Anda di halaman 1dari 2

Suara Petani: Tuku Larang, Adol Murah!

Author : Abdullah Al Muzammi,.S.Kom


web blog : http://logsabdullah.blogspot.com
Email : muzammi06@gmail.com

Tulisan ini penulis sajikan sebagai bentuk documentasi penulis saat melakukan
PKL(Praktik Kuliah Lapangan) dari Sekolah Politik Kerakyatan KiBaR(Komunitas
Indonesia Baru) yang kali ini bertempat di Nglambur Desaa sidoharjo kec. Samigaluh
Kab. Kulonprogo Sekolah yang didirikan oleh beliau H. Ahmad Hanafi Rais ini pada
Praktik Kuliah lapangan angkatan II kali ini di acara penutupan di hadiri oleh wakil
bupati kulonprogo Drs. H. SUTEDJO dan bapak H.Ahmad Hanafi Rais SIP.MPP beliau
selaku pewakilan anak didik beliau SPK KIBAR serta kepala dukuh, Rt/rw dan pengurus
desa setempat. Ada pun tulisan mengenai penutupan penulis akan coba tulis di
ketulisan kedua nanti. Tulisan berikut ini ini ialah gambarkan umum dari epologi
keadaan masyarakat sekitar, dengan sumber informasi dari warga setempat dan hasil
dari bincang-bincang kecil dengan Induk Semang(rumah warga tempat kami dititipkan
mengingap selama PKL) kami. dalam tulisn ini penulis akan menguraikan sudut padang
penulis tentang sudut ekonomi warga.
Sudut Ekonomi :
Bisa dibilang 80% warga sudah memiliki tempat tinggal permanen, rata-rata memiliki
perkebunan yang cukup menunjang prekonomian warga. Dalam satu RW(rukun
tetangga) terdapat 4 RT, secara garis besar jiwa social masyarakat sangat tinggi. Contoh
saja Rumah pak sabari di bangun atas dasar gotong royong, dengan bantuan bara
warga dan tetangga rumah beliaupun jadi dalam 1 bulan.
Kesulitan petani rata-rata dimanapun hampir bisa dibilang sama. Pertama para petani
kita mempunyai hasil tani, perkebunan dan sandang pangan lain dengan jumlah dan
kuliatas yang baik. Hanya saja kembali ke pasar, harga pasar sering memanipolitik
harga. Bapak subari sedikit bercerita tentang harga jual hasil kebun seperti salak, jahe,
tela yang sering di berikan kepada bakulan yang sering datang kerumah-rumah di jual
dengan harga renda. Sebut saja harga salak 1 kilo kalau kita beli di tempat eceran bisa

7 ribu sampai 8 ribu dengan kualiatas yang saya temukan di perkebunan salah
beberapa tetangga bapak sabari, dan para bakul membeli 1 kilo salak bisa dengan
harga Rp.2500 sampai 3000 dan 4000. Dan setelah sampai penjual ke pembeli harga
bisa 2x lipat dari harga petani, ini merupakan kondisi dimana petani sering
mengeluhakan dengan ucapan Tuku Larang , Adol Murah artinya kondisi harga
pembeli petani jauh dari harga jual yang di alami.
Kondisi ini ialah salah satu dilemma petani secara menyeluruh, butuh peran lembang
pemerintah dan lemaga swasta memikirkan solusi ini, mungkin kita perlu belajar dari
irlandia, jerma atau Negara paman sam Amerika dan jerman. Dimana mereka benarbenar mengelola dan mengontrol harga yang berpihak ke para pentani. Dimana harga
pasar tidak langsung di lepas ke tangan independen atau swasta tertentu melain kan
membentuk lembaga koperasi yang mampu menampung dan mendistribusikan hasilhasil petani ke pasar dengan harga yang benar-benar menyesuiakan dengan harga beli
masyarakat secara luas.
Jangan sampai petani kita atau profesi sebagai petani merupakan profesi tukang gali
kubur. Dan generasi penerus petani tidak terputus karena alasan bertani ialah
pekerjaan kotor , kasar dan menjijikan. Pagi ini penulis belajar bagaimana rasanya
ngarit(bahasa jawa) atau mencari makan buat kambing dan sapi merasakan bahwa
profesi ini membuat bapak sabari nyaman, tenang dan senang itu karena beliau
mencintai profesinya. Kita harus banyak belajar dari petani selaku rakyat kecil sperti
tema PKL kali ini kembali kerakyat dan mengerti aktiftias dan kebutuhan rakyat.

Anda mungkin juga menyukai