Anda di halaman 1dari 12

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada umumnya semua makhluk hidup punya naluri untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya, dengan cara memenuhi kebutuhan makanan dan berkembang
biak. Berbeda dengan manusia yang dapat mengkondisikan tersedianya makanan yang
cukup dan tempat tinggal yang tetap, tidak demikian dengan hewan. Hewan harus terus
mencari tempat yang cocok untuk mendapatkan itu. Upaya mereka adalah dengan
berpindah atau migrasi. Hewan yang dikenal melakukan migrasi adalah jenis serangga,
burung dan ikan.
Salah satu segi terpenting pada makhluk hidup adalah kemampuannya
berkembangbiak (reproduksi). Reproduksi pada makhluk hidup merupakan suatu proses
alam dalam usaha mempertahankan keturunan dan keberadaan jenisnya di alam. Ada dua
cara berbeda pada makhluk hidup dalam membentuk keturunan, yaitu reproduksi secara
seksual dan secara aseksual. Reproduksi seksual terjadi karena bertemunya gamet jantan
(sperma) dengan gamet betina (sel telur) dalam suatu proses pembuahan (fertilisasi),
sedangkan pada reproduksi aseksual, keturunan yang terbentuk tanpa melalui proses
pembuahan (KIMBALL 1994). Ikan merupakan salah satu makhluk hidup yang secara
umum bereproduksi secara seksual. Dalam proses reproduksinya, ikan mempunyai
tingkah laku dan tata cara yang berbeda-beda, mulai dari tingkah laku meminang dan
kawin, memijah, sampai penjagaan terhadap telur dan anak-anaknya. Pada tulisan ini,
diuraikan secara singkat mengenai tingkah laku reproduksi ikan tersebut.

II.

PEMBAHASAN

II.1Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya


Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain
yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan untuk eksistensi
hidup dan keturunannya. Ikan mengadakan migrasi dengan tujuan untuk pemijahan, mencari
makanan dan mencari daerah yang cocok untuk kelangsungan hidupnya. Migrasi ikan
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor eksternal (berupa faktor lingkungan yang secara
langsung atau tidak langsung berperan dalam migrasi ikan) maupun internal (faktor yang
terdapat dalam tubuh ikan). Faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi:
1. Faktor Eksternal

Bimbingan ikan yang lebih dewasa


Ikan mampu melakukan migrasi untuk kembali ke daerah asal karena adanya
bimbingan dari ikan yang lebih tua. Contoh: migrasi ikan herring Norwegia atau ikan
Cod laut Barents, ikan lebih tua cenderung tiba di tujuan lebih dulu dari pada ikan
muda.

Bau perairan
Ikan anadromous mampu bermigrasi ke daerah asal dengan melalui beberapa
cabang sungai, kemampuan memilih cabang sungai yang benar diduga dilakukan
dengan mengenali bau-bauan bahan organik yang terdapat dalam sungai. Contoh: Ikan
salmon mampu mengenali bau morpholine dengan konsentrasi 1 x 10-6ppm, jika suatu
cabang sungai diberi larutan morpholine, maka ikan salmon akan masuk ke cabang
sungai tadi. Hal ini menunjukkan bahwa ikan menggunakan indera pencium untuk
bermigrasi ke daerah asalnya.

Suhu
Fluktuasi suhu dan perubahan geografis merupakan faktor penting yang
merangsang dan menentukan pengkonsentrasian serta pengelompokkan ikan. Suhu
akan mempengaruhi proses metabolisme, aktifitas erakan tubuh dan berfungsi sebagai
stimulus saraf. Contoh: suhu permukaan yang disukai ikan cakalang berkisar 160260C, sedangkan suhu tinggi merupakan faktor penghambat bagi ikan salmon untuk
bermigrasi (pada suhu 240C tidak ada ikan salmon yang bermigrasi).

Salinitas
Ikan cenderung memilih medium dengan salinitas yang lebih sesuai dengan
tekanan osmotik tubuh mereka masing-masing. Perubahan salinitas akan merangsang
ikan untuk melakukan migrasi ke tempat yang memiliki salinitas yang sesuai dengan
tekanan osmotik tubuhnya. Contoh: Seriola qiuqueradiata menyukai medium dengan
salinitas 19 ppt, sedangkan ikan cakalang menyukai perairan dengan kadar salinitas
33-35 ppt.

Arus pasang surut


Arus akan mempengaruhi migrasi ikan melalui transport pasif telur ikan dan
juvenil dari daerah pemijahan menuju daerah asuhan dan mungkin berorientasi sebagai
arus yang berlawanan pada saat spesies dewasa bermigrasi dari daerah makanan
menuju ke daerah pemijahan. Ikan dewasa yang baru selesai memijah juga
memanfaatkan arus untuk kembali ke daerah makanan. Pasang surut di perairan
menyebabkan terjadinya arus di perairan yang disebut arus pasang dan arus surut.

Intensitas cahaya.
Perubahan intensitas cahaya sangat mempengaruhi pola penyebaran ikan, tetapi
respon ikan terhadap perubahan intensitas cahaya dipengaruhi oleh jenis ikan, suhu
dan tingkat kekeruhan perairan. Ikan mempunyai kecenderungan membentuk
kelompok kecil pada siang hari dan menyebar pada malam hari.

Musim
Musim akan mempengaruhi migrasi vertikal dan horisontal ikan, migrasi ini
kemungkinan dikontrol oleh suhu dan intensitas cahaya. Ikan pelagis dan ikan
demersal mengalami migrasi musiman horisontal, mereka biasanya menuju ke
perairan lebih dangkal atau dekat permukaan selama musim panas dan menuju
perairan lebih dalam pada musim dingin.

Matahari

Ikan-ikan pelagis yang bergerak pada lapisan permukaan yang jernih


kemungkinan besar menggunakan matahari sebagai kompas mereka, tetapi hal ini
mungkin tidak berlaku bagi ikan-ikan laut dalam yang melakukan migrasi akibat
pengaruh musim.
Pencemaran air limbah
Pencemaran air limbah akan mempengaruhi migrasi ikan, penambahan kualitas air
limbah dapat menyebabkan perubahan pola migrasi ikan ke bagian hulu
sungai.Contoh: ikan white catfish pada musim pemijahan banyak terdapat didaerah
muara, padahal biasanya ikan ini memijah di hulu sungai. Tetapi migrasi mereka
terhalang oleh air limbah di hulu sungai.

2. Faktor Internal

Kematangan gonad
Kematangan gonad diduga merupakan salah satu pendorong bagi ikan untuk
melakukan migrasi, meskipun bisa terjadi ikan-ikan tersebut melakukan migrasi
sebagai proses untuk melakukan pematangan gonad.

Kelenjar-kelenjar internal
Migrasi ikan Cod di laut Barent dikontrol oleh kelenjar tiroid yang berada di
kerongkongan, kelenjar tersebut aktif pada bulan September yang merupakan waktu
pemijahan ikan Cod. Insting Ikan mampu menemukan kembali daerah asal mereka

meskipun sebelumnya ikan tersebut menetas dan tumbuh di daerah yang sangat jauh
dari tempat asalnya dan belum pernah melewati daerah tersebut, kemampuan ini
diduga berasal dari faktor insting.

Aktifitas renang
Aktifitas renang ikan meningkat pada malam hari, kebanyakan ikan bertulang
rawan (elasmobranch) dan ikan bertulang keras (teleost) lebih aktif berenang pada
malam hari daripada di siang hari. Pola distribusi, migrasi, daya pulih dan daya
adaptasi ikan terhadap perubahan lingkungan merupakan landasan bagi upaya
pelestarian sumberdaya ikan. Informasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan
jumlah beban masukan bahan organik maupun inorganik ke suatu perairan agar tidak
melebihi daya adaptasi dan mengganggu siklus hidup suatu jenis ikan.

2.2 Pola Migrasi Ikan di Dunia


Dilaut, beberapa jenis ikan bermigrasi sepanjang tahun. Pada saat remaja mereka melakukan
migrasi dengan jarak meter hingga ribuan kilometer dan kembali lagi untuk bertelur. Secara
umum pola migrasi ikan dilaut dipengaruhi oleh arus dan oceanografi. Pola migrasi ikan laut
dapat dibedakan menjadi beberapa macam, berikut gomumu gambarkan 2 pola migrasi yang
paling penting untuk diketahui:
1. Oceanodromouse
Pola migrasi ini merupakan pola yang paling umum dijumpai pada beberapa jenis ikan di
lautan didunia. Ikan-ikan didunia hidup dan bermigrasi dilaut, tanpa melibatkan pengaruh
air tawar. Beberapa jenis ikan seperti ikan Herring ( Clupea harengus), Cod (Gadus
morhua), Tuna Putih (Germo alalunga), dan Tuna Merah (Thunnus thynnus) melakukan
migrasi ribuan kilometer dari lautan kelautan lainnya serta dari musim ke pergantian
musim lainnya.
2. Anadromous
Pola migrasi jenis-jenis ikan ini dilakukan dengan tujuan kebutuhan akan lingkungan
yang sesuai untuk proses perkembengan telur. Pola migrasi ini adalah ikan ditetaskan di
perairan tawar, hidup dilautan, dan bermigrasi ke perairan tawar untuk peneluran. Pola
migrasi ini dimainkan dengan peran adaptasi fisiologis (Osmoregulasi) yang sangat unik.
Dimana ikan-ikan tersebut harus bertahan dengan pergantian kadar garam yang drastis,
dari kondisi lingkungan berkadar garam tinggi (laut) ke daerah yang berkadar garam
rendah (sungai). Kemampuan adaptasi ini hanya bisa dimiliki oleh beberapa jenis ikan
dilautan. Jenis-jenis ikan yang memiliki kemampuan ini seperti ikan Salmon dan belut
dari genus Anguilla.
Selain 2 pola migrasi diatas ada beberapa pola migrasi lainnya seperti Potamodromous: menetas
dan bermigrasi di habitat air tawar. Contoh: redhorse sicklefin. Pola migrasi Amphidromous:
menetas di air tawar, kemudian hanyut ke laut sebagai larva sebelum bermigrasi kembali ke air
tawar untuk tumbuh menjadi dewasa dan bertelur. Contoh: Goby Sungai. dan pola migrasi
Catadrom: menetas di air asin, kemudian bermigrasi ke air tawar sebagai remaja di mana mereka
tumbuh menjadi orang dewasa sebelum bermigrasi kembali ke laut untuk bertelur. Contoh: Belut
Amerika.

Keuntungan Migrasi Ikan Bagi Nelayan Indonesia


Migrasi ikan didunia memiliki pola teratur yang dapat diprediksi oleh manusia. Nelayan
di Indonesia mengenal istilah musiman untuk berbagai jenis ikan dilautan. Pada bulan-bulan
tertentu banyak dijumpai jenis-jenis ikan tertentu dan dibulan-bulan lainnya dijumpai jenis ikan
lainnya. Salah satu jenis ikan laut yang bermigrasi jarak jauh adalah jenis ikan tuna. Kebanyakan
daerah tangkapan ikan tuna berada di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Di Indonesia,
habitat ikan tuna banyak ditemui di sisi selatan laut Pulau Jawa, hingga kawasan timur
Indonesia. Berbagai jenis ikan tuna seperti Bluefin, Tuna Sirip Kuning (yellowfin-Thunnus
albacares) dan ikan Tuna cakalang memiliki musim migrasi tertentu dan wilayah yang spesifik.
Puncak musim penangkapan ikan cakalang pada umumnya berkisar pada musim peralihan
(April-Juni).
Ancaman Migrasi Ikan
Populasi ikan sangat tergantung pada karakteristik habitat air yang mendukung semua
fungsi biologis. Ada beberapa ancaman yang dapat mengganggu bahkan memutus pola migrasi,
baik secara alami maupun karena aktivitas manusia . Beberapa ancaman dari aktivitas manusia
seperti pembuatan bendungan dan pintu air, PLTA, pengembangan perikanan intensif, hilangnya
habitat dan fragmentasi, serta over fishing dapat memutuskan migrasi ikan dan menurunkan
populasinya hingga ke angka terendah. Oleh karena itu, segala bentuk pembangunan haruslah
memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap kehidupan biota sedatail mungkin.
Penurunan populasi akibat terputusnya jalur migrasi ikan sehingga ikan tidak dapat melakukan
migrasi akan berdampak pada penurunan hasil tangkapan ikan. Siapa sekarang yang menuai
dampaknya? manusia lagi.

2.3 Pola Reproduksi Pada Ikan


Pola Reproduksi pada lkan
Pada mayoritas ikan, jantan dan betina merupakan individu yang terpisah, untuk
kemudian mereka harus bertemu atau bersama-sama pada masa kawin (reproduksi). Reproduksi
seksual pada ikan dibedakan menjadi dua macam, yaitu reproduksi secara internal dan
reproduksi secara eksternal. Pada reproduksi seksual secara internal, sperma individu jantan
membuahi sel telur di dalam tubuh individu betina. Sedangkan pada reproduksi secara eksternal.
sperma dilepaskan ke perairan bersamaan atau setelah betina melepaskan atau menempatkan
telur-telurnya ( PATENT 1976).
Pembuahan Internal
Pembuahan internal (di dalam tubuh) relatif jarang terjadi pada ikan. Beberapa modifikasi
pada tubuh ikan jantan diperlukan untuk mentransfer sperma ke dalam organ reproduksi betina.
Semua ikan bertulang rawan (Chondroichthyes). yaitu bangsa ikan cucut dan pari, mempunyai
pola reproduksi dengan pembuahan internal. Sirip perut pada ikan jantan telah dimodifkasi
menjadi lebih lancip dan bercelah, yang disebut dengan clasper, dan digunakan untuk
menyalurkan sperma selama kopulasi (pembuahan). Sedangkan pada ikan-ikan bertulang sejati
yang melakukan pembuahan secara internal, ikan jantan memodifikasi sirip anal menjadi lebih
panjang dan lancip, atau pada ujung saluran tempat sperma dilepaskan bentuknya membesar dan
berubah (PATENT 1976).
Pada pembuahan secara internal ini, kebanyakan telur-telur yang telah dibuahi di dalam
tubuh ikan betina tetap berada di dalam tubuh induknya hingga menetas. Telur-telur tersebut
mempunyai kuning telur yang cukup banyak sebagai cadangan makanan bagi embrio yang
sedang berkembang. Banyak ikan yang bereproduksi secara internal, membiarkan anak-anaknya
yang telah menetas tetap berada di dalam tubuh induknya untuk berkembang hingga menjadi
cukup besar dan kuat untuk dilahirkan. Dalam beberapa kasus, organ reproduksi pada ikan betina
dimodifikasi agar dapat memberikan zat-zat makanan pada embrio yang berkembang di dalam
tubuh induk. sementara tubuh embrio tersebut telah diadaptasikan untuk menerima dan
menggunakannya.
Contoh ikan bertulang sejati yang melakukan pembuahan secara internal dan melahirkan
anaknya adalah ikan Coelacanth, atau yang dikenal sebagai ikan fosil hidup. Jenis ikan
Coelacanth betina pernah ditemukan dengan lima ekor embrio yang sedang berkembang di
dalam ovariumnya. Tiap-tiap anak ikan tersebut memiliki kantung kuning telur di bawah
tubuhnya yang berfungsi sebagai sumber makanan (Gambar 1). Jenis ikan lain yang melakukan
pembuahan internal adalah ikan-ikan pada marga Lutjanus. Ikan-ikan ini bereprodoksi di
perairan dangkal. Pembuahan terjadi dengan amat cepat, dimana ikan jantan menyalurkan
sperma dan masuk ke dalam tubuh betina dengan cara membengkokkan tubuhnya sambil
digetarkan. Seekor ikan betina besar mampu membawa sekitar 20 ekor anak ikan di dalam
tubuhnya. Anak-anak ikan tersebut berkembang dengan menyerap makanan dari cairan dalam
ovarium. dan mereka telah dapat mencari makan di perairan hanya dalam waktu satu menit
setelah dilahirkan (PATENT 1976).

Gambar 1 Ikan Coelacanth muda dengan kantung kuning telur di bawah tubuhnya
(PATENT 1976).
Pembuahan secara Eksternal
Kebanyakan ikan laut, melakukan pembuahan secara eksternal. yaitu individu jantan dan
betinanya sama-sama melepaskan sperma dan sel telurnya di perairan. Telur-telur yang
dilepaskan ke perairan, ada yang mengapung di permukaan dan ada pula yang tenggelam di
dasar perairan. Banyak jenis ikan dasar dan ikan-ikan yang hidup di lautan terbuka melepaskan
telur dengan cara mengapungkannya di permukaan perairan. Telur-telur yang dilepaskan dengan
cara seperti ini cenderung berukuran kecil sehingga mudah untuk mengapung dan dikeluarkan
dari dalam tubuh induknya dalam jumlah yang cukup banyak, untuk kemudian mengapung
bersama-sama dengan plankton-plankton yang berukuran kecil. Sebagai contoh adalah ikan
Makarel Atlantik, ikan ini melepaskan sekitar 500.000 telur dalam satu tahun di permukaan
perairan. Sejak ikan betina berusia 4 tahun, mereka mengeluarkan sekitar 2 juta telur sepanjang
hidupnya. Contoh lain adalah pada kelompok ikan Acanthuridae, mereka biasa memijah dalam
kelompok-kelompok kecil dan berenang lebih ke arah permukaan. Telur-telurnya dibiarkan
mengapung di permukaan untuk kemudian menetas dan menjadi larva yang berbentuk
transparan dan hidup secara planktonik (PATENT 1976). Menurut WEBBER & THURMAN
(1991), telur-telur ikan laut umumnya berukuran kecil (diameter sekitar 1 mm), dan mempunyai
fekunditas yang tinggi (mencapai 1 juta telur tiap betina). Ketika menetas, berkembang sebagai
larva planktonik yang berbentuk transparan. Kebanyakan larva ikan ini mengkonsumsi larva
kopepoda (sta-dia nauplius) sebagai makananya.
Pada jenis ikan yang lain, mereka cenderung untuk menenggelamkan telurnya (meletakkan
di dasar perairan). Biasanya ikan-ikan yang hidup di perairan dangkal melakukan cara tersebut,
mereka meletakkan telur-telurnya di dasar perairan, ataupun di dalam sarang yang mereka buat.
Pada jenis-jenis ikan yang melakukan hal ini, ukuran telurnya cenderung lebih besar dan jumlah
telurnya lebih sedikit daripada telur-telur yang mengapung. Telur-telur ini mengandung lebih
banyak kuning telur untuk makanan embrio di dasar perairan. Ikan-ikan yang kemudian menetas,
tetap berada di dasar perairan yang dangkal dimana terdapat banyak makanan (PATENT 1976).
Metode dengan mengapungkan telur-telur cenderung lebih riskan dengan tingkat
keberhasilan untuk menetas dan berkembang hingga dewasa yang amat kecil karena banyaknya
faktor-faktor pembatas. Faktor-faktor pembatas itu antara lain adalah banyak telur yang
disebarkan tidak sempat dibuahi, beberapa telur rusak disebabkan oleh bakteri dan jamur, atau
termakan oleh organisme-organisme pemakan plankton. Telur-telur lain mungkin hanyut ke
perairan yang terlalu hangat ataupun terlalu dingin di luar kisaran normal bagi telur tersebut
untuk berkembang. Hal yang sama juga dapat terjadi pada ikan-ikan yang masih muda, mereka
harus bertahan hidup dari bahaya pemangsa yang banyak terdapat di laut. Pada ikan Makarel
Atlantik, tingkat kematian ikan-ikan muda amatlah tinggi, hanya sekitar satu persejuta yang
dapat tetap hidup hingga bereproduksi (PATENT 1976).
Tingkah Laku Meminang dan Kawin pada Ikan
Ikan mempunyai cara yang berbeda-beda dalam tingkah laku meminang (court-ship) dan
tingkah laku kawinnya (Mating). Dalam tingkah laku tersebut, ikan jantan dan betina dewasa
sama-sama melepaskan sperma dan telur melalui bermacam cara agar terjadi pembuahan dengan
tingkat keberhasilan yang tinggi. Selain dapat memberikan ketepatan waktu dalam pelepasan

sperma dan telur agar pembuahan dapat berhasil baik, tingkah laku meminang juga dapat
menjamin dua individu yang berpasangan tersebut berasal dari jenis yang sama. Individu jantan
dari setiap jenis ikan mempunyai tanda-tanda atau sinyal tersendiri yang hanya dimengerti oleh
betina dari jenisnya. Begitu pula ikan betina mempunyai sinyal-sinyal khusus yang hanya
dimengerti oleh individu jantannya (PATENT 1976).
Di alam sangat jarang terjadi perkawinan antara dua jenis ikan yang berbeda (Crossbreed).
Andaipun terjadi, embrio yang dihasilkan biasanya tidak berkembang dengan baik. Walaupun
dapat tumbuh hingga dewasa, individu tersebut biasanya menjadi individu yang steril (mandul)
dan tidak dapat berproduksi. Apabila seekor individu ikan berbuat kesalahan dengan melakukan
perkawinan dengan individu dari jenis lain, maka telur atau spermanya hanya akan terbuang
percuma. Oleh karena itu, jenis-jenis ikan yang hidup bersama di dalam lingkup area yang sama,
mempunyai tingkah laku meminang dan tingkah laku kawin yang berbeda-beda, sehingga
mereka hanya dapat melakukan perkawinan dengan pasangan dari jenis yang sama (PATENT
1976).
Biasanya individu jantan berperan aktif dalam tahap pinangan daripada individu betina.
Jantan harus dapat meyakinkan individu betina untuk dapat berpasangan dengannya, agar betina
tersebut dapat bekerja sama hingga proses pembuahan dapat berhasil. Pada ikan-ikan karang,
ikan jantan pada umumnya mempunyai warna yang mencolok dan lebih cerah daripada ikan
betina. Selain untuk menarik perhatian ikan betina, warna yang cerah pada ikan-ikan jantan juga
dapat memberikan kesempatan pada ikan jantan tersebut untuk mengenali betinanya, karena
umumnya ikan-ikan betina memiliki warna yang kusam dan corak tubuh yang kurang menarik
(PATENT 1976). Ikan jantan juga biasanya bergerak atraktif dan lincah seperti menari di sekitar
ikan betina untuk dapat menarik perhatiannya. Menurut ALLEN (1979), umumnya ikan-ikan
jantan dari suku Pomacanthidae memiliki tingkah laku meminang dengan cara berenang ke arah
permukaan lalu turun kembali sambil melakukan gerakan-gerakan tertentu untuk menarik
perhatian ikan betinanya.
Selama musim kawin, ikan-ikan jantan tersebut biasanya merubah dirinya dengan warnawarna yang lebih terang seperti merah, hijau atau biru (PATENT 1976). Tingkah laku merubah
warna (Breeding dress) ini dapat memberikan pesan-pesan tertentu, antara lain adalah memberi
tanda pada betina bahwajantan tersebut telah siap untuk kawin. Hal ini menandakan pula pada
ikan jantan lain bahwa ikan jantan tersebut telah siap untuk mempertahankan wilayahnya, karena
umumnya ikan-ikan jantan tersebut mulai membuat sarang pada musim kawin.
Biasanya ikan-ikan yang bergerak lincah mempunyai warna tubuh yang cerah. Sedangkan
ikan-ikan yang cenderung diam, ataupun yang berbentuk menakutkan, mempunyai warna yang
cenderung pucat. Selain warna, pada jenis ikan lain yang siap kawin mempunyai tanda-tanda
khusus, seperti bagian perut yang membengkak pada ikan betina karena penuh berisi telur, yang
juga dapat menarik minat ikan jantan. Jantan dan betina kadang juga mempunyai bentuk sirip
yang berbeda. Selain itu, tingkah laku ikan juga dapat membedakan jenis kelamin dan tingkat
kedewasaannya. Ikan betina yang siap kawin mempunyai tingkah laku yang berbeda dengan
ikan jantan ataupun ikan betina yang belum dewasa. Sebagai contoh adalah tingkah laku
menggerak-gerakan sirip yang dapat menunjukkan selera ikan tersebut. Pada ikan-ikan yang
bergerak lincah, ketika musim kawin cenderung untuk membentangkan sirip mereka lebar-lebar,
sebagai cara untuk berkomunikasi dengan yang lainnya (PATENT 1976).

Tingkah laku meminang dan penjagaan wilayah secara detail berbeda-beda dari tiap jenis
ikan teleostei. Tetapi secara umum mempunyai cara yang sama, yaitu umumnya ikan jantan
menentukan wilayah tertentu sebagai sarang dan daerah kekuasaannya selama masa reproduksi.
Fungsi sarang tersebut antara lain adalah mempermudah ikan betinanya menemukan
pasangannya dengan mendatangi daerah kekuasan ikan jantan tersebut. Daerah kekuasaan ikan
merupakan tempat perlindungan yang aman bagi betina untuk meletakkan telur-telurnya dan juga
untuk membesarkan anak-anaknya (PATENT 1976).
Di daerah kekuasaan tersebut, ikan jantan cenderung mempertahankan wilayahnya dari
ikan jantan lain ataupun jenis ikan yang lain. Apabila ada ikan jantan lain yang berenang
mendekat, maka ikan tersebut akan menyerangnya. Ada yang menggunakan cara dengan
menghampiri ikan yang mendatangi dengan mulut yang terbuka lebar-lebar atau sambil
membentangkan sirip-siripnya dengan tujuan untuk menakut-nakuti lawannya. Biasanya ikan
pendatang akan segera pergi, tetapi apabila tidak, maka akan terjadi perkelahian baik dengan
menggunakan mulut, tamparan sirip-siripnya, ataupun dengan menggunakan ekornya. Umumnya
ikan jantan yang menjaga sarangnya selalu menang dalam perkelahian, sehingga proses
perkawinan dapat berlangsung tanpa ada gangguan. Ikan-ikan yang hidup di daerah terumbu
karang, biasanya memiliki wilayah tertentu untuk bereproduksi dan berkembangbiak. Ada yang
memiliki sarang atau daerah kekuasaan yang bersifat sementara selama masa kawin dan ada pula
yang jenis-jenis ikan yang memang hidupnya menetap. Sebagai contoh adalah ikan-ikan
Anemon (Amphiprion spp.) dan ikan Sersan mayor (Abudefduf sp.). Ikan Anemon atau ikan Giru
merupakan ikan yang hidup bersimbiosis dengan anemon. Mereka menggunakan anemon sebagi
tempat untuk menetap dan berkembang biak. Satu anemon kadang-kadang dijadikan sebagai
tempat tinggal bagi hanya sepasang ikan anemon.
Pada ikan Sersan mayor, selama musim kawin mereka bergerak keluar batas terumbu
karang. Di sana mereka berenang sepanjang tepian terumbu dengan arah yang sama. Ikan-ikan
jantan bertugas mencari gua atau celah-celah karang, untuk kemudian memisahkan diri dari
gerombolannya. Apabila ikan jantan telah menemukan tempat yang sesuai untuk dijadikan
sarangnya, mereka akan menetap hingga musim kawin selesai. Secara berangsur-angsur,
beberapa ikan jantan akan berkoloni di dalam gua karang kemudian membuat sarang masingmasing. Mereka bekerja menggali dan membersihkan sarangnya untuk kemudian berdiam
menunggu rombongan ikan dari jenisnya lewat. Ketika gerombolan ikan Sersan mayor melintasi
sarangnya, ikan-ikan jantan tersebut bergerak atraktif untuk menarik perhatian betina. Beberapa
betina kemudian mengikuti si jantan ke sarangnya, untuk kemudian meletakkan telur-telurnya di
sana. Setelah melepaskan telur-telurnya, ikan betina akan pergi meninggalkan sarang, sedangkan
ikan jantan, setelah membuahi telur-telur tersebut, tetap berada di sarang untuk menjaga telurtelur hingga menetas. Ikan jantan akan pergi meninggalkan sarangnya setelah telur-telur menetas
dan membiarkan larva-larva ikan untuk bertahan hidup sendiri (PATENT 1976).
Meskipun tingkah laku secara visual merupakan hal yang paling penting dalam proses
pinangan, beberapa jenis ikan juga mempunyai tingkah laku lain yang khas, seperti
mengeluarkan bunyi-bunyian tertentu. Bunyi yang dikeluarkan oleh ikan jantan biasanya
merupakan tanda peringatan bagi jantan lain yang memasuki wilayahnya, ataupun untuk menarik
perhatian ikan betina.
Masa Memijah
Proses memijah pada ikan berbeda-beda antar kelompok ikan. Umumnya ikan-ikan betina
meletakkan telur-telurnya di dasar perairan untuk kemudian dibuahi oleh ikan jantan sementara
ikan betina menungguinya. Pada jenis ikan lain, ada yang memijah dengan cara berenang
berdekatan secara bersama-sama, dan ada pula yang memodifikasi sirip ekornya (pada ikan

jantan) untuk dilingkarkan pada tubuh betina, untuk kemudian keduanya secara bersama-sama
melepaskan sperma dan telur (PATENT 1976).
Banyak jenis ikan terutama yang hidup di daerah tropis, bereproduksi sepanjang tahun.
Tetapi, kebanyakan jenis ikan mempunyai waktu memijahnya sendiri-sendiri. Ada yang biasa
memijah pada bulan purnama, dan ada pula yang memijah ketika terjadi air pasang (PATENT
1976). Menurut ALLEN (1976), masa memijah pada ikan karang tropis, Centropyge interruptus
adalah berkisar pada bulan Mei dan Oktober, dengan suhu dan sinar matahari sebagai faktor
pembatasnya. Ikan tersebut tidak akan memijah pada suhu dibawah 22C. Sedangkan menurut
MOYER & NAKAZONO dalam (ALLEN 1979), kebanyakan ikan-ikan dari suku
Pomacanthidae memijah pada saat 10 menit sebelum sampai 5 menit sesudah terbenamnya
matahari.
Faktor lingkungan lain yang mempengaruhi terjadinya pemijahan adalah musim. Pada
daerah subtropis, pemijahan biasa terjadi pada musim semi dan awal musim panas, ketika itu
makanan berlimpah dan tersedia waktu yang cukup bagi larva ikan untuk tumbuh lebih kuat
sebelum datang musim dingin (PATENT 1976).
Penjagaan Induk
Ikan sebagai salah satu hewan perairan mempunyai cara yang sangat beragam dan kadang
kala melakukan hal-hal yang unik dalam melindungi telur-telurnya. Beberapa ikan yang hidup di
perairan dangkal, menghasilkan telur yang lebih sedikit, tetapi mereka cenderung melindungi
telur-telur mereka dari bahaya ataupun perubahan suhu. Beberapa telur ada yang diletakkan pada
batuan ataupun tumbuhan air. Hal ini membuat telur-telur tersebut tahan terhadap hempasan arus,
tapi mempermudah bagi pemangsa untuk menemukan telur-telur tersebut. Penjagaan induk
terhadap telur-telur tersebut itulah yang dapat mencegah mereka menjadi santapan hewan lain.
Menurut KIMBALL (1994), sangat sedikit hewan akuatik yang memelihara telur- telurnya
setelah dibuahi. Beberapa ikan karang ada yang menjaga telur-telurnya hingga menetas, dan
tetap melindungi anaknya yang masih muda hingga mereka mampu hidup mandiri di perairan.
Pada beberapa jenis ikan Angelfish, kedua induk baik induk betina maupun jantan menjaga telur
dan anak-anaknya yang masih muda. Sedangkan pada ikan-ikan gobi (suku Gobiidae), hanya
ikan jantan yang menjaga sarangnya yang berisi telur dari pemangsa (PATENT 1976).
Ikan pari duri jantan membuat sarang dan menjaga serta memberi udara pada telur yang
diletakkan di dalamnya. Secara khas jenis ini menghasilkan telur dalam jumlah yang tidak begitu
banyak (KIMBALL 1994). beberapa jenis ikan sembilang betina bertingkah seperti mengerami
telur-telurnya, mereka menutupi telur-telur tersebut dengan perutnya hingga menetas. Sedangkan
cara berbeda dilakukan ikan salmon yang bermigrasi ke perairan tawar (sungai) dengan arus
yang kencang, dimana terdapat sedikit pemangsa yang hidup disana, untuk kemudian
menguburkan telur-telurnya di dasar pasir sebagai tindakan penjagaan (PATENT 1976).
Ada pula yang melakukan penjagaan terhadap telur dan anak-anaknya yang masih muda
dengan menyimpan di dalam mulutnya (Mouth-brooders). Ikan induk, biasanya betina,
meletakkan telur-telurnya di dalam mulut sampai saat menetas dan tetap menjaganya. Walaupun
telah menetas, ikan-ikan kecil tersebut tetap menjadikan mulut induknya sebagai tempat
perlindungan sampai mereka cukup kuat dan mampu mempertahankan diri sendiri. Contoh ikan
dengan tingkah laku seperti ini terdapat pada ikan-ikan suku Apogonidae dan beberapa jenis ikan
karang yang biasa hidup di lubang-lubang atau gua karang. Selain sebagai tempat perlindungan
telur atau anak-anak ikan dari musuh-musuhnya, mulut induk ikan juga berperan sebagai wadah

inkubasi yang baik bagi telur-telur ikan. Telur-telur tersebut mendapatkan oksigen yang cukup
dari air yang dihisap oleh induk ikan ketika ia bernafas (PATENT 1976).
Cara lain yang dilakukan ikan dalam melindungi telur-telurnya adalah membawa telurtelur tersebut dengan cara ditempelkan pada tubuh induknya. Pada beberapa jenis ikan, ikan
jantan yang membawa telur-telurnya, sedangkan pada jenis lain, ikan betinalah yang berperan
membawa telur-telurnya tersebut. Syngnathoides biaculeatus atau yang lebih dikenal dengan
tangkur buaya, merupakan salah satu contoh ikan yang mempunyai kebiasaan ini. Ketika masa
berpijah tiba, telur-telur dari betina dilepaskan dan ditempelkan dengan suatu zat perekat pada
sisi perut ikan jantan, sehingga apabila telur-telur yang sudah dibuahi kemudian menetas, seolaholah jantanlah yang melahirkan anak (NONTJI 1992). Contoh lain adalah pada Kuda laut betina
yang meletakkan telur-telurnya pada kantung khusus yang terdapat pada ikan jantan. Sedangkan
pada beberapa jenis ikan Tangkur buaya, kadang-kadang induk betina yang memiliki kantung
menggantikan jantannya (PATENT 1976).
PATENT (1976) juga menambahkan bahwa pada beberapa jenis ikan, ada yang
menyembunyikan telur-telurnya pada tubuh binatang lain seperti kerang dan kepiting. Beberapa
jenis ikan meletakkan telur-telurnya dalam organ dalam atau otot kerang, dimana ikan jantan
berperan memilih kerang yang akan dipakai untuk meletakkan telur-telur tersebut untuk
kemudian menjaganya. Sedangkan pada jenis ikan lain, ada yang meletakkan telurnya dalam
rongga insang (Gill chamber) kepiting. Telur-telur tersebut mendapatkan air segar dan
perlindungan yang sempurna dari para pemangsanya. Tingkah laku reproduksi pada ikan
memang menarik untuk dipelajari. Terpisah dari posisinya sebagai hewan vertebrata yang
primitif, ikan telah berkembang dalam bereproduksi dengan berbagai macam cara di dalam
habitat yang beragam sesuai dengan tempat tinggalnya.

DAFTAR PUSTAKA
ALLEN, G.R. 1979. Butterfly and angelfishes of the world. A Wiley Interscience publications
John Wiley and Sons, New York : 252 pp.
KIMBALL, J.W. 1994. Biologi. Penerbit Erlangga, Jakarta : 755 hal.
NONTJI, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Erlangga, Jakarta : 368 hal.
PATENT, D.H. 1976. Fish and how they reproduce. Holiday House, New York : 128 pp.
WEBBER, H.H. and H.V. THURMAN 1991. Marine Biology. Harper Collins Pub-lishers, New
York : 424 pp.
www.oseanografi.lipi.go.id

Anda mungkin juga menyukai