Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Puskesmas dilahirkan tahun 1968 ketika dilangsungkan Rapat Kerja Kesehatan

Nasional (Rakerkesnas) I di Jakarta, di mana dibicarakan upaya pengorganisasian


sistem pelayanan kesehatan di tanah air, karena pelayanan kesehatan tingkat pertama
pada waktu itu dirasakan kurang menguntungkan dan dari kegiatan-kegiatan seperti
BKIA, BP, dan P4M (Pencegahan, Pemberantasan, Pembasmian Penyakit Menular )
dan sebagainya masih berjalan sendiri-sendiri dan tidak saling berhubungan.
Melalui Rakerkesnas tersebut timbul gagasan untuk menyatukan semua pelayanan
tingkat pertama ke dalam suatu organisasi yang dipercaya dan diberi nama Pusat
Kesehatan Masyarakat(Puskesmas).
Pembangunan

kesehatan

mempunyai

visi

Indonesia

sehat

diantaranya

dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan oleh puskesmas dan rumah sakit. Selama
ini pemerintah telah membangun puskesmas dan jaringannya di seluruh Indonesia ratarata setiap kecamatan mempunyai 2 puskesmas, setiap 3 desa mempunyai 1
puskesmas pembantu. Puskesmas telah melaksanakan kegiatan dengan hasil yang
nyata, status kesehatan masyarakat makin meningkat, ditandai dengan makin
menurunnya angka kematian bayi, ibu, makin meningkatnya status gizi masyarakat dan
umur harapan hidup (Kepmenkes, 2004).
Puskesmas pada waktu itu di bedakan menjadi 4 macam yaitu :
1.

Puskesmas tingkat Desa

2.

Puskesmas tingkat Kecamatan

3.

Puskesmas tingkat Kawedanan

4.

Puskesmas tingkat Kabupaten

Pada rapat kesehatan rnasyarakat ke II 1969 pembagian puskesmas dibagi menjadi 3


kategori :
1.

Puskesmas tipe A dipimpin oleh dokter secara penuh


1

2.

Puskesmas tipe B dipimpin oleh dokter tidak secara penuh

3.

Puskesmas tipe C dipimpin oleh tng paramedik


Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang

bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disatu atau sebagian


wilayah kecamatan. Puskesmas sebagai upaya pelayanan kesehatan strata pertama
meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat dan
kegiatan yang dilakukan puskesmas, selain dari intern sendiri tetapi juga perlu peran
serta masyarakat dalam pengembangan kesehatan terutama dilingkungan masyarakat
yang sangat mendasar, sehingga pelayanan kesehatan dapat lebih berkembang.
1.2

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari PUSKESMAS ?


2. Apa fungsi dari PUSKESMAS ?
3. Apa tugas dari PUSKESMAS ?
4. Apa saja sarana dan prasarana yang ada di PUSKESMAS?
5. Bagaimana struktur organisasi yang ada di PUSKESMAS?
1.3

Tujuan Penulisan

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:


1. Mengetahui apa yang di maksud dengan PUSKESMAS.
2. Mengetahui fungsi dari PUSKESMAS.
3. Mengetahui tugas dari PUSKESMAS.
4. Mengetahui sarana dan prasarana yang ada di PUSKESMAS.
5. Mengetahui bagaimana struktur organisasi yang ada di PUSKESMAS.
1.4
Manfaat Penulisan
Dengan adanya makalah ini, baik penulis maupun pembaca dapat memperoleh
beberapa manfaat, yaitu :
1. Dapat mengetahui pengertian PUSKESMAS.
2. Dapat mengetahui fungsi dari PUSKESMAS.
3. Dapat mengetahui tugas dari PUSKESMAS.
4. Dapat sarana dan prasarana yang ada di PUSKESMAS.
5. Dapat mengetahui struktur organisasi yang ada di PUSKESMAS

BAB 2
2.1 PUSKESMAS
2.1.1 Definisi
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja.
1. Unit Pelaksana Teknis
Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD),
puskesmas

berperan

menyelenggarakan

sebagian

dari

tugas

teknis

operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana


tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
2. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang optimal.
3. Penanggung Jawab Penyelenggaraan
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan
kesehatan

di

wilayah

kabupaten/kota

adalah

Dinas

Kesehatan

Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggung jawab hanya sebagian


upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
4. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan,
tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas,
maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan
memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masingmasing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2.1.2 Visi
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan
Sehat adalah gambaran masayarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai
melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam
lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin
dicapai mencakup 4 indikator utama yakni :
1) Lingkungan sehat
2) Perilaku sehat
3) Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
4) Derajat kesehatan penduduk kecamatan
2.1.3 Misi
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional.
Misi tersebut adalah :
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang
diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan,
yakni pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di
wilayah kerjanya.
Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang
bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan,
melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk
hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
4

Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang


sesuai

dengan

standar

dan

memuaskan

masyarakat,

mengupayakan

pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan


dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat berserta lingkungannya.
Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah

dan

menyembuhkan

penyakit,

serta

memulihkan

kesehatan

perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat


tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan
kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai.
2.1.4 Tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarkan oleh puskesmas adalah
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas.
2.1.5 Fungsi
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di
wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan
kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak
kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah
kerjanya.
Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas
adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,
keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan,
5

dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat,
berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau
pelaksanaan program kesehatan.
Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan
dengan

memperhatikan

kondisi

dan

situasi,

khususnya

sosial

budaya

masyarakat setempat.
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi :
a. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi
(private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan
kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan
untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public
goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan,
pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan
kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program
kesehatan masyarakat lainnya.
2.1.6 Upaya
Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni
terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat,

yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama.
Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni :
A.

Upaya Kesehatan Wajib


Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi
untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus
diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya
kesehatan wajib tersebut adalah:
1. Upaya Promosi Kesehatan
i. PENGEMBANGAN DESA SIAGA :
a. Desa / Kelurahan Siaga yang terbentuk
b. Desa/Kelurahan Siaga Bina
c. Desa/Kelurahan Siaga Tumbuh
d. Desa/Kelurahan Siaga Kembang
e. Desa/Kelurahan Siaga Paripurna
f. Desa/Kelurahan Siaga Aktif

KRITERIA

PRATAMA

MADYA

PURNAMA

MANDIRI

Forum

Ada, tetapi

Berjalan, tetapi

Berjalan

Berjalan

Masyarakat

belum jalan

belum rutin

tri-wulan,

Bulan

Desa/Kelurahan
KPM / Kader

Sudah ada min.

setiap tri-wulan
Sudah ada 3-5

Sudah ada 6-8

Sudah

Kesehatan/

2 orang

orang

orang

orang atau lebih

Kader Tehnis
Kemudahan

Ya

Ya

Ya

Ya

Posyandu ya,

Posyandu &

Posyandu &

Posyandu &

UKBM

2 UKBM lainnya

3 UKBM lainnya

4 UKBM lainnya

aktif

aktif

aktif

setiap

setiap

ada

Akses
Pelayanan
Kesehatan
Posyandu
UKBM
Aktif

&

lainnya

lainnya

tidak aktif

Dukungan dana

Sudah ada dari

Sudah ada dari

Sudah ada dari

Sudah ada dari

untuk

pemerintah

pemerintah

pemerintah desa

pemerintah

dan

desa

kegiatan

kesehatan
desa

di

desa

dan

kelurahan

dan

desa

dan

kelurahan

kelurahan serta

kelurahan serta

serta

belum

satu

sumber

ada

sumber lainnya

sumber

lainnya

baik

masyarakat
ataupun

dua
lainnya

dan

kelurahan serta
dua

sumber

yaitu masyarakat

lainnya

dan dunia usaha

masyarakat dan

dunia

yaitu

dunia usaha

Peran

Ada peran aktif

usaha
Ada peran aktif

Ada peran aktif

Ada peran aktif

Masyarakat dan

masyarakat

masyarakat

masyarakat yang

masyarakat

Organisasi

namun

yang

didukung

yang

Kemasyarakata

ada peran aktif

peran aktif satu

n
Peraturan

ormas
Belum ada

Kepala
atau

tidak

Desa

didukung

peran

didukung

aktif dua ormas

peran aktif lebih

ormas
Ada, belum

Ada, sudah

dari dua ormas


Ada, sudah

direalisasikan

direalisasikan

direalisasikan

peraturan

Bupati/walikota
Pembinaan

Pembinaan

Pembinaan

Pembinaan

Pembinaan

PHBS

PHBS

PHBS

PHBS

PHBS

Rumah

Tangga

Kurang

dari 20% rumah

20%

tangga

tangga

ada

yang

minimal
rumah
yang

ada

40%

minimal
rumah

tangga yang ada

70%
tangga

minimal
rumah
yang

ada

ii. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PHBS


a. Pengkajian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Tatanan Rumah Tangga
Rumah Tangga Sehat (10 Indikator)
b. Intervensi dan Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada

Kelompok Rumah Tangga


Institusi Pendidikan (Sekolah)
Institusi Sarana Kesehatan
Institusi TTU
8

Institusi tempat kerja

iii. PENGEMBANGAN UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT


(UKBM)
a.

Jumlah Posyandu

b.

Posyandu Pratama

c.

Posyandu Madya

d.

Posyandu Purnama

e.

Posyandu Mandiri

INDIKATOR

PRATAMA (I)

MADYA (II)

PURNAMA (III)

MANDIRI (IV)

Jumlah Kader

<5

5 atau lebih

5 atau lebih

5 atau lebih

Frek. Timbang

< 8 kali/th

8 X atau lebih/th

8Xatau lebih/th

8 X atau lebih/th

Cakupan KIA

< 50%

< 50%

>50%

> 50%

Cakupan KB

< 50%

< 50%

>50%

> 50%

Cak. Imunisasi

< 50%

< 50%

> 50%

> 50%

Rerata D/S

< 50%

< 50%

> 50%

> 50%

Prog.Tambahan

Cak. Dana Sehat

< 50%

< 50%

< 50%

> 50%

2. Upaya Kesehatan Lingkungan


1. Penyehatan Air
a. Pengawasan Sarana Air Bersih ( SAB )
b. Sarana Air Bersih yang memenuhi syarat kesehatan
c. Jumlah KK yang memiliki akses terhadap SAB
2. Penyehatan Makanan dan Minuman
3. Penyehatan Perumahan dan Sanitasi Dasar
4. Pembinaan Tempat-Tempat Umum ( TTU )
5. Klinik Sanitasi
6. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ( STBM ) = Pemberdayaan Masyarakat
3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
1. Kesehatan Ibu
a. Pelayanan Kesehatan bagi Bumil sesuai standard, untuk kunjungan
lengkap (K4)
b. Drop out K1 - K4
c. Pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten
d. Pelayanan Nifas Lengkap sesuai standar
e. Pelayanan Maternal Risti/komplikasi yang ditangani
2. Kesehatan Bayi
a. Pelayanan Neonatal Risti/Komplikasi yang ditangani
b. Pelayanan Neonatal sesuai standar (KN lengkap)
c. Pelayanan Bayi Paripurna
3. Upaya Kesehatan Balita dan Anak Pra Sekolah
a. Pelayanan kesehatan anak Balita
b. Pelayanan kesehatan Anak Pra Sekolah
4. Upaya Kesehatan Anak Usia sekolah dan Remaja
a. Jumlah Murid yang dilakukan penjaringan kesehatannya
10

Murid kelas I SD/MI


Murid kelas VII SMP/MTs
Murid kelas X SMS/MA
b. Frekuensi pembinaan kesehatan disekolah
c. Jumlah kader yang dilatih tentang kesehatan
d. Cakupan pelayanan kesehatan remaja
5. Pelayanan Keluarga Berencana
a. Cakupan KB aktif (contraceptive prevalence rate/CPR)
b. Cakupan peserta KB baru
c. Cakupan KB Drop Out
d. Cakupan peserta KB mengalami komplikasi
e. Cakupan peserta KB yang mengalami kegagalan kontrasepsi
f. Cakupan peserta KB mengalami efek samping
4. Upaya Perbaikan Gizi
1. PELAYANAN GIZI MASYARAKAT
a. Pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi Pada Balita 2 kali per tahun
bayi 6 - 11 bl. mendapat Vit. A 100.000 SI 1x pertahun (capsule biru)
(Pebruari atau Agustus)
anak balita (1-4 tahun) mendapat Vit. A 200.000 SI 2x pertahun (capsule
merah) (Pebruari dan Agustus)
b. Pemberian tablet besi (90 tablet) pada Bumil
c. BUMIL KEK (ibu hamil dengan LILA < 23,5 cm )
2. PENANGANAN GANGGUAN GIZI
a. Balita Gizi buruk mendapat perawatan
b. MP-ASI Pada anak usia 6-24 bulan
c. Pemberian PMT Pemulihan balita gizi buruk
d. BALITA BAWAH GARIS MERAH
e. Cakupan Rumah Tangga yang mengkonsumsi garam beryodium
3. PEMANTAUAN STATUS
a. Desa bebas rawan gizi
11

b. Balita naik berat badannya (N/D)


c. Persentase Balita yang ditimbang berat badannya (D/S)
5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
1. Diare
a. Penemuan penderita Diare yang diobati di Puskesmas dan Kader
b. Penggunaan oralit
c. Penggunaan RL
d. Penderita diare balita yang diberi tablet Zinc
e. Case Fatality Rate KLB Diare
2. ISPA
a. Cakupan penemuan penderita Pnemonia balitaDPT + HB Combo 1
3. KUSTA
a. Penemuan Penderita Kusta Baru (Case Detection Rate)
b. Proporsi kasus kusta anak
c. Proporsi kasus kusta Tk II
d. Prevalensi Kusta (PR)
e. RFT Rate penderita PB
f. RFT Rate penderita MB
4. TB PARU
a. Penemuan suspect penderita TB
b. Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif diantara suspek TB
c. Angka keberhasilan pengobatan pasien baru BTA positif
d. Angka kesalahan Laboratorium ( untuk PPM & PRM )
5. Pencegahan dan penaggulangan PMS dan HIV / AIDS
a. Jumlah kegiatan penyuluhan HIV/AIDS di Puskesmas
b. Kelompok sasaran yang dijangkau
6. Demam Berdarah Dengue (DBD)
a. Insidens kasus DBD
b. Prosentase Penderita DBD ditangani
c. Case Fatality Rate Kasus (CDR) penyakit DBD
12

d. Angka Bebas Jentik ( ABJ )


e. Jumlah wilayah KLB DBD
7. MALARIA
a. Penderita klinis malaria yang dilakukan pemeriksaan Sediaan Darah (SD)
b. Penderita positif malaria yang diobati sesuai standar (ACT)
c. Penderita positif malaria yang di Follow up
8. Pencegahan dan Penangulangan Rabies*)
a. Cuci luka terhadap kasus gigitan Hewan Perantara Rabies
b. Vaksinasi terhadap kasus gigitan HPR yang berindikasi
9. Pelayanan Imunisasi*)
a. Imunisasi HB 0 - 7 hari pada bayi
b. Imunisasi BCG pada bayi
c. Imunisasi DPT/HB 1 pada bayi
d. Imunisasi DPT/HB 3 pada bayi
e. Imunisasi Campak pada bayi
f. Drop Out DPT /HB 1 - Campak
g. Drop Out DPT /HB 1 - DPT/HB 3
h. UCI Desa
i. Imunisasi DT pada anak kelas 1 SD
j. Imunisasi campak pada anak kelas 1 SD
k. Imunisasi TT pada anak SD kelas 2 dan 3
l. Imunisasi TT 5 pada WUS (15 - 45 tahun)
m. Pemantauan suhu lemari es vaksin
n. Ketersediaan vaksin
10. Pengamatan Penyakit (surveilance Epidemiologi)
a. Laporan STP (surveilan Terpadu Penyakit) yg tepat waktu
b. Kelengkapan Laporan STP (surveilan Terpadu Penyakit)
c. Laporan C1 (campak) yang tepat waktu
d. Kelengkapan Laporan C1 (campak)
e. Laporan W2 (mingguan)yang tepat waktu
f. Kelengkapan Laporan W2 (mingguan)
13

g. Grafik Penyakit Potensial wabah


h. Laporan KIPI Zero reporting
i. Desa/kel.yg mengalami KLB ditanggulangi < 24 jam
6. Upaya Pengobatan
1. Pengobatan
a. Visit rate (Jumlah kunjungan/jumlah penduduk)
b. CONTACT RATE
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hemoglobin pada ibu hamil
b. Pemeriksaan darah trombosit tersangka DBD
c. Pemeriksaan test kehamilan
d. Pemeriksaan sputum penderita tersangka TB
e. Pemeriksaan Protein Urine pada ibu hamil
B.

Upaya Kesehatan Pengembangan


Upaya Kesehatan Pengembangan Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang
disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan
dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni :
1. Upaya Kesehatan Sekolah
2. Upaya Kesehatan Olah Raga
3. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
4. Upaya Kesehatan Kerja
5. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
6. Upaya Kesehatan Jiwa
7. Upaya Kesehatan Mata
8. Upaya Kesehatan Usia Lanjut

Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional

Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan masyarakat serta upaya


pencatatan dan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini
14

merupakan pelayanan penunjang dari setiap upaya


pengembangan puskesmas.

wajib

dan upaya

Perawatan kesehatan masyarakat merupakan pelayanan penunjang, baik upaya


kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Apabila perawatan
kesehatan masyarakat menjadi permasalahan spesifik di daerah tersebut, maka
dapat dijadikan sebagai salah satu upaya kesehatan pengembangan.

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya inovasi,


yakni upaya lain di luar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan
kebutuhan.

Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah dalam rangka mempercepat
tercapainya visi puskesmas
UPAYA KESEHATAN INOVATIF
1. Ruang Bersalin
2. Poli Spesialis Anak
3. Poli Spesialis Kandungan
4. Poli Paru
5. Poli Anak
6. Mother Class
7. Klinik Gizi
8. Klinik DDTK
9. See and Treat
Azas penyelenggaraan
Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan
harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu.
Azas penyelenggaraan puskesmas tersebut dikembangkan dari ketiga fungsi
puskesmas.
Dasar pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap
fungsi puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya
kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan.
15

Azas penyelenggaraan puskesmas yang dimaksud adalah :


1. Azas pertanggungjawaban wilayah
Dalam arti puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk ini puskesmas harus melaksanakan
berbagai kegiatan, antara lain sebagai berikut:
a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan, sehingga
berwawasan kesehatan
b. Memantau dampak berbagai
masyarakat di wilayah kerjanya

upaya

pembangunan

terhadap

kesehatan

c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh


masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya
Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan
terjangkau di wilayah kerjanya
Diselenggarakannya upaya kesehatan strata pertama oleh puskesmas pembantu,
puskesmas keliling, bidan di desa serta berbagai upaya kesehatan di luar gedung
puskesmas lainnya (outreach activities) pada dasarnya merupakan realisasi dari
pelaksanaan azas pertanggungjawaban wilayah.
2. Azas pemberdayaan masyarakat
Dalam arti puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat,
agar
berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Untuk ini, berbagai
potensi masyarakat perlu dihimpun melalui pembentukkan Badan Penyantun
Puskesmas (BPP).
Beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas dalam rangka
pemberdayaan masyarakat antara lain:
a. Upaya kesehatan ibu dan anak: posyandu, polindes, Bina Keluarga Balita (BKB)
b. Upaya pengobatan: posyandu, Pos Obat Desa (POD)
c. Upaya perbaikan gizi: posyandu, panti pemulihan gizi, Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi)

16

d. Upaya kesehatan sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali
murid, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)
e. Upaya kesehatan lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa
Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)
f. Upaya kesehatan usia lanjut: posyandu usila, panti wreda
g. Upaya kesehatan kerja: Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
h. Upaya kesehatan jiwa: posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat
(TPKJM)
i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional: Taman Obat Keluarga (TOGA),
Pembinaan Pengobat Tradisional (Battra)
j. Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan (inovatif): dana sehat, Tabungan Ibu
Bersalin (Tabulin), mobilisasi dana keagamaan

3. Azas keterpaduan
Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang optimal,
penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika
mungkin sejak dari tahap perencanaan. Ada dua macam keterpaduan, yakni :
a. Keterpaduan lintas program
Upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi
tanggungjawab puskesmas. Contoh keterpaduan lintas program antara lain :
1. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS): keterpaduan KIA dengan P2M, gizi,
promosi kesehatan, pengobatan
2. Upaya Kesehatan Sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan lingkungan dengan
promosi kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja
dan kesehatan jiwa
3. Puskesmas keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi
kesehatan, kesehatan gigi
4. Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, gizi P2M, kesehatan jiwa, promosi
kesehatan
b. Keterpaduan lintas sektor
upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan
inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk
17

organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektor antara
lain:
1. Upaya Kesehatan Sekolah: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, pendidikan, agama
2. Upaya promosi kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian
3. Upaya kesehatan ibu dan anak: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, PLKB
4. Upaya perbaikan gizi: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala
desa, pertanian, pendidikan, agama, koperasi, dunia usaha, PKK, PLKB
5. Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan
dengan camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, koperasi, dunia usaha,
organisasi kemasyarakatan
6. Upaya kesehatan kerja: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, tenaga kerja, dunia usaha.
7. Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki
oleh puskesmas terbatas.
8. Padahal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai
permasalahan kesehatannya. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan
berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi,
maka penyelenggaraan setiap upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan
inovasi) harus ditopang oleh azas rujukan.
9. Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit
atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara
vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horisontal dalam arti antar sarana
pelayanan kesehatan yang sama.
Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas ada dua
macam rujukan yang dikenal, yakni :
a. Rujukan upaya kesehatan perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila
suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka
puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih
mampu (baik horisontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien paska rawat inap yang
hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk ke puskesmas. Rujukan upaya
kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:

18

1) Rujukan kasus keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (biasanya


operasi) dan lain-lain.
2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang
lebih lengkap.
3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih
kompeten untuk melakukan bimbingan kepada tenaga puskesmas dan ataupun
menyelenggarakan pelayanan medik di puskesmas.
4) b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat
5) Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan
masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan, dan bencana
6) Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu
puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib
dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah
menjadi
7) kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi
masalah kesehatan masyarakat, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
8) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging,
peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan
obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan bahan makanan
9) Rujukan tenaga antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyelidikan kejadian
luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan, penanggulangan
gangguan kesehatan karena bencana alam.
10)Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya masalah kesehatan
masyarakat dan tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat
dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (antara lain Upaya
Kesehatan Sekolah, Upaya Kesehatan Kerja, Upaya Kesehatan Jiwa,
pemeriksaan contoh air bersih) kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Rujukan operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu.

2.2 METODE PENELITIAN


2.2.1 Penelitian Epidemiologi
Menurut sejarah perkembangan, epidemiologi dibedakan atas :

19

1. Epidemiologi klasik : terutama mempelajari tentang penyakit menular wabah serta


terjadinya penyakit menurut konsep epidemiologi klasik.
Epidemiologi klasik terutama mempelajari tentang penyakit menular wabah serta
terjadinya penyakit menurut konsep epidemiologi klasik. Wabah merupakan kejadian
berjangkitnya suatu penyakit dalam masyarakat dengan jumlah penderita meningkat
secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu,
serta dapat menimbulkan malapetaka.
Wade Hampton Frost (1972), mendefinisikan epidemiologi sebagai suatu
pengetahuan tentang fenomena missal penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah
penyakit menular. Di sini tampak bahwa pada waktu itu penekanan perhatian
epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang mengenai
masyarakat.
Greenwood (1934), mengemukakan batasan epidemiologi yang lebih luas di
mana dikatakan bahwa epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan segala macam
kejadian yang mengenai kelompok penduduk. Pengertian ini yang kemudian menjadi
dasar berkembangnya epidemiologi klasik yang disempurnakan ke dalam cakupan
yang lebih luas lagi pada epidemiologi modern.
2. Epidemiologi modern merupakan sekumpulan konsep yang digunakan dalam studi
epidemiologi yang terutama bersifat analitik, selain untuk penyakit menular wabah
dapat diterapkan juga untuk penyakit menular bukan wabah, penyakit tidak menular
serta masalah-masalah kesehatan lainnya.
Menurut bidang penerapannya, epidemiologi modern dibagi atas:
a. Epidemiologi lapangan
b. Epidemiologi komunitas
c. Epidemiologi klinik
Ruang lingkup epidemiologi lapangan & komunitas :
FENOMENA
Status kesehatan & fisiologi
Penyakit & kematian
20

Perilaku yang berhubungan dengan kesehatan


Determinan dari masing-masing tersebut diatas
Program intervensi dari masing-masing tersebut diatas
PENDUDUK
Karakteristik kelompok, misal: usia, jenis kelamin, dan kebudayaan
Karateristik perilaku
Faktor-faktor resiko dalam kelompok penduduk
Keadaan lingkungan
Ruang lingkup epidemiologi klinik
PERISTIWA
Populasi beresiko
Faktor resiko (rokok <--> usia)
Awitan penyakit
Diagnosis: gejala dan tanda, foto Ro toraks, sitologi sputum, biopsi
Terapi
Hasil akhir (kematian, penyakit, kesembuhan)
Secara sederhana, studi epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kelompok
sebagai berikut :
1. Epidemiologi deskriptif, yaitu suatu penelitian yang tujuan utamanya melakukan
eksplorasi diskriptif terhadap fenomena kesehatam masyarakat yang berupa risiko
ataupun efek. Epidemiologi deskriptif adalah cabang epidemiologi yang mempelajari
tentang kejadian dan distribusi penyakit. Distribusi penyakit dikelompokkan menurut
faktor

orang

(who),

tempat

(where),

dan

waktu

(when).

Karakteristik orang dapat dibedakan lagi menjadi faktor usia, jenis kelamin, golongan
etnik, status perkawinan, pekerjaan, status sosial ekonomi, dan agama. Tujuan dari
epidemiologi deskriptif ialah untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah
kesehatan sehingga dapat diduga kelompok mana di masyarakat yang paling banyak
terserang. Faktor usia merupakan variable yang harus diperhitungkan dalam studi
epidemiologi. Faktor usia berhubungan dengan rasio morbiditas dan rasio mortalitas
dari suatu populasi. Hubungan faktor usia dengan mortalitas secara umum dapat
21

dikatakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain faktor penyebab penyakit, pengalaman terpapar penyakit,
pekerjaan, kebiasaan hidup, dan adanya perubahan dalam kekebalan tubuh.
Sedangkan hubungan faktor usia dengan morbiditas terletak pada frekuensi penyakit,
dan berat-ringannya suatu penyakit. Selain berhubungan dengan mortalitas dan
morbiditas suatu penyakit, faktor usia juga berhubungan dengan tipe, kegawatan, dan
bentuk klinis dari suatu penyakit. Faktor jenis kelamin dapat mempengaruhi distribusi
masalah kesehatan. Beberapa penyakit dilihat dari frekuensinya dapat berbeda antara
pria dan wanita. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan pekerjaan, kebiasaan hidup,
genetika, dan kondisi fisiologis. Contoh penyakit yang hanya menyerang wanita :
karsinoma uterus, karsinoma mamae, karsinoma serviks, kista ovarii, dan adneksitis.
Contoh penyakit yang hanya menyerang pria : karsinoma penis, orsitis, hipertrofi
prostat, dan karsinoma prostat.
Faktor golongan etnik adalah sekelompok manusia dalam suatu populasi yang
memiliki kebiasaan hidup atau sifat biologis dan genetis yang sama. Golongan etnik
dibedakan atas ras, dan etnik atau suku bangsa. Pengelompokan menurut ras lebih
didasarkan pada warna kulit dan bentuk tubuh. Dikenal 3 ras utama, yakni caucasoid,
negroid, dan mongoloid. Adanya penyakit tertentu yang secara genetik berhubungan
dengan ras yaitu sicle cell anemia. Sedangkan pengelompokan dalam suku bangsa
(etnik) didasarkan pada tempat tinggal, adat istiadat, kebiasaan hidup, keadaan sosial
ekonomi, maupun susunan makanannya. Timbulnya perbedaan frekuensi penyakit atau
kematian mungkin disebabkan oleh hal-hal tersebut. Contohnya adalah perbedaan
pengalaman penyakit malaria ataupun filaria bagi penduduk Jawa dan Irian Jaya.
2. Epidemiologi analitik yaitu penelitian ini mencoba untuk menggali bagaimana dan
mengapa fenomena kesehatan dapat terjadi yaitu dengan melakukan analisis
hubungan antar fenomena, baik antara faktor risiko dengan efek, antar faktor risiko,
maupun antar efek, terdiri dari :
a. Non eksperimental (Observasi) adalah suatu penelitian dimana pengamatan
terhadap fenomena kesehatan dilakukan dalam keadaan apa adanya tanpa intervensi
peneliti.
22

b. Eksperimental adalah suatu penelitian dimana pengamatan terhadap


fenomena kesehatan dilakukan dalam keadaan apa adanya tanpa intervensi peneliti.
2.2.2 CASE CONTROL
DEFINISI
Yaitu rancangan penelitian epidemiologi yang mempelajari hubungan antara
paparan
(faktor penelitian) dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan
kelompok kontrol berdasarkan status paparannya .
CIRI-CIRI
Pemilihan subyek berdasarkan status penyakit, untuk kemudian dilakukan
pengamatan apakah subyek mempunyai riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak .
Contoh aplikasi desain :
-

Pada penelitian hubungan antara CA payudara dan penggunaan kontrasepsi oral


(OC) pada rumah sakit X pada periode tahun 2008.

Maka kasus adalah jumlah kasus baru CA payudara di RS X selama tahun


2008 dan kontrol semua pasien non kanker dalam jumlah yang sama dari RS X.
Selanjutnya kita akan melihat melihat berapa orang yang terpapar dan berapa orang
yang tidak terpapar kontrasepsi oral pada kelompok kasus dan kontrol pada periode
tahun 2008 tersebut. Jika kasus secara bermakna lebih banyak menggunakan OC
dibanding kontrol atau menggunakan menggunakan OC lebih lama dengan dosis
astrogen yang tinggi ketimbang non kasus , maka kita bisa menyimpulkan ada
pengaruh buruk dari OC sehingga kita sampai pada kesimpulan pemakaian OC
memperbesar kemungkinan untuk mengalami CA paru. Sebaliknya jika pada kelompok
kasus dan kontrol menunjukkan adanya distribusi pemakaian OC yang sama, maka kita
bisa menyimpulkan tidak dapat pengaruh OC terhadap kejadian CA payudara.

23

SKEMA CASE CONTROL

KARAKTERISTIK
1. Merupakan penelitian observasional yang bersifat retrospektif
2. Penelitian diawali dengan kelompok kasus dan kelompok kontrol
3. Kelompok kontrol digunakan untuk memperkuat ada tidaknya hubungan sebabakibat
4. Terdapat hipotesis spesifik yang akan diuji secara statistik
5. Kelompok kontrol mempunyai risiko terpajan yang sama dengan kelompok kasus
6. Pada penelitian kasus-kontrol, yang dibandingkan ialah pengalaman terpajan
oleh faktor risiko antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol
7. Penghitungan besarnya risiko relatif hanya melalui perkiraan melalui perhitungan
odds ratio
LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
1. Merumuskan pertanyaan penelitian & hipotesis
2. Mengidentifikasi variabel penelitian
3. Menentukan kriteria kasus & kontrol
4. Menentukan populasi terjangkau & sampel, & cara untuk pemilihan subyek
penelitian
24

5. Melakukan pengukuran variabel


6. Menganalisis data
KEUNTUNGAN
1. Sifatnya relatif murah dan mudah
2. Cocok untuk penyakit dengan periode laten yang panjang
3. Tepat untuk meneliti penyakit langka
4. Dapat meneliti pengaruh sejumlah paparan terhadap penyakit
KELEMAHAN
1. Alur metodologi inferensi kausal yang bertentangan dengan logika NORMAL
2. Rawan terhadap bias
3. Tidak cocok untuk paparan langka
4. Tidak dapat menghitung laju insidensi
5. Validasi informasi yang diperoleh sulit dilakukan
6. Kelompok kasus dan kontrol dipilih dari dua populasi yang terpisah
KRITERIA PEMILIHAN KASUS
1. Kriteria Diagnosis dan kriteria inklusi harus dibuat dengan jelas
2. Populasi sumber kasus dapat berasal dari rumah sakit atau populasi/masyarakat
KRITERIA PEMILIHAN KONTROL
1. Mempunyai potensi terpajan oleh faktor risiko yang sama dengan kelompok
kasus
2. Tidak menderita penyakit yang diteliti
3. Bersedia ikut dalam penelitian
ANALISA DATA
Perhitungan ODD Ratio (OR)
case control
A

Exposure + a+b
Exposure
a+c

c+d
b+d

25


ODD RATIO
ODD RATIO (OR) = a.d
b.c
2.2.3 KOHORT
DEFINISI
Adalah

rancangan

penelitian

epidemiologi

analitik

observasional

yang

mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit, dengan cara membandingkan


kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar berdasarkan status penyakit .
CIRI-CIRI
Pemilihan

subyek

berdasarkan

status

paparannya,

kemudian

dilakukan

pengamatan dan pencatatan apakah subyek mengalami outcome yang diamati atau
tidak. Bisa bersifat retrospektif atau prospektif .

26

SKEMA KOHOR
KARAKTERISTIK
1. Bersifat observasional
2. Pengamatan dilakukan dari sebab ke akibat
3. Disebut sebagai studi insidens
4. Terdapat kelompok kontrol
5. Terdapat hipotesis spesifik
6. Dapat bersifat prospektif ataupun retrospektif
7. Untuk kohor retrospektif, sumber datanya menggunakan data sekunder
LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN KOHORT
1. Merumuskan pertanyaan penelitian
2. Menentukan kohort
3. Memilih kelompok kontrol
4. Mengidentifikasi variabel penelitian
5. Mengamati timbulnya efek
6. Menganalisis hasil

27

KEUNTUNGAN
1. Kesesuaian dengan logika normal dalam membuat inferensi kausal
2. Dapat menghitung laju insidensi
3. Untuk meneliti paparan langka
4. Dapat mempelajari beberapa akibat dari suatu paparan
KELEMAHAN
1. Lebih mahal dan butuh waktu lama
2. Pada kohort retrospektif, butuh data sekunder yang lengkap dan handal
3. Tidak efisien dan tidak praktis untuk kasus penyakit langka
4. Risiko untuk hilangnya subyek selama penelitian, karena migrasi, partisipasi
rendah atau meninggal
Contoh aplikasi desain :
-Pada penelitian yang ingin membuktikan adanya hubungan antara CA Paru dengan
merokok (Risiko) dengan pendekatan prospektif maka kita akan :
-Menentukan populasi dan sampel penelitian semua pria dengan umur antara 40 50
tahun baik yang merokok maupun tidak merokok pada suatu wilayah atau tempat
tertentu.
-Mengidentifikasi orang yang merokok

dan

yang

tidak

merokok

dengan

perbandingan jumlah yang sama.


-Mengamati effek pada kelompok yang merokok dan kelompok orang yang tidak
merokok sampai pada periode waktu tertentu misal 10 tahun.,
-Membandingkan proporsi orang-orang yang menderita CA paru dan orang-orang yang
tidak menderita CA paru baik pada kelompok perokok (kasus) maupun pada kelompok
tidak perokok (kontrol).
SUMBER KELOMPOK TERPAPAR
Populasi umum, untuk keadaan berikut:
1. Prevalensi paparan pada populasi cukup tinggi
2. Mempunyai batas geografik yang jelas
3. Secara demografik stabil
28

4. Ketersediaan catatan demografik yang lengkap dan up to date


Populasi khusus, untuk keadaan berikut:
1. Prevalensi paparan dan kejadian penyakit pada populasi umum rendah
2. Kemudahan untuk memperoleh informasi yang akurat dan pengamatan yang
lebih terkontrol
SUMBER KELOMPOK TAK TERPAPAR
A. POPULASI UMUM
B. POPULASI KHUSUS
Bisa dipilih dari populasi yang sama atau bukan dengan populasi terpapar
ANALISA DATA
Terpapar

Tidak

rokok

Terpapar

rokok

Ca A

Paru(+)
Ca

Paru(-)

RELATIVE RISK
RISIKO RELATIF (RR) = a/(a+b)
c/(c+d)

2.2.4 CROSS-SECTIONAL
DEFINISI
adalah rancangan studi epid yg memepelajari hub penyakit dan paparan (faktor
penelitian) dengan cara mengamatistatus paparan dan penyakit dalam waktu serentak
pada individu2 dari populasi tunggal, pada satu saat atau tahun yg sama.

29

CIRI-CIRI
1.

Mendeskripsikan penelitian

2.

Penelitian ini tdk terdapat kelompok pembanding

3.

Hubungan sebab akibat hanya merupakan sebab-akibat

4.

Penelitian ini m,menghasilkan hipotesis

5.

Merupakan penelitian pendahuluan dari penelitian analitis

KELEBIHAN
1. Dapat dilakukan dengan hanya sekali pengamatan
2. Berguna untuk informasi perencanaan
3. Untuk mengamati kemungkinan hub berbagai variabel yg ada. Dapat meneliti
sekaligus banyak variabel
4. Terutama: memungkinkan penggunaan populasi masyarakat umum, tdk hanya
yg berobat, hingga generalisasinya cukup memadai
5. Relatif mudah, murah, cepat
6. Dpt dimasukkan ke dalam tahapan pertama studi kohort/eksperimen, tanpa/
sedikit sekali menambah biaya
KEKURANGAN
1. Tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan yg terjadi dengan
berjalannya waktu.
2. Informasi yg diperoleh tidak mendalam sehingga sering kali masalah kesehatan
yg dicari tdk diperoleh
3. Sulit menentukan sebab akibat (temporal relationship tdk jelas)
4. Menjaring subyek yang durasi sakit panjang (prevalens), bila cepat sembuh/
meninggal sulit ditentukan
5. Subjek besar, terutama bila varaibel banyak
6. Tdk menggambarkan perjalanan penyakit, insidens, prognosis
7. Tdk praktis utk kasus yg sangat jarang
8. Mungkin terjadi bias prevalens / insidens
Contoh aplikasi desain :
30

Pada Penelitian Paparan auramin di pabrik zat pewarna dan kanker buli-buli
Populasinya adalah semua pekerja pada pabrik zat pewarna (pekerjaan A) dan semua
pekerja pada bukan pabrik zat pewarna (pekerjaan B). Cara pengambilan data yaitu
dengan memeriksa

secara bersamaan paparan auramin pada pekerjaan A dan

Pekerjaan B. Selanjutnya kita akan melihat pada pekerjaan A orang yang sakit dan
terpapar auramin, orang tidak sakit dan tidak terpapar auramin dan pada pekerjaan B
orang yang sakit dan tidak terpapar auramin dan orang yang tidak sakit serta tidak
terpapar auramin.
SKEMA STUDY CROSS SECTIONAL

TABEL PENGAMATAN

D+

D-

E+

a+b

E-

c+d

Membandingkan Prevalens efek pada kelompok E+ dgn kelompok E31

Rasio Prevalens (RP) = a/(a+b) : c/(c+d)

INTERPRETASI HASIL

1.

RP > 1
V.I. merupakan faktor risiko

2.

RP < 1
V.I. mengurangi risiko terjadinya efek

3.

RP = 1
V.I. yang diduga merupakan faktor risiko terjadinya efek, justru tidak berpengaruh

Catatan:
Bila 95% Confidence Interval dari PR melalui nilai 1 (mis. 0,762,3), VI tdk
berpengaruh terhadap VD
LANGKAH-LANGKAH UNTUK PENDEKATAN CROSS-SECTIONAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Identifikasi dan perumusan masalah


Menentukan tujuan penelitian
Menentukan lokasi dan populasi studi
Menentukan cara dan besar sampel
Memberikan definisi operasional
Menentukan variabel yang akan diukur
Menyusun instrumen pengumpulan data
Rencana analisis

32

DAFTAR PUSTAKA
Djuari L.2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 128 / MENKES / SK / II / 2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.
Richwanto. 2010. Desain Penelitian. http://richwanto.blogspot.com/2010/11/desainpenelitian.html
Zainudin D. 2013. CASE CONTROL, KOHORT, CROSS-SECTIONAL dan TABEL
ANALISIS. http://dinazainuddin.blogspot.com/2013/01/case-control-kohortcross-sectional-dan.html

33

Anda mungkin juga menyukai