 3-5 hari yang meninggalkan
sindrom arthralgik yang bertahan untuk beberapa waktu. 4,8
Isolasi virus
b.
c.
d.
10
G. Gejala Klinis
Gejala akut cikungunya yang paling sering dialami pasien adalah demam
diikuti nyeri sendi, sakit kepala, myalgia, rash, eritema, kelelahan, erupsi
makulopapular, meningoencephalitis, diare, gagal ginjal, gagal napas,
pericarditis, hepatitis dan hiperpigmentasi 14,15,16,17,18
1. Demam
Pada fase akut selama 2-3 hari selanjutnya dilanjutkan dengan
penurunan suhu tubuh selama 1-2 hari kemudian naik lagi membentuk
kurva Sadle back fever (Bifasik). Bisa disertai menggigil dan muka
kemerahan (flushed face). Pada beberapa penderita mengeluh nyeri di
belakang bola mata dan bisa terlihat mata kemerahan (conjunctival
injection).16,19
2. Sakit persendian
11
dapat bertahan selama beberapa minggu, bulan bahkan ada yang sampai
bertahan beberapa tahun sehingga dapat menyerupai Rheumatoid
Arthritis.17,19
3. Nyeri otot
Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama pada otot
penyangga berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu, dan
anggota gerak. Kadang kadang terjadi pembengkakan pada otot sekitar
sendi pergelangan kaki (achilles) atau sekitar mata kaki.20,21
4. Bercak kemerahan (rash) pada kulit
12
7. Gejala lain
Gejala lain yang kadang-kadang dapat timbul adalah kolaps pembuluh
darah kapiler dan pembesaran kelenjar getah bening.12,21
H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding penyakit Chikungunya yang paling mendekati adalah
Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue. 19,20
I. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosis perlu pemeriksaan laboratorium yang
dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu: Isolasi virus dari inokulasi
serum fase akut, pemeriksaan serologis dengan cara ELISA, pemeriksaan IgG
dan IgM dengan metode Immuno Fluorescent Assay (IFA), pemeriksaan
materi genetik dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), pemeriksaan
antibodi dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi (H.I Test) menggunakan serum
diambil pada masa akut ( hari ke 5 mulai demam ) dan serum konvalesen pada
minggu ke 2 sesudah demam serta sequencing.16
13
J. Penatalaksanaan
Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini penyakit
ini belum ada obat ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat simtomatis
dan suportif. 7,9,24,25,
1. Simtomatis
-
2. Suportif
14
Fisioterapi
Pengobatan simtomatik dapat diberikan Anti-inflamasi nonsteroid,
inhibitor
atau
menggunakan
AINS
dengan
penambahan
obat
15
16
dan pasien dapat mengalami depresi akibat gejala sisa yang diakibatkan
chikungunya.28
M. Pencegahan
Melihat masih ada kematian karena chikungunya yang dilaporkan dan
tiada pengobatan spesifik dan vaksin yang sesuai, maka upaya pencegahan
sangat dititik beratkan. Upaya ini lebih menjurus ke arah pemberantasan sarang
nyamuk penular dengan cara membasmi jentik nyamuk. Individu yang
menderita demam chikungunya ini sebaiknya diisolasi sehingga dapat dicegah
penularannya ke orang lain. Tindakan pencegahan gigitan nyamuk bisa
dilakukan dengan menggunakan obat nyamuk dan repelan tetapi pencegahan
yang sebaiknya berupa pemberantasan sarang nyamuk penular (PSN).12,13
Pendekatan alternatif untuk pengendalian penyakit virus melibatkan
penggunaan vaksin. Masih belum ada vaksin yang efektif untuk mencegah
penyakit. Sudah dicoba berbagai sediaan vaksin, seluruh persiapan virus tidak
aktif, vaksin hidup dilemahkan, protein rekombinan atau virus partikel, dan
vaksinasi DNA.14
1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
PSN ini bertujuan mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus sehingga penularan Chikungunya dapat dicegah atau
dibatasi. Sasaran bagi PSN ini adalah semua tempat perkembangbiakan
nyamuk penular Chikungunya seperti:
a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA).
c. Tempat penampungan air alamiah.
Keberhasilan kegiatan PSN Chikungunya antara lain dapat diukur
dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ 95% diharapkan
penularan Chikungunya dapat dicegah atau dikurangi.23,30
2.
Kimiawi (Larvasidasi)
Larvasidasi adalah pemberantasan jentik dengan menaburkan
bubuk larvasida.. Kegiatan larvasidasi bisa meliputi: 1. Larvasidasi
Selektif. Larvasidasi selektif adalah kegiatan pemeriksaan tempat
17
penampungan air (TPA) baik di dalam maupun di luar rumah pada seluruh
rumah dan bangunan di desa/kelurahan endemis dan sporadis serta
penaburan bubuk larvasida pada TPA yang ditemukan jentik dan
dilaksanakan 4 kali dalam 1 tahun (3 bulan sekali). Pelaksana larvasidasi
adalah kader yang telah dilatih oleh petugas Puskesmas. Tujuan larvasidasi
selektif adalah sebagai tindakan sweeping hasil penggerakan masyarakat
dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk. 2. Larvasidasi Massal. Larvasidasi
massal adalah penaburan bubuk larvasida secara serentak diseluruh
wilayah/daerah tertentu di semua tempat penampungan air baik terdapat
jentik maupun tidak ada jentik di seluruh bangunan termasuk rumah,
kantor-kantor dan sekolah. Kegiatan larvasidasi massal ini dilaksanakan di
lokasi terjadinya KLB Chikungunya. 13,28,29
3. Fisik
Pengendalian secara fisik ini dikenal dengan kegiatan 3M Plus
(Menguras, Menutup, Mengubur) yaitu :
a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi, drum dan lain-lain seminggu sekali (M1).
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air ,
tempayan dan lain-lain (M2).
c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3) (3M).12,15
18
BAB III
PENUTUP
Demam chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang
ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk genus aedes, sehingga Chikungunya
tergolong sebagai Arthropodborne disease. Virus chikungunya ini merupakan
alphavirus dari keluarga Togaviridae. Chikungunya biasanya terjadi di daerah
yang padat penduduk dan yang beriklim tropis maupun subtropis.
Gejala chikungunya ditandai dengan demam tiba-tiba, sakit kepala,
mual, muntah, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi, gejala perdarahan seperti
epistaksis atau perdarahan gusi, dan ruam. Sendi dapat sakit sekali akan tetapi
biasanya berakhir tidak lama, dapat dalam beberapa hari atau minggu. Kultur
virus merupakan gold standar untuk demam chikungunya.
Pengobatan demam chikungunya untuk saat ini dengan pengobatan
simtomatik dan suportif. Cara pencegahan dengan melakukan pendekatan
terbaik dengan penyuluhan terhadap masyarakat dan petugas kesehatan
masyarakat untuk mengendalikan vektor sehingga dapat mengontrol demam
Chikungunya.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Simon, Dhamel Thiberville. 2013. Chikungunya Fever: Epidemiology,
Clinical Syndrome, Pathogenesis and Therapy. Elseiver Inc.
2. Mohd Zim, et al. 2012. Chikungunya infection in Malaysia: Comparison with
dengue infection in adults and predictors of persistent arthralgia. Elseiver
Inc.
3. Julian T. Hertz, et al. 2012. Chikungunya and Dengue Fever Among
Hospitalized Febrile Patients in Northern Tanzania. The American Society of
Tropical Medicine and Hygiene.
4. Maurice Demanou, et al. 2010. Chikungunya outbreak in a rural area of
Western Cameroon in 2006: A retrospective serological and entomological
survey. BMC Research Notes.
5. Katherine B Gibney, et al. 2010. Chikungunya Fever in the United States: A
Fifteen Year Review of Cases. Oxford University.
6. Alladi Mohan, et al. 2010. Epidemiology, Clinical Manifestations, and
Diagnosis of Chikungunya fever: Lesson Learned from The Re-Emerging
Epidemic. Indian Journal of Dermatology.
7. Kementerian
Kesehatan
RI.
2012.
Pedoman
Pengendalian
Demam
20
dan
Astuti
EP
(2011).
Chikungunya:
Transmisi
dan
Chikungunya
fever: An
21
22