Anda di halaman 1dari 44

1

HASIL PENELITIAN
Judul Penelitian

: Uji Efektivitas Penurunan Kadar Asam Urat Dari


Kombinasi Ekstrak Daun Salam (Syzygium
polyanthum (Wight.)Walp.) Dan Gandarusa
(Justicia gendarussa Burm.F) Pada Tikus Putih
(Rattus norvegicus) Diinduksi Dengan Kalium
Oksonat

Nama

: Desi Puspitasari

No. Stambuk

: 10 12 097

Koordinator

: Drs. Joni Tandi, M. Kes., Apt

Pembimbing Utama

: Syariful Anam,S.Si.,M.Si.,Apt

Pembimbing Pertama

: Drs. Joni Tandi, M. Kes., Apt


BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan bahan alam terutama


tanaman yang berpotensi besar untuk dimanfaatkan dan dikembangkan secara
maksimal. Penggunaan bahan alam sebagai obat telah dilakukan oleh nenek
moyang sejak berabad-abad yang lalu.1 Perubahan sikap kembali ke alam (back to
nature) sekarang ini justru membuat pemanfaatan tanaman sebagai obat semakin
meningkat. Obat herbal yaitu suatu bentuk pengobatan alternatif yang mencakup
penggunaan tanaman misalnya dengan menggunakan bahan seperti akar, batang,
daun, buah dan biji atau ekstrak tanaman. Ini merupakan salah

satu pilihan

pengobatan yang efektif dan relatif aman, digunakan untuk mengobati penyakit.
Selain mengobati, herbal juga sering digunakan untuk pencegahan penyakit atau
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.2

Salam (Syzygium polyanthum (Wight.)Walp.) merupakan salah satu


tumbuhan obat yang banyak digunakan secara tradisional untuk mengobati sakit
kencing manis (diabetes mellitus), diare, sakit maag, eksim, menurunkan kolesterol
dan tekanan darah tinggi. Beberapa riset ilmiah membuktikan bahwa salam
mengandung minyak atsiri, tannin, flavonoid dan eugenol. Penelitian secara in vitro
membuktikan bahwa ekstrak daun salam dapat menghambat pertumbuhan bakteribakteri pathogen, seperti salmonella, Vibrio cholera, Eschericia coli, serta
staphylococcus aureus. Hasil penelitian sebelumnya terbukti bahwa dekokta daun
salam pada dosis 1,25 g/kgBB mampu menurunkan kadar asam urat darah mencit
putih jantan secara efektif. Berdasarkan latar belakang tersebut yang menjadi dasar
untuk melakukan penelitian tentang pengaruh daun salam (Syzygium polyanthum
(Wight.)Walp.) terhadap penurunan kadar asam urat.3
Tanaman gandarusa (Justicia gendarussa Burm.) familia Achanthaceae
merupakan tanaman obat yang digunakan oleh masyarakat. Daunnya telah
digunakan sebagai obat untuk beberapa macam penyakit, antara lain untuk
mengatasi memar, bengkak, sakit pinggang, sakit kepala, sembelit dan reumatik
sendi.4 Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun
gandarusa pada dosis 1,3;2,6 dan 5,2 g/kgBB, dapat menurunkan kadar serum
asam urat pada tikus yang dibuat hiperurisemik. Daun gandarusa memiliki efek
dalam menurunkan kadar serum asam urat pada tikus, memiliki aktivitas
antinosiseptif, anti tukak, antiviral, anti-inflamasi dan dapat mencegah penetrasi
pada fertilisasi in vitro pada tikus. 6 Berdasarkan latar belakang tersebut yang
menjadi dasar untuk melakukan penelitian tentang pengaruh kombinasi daun
salam dan gandarusa terhadap penurunan kadar asam urat.5

Asam urat adalah suatu bahan normal dalam tubuh dan merupakan hasil
akhir dari metabolisme purin, yaitu hasil degradasi purin nukleotid yang
merupakan bahan penting dalam tubuh sebagai komponen dari asam nukleat dan
penghasil energi dalam inti sel. Penyakit asam urat merupakan suatu penyakit yang
tidak menular atau penyakit degeneratif yang memiliki nama lain yaitu arthritis
pirai atau arthritis gout ( atau sering juga disebut gout). Arthritis pirai merupakan
kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi atau penumpukkan kristal
monosodium urat di dalam cairan ekstraselular. Deposisi asam urat ini terjadi pada
jaringan yang dapat menimbulkan beberapa manifestasi klinis, yaitu terjadinya
arthritis gout aku; pembentukan tophus (akumulasi kristal pada jaringan yang dapat
merusak tulang) pembentukan batu asam urat pada saluran kencing dan gout
nefropati (kegagalan ginjal namun jarang terjadi).7
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berubahnya
pola hidup masyarakat berdampak munculnya penyakit degeneratif yang
membahayakan. Asam urat merupakan salah satu dari beberapa penyakit yang
sangat membahayakan, karena bukan hanya mengganggu kesehatan tetapi juga
dapat mengakibatkan cacat pada fisik. Penyakit ini juga berkaitan erat dengan
ginjal, karena ginjal merupakan suatu organ yang berfungsi sebagai tempat
pembuangan asam urat yang berlebihan. Ketika ginjal tidak mempunyai kekuatan
untuk membuang asam urat yang berlebihan, maka hal ini yang menjadi salah satu
penyebab terbentuknya asam urat.8 Di dalam tubuh telah terdapat 85% senyawa
purin untuk kebutuhan sehari-hari, ini berarti kebutuhan purin dari makanan hanya
15%. Kadar asam urat yang normal dalam tubuh adalah 3,5-7 mg/DL, untuk lakilaki dan 2,6-6 mg/DL bagi wanita.9

Pola makan yang tidak sehat dalam masyarakat yang berprotein tinggi,
terutama protein hewani yang banyak mengandung purin tinggi, menyebabkan
penyakit hiperurisemia (kelebihan asam urat) semakin meningkat. Penyakit
hiperurisemia tidak mengancam jiwa tetapi bila penyakit ini menyerang
penderita dapat mengalami siksaan nyeri, pembengkakan atau cacat persendian
tangan dan kaki. Rasa sakit dari pembengkakan tersebut disebabkan karena
endapan kristal monosodium urat, yang terbentuk dari asam urat yang sudah
jenuh sehingga mempermudah pembentukan kristal tersebut. Penumpukkan
kristal pada umumnya terjadi pada jaringan sekitar sendi, sehingga menimbulkan
rasa nyeri didaerah tersebut.10 Sekitar 90% penyakit asam urat disebabkan oleh
ketidakmampuan ginjal membuang asam urat secara tuntas dari tubuh melalui air
seni. Penyakit akibat hiperurisemia dikenal sebagai gout atau penyakit pirai.11
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui efek
pemberian kombinasi ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum (Wight.)Walp.)
dan gandarusa (Justicia gendarussa Burm.F.), terhadap penurunan kadar asam urat
pada tikus putih jantan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah
kombinasi dari daun salam dan gandarusa dapat memberikan efek penurunan kadar
asam urat pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dan pada dosis berapa paling
efektif memberikan penurunan kadar asam urat. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui efek penurunan kadar asam urat dari kombinasi ekstrak daun salam dan
gandarusa pada tikus putih jantan diinduksi kalium oksonat. Manfaat dari
penelitian ini diharapkan untuk menambah data ilmiah dalam mengembangkan
tanaman salam dan gandarusa sebagai fitofarmaka.

Metode yang digunakan adalah metode eksperimen laboratorium dengan


mengukur kadar asam urat pada tikus putih (Rattus norvegicus). Sebelum dan
sesudah pemberian kombinasi ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum
(Wight.)Walp.) dan gandarusa (Justicia gendarussa Burm). Dengan variasi dosis
daun salam (Syzygium polyanthum (Wight.)Walp.) dan gandarusa (Justicia
gendarussa Burm) (25% : 75%), (50% : 50%), (75% : 25%). Rancangan penelitian
digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data hasil pengamatan akan
dianalisis secara statistik one way (ANSIRA) dengan taraf kepercayaan 95%. Uji
ini digunakan untuk menentukan apakah terdapat perbedaan kombinasi dosis yang
signifikan antar perlakuan. Jika terdapat perbedaan yang signifikan, maka
dilanjutkan dengan uji lanjut sesuai dengan nilai koefisien keragaman (KK) data
yang diperoleh. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
kepada masyarakat tentang efektivitas kombinasi daun salam dan daun gandarusa
dalam menurunkan kadar asam urat darah dan melalui penelitian ini juga
diharapkan

dapat

memberikan

kontribusi

pada

dunia

kesehatan

untuk

mengembangkan pengobatan komplementer khususnya untuk penyakit asam urat


dengan menggunakan bahan tradisional alami.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight.)Walp.)


Uraian tumbuhan daun salam (Syzygium polyanthum (Wight.)Walp.)
meliputi klasifikasi tumbuhan, nama daerah, morfologi tumbuhan dan kandungan
kimia.
2.1.1

Klasifikasi tanaman daun salam (Syzygium polyanthum (Wight.)Walp.)

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas
Ordo
Familli
Genus
Spesies

: Magnoliopsida
: Myrtales
: Myrtaceae
: Syzygium
: Syzygium polyanthum (wight.) Walp. 12

2.1.2

Nama Daerah

Jawa

: Salam, gowok

Sunda

: Salam, manting,

Sumatera

: Meselangan, ubar serai Melayu

Kangean

: Kastolam13

2.1.3

Morfologi Tanaman
Salam tumbuh liar di hutan dan pegunungan atau ditanam di pekarangan

dan sekitar rumah. Pohon ini dapat ditemukan di daerah dataran rendah sampai
ketinggian 1400 m dpl. Pohon, tinggi mencapai 25 m, batang bulat, permukaan
licin, bertajuk rimbun dan berakar tunggang. Daun tunggal, letak berhadapan,
panjang tangkai daun 0,5-1 cm, helaian daun berbentuk lonjong sampai elips atau

bundar telur sungsang, ujung meruncing, pangkal runcing, tepi rata, pertulangan
menyirip, permukaan atas licin, berwarna hijau muda, panjang 5-15 cm, lebar 3-8
cm, jika diremas berbau harum. Bunga majemuk tersusun dalam malai yang keluar
dari ujung ranting, berwarna putih, baunya harum. Buahnya buah buni, bulat,
diameter 8-9 mm, buah muda berwarna hijau, setelah masak menjadi merah gelap,
rasanya agak sepat. Biji bulat, diameter sekitar 1 cm, berwarna cokelat.14 Tanaman
salam dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Daun salam


Keterangan
1. Daun
2. Batang
2.1.4

Kandungan Kimia
Komponen kimia yang terkandung dalam daun salam adalah mengandung

flavonoid, selenium, Minyak atsiri, (Sitral, eugenol), tannin, vitamin A, vitamin C


dan vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan.14
2.2 Uraian Tanaman Gandarusa
2.2.1

Klasifikasi tanaman gandarusa

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas
Ordo
Familli
Genus
Spesies

: Magnoliopsida
: Scrophulariales
: Acanthaceae
: Justicia
: Justicia gendarussa Burm.

2.2.2

Nama Daerah

Aceh

: Besi-besi

Jawa

: Gandarusa, tetean

Sunda

: Handarusa

Madura

: Ghandharusa

Ternate

: Puli15

2.2.3 Morfologi Tanaman


Pada umumnya ditanam sebagai pagar hidup dan juga tumbuh liar secara
local dikawasan hutan dan tanggul sungai. Merupakan tanaman perdu, memiliki
daun tunggal, helaian daun serupa kulit tipis, bentuk lanset, ujung meruncing,
pangkal runcing atau agak meruncing, pinggir beringgit lebar dan tidak dalam,
permukaan daun buram, licin tidak berambut, warna permukaan bawah lebih
pucat, penulangan menyirip, menonjol pada permukaan bawah warna agak
keunguan, panjang daun 5-20 cm, lebar 1-3,5 cm, panjang tangkai 5-8 mm.
tanaman ini dapat memiliki tinggi hinga 1,5 meter.16 Berbatang bulat sampai
persegi, yang muda berwarna ungu sampai coklat. 17 Tanaman gandarusa dapat
dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2 Tanaman Gandarussa


Keterangan:
1. Bunga
2. Daun
3. Batang
2.2.4 Kandungan Kimia
Kandungan kimia dari tanaman gandarusa yaitu umbelliferon, lignin,
saponin, triterpen, alkaloid, flavonoid, flavonol-3-glikosida, flavon, iso-orientin,
iridoid, kumarin, luteolin dan minyak atsiri. Daunnya memiliki kandungan kalium,
alkaloida, flavonoid, steroid kampesterol, stigmasterol, sitosterol dan sitosterol-Dglikosida.18
2.3 Definisi Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian
sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil
zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran
bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat atau sukar sekali
dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis. Misalnya saja, karena

10

komponennya saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas, beda sifatsifat fisiknya terlalu kecil atau tersedia dalam konsentrasi terlalu rendah.19 Tujuan
ekstraksi ialah mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang
memiliki khasiat pengobatan dan untuk menarik semua komponen kimia terdapat
dalam simplisia agar lebih mudah dipergunakan dan disimpan dibandingkan
simplisia asal dan tujuan pengobatannya lebih terjamin.20
2.3.2 Macam-Macam Metode Ekstraksi
Jenis-jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah terdiri atas 2
bagian yaitu :
a. Cara Dingin
Metode ekstraksi yang dilakukan dengan cara dingin yaitu meserasi dan
perkolasi
1. Maserasi
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia, mengandung komponen
kimia mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan
lilin.
2. Perkolasi
Ekstraksi dengan pelarut selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction),
umumnya dilakukan pada suhu kamar. Proses penyarian simplisia dengan jalan
melewatkan pelarut sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu perkolator.
b. Cara Panas
Metode ekstraksi yang dilakukan dengan cara panas yaitu refluks, soxhlet, infus,
dekok, dan digesti.
1. Refluks

11

Ekstrak dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu
dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi refluks
digunakan untuk mengekstraksi bahan-bahan tahan terhadap pemanasan.
2. Soxhlet
Ekstraksi menggunakan pelarut selalu baru umumnya dilakukan dengan alat
khusus sehingga terjadi ekstraksi kontiniu dengan jumlah pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
3. Infus
Ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (96-98 0C) selama
waktu tertentu (15-20 menit) dinamakan infus.
4. Dekok
Infus pada waktu yang lebih lama kurang dari 30 menit hingga temperatur
sampai titik didih air dikenal dekok.
5. Digesti
Maserasi kinetik (dengan pengadukkan kontinu) pada temperatur 40-500C
dinamakan digesti.20
2.4 Uraian Hewan Uji
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) umumnya ditemukan di Eropa. Tikus
putih jantan (Rattus norvegicus) terus menjadi andalan penelitian biomedis.
Perbedaan antara tikus liar dan tikus laboratorium adalah sebagai contoh tikus
laboratorium memiliki adrenalin lebih kecil dan kelenjar preputial, kematangan
seksual, tidak ada siklus seasonability reproduksi dan masa hidup lebih pendek dari
tikus liar. Tikus biasanya nonagresif, ingin tahu dan mudah dilatih. Penanganan
sering mendorong sifat nonagresif karena mereka beradaptasi dengan lingkungan

12

baru atau situasi eksperimental. Tikus laboratorium tidak seperti tikus lain mungkin
untuk melawan ketika ditempatkan bersama. Tikus laboratorium juga berbeda dari
tikus liar pada kesediaan dan penerimaan makanan.21
2.4.1 Klasifikasi Tikus Putih Jantan
Kingdom

: Animalia

Divisi

: Chordata

kelas

: Mammalia

Ordo

: Rodentia

Famili

: Muridae

Upafamili

: Muroideae

Genus

: Rattus

Spesis

: Rattus norvegicus22

2.4.2 Karakteristik Utama Hewan Percobaan


Hewan digunakan untuk penelitian kali ini adalah Tikus putih jantan (Ratus
norvegicus) karena tikus putih jantan memiliki anatomi dan fisiologi mirip dengan
manusia sehingga mekanisme kerja secara farmakokinetik dan farmakodinamik
obat dianggap sama. Tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan percobaan
relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat
fotofobik seperti halanya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan
sesamanya tidak begitu besar. Aktifitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di
sekitarnya. Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan lain,
yaitu bahwa tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi tidak lazim di
tempat esophagus bermuara ke dalam lubang.22
2.5 Asam urat

13

Gambar 2.3 Struktur dasar asam urat


Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Asan urat yang
beredar dalam tubuh manusia diproduksi sendiri oleh tubuh (asam urat endogen)
dan berasal dari makanan (asam urat eksogen). Sekitar 80-85% asam urat
diproduksi sendiri oleh tubuh, sedangkan sisanya berasal dari makanan, kadar asam
urat normal wanita dewasa 2,4-5,7 mg/dl; pria dewasa 3,4-7,0 mg/dl, dan anakanak 2,8-4,0 mg/dl.23
Asam Nukleat
Nuklease (Pankreas)
Nukleotida
Polimukleotida / Fosfoesterse (usus)
Mononukleotida
Nukleotida dan Fosfatase
Nukleosida
Fosforilase (usus)
Basa Purin

Pirimidin

Guanosin

Adenosin

Guanin

Inosin

Hipoxantin
Xantin
Asam Urat
Gambar 2.4 Pembentukan asam urat dari nukleosida purin yang
terjadi dalam traktus intestinalis mamalia

14

Menurut Rodwell (2003), ekskresi asam urat total pada manusia normal
rata-rata adalah

400-600 mg/24jam. Sumber

asam urat

pada manusia

didapat melalui dua cara, yaitu secara endogen dan eksogen. Sumber asam
urat secara endogen yaitu melalui sintesis de novo dan pemecahan asam
nukleat kurang lebih sebanyak 600 mg/hari, sedangkan yang berasal dari
eksogen yaitu melalui intake makanan yang mengandung purin kurang lebih 100
mg/hari.23
Pada kadar yang normal, asam urat berperan sebagai antioksidan penting
dalam plasma. Sekitar 60% radikal bebas yang ada dalam serum manusia
dibersihkan oleh asam urat. Asam urat bersifat larut dalam darah sehingga mampu
menangkap radikal bebas superoksida, gugus hidroksil, oksigen tunggal dan
melakukan chelasi terhadap logam transisi yang bersifat merusak keutuhan sel.
Peran penting asam urat hilang pada saat kadar asam urat berada di atas ambang
batas normal. Jika kadarnya tinggi, asam urat justru berubah menjadi radikal bebas
yang akan merusak keutuhan sel. Kerusakan sel justru dapat terjadi akibat
hiperurisemia.24
2.5.1 Hiperurisemia
Suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat normal dalam
tubuh disebut hiperurisemia. Kadar asam urat yang normal pada pria adalah
dibawah 7 mg/dl, sedangkan pada wanita adalah dibawah 6 mg/dl. Asam urat
merupakan hasil substansi hasil akhir dari nucleic acid atau metabolisme purin
dalam tubuh. Berdasarkan penyelidikan bahwa 90% dari asam urat merupakan
hasil katabolisme purin yang dibantu oleh enzim guanase dan xantin oksidase.
Asam urat yang berlebihan tidak akan tertampung dan termetabolisme seluruhnya

15

oleh tubuh. Dalam keadaan normal asam urat dapat dikeluarkan melalui ginjal.
Tetapi apabila sintesis asam urat terlalu banyak atau ekskresinya melalui ginjal
terlalu sedikit, maka kadarnya dalam darah akan meningkat, kristal-kristal urat
yang sukar larut dalam semua cairan tubuh, mengendap di sendi-sendi dan jaringan
akan menimbulkan peradangan. Endapan kristal juga dapat terjadi pada ginjal dan
lambat laun akan merusak organ tersebut.25

Gambar 2.5 Penumpukan kristal asam urat


Peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) yang disebabkan
oleh peningkatan produksi (overproduction). Penurunan pengeluaran asam urat
melalui ginjal atau kombinasi keduanya. Salah satu factor yang dapat
mempengaruhi asam urat adalah makanan yang dikonsumsi, umumnya makanan
yang tidak seimbang (asupan protein yang mengandung purin terlalu tinggi).
Didalam tubuh perputaran purin terjadi terus menerus seiring dengan sintesis dan
penguraian RNA dan DNA, sehingga walaupun tidak ada asupan purin, tetap
terbentuk asam urat dalam jumlah yang substansial.26
Seseorang akan mengalami hiperurisemia jika memiliki kadar asam urat
melebihi angka normal. Kadar asam urat dapat diketahui dengan mengukur kadar
asam urat serum. Kadar asam urat serum merupakan hasil keseimbangan antara
asam urat yang diproduksi dan yang diekskresi tubuh. Untuk mengetahui seseorang
menderita hiperurisemia, ada ambang batas bawah kadar asam urat serum yang

16

digunakan sebagai indicator. Ambang batas normal ditentukan berdasarkan gender,


yaitu batas bawah asam urat normal untuk wanita dan pria.26
2.5.2 Prevalensi Hiperurisemia
Prevalensinya hiperurisemia bervariasi sebesar 2,6-47,2%. Menurut Hak
A.E (2008), tingginya prevalensi hiperurisemia lebih disebabkan oleh gaya hidup.
Secara umum, hiperurisemia dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Hiperurisemia Primer
Hiperurisemia primer tidak disebabkan penyakit lain, tetapi murni karena
peningkatan asam urat serum, ada dua faktor penyebab hiperurisemia primer, yaitu
kelainan enzim dan kelainan molekuler yang tidak jelas. Hiperurisemia ini dialami
hampir 99% penderita hiperurisemia.
b. Hiperurisemia Sekunder
Hiperurisemia skunder masih terkait dengan penyakit lainnya. Peningkatan
kadar asam urat serum terjadi karena produksi asam urat yang berlebihan akibat
gangguan metabolisme purin. Terjadinya gangguan metabolism purin disebabkan
oleh defisiensi glucose-6-phosphatase atau fructose-6-aldolase.
c. Hiperurisemia Idiopatik
Hiperurisemia idiopatik dapat terjadi karena penyebab primer yang tidak
jelas kelainan genetik, atau faktor fisiologi dan anatomi yang jelas.24
2.5.3 Faktor Resiko Hiperurisemia
Beberapa faktor resiko hiperurisemia ialah :
a. Faktor genetik
Beberapa gen yang terkait hiperurisemia yang telah ditemukan yaitu
ABCG2, SLC17A3, SLC2A12, SLC2A9 dan ABCG2. Diperkirakan 60% gen

17

yang mengendalikan hiperurisemia adalah SLC2A9 dan ABCG2.


b. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Sejalan
dengan bertambahnya usia, resiko serangan gout pada pria dan wanita akan
berubah. Ketika usia paruh baya, pria memiliki resiko hiperurisemia 3-4 kali lebih
tinggi dari wanita. Rasio tersebut akan menurun saat wanita memasuki masa
menopause. Wanita umumnya mengalami gout setelah memasuki masa premenopause yang dialami, resiko penyakit hiperurisemia pada wanita akan
meningkat terkait penurunan produksi estrogen. Keberadaan hormon estrogen
sangat penting untuk membantu pengaturan sekresi asam urat sehingga mampu
melindungi wanita dari hiperurisemia.
c. Obesitas
Orang

bertubuh

gemuk

lebih

berisiko

mengalami

hiperurisemia

dibandingkan orang bertubuh kurus. Risiko hiperurisemia pada pria meningkat jika
indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 35. Risiko tersebut semakin meningkat jika
terjadi penumpukan lemak dibagian perut. Obesitas merupakan penanda dan
pemicu sindrom metabolik. Menurut Viazzi (2011), obesitas yang disertai dengan
hipertensi memiliki risiko besar terhadap hiperurisemia dan gout. Obesitas yang
disertai dengan gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi alkohol
merupakan pemicu risiko hiperurisemia.

d. Penyakit Ginjal
Asam urat terbanyak diekskresikan melalui ginjal. Ekskresi asam urat akan
terganggu apabila fungsi ginjal tidak normal. Itulah sebanya ginjal merupakan

18

faktor risiko yang kuat untuk memicu hiperurisemia. Hiperurisemia dapat dipicu
oleh penyakit ginjal dan sebaliknya hiperurisemia dapat menyebabkan penyakit
ginjal.
e. Hipertensi
Tekanan darah tinggi yang permanen merupakan faktor risiko yang
berpotensi merusak ginjal dan kinerjanya yang merupakan penyebab langsung
terhambatnya ekskresi asam urat.
f. Pengaruh obat-obatan
Obat-obat tertentu dapat memicu terjadinya hiperurisemia seperti obat
diuretik thiazide. Pembuangan cairan tubuh yang berlebihan akibat pengaruh
diuretik mengganggu ekskresi asam urat melalui ginjal. Contoh obat lain yang
dapat memicu hiperurisemia ialah asam salisilat (aspirin), pyrazinamide,
siklosporin, ethambutol dan asam nikotinik.
g. Gaya Hidup
Ada beberapa macam makanan yang berpotensi memicu peningkatan asam
urat pada penderita hiperurisemia yaitu makanan yang mengandung purin tinggi.
Selama ini purin eksogen yang berasal dari makanan dianggap sebagai pemicu
hiperurisemia. Faktanya, peran makanan tinggi purin dalam mendongkrak
kenaikkan asam urat sangat kecil. Secara alami, tubuh justru menghasilkan purin
dalam jumlah berkali lipat lebih besar dibandingkan dengan purin yang berasal dari
makanan. Purin eksogen hanya memasok 15-20% asam urat, sedangkan tubuh
menghasilkan 80-85% asam urat. Itulah mengapa diet rendah purin sering kali
gagal menyembuhkan penyakit hiperurisemia karena purin hanya faktor minor
penyebab hiperurisemia.25

19

2.6 Gout
Dalam pandangan umum, hiperurisemia dimengerti sebagai penyakit
radang sendi dan dinamakan penyakit asam urat. Padahal, hiperurisemia tidak
selalu dimanifestasikan sebagai nyeri sendi dalam bahasa medis sering disebut
arthritis gout atau gout.
Rasa nyeri yang di persendian merupakan gejala yang mudah dirasakan saat
kadar asam urat berada di atas ambang batas normal. Selain itu, hiperurisemia juga
memiliki dampak yang sangat beragam. Secara langsung, hiperurisemia merupakan
faktor risiko penyakit ginjal, aterosklerosis, hipertensi, penyakit jantung, diabetes
dan gangguan tidur.
Hiperurisemia dapat berkembang menjadi gout, yaitu penyakit yang
ditandai dengan pengendapan monosodium urat (MSU) di sendi dan jaringan
tertentu. Pengendapan MSU pertama kali terjadi pada sendi-sendi tertentu di kaki
dan tangan sehingga menimbulkan peradangan. Penyakit inilah yang disebut
radang sendi (arthritis gout) atau lebih akrab dengan sebutan gout. Istilah lainnya
adalah pirai.
Kadar asam urat yang tinggi merupakan penanda awal gout meskipun untuk
manifestasi gout diperlukan waktu yang cukup lama. Hiperurisemia akan
menunjukkan gejala gout jika kadar asam urat lebih besar dibandingkan dengan
batas kelarutan asam urat pada suhu fisiologis dan pH normal, yakni 6,8 mg/dl.
Sementar itu, secara biokimia akan terjadi hipersaturasi, yaitu kelarutan asam urat
serum yang lebih besar daripada batas normal. Jika kelarutannya melebihi ambang
batas atas, asam urat akan merangsang timbunan garam, terutama dalam bentuk
monosodium urat (MSU). Timbunan garam MSU terjadi pada suhu yang lebih

20

rendah di bagian sendi perifer kaki, tangan dan jaringan lainnya. Pengendapan
MSU di sendi perifer kaki dan tangan akan disertai dengan trauma ringan di daerah
tersebut sehingga menimbulkan nyeri sendi. Rasa nyeri yang paling kuat dirasakan
terjadi di bagian kaki dan tangan karena di bagian inilah MSU pertama kali
mengendap sebelum akhirnya mengendap di jaringan lainnya. Jika gout
berkembang parah, MSU akan mengendap di ginjal, jantung, mata dan organ tubuh
lainnya.25
Tidak semua penderita hiperurisemia mengalami gout. Persentasi gout yang
terjadi pada seluruh penderita hiperurisemia hanya sebesar 1-15,3%. Angka
prevalensi gout dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar asam urat. Semakin tinggi
kadar asam urat, semakin besar risiko terjadinya gout. Risiko gout seseorang akan
meningkat jika dalam waktu yang cukup lama mengalami hiperurisemia. Jika
selama lima tahun kadar asam urat rata-rata lebih dari 9 mg/dl, maka akumulasi
gout akan meningkat hingga sebesar 22%. Artinya, hiperurisemia yang baru
berlangsung sebentar memiliki risiko gout yang lebih rendah. Untuk menjadi gout,
asam urat harus melalui tahapan-tahapan tertentu yaitu hiperurisemia asimtomatis,
gout akut, interkritikal dan gout kronis.
Butuh diagnosis untuk memastikan terjadinya gout yaitu dengan memeriksa
cairan sendi di laboratorium. Jika penyakitnya sudah parah, diagnosa menjadi lebih
mudah karena dapat dipastikan dengan melihat tofi (jamak : tofus). Bagian yang
paling awal mengalami pengendapan MSU adalah sendi perifer karena di bagian
inilah kelarutan MSU paling rendah.
Peningkatan kadar asam urat hingga menimbulkan hiperurisemia terjadi
karena tiga hal, yaitu peningkatan metabolisme asam urat sehingga produksinya

21

meningkat, penurunan ekskresi asam urat dan gabungan keduanya. Sebagian besar
gout terjadi karena terhambatnya ekskresi asam urat. Sekitar 80-90% gout terjadi
karena rendahnya jumlah asam urat yang sanggup diekskresi oleh tubuh, sedangkan
10-20% lainnya karena produksi asam urat yang berlebihan. Asam urat
diekskresikan oleh ginjal dan usus. Asam urat yang terbuang melalui ginjal terlarut
bersama urin, sedangkan yang melewati usus terbawa oleh feses.
2.6.1 Pencegahan
Usaha pencegahan serangan gout pada umumnya adalah dengan
menghindari segala sesuatu yang dapat memicu serangan, misalnya latihan fisik
berlebihan, stress dan makanan yang mengandung purin berlebih seperti daging,
jeroan, bahkan ikan asin. Mengurangi konsumsi makanan berlemak dan alkohol,
dapat memperkecil terjadinya serangan gout. Dengan mengenali makanan yang
kadar purinya amat tinggi, sedang dan rendah, maka kita dapat mengontrol asupan
purin seminimal mungkin.25
2.7 Allopurinol

Gambar 2.6 Struktur Allopurinol


Allopurinol merupakan obat yang memiliki efek dalam menurunkan kadar
asam urat dan berguna dalam mengobati penyakit pirai. Obat ini bekerja dengan
menghambat enzim xantin oksidase, yaitu enzim yang mengubah hipoxantin
menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui mekanisme umpan

22

balik, allopurinol menghambat sintesis purin yang merupakan prekursor xantin.


Mekanisme kerjanya adalah allopurinol mengalami biotransformasi oleh enzim
xantin oksidase menjadi aloxantin, sehingga tidak terbentuk adanya asam urat.
Aloxantin memiliki masa paruh yang lebih panjang daripada allopurinol, maka
allopurinol yang masa paruhnya pendek cukup diberikan satu kali sehari.26
Allopurinol merupakan obat yang memiliki efek menurunkan kadar asam
urat, mengurangi sintesa urat, menghambat enzim xanthin oxydase. Purin seperti
hipoxanthin dan xanthin dirombak oleh XO menjadi asam urat. Tetapi dengan
adanya allopurinol, XO melakukan aktivitasnya terhadap obat ini sebagai ganti
purin.
Efek samping agak sering terjadi, terutama reaksi alergi kulit, juga
gangguan lambung usus, nyeri kepala, pusing dan rambut rontok. Adakalanya
timbul pula demam dan kelainan darah. Kerusakan hati dan ginjalpun pernah
dilaporkan. 27
2.8 Kalium Oksonat

Gambar 2.7 Struktur Kalium Oksonat


Kalium oksonat merupakan inhibitor urikase atau urat oksidase yang poten
menyebabkan hiperurisemia. Pada mamalia yang tingkatnya lebih rendah dari
pada manusia, misalnya tikus. Urikase berperan dalam konversi asam urat menjadi
alantoin yang lebih mudah larut dalam air dan diekskresi.36 Kalium oksonat yang

23

dapat dipakai dalam penelitian dengan model hewan uji yang menderita
hiperurisemia. Penghambatan urikase akan menyebabkan peningkatan asam urat
dalam darah. Untuk menimbulkan hiperurisemia, kalium oksonat diberikan secara
intraperitonial dengan dosis 250 mg/kg bb. Zat ini cepat mengalami bersihan.
Kadar asam urat tertinggi dapat dicapai dalam waktu dua jam setelah kalium
oksonat diberikan secara intraperitonial pada tikus dan kemudian menurun hingga
akhirnya mencapai keadaan normal setelah 24 jam.28
2.9 Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat
Metode pemeriksaan kadar asam urat dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
sebagai berikut :
1. Metode Enzimatik Spektrofotometri UV-Vis
Kadar asam urat ditetapkan berdasarkan reaksi enzimatik menggunakan
reagen uric acid FS* TBHB, dengan cara 20 ul serum ditambah 1000 ul
monoreagen yang dibuat dengan mencampurkan 4 bagian reagen 1 dan 1 bagian
reagen 2. Serum yang telah dicampur homogen dengan pereaksi urid acid FS*
TBHB diinkubasi selama 10 menit pada suhu 370C. Selanjutnya larutan sampel,
standar blangko dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer StarDust
FC*15 pada panjang gelombang 564 nm.33

2. Metode Tes Strip


Pengukuran kadar asam urat darah tikus putih dilakukan dengan
alat tes strip asam urat. Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk
memonitor tingkat asam urat di dalam darah. Alat tes strip
dirancang

Easytouch GCU

untuk pengukuran kuantitatif dari tingkat asam urat dalam darah.

24

Teknologi yang digunakan adalah electrode-based biosensor. Pengukuran ini


berdasarkan penentuan perubahan

arus yang disebabkan oleh reaksi asam

urat dengan reagen pada elektroda dari strip tersebut. Ketika sampel
darah menyentuh area target sampel dari strip, darah secara otomatis ditarik
kedalam zona reaksi dari strip. Hasil tes akan ditampilkan pada layar setelah 20
detik.34

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat yang digunakan


1. Alat tes strip Easytouch GCU
2. Batang pengaduk
3. Blender
4. Cawan porselin
5. Gelas kimia
6. Gelas ukur
7. Kandang hewan uji
8. Rotary vacum evaporator
9. Spoit injeksi
10. Spoit oral
11. Tabung reaksi
12. Timbangan analitik
13. Timbangan hewan uji
14. Wadah kaca

25

15. Waterbath
3.2 Bahan yang digunakan
1. Alcohol 70%
2. Aquadest
3. Allopurinol
4. Alluminium foil
5. Asam sulfa
6. Betadin
7. Daun salam (Syzygium polyanthum (Wight.)Walp.)
8. Gandarusa (Justicia gendarussa Burm.)
9. Etanol 96%
10. Kalium oksonat
11. Kapas
12. Kertas perkamen
13. Kertas saring
14. Strip asam urat
15. Na CMC
3.3 Alur Penelitian
Penelitian menggunakan 5 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok
yaitu kelompok kontrol negatif diberikan suspensi Na CMC 0,5%, kelompok
kontrol positif diberikan suspensi allopurinol dosis 5,4 mg/200g BB dan 3
kelompok perlakuan diberikan dosis kombinasi ekstrak.
O
B
S
E
R
V
A
S
I

Klp I
Klp II
Tikus

Kriteria
inklusi

Randomisasi

Klp III
Klp IV

Klp V
D

-7 Hari

Gambar. Skema rancangan

2 jam

8 jam

26

Keterangan :
A= Tikus diadaptasikan selama 1 minggu
B= Memiliki kriteria inklusi
C= Pada hari ke 0 diambil secara acak 5 ekor tikus untuk diobservasi awal,
kemudian sisanya di randomisasi kedalam 5 kelompok, yaitu kelompok 1, II, III,
IV, dan V.
D= Setiap kelompok diberikan perlakuan sebagai berikut :
1. Kelompok 1, pada tiap tikus dilakukan pengukuran kadar asam urat awal .
Tikus diberikan induksi kalium oksonat secara intraperitonial. Setelah 2 jam
pemberian induksi kalium oksonat dilakukan pengukuran kembali kadar
asam urat darah pada tikus. Setelah itu diberikan suspensi Na CMC 0,5%.
(kontrol negatif) Setelah itu, dilakukan pengukuran kadar asam urat pada
jam 3,4,5 dan 6 setelah perlakuan.
2. Kelompok II, pada tiap tikus dilakukan pengukuran kadar asam urat awal.
Tikus diberikan induksi kalium oksonat secara intraperitonial. Setelah 2 jam
pemberian induksi kalium oksonat dilakukan pengukuran kembali kadar
asam urat darah pada tikus. Setelah itu diberikan suspensi allopurinol 5,4
mg/200gBB (kontrol positif) Setelah itu, dilakukan pengukuran kadar asam
urat pada jam 3,4,5 dan 6 setelah perlakuan.
3. Kelompok III, pada tiap tikus dilakukan pengukuran kadar asam urat awal .
Tikus diberikan induksi kalium oksonat secara intraperitonial. Setelah 2 jam
pemberian induksi kalium oksonat dilakukan pengukuran kembali kadar
asam urat darah pada tikus. Setelah itu diberikan suspensi kombinasi
ekstrak daun salam dan gandarusa (25%:75%). Setelah itu, dilakukan
pengukuran kadar asam urat pada jam 3,4,5 dan 6 setelah perlakuan.

27

4. Kelompok IV, pada tiap tikus dilakukan pengukuran kadar asam urat awal .
Tikus diberikan induksi kalium oksonat secara intraperitonial. Setelah 2 jam
pemberian induksi kalium oksonat dilakukan pengukuran kembali kadar
asam urat darah pada tikus. Setelah itu diberikan suspensi kombinasi
ekstrak daun salam dan gandarusa (50%:50%). Setelah itu, dilakukan
pengukuran kadar asam urat pada jam 3,4,5 dan 6 setelah perlakuan.
5. Kelompok V, pada tiap tikus dilakukan pengukuran kadar asam urat awal .
Tikus diberikan induksi kalium oksonat secara intraperitonial. Setelah 2 jam
pemberian induksi kalium oksonat dilakukan pengukuran kembali kadar
asam urat darah pada tikus. Setelah itu diberikan suspensi kombinasi
ekstrak daun salam dan gandarusa (75%:25%) Setelah itu, dilakukan
pengukuran kadar asam urat pada jam 3,4,5 dan 6 setelah perlakuan.
3.4 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini direncanakan pada bulan Mei-juli 2015 di Laboratorium
Fitokimia Farmakognosi STIFA
3.5 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan serangkaian kegiatan dilaksanakan secara
teratur dan sistematis untuk mencapai tujuan-tujuan penelitian mulai dari
perencanaan atau persiapan tindakan dilakukan dalam rangka pelaksanaan
penelitian. Prosedur penelitian dapat dilakukan seperti pengambilan sampel,
pengolahan sampel, uji fitokimia, pembuatan ekstrak, pembuatan suspensi,
pemilihan dan penyiapan hewan akan diuji sebagai berikut:
3.5.1

Pengambilan Sampel

28

Sampel digunakan dalam penelitian adalah daun salam (Syzygium


polyanthum (Wight.)Walp) diperoleh dari Kota Palu, gandarusa (Justicia
gendarussa Burm) diperoleh dari Jogjakarta.
3.5.2 Pengolahan Sampel
Bahan yang digunakan yaitu daun salam (Syzygium polyanthum
(Wight.)Walp) dan gandarusa (Justicia gendarussa Burm) diambil dan kemudian di
cuci dengan air mengalir hingga bersih. Selanjutnya dilakukan perajangan,
kemudian dikeringkan tanpa terkena sinar matahari langsung hingga sampel
mengering. Daun salam (Syzygium polyanthum (Wight.)Walp) dan gandarusa
(Justicia gendarussa Burm) yang telah kering dihaluskan dengan blender hingga
diperoleh serbuk daun salam dan gandarusa, kemudian di ayak menggunakan
ayakan 40 mesh.
3.5.3 Uji Fitokimia
Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik yang
dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia, biosintesis,
perubahan dan metabolisme.25
1. Uji Alkaloid
Sampel ekstrak sebanyak 0,1 gram dilarutkan dengan 1 ml asam klorida 2 N
dan memanaskan di atas penangas air selama 2 menit, menambahkan 2 tetes
bouchardat LP. Jika hasil memberikan endapan kering, orange sampai merah bata
berarti membuktikan bahwa sampel positif mengandung alkaloid.

2. Uji Flavanoid

29

Sampel sebanyak 0,1 gram dilarutkan dalam 1 ml etanol (96%) dan


menambah 0,1 gram serbuk magnesium P, diilarutkan dalam 10 ml asam klorida
pekat P. Jika terjadi warna merah jingga sampai warna merah ungu menunjukkan
adanya flavonoid, jika terjadi warna kuning jingga menunjukkan adanya flavon.
3. Uji Tanin
Sampel sebanyak 0,1 gram ekstrak ditambahkan 5 ml aquadest dan
dididihkan selama 5 menit. Kemudian disaring dan filtratnya ditambahkan dengan
5 tetes FeCl3 1%. Warna biru tua atau hitam kehijauan yang berbentuk
menunjukkan adanya senyawa tanin.
4. Uji Polifenol
Sampel sebanyak 0,1 gram ditambahkan air sebanyak 10 ml kemudian
dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air, disaring panas-panas, setelah
dingin tambahkan 3 tetes larutan FeCl3. Jika terbentuk warna hijau kebiruan
menunjukkan adanya polifenil.
5. Uji Saponin
Sampel sebanyak 0,1 gram masukan dalam tabung reaksi, menambahkan 10
ml air panas, dinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 menit dengan
kekuatan konstan. Jika terbentuk buih yang menetap selama tidak kurang dari 1
menit, setinggi 1 cm-10 cm atau pada penambahan 1 tetes asam klorida 2N tidak
hilang maka sampel positif mengandung saponin.
6. Uji Steroid/Triterpenoid
Sebanyak 0,1 g ekstrak ditambahkan 5 ml etanol 30% lalu selama 5 menit
dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambahkan eter.Lapisan
eter ditambahkan dengan pereaksi Liebermen Burchard (3 tetes asetat anhidrida

30

dan 1 tetes H2SO4 pekat).Warna hijau menunjukkan adanya steroid serta warna
merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid.
3.5.4 Pembuatan Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight.)Walp)
dan Gandarusa (justicia gendarussa Burm.)
Sampel kering daun salam (Syzygium polyanthum (Wight.)Walp) dan
gandarusa (Justicia gendarussa Burm.) dibuat serbuk dan diekstrak dengan metode
meserasi. Proses ini dilakukan dengan cara kedua sampel masing-masing
dimasukan kedalam toples kaca yang disediakan sebelumnya, ditambahkan cairan
penyari (etanol 96%) hingga mencapai 2/3 di atas permukaan sampel, diamkan
selama 3-5 hari agar proses ekstraksi sempurna sambil diaduk sekali-kali, disaring
untuk mendapatkan ekstrak etanol, dipekatkan dengan menggunakan alat
rotavapor, kemudian kedua ekstrak masing-masing diuapkan hingga diperoleh
ekstrak kental daun salam (Syzygium polyanthum (Wight.)Walp) dan gandarusa
(justicia gendarussa Burm.)
3.5.5 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5%
Suspensi Na CMC 0,5% dibuat dengan melarutkan 500 mg
Na CMC sedikit demi sedikit kedalam 50 ml air suling panas
sambil diaduk hingga
terbentuk larutan koloid. Volume dicukupkan hingga 100 ml
dengan air suling.
3.5.6 Pembuatan Suspensi Alopurinol
Allopurinol diberikan dalam bentuk suspensi dengan Na CMC sesuai dosis
penggunaan pada manusia 100-300 mg dikonversikan berdasarkan konversi
Laurence dan Bacharach, yaitu dosis untuk setiap 200 gram berat badan tikus setara

31

dengan 0,018 kali pada dosis manusia, sehingga dosis yang digunakan adalah 5,4
mg/200 gram berat badan
3.5.7 Pembuatan Suspensi Kalium Oksonat
Pembuatan dosis kalium oksonat 50 mg pada tikus dengan berat
badan 200 gram dengan volume maksimal pemberian 5 ml secara intraperitonial
dalam 100 ml larutan aqua p.i adalah sebagai berikut:
3.6 Pemilihan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan (Rattus norvegicus),
berbadan sehat, umur 2-3 bulan dengan bobot badan bervariasi yaitu antara 150200 gram. Tikus putih yang digunakan sebanyak 25 ekor dan dibagi dalam 5
kelompok perlakuan setiap kelompok terdiri dari 5 ekor hewan uji. Semua
kelompok diadaptasikan selama satu minggu dan diberi pakan standar guna
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kriteria Inklusi :
a.
b.
c.
d.
e.

Sehat (bergerak aktif)


Berumur 2-3 bulan
Berat badan 150-200 gram
Jenis kelamin jantan
Warna bulu putih

Kriteria Eksklusi :
a.
b.
c.
d.
e.

Cacat fisik
Tikus sakit (gerakan tidak aktif, tidak mau makan, rambut kusam atau rontok)
Tikus yang mengalami penurunan kadar fisik
Berat badan tikus menurun hingga kurang dari 150 gram
Tikus mati selama penelitian berlangsung.35

3.6.1 Perlakuan Hewan Uji


Pada perlakuan ini hewan uji yang digunakan sebanyak 25
ekor tikus. Mulanya hewan uji dipuasakan selama 18 jam dan

32

ditimbang bobot badanya. Sebelum diberikan perlakuan terlebih


dahulu dilakukan pengukuran kadar asam urat awal pada darah
tikus. Untuk memperoleh kondisi hiperurisemia tikus diinduksi
kalium oksonat secara i.p. Setelah 2 jam pemberian induksi
kalium oksonat, dilakukan pengukuran kadar asam urat darah
tikus. Setelah itu, hewan uji yang dibagi menjadi 5 kelompok
perlakuan yaitu kelompok 1 (kontrol positif), kelompok 2 (kontrol
negatif),

kelompok 3 (kombinasi ekstrak daun salam dan daun

gandarusa) dengan perbandingan 25% : 75%, pada kelompok 4


diberikan kombinasi ekstrak daun salam dan daun gandarusa
dengan perbandingan 50% : 50% dan kelompok 5 diberikan
kombinasi ekstrak daun salam dan daun gandarusa dengan
perbandingan 75% : 25%. Kombinasi ekstrak daun salam dan
ekstrak daun gandarusa dalam bentuk suspensi secara oral
sebanyak 3.200 mg/kgBB. Setelah

diberi perlakuan sesuai

kontrol, kemudian diukur kadar asam uratnya darah tikus setelah


1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam dan 6 jam. Semua data kadar
asam urat darah tikus yang diperoleh dicatat kemudian dianalisis.
3.6.2 Cara Pengambilan darah
Sebelum pengambilan darah, tikus dimasukkan ke dalam restrainer
sedemikian rupa sehingga tidak dapat bergerak. Kemudian ekor tikus dibersihkan
dengan alkohol 70%. Selanjutnya ujung ekor tikus disayat kurang lebih 0,2 cm dari
ujung ekor, dilakukan pemijatan perlahan terhadap ekor agar darah keluar dan

33

untuk pengukuran kadar asam urat darah dilakukan dengan menggunakan alat tes
strip asam urat.
3.7 Analisis Data
Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak kelompok (RAK)
Dengan uji statistik one way (ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95%. Uji ini
digunakan untuk menentukan apakah terdapat perbedaan yang signifikan antar
perlakuan. Jika terdapat pebedaan yang signifikan, maka dilakukan uji lanjut LSD
(least significance difference). Pengolahan data dilakukan menggunakan program
software SPSS 21.0.

34

DAFTAR PUSTAKA
1. Ristanti Pratiwi, Jimmy Posangi, Fatimawali. 2013. Uji Efek Analgesik
Ekstrak Etanol Daun Gedi (Abelmoschus manihot (L.) Medik) Pada Mencit
(Mus musculus). Jurnal e-Biomedik (eBM) 1(1);571-580.
2. Sari L.O.R.K. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Pertimbangan
Manfaat Dan Keamanan. Jurnal ilmu kefarmasian 3 (1). Universitas Jember.
Hal: 1-7
3. Purwati, A. 2004. Berita Keanekaragaman Hayati: Sembilan Tanaman Obat
Unggulan Hasil Uji Klinis Badan POM 200
4. Berna Elya, Juheini A, Emiyanah. 2010. Toksisitas Akut Daun Justicia
gendarussa Burm. Makara, Sains, Vol. 14, No. 2. Departemen Farmasi,
FMIPA, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia.
5. Handayani, L. (2007). Pil Kontrasepsi Laki-Laki Dengan Bahan Dasar
Gandarusa (Justicia gendarussa Burm.F). Majalah Kedokteran Indonesia,
Vol.57, No.8, Agustus 2007.
6. Correa, Geone M. dan Alcantara C. (2011, November). Chemical Constituents
and Biological Activities Of Spesies Of Justicia a review. Rev. Bras.
Farmacogn. Vol. 22, No. 1 Curitiba.
7. Putra, Tjokorda R. 2006. Hiperurisemia. Dalam Aru W. Sudoyo, et al. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
8. Asaida, M., 2010. Waspadai Asam Urat. Diva Press. Yogyakarta.
9. Saraswati, Sylvia, Diet Sehat Untuk Penyakit Asam Urat, Diabetes, Hipertensi,
Dan Stroke. Yogyakarta, A+Plus Books.
10. Fajar Wahyu, Dwi Arini. 2010. Efek Catechin Terhadap Kadar Asam Urat, CReactive Protein (CRP) Dan Malondialdehid Darah Tikus Putih (Rattus
novergicus) Hiperurisemia. Mandala Of Health. Vol. 4, No. 1. Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.
11. Muhtadi, Andi Suhendi, Nurcahyanti W, EM. Sutrisna. 2012. Potensi Daun
Salam (Syzigium polyanthum Walp.) Dan Jinten Hitam (Nigella Sativa Linn)

35

Sebagai Kandidat Obat Herbal Terstandar Asam Urat. Fakultas Farmasi,


Universitas Muhammadiyah Surakarta.
12. Anonim. 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (1). Jilid 1. Jakarta.
Departemen Kesehatan Dan Kesejahteraan Indonesia. Jakarta. Anonim. 2010,
Penyakit Jantung Dan Pembuluh Pembunuh Nomor 1 Dunia.
13. Van steenis. C.G. 1992. Flora: Untuk Sekolah Di Indonesia, Terjemahan Oleh
Suryowinoto. M. Cetakan Ke-VI, Penerbit PT. Pradnya Paramita. Jakarta
14. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid IV, Edisi 1. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Hlm 1760.
15. Jones, S.B dan Luchsinger, A.E. 1987. Plant Systematics, Second Edition. New
York: McGraw Hill Book Company.
16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Materi Medika Indonesia
Jilid IV. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat Dan Makanan.
17. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional dan Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan. 1983. TOGA (Tanaman Obat Keluarga). Jakarta:
Departemen Kesahatan Republik Indonesia.
18. Tim Monografi Vademekum Bahan Obat Alam. 1989. Vademekum Bahan
Obat Alam. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
19. Ansel, Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi Keempat. UI.
Jakarta.
20. Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta.
21. Neal M.J. 2005. Farmakologi Medis. Erlangga. Jakarta.
22. Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
23. Rodwell, Victor W. 2003. Struktur, Fungsi dan Replikasi Makromolekul
Pembawa Informasi, Nukleotida. Dalam Biokimia Harper. Jakarta: EGC
24. Lingga, L. 2012. Bebas Penyakit Asam Urat Tanpa Obat. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
25. Siahaan Ririyen. 2014. Observasi Klinis Pengaruh Pemberian Kombinasi
Serbuk Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) dan Rimpang
Kunyit (Curcuma domestica Val.) Pada Pasien Hiperurisemia. Skripsi fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan.

36

26. Wilmana, P.F., Dan Sulistia G.G. 2007. Analgesik-Antipiretik, AnalgesikAntiinflamasi Non Steroid Dan Obat Pirai. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5.
Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 230246
27. Tjay Tan Hoan, Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Edisi Keenam. PT
Elax Media Komputindo. Jakarta. 342,343
28. Misnadiarly, AS. 2008. Mengenal Penyakit Arthritis. Mediakom.
29. Pipit, Anis H, Afnan. 2010. Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kadar
Asam Urat Darah Pada wanita Postmenopause Di Posyandu Lansia Wilayah
Kerja Puskesmas Dr. Soetomo Surabaya. Fakultas Ilmu Kesehatan
UMsurabaya.
30. Tjay, Tan Hoan. 2007. Obat-obat Penting Edisi Keenam. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta
31. Julian M. Iqbal. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Gandarusa
(Justicia gendarussa Burm.) Terhadap Kadar Asam Urat Dalam Darah Tikus
Putih Jantan Yang Dibuat Hiperurisemia Dengan Kalium Oksonat. Skripsi
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Departemen Farmasi.
Universitas Indonesia. Depok
32. Bambang S. 1979. Materi Medika Indonesia. Jilid. IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
33. Lidinilla, Nida Ghania. 2014. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70%
Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) Terhadap
Penurunan kadar Asam Urat Dalam Darah Tikus Putih Jantan
yang
Diinduksi
Dengan
Kafeina.
Skripsi:UIN,Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
34. Bioptik Technologi Inc. Buku Petunjuk Manual Easy Touch
GCU. China : 4. 38-41.
35. Price, Sylvia A., L. Wilson. 1995. Patofisiologi Buku 2 Edisi 4.
Terjemahan Peter Anugerah. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. Hal: 476,769-795
36. Osada, Y,M Tsuchimoto, H Fukushima, K Takahashi, S Kondo, M Hasegawa
dan K Komoriya. (1993). Hypouricemic effect of the Novel Xanthine Oxidase
Inhibitor, In Roden. Urope Journal 241: 183-188

37

Lampiran 1 Skema Kerja


A. Pembuatan Kombinasi Ekstrak Daun Salam Dan Ekstrak Daun Gandarusa
Daun Salam

Daun gandarusa

(Syzygium polyanthum (Wight.)Walp.)

(Justicia gendarussa Burm)

Disortasi basah
Dicuci
Dirajang
Dikeringkan
Diblender

- Disortasi basah
- Dicuci
- Dirajang
- Dikeringkan
- Diblender

Serbuk simplisia

Serbuk simplisia

Dimaserasi dengan
Etanol 96%

- Dimaserasi dengan
Etanol 96%

Ekstrak Cair
-

Ekstrak Cair

Dirotavapor

- Dirotavapor
Ekstrak kental

Ekstrak Kental

Uji Fitokimia

Uji Alkaloid
Uji Flavonoid
Uji Saponin
Uji Tanin
Uji Polifenol

38

Lampiran II Perhitungan
A. Perhitungan Larutan Stok Kombinasi Ekstrak Daun Salam (Syzygium
polyanthum (Wight.)Walp) Dan Ekstrak Daun Gandarusa (Justicia
gendarussa Burm.)
Daun Salam (1,250 mg/kg BB)
Daun Gandarusa (345 mg/kg BB)
1. Pembuatan larutan stok daun salam dan daun gandarusa perbandingan
(25:75)
Pembuatan larutan stok daun salam = dosis x bobot badan maksimal
1
2 x volume maksimal

1
2

= 398,75 mg/kg BB x 0,2 kg


x 5 ml
= 79,75
2,5
= 31,9 mg/ml dibuat larutan stok 50 ml
= 31,9 mg/ml x 50 ml
= 1,595 mg disuspensikan dengan Na CMC
0,5% ad 50 ml

Pembuatan larutan stok gandarusa

= dosis x bobot badan maksimal


1
2 x volume maksimal
= 119,625 mg/kg BB x 0,2 kg
1
2 x 5 ml
= 23,925

39

2,5
= 9,57 mg/ml dibuat larutan stok untuk 50 ml
= 9,57 mg/ml x 50 ml
= 478,5 mg disuspensikan dengan Na CMC
0,5% ad 50 ml
Volume Pemberian
Volume pemberian daun salam

= dosis x bobot badan maksimal


larutan stok
= 398,75 mg/kg BB x 0,2 kg
31,9 mg/ml
= 2,5 ml

Volume pemberian daun gandarusa = dosis x bobot badan maksimal


Larutan stok
= 119,625 mg/kg BB x 0,2 kg
9,57 mg/ml
= 2,5 ml

40

B. Pembuatan larutan stok daun daun salam dan gandarusa (50:50)


Pembuatan larutan stok daun salam = dosis x bobot badan maksimal
1
2 x volume maksimal
= 79,75 mg/kg BB x 0,2 kg
1
2 x 5 ml
= 15,95
2,5
= 6,38 mg/ml dibuat larutan stok untuk 50 ml
= 6,38 mg/ml x 50 ml
= 319 mg disuspensikan dengan larutan Na
CMC 0,5% ad 50 ml
Pembuatan larutan stok gandarusa

= dosis x bobot badan maksimal


1
2 x volume maksimal
= 79,75 mg/kg BB x 0,2 kg
1
2 x 5 ml
= 15,95
2,5
= 6,38 mg/ml dibuat larutan stok untuk 50 ml
= 6,38 mg/ml x 50 ml

41

= 319 mg disuspensikan dengan larutan Na


CMC 0,5% ad 50 ml

C. Pembuatan larutan stok daun salam dan daun gandarusa (75:25)


Pembuatan larutan stok daun salam = dosis x bobot badan maksimal
1
2 x volume maksimal
= 119,625 mg/kg BB x 0,2 kg

1
2

x 5 ml

= 23,925
2,5
= 9,57 mg/ml dibuat larutan stok untuk 50 ml
= 9,57 mg/ml x 50 ml
= 478,5 mg disuspensikan dengan Na CMC
0,5% ad 50 ml.
Pembuatan larutan stok gandarusa

= dosis x bobot badan maksimal


1
2 x 5 ml
= 398,75 mg/kg BB x 0,2 kg
1
2 x 5 ml
= 79,75

42

2,5
= 31,9 mg/ml dibuat larutan stok untuk 50 ml
= 31,9 mg/ml x 50 ml
= 1,595 mg disuspensikan dengan Na CMC
0,5% ad 50 m

D. Allopurinol
Stok allopurinol

= dosis x bobot badan maksimal

1
2

x volume pemberian

= 10 mg/kg BB x 0,2 kg
1
2 x 5 ml
= 2 mg/kg BB
2,5 ml
= 0,8 mg/ml
Untuk 50 ml

= 0,8 mg/ml x 50 ml
= 40 mg dalam 50 ml

Bobot 10 tablet allopurinol (misalnya 100 mg)


Bobot 1 tablet allopurinol

= 100 mg
10 mg
= 10 mg

Bobot stok tablet allopurinol = 40 mg x 10 mg


10 mg
= 400 mg
10 mg

43

= 40 mg
Ditimbang 40 mg serbuk tablet allopurinol dengan Na CMC ad 50 ml
Volume pemberian allopurinol

= dosis x bobot badan maksimal


Larutan stok
= 10 mg/kg BB x 0,2 kg
0,8 mg/ml
= 2,5 ml

Pembuatan larutan stok allopurinol

dosis x bobot badan maksimal


1
x volume maksimal
2

= 5,4 mg/200 g bobot tikus x 200 gram


2,5 ml
5,4 mg
= 2,5 ml
= 2,16 mg/ml
= 2,16 mg/ml x 50 = 108 mg/50 ml

Dibuat larutan stok untuk 50 ml

Dosis Kalium oksonat

Dosis Kalium oksonat

250 mg
kg BB tikus

250 mg
1000 g

= 50 mg

x 200 g BB tikus

44

Kalium Oksonat =

100 ml
2,5 ml

x 50 mg BB

=2g
Kalium Oksonat = 2 gram dilarutkan dalam aqua p.i sebanyak 100 ml.

Anda mungkin juga menyukai