Anda di halaman 1dari 6

Buletin Sariputra. Oktober, 2014 Vol.

1 (1)

PENGARUH BLADDER TRAINNING TERHADAP KEMAMPUAN


BERKEMIH PADA PASIEN PRIA DENGAN RETENSI URINE
Influence Of Bladder Training On Capability To Urination In Male With Urine Retention
Friska Hinora1 , Joice Laoh2 , Don R.G Kabo

3)

ABSTRAK

Latar belakang. Retensi urin adalah suatu keadaan emergenci medis yang menuntut tindakan yang
cepat. Bilamana retensi urin tidak ditangani sebagaimana mestinya, akan mengakibatkan terjadinya
penyulit yang memperberat morbiditas penderita yang bersangkutan salah satu tindakan yang dapat
dilakukan dalam mengatasi retensi urine adalah dengan menggunakan metode bladder trainning.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bladder trainning terhadap kemampuan
berkemih pada pasien pria dengan retensi urine. Metode. Desain penelitian menggunakan Non
Equivalent control group design Pretest-Posttest. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien pria
yang menggunakan kateter. Instrumen menggunakan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukan
bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata sebelum dan setelahiberikan tindakan dimana pada pra nilai
mean 3,35 menjadi meningkat pada post yaitu mean =5,00 . Uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test
menunjukan nilai p= 0,001 atau lebih kecil dari = 0,05, sehingga Ha (Hipotesis alternatif) diterima
atau ada pengaruh bladder training terhadap kemamppuan berkemih pada pasien retensi urine di
RSUD Bitung. Kesimpulan. Bladder training dapat meningkatkan kemampuan berkemih pada pasien
retensi urine yang terpasang kateter. Saran. bagi perawat agar dapat meningkatkan pemahaman
pasien tentang pentingnya latihan bladder training bagi peningkatan kemampuan berkemih pasien
Kata kunci : Bladder trainning, retensi urine

ABSTRACT

Background. Urinary retention is a condition that requires medical emergency quick action. When
urinary retention not handled properly, will result in patient morbidity complications aggravate one of
the acts in question do to overcome urinary retention is by using bladder training. The purpose of this
study was to determine the effect of bladder training on the ability of micturition in male patients with
urinary retention. Method. Research design using Non Equivalent control group pretest-posttest
design. The study population was all male patients who use catheters. Instrument using the
observation sheet. The results showed that there are differences in the average value before and
after a given action in which the mean value of 3.35 pre to post increases in the mean = 5.00. Test
Wilcoxon Sign Rank Test statistics show the value of p = 0.001 or smaller than = 0.05, so that Ha
(alternative hypothesis) is received or there are influence on the ability of urinary bladder training in
patients with urinary retention in hospitals Bitung. Conclusion. Bladder training can improve the
patient's ability to urinate urinary retention catheter attached. Suggestions. for nurses in order to
improve patient understanding of the importance of bladder training exercises to increase the ability of
the patient to urinate
Keywords: Bladder training, retention of urine

67

PENDAHULUAN

memperberat
morbiditas penderita
yang
bersangkutan (Sulli, 2011)
Tidak diperlukan peralatan
maupun
ketrampilan yang khusus untuk mendeteksi
dan menangani penderita dengan retensi urin,
apapun yang menyebabkan terjadinya
kelainan tersebut (Potter dan Perry, 2005).
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan
dalam mengatasi retensi urine adalah dengan
menggunakan
metode bladder
trainning.
Bladder training adalah salah upaya untuk
mengembalikan fungsi kandung kencing yang
mengalami gangguan ke keadaan normal atau
ke fungsi optimal neurogenik. Bladder training
merupakan salah satu terapi yang efektif
diantara
terapi
nonfarmakologis (Syafar,
2011).
Penelitian oleh Hasmita Maya (2011),
Tentang Efektivitas Bladder Training yang
dilakukan pada ibu post partum menunjukan
bahwa Waktu terjadinya fungsi eliminasi
berkemih spontan pada ibu post partum
spontan yang mendapat intervensi bladder
training Sitz bath lebih cepat yaitu terjadi pada
waktu 149,68 + 30,32 menit post partum
dibandingkan dengan fungsi eliminasi
berkemih spontan pada ibu post partum
spontan tanpa bladder training Sitz bath yaitu
pada waktu 255,23 + 71,65 menit post partum
spontan. Sehingga hipotesis pertama pada
penelitan ini diterima. (Uji-t independen, nilai p
= 0,005; p<0,05 ; CI 95%). Volume urin dari
fungsi eliminasi berkemih spontan pertama kali
pada ibu post partum spontan yang mendapat
intervensi bladder training Sitz bath lebih
banyak (227,95 + 28,97 ml) dibandingkan
dengan kelompok kontrol tanpa intervensi
(219,32 + 90,70 ml).
The journal of the American Medical
Association (1991), Efektivitas latihan kandung
kemih pada 123 wanita yang berusia 55 tahun
dengan inkontinensia urin, Pelatihan kandung
kemih mengurangi jumlah episode
inkontinensia sebesar 57%, efeknya sama
untuk kedua kelompok diagnostik Fungsi
Ginjal. Jumlah kehilangan cairan berkurang
sebesar 54% (Puspasari, 2011).
Berdasarkan
masalah di atas maka
peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pengaruh bladder trainning
terhadap kemampuan berkemih pada pasien
retnsi urine di ruang penyakit dalam RSUD
Bitung.

Eliminasi
merupakan
proses
pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh.
Pembuangan dapat melalui urine ataupun
bowel (Wartonah, 2006). Pembuangan normal
urine merupakan suatu fungsi dasar yang
sering dianggap enteng oleh kebanyakan
orang, apabila sistem perkemihan tidak dapat
berfungsi dengan baik, semua sistem organ
pada akhirnya akan terpengaruh. Klien yang
mengalami perubahan eliminasi urine juga
dapat menderita secara emosional akibat
perubahan citra tubuhnya (Potter dan Perry,
2005).
Insiden
terjadinya
retensi urin,
menurut hasil penelitian Saultz et al berkisar
1,7% sampai 17,9%. Penelitian yang dilakukan
oleh Yip et al (1997) menemukan insidensi
retensi urin sebesar 4,9 % dengan volume
residu urin 150 cc sebagai volume normal
paska berkemih spontan. Penelitian lain oleh
Andolf et al (1993) menunjukkan insidensi
retensi urin sebanyak 1,5%, dan hasil
penelitian dari Kavin et al (2003) sebesar
0,7% (Kavin G. Jonna B, et al, 2003).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan
peneliti di Ruang Perawatan Rumah Sakit
Umum Daerah jumlah kasus sejak bulan
Januari sampai Desember 2012 sebanyak 52
kasus retensi urine dari total 630 pasien atau
sekitar (8,25%).
Membuang urine dan alvi (eliminasi)
merupakan salah satu aktivitas pokok yang
harus dilakukan oleh setiap manusia. Apabila
eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan
menimbulkan berbagai macam gangguan
seperti retensi urine, inkontinensia urine,
enuresis, perubahan pola eliminasi urine,
konstipasi, diare dan kembung, berbagai
macam gangguan yang telah disebutkan di
atas akan menimbulkan dampak pada system
organ lainnya seperti: system pencernaan,
ekskresi (Pradana, 2011)
Retensi urine akut tidak dapat berkemih
sama sekali, walaupun kandung kemihnya
sudah penuh. Pasien tersebut mengalami
peningkatan rasa nyeri suprapubik yang terus
menerus bersama dengan keinginan untuk
berkemih yang hebat dan mungkin dengan
meneteskan jumlah yang sedikit dari urin.
Retensi urin akut adalah suatu keadaan
emergenci medis yang menuntut tindakan
yang cepat. Bilamana retensi urin tidak
ditangani sebagaimana mestinya, akan
mengakibatkan terjadinya penyulit yang

68

METODOLOGI PENELITIAN

(Kemampuan berkemih). Populasi dalam


penelitian ini adalah seluruh pasien yang
menggunakan kateter diruang penyakit dalam
RSUD Bitung. Analisis statistik menggunakan
uji Wilcoxon Sign Rank Test dengan ting[kat
kemaknaan () 0,05. Penulis menggunakan
instrumen dalam penelitian ini adalah lembar
observasi yang mengacu pada kerangka
konsep dan definisi operasional yang berisi
pernyataan tentang variabel penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruangan penyakit


dalam RSUD Bitung dari tanggal 25 April
sampai dengan 6 Mei 2013. Penelitian ini
menggunakan
metode
penelitian
Non
Equivalent control group design PretestPosttest,
dimana
peneliti
melakukan
pengukuran sebelum melakukan intervensi
kemudian
memberikan
intervensi
dan
melakukan penilaian kembali data variabel
independen (Bladder Trainning) dan dependen

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data demografi Responden
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
No
1

Karakteristik Responden

Jenis Kelamin
Laki-laki

54.5

3
17

15,0
85,0

13
7

65,0
35,0

8
3
20

36.4
13.6
100

Pendidikan
a. Pendidikan Rendah
b. Pendidikan Tinggi

20

Umur
a. <50 Thn
b. >50 Thn

Presentase (%)

Pekerjaan
a. Tidak bekerja
b. Bekerja
Total

Dari tabel di atas menunjukan bahwa


seluruh responden adalah laki-laki yaitu 20
responden (100%). Kategori umur dalam
penelitian ini di bagi dalam 2 kategori yaitu
umur kurang dari 50 tahun dan umur di atas
50 tahun . Dari tabel di atas menujukan bahwa
responden yang paling banyak adalah
responden dengan umur diatas 50 tahun yaitu
17 responden (85,0%). Tingkat pendidikan
dalam penelitian ini di bagi dalam 2 kategori
yaitu tamat pendidikan rendah (SD, SMP, dan

tidak sekolah) dan pendidikan tinggi (SLTA


dan perguruan tinggi). Dari tabel di atas
menunjukan bahwa sebagian besar responden
dengan tingkat pendidikan rendah yaitu 13
responden (65,0%). Pekerjaan responden
dalam penelitian ini di bagi dalam 2 kategori
yaitu tidak bekerja, dan bekerja. Dari tabel di
atas menunjukan bahwa sebagian besar
responden tidak bekerja yaitu 17 responden
(85,0%).

69

Analisa Univariat
Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan kemampuan berkemih
Variabel

Mean

Median

SD

(Min-Max)

Sebelum

20

3,35

3,00

5,00

2-6

Sesudah

20

5,00

5,00

5,00

3-6

Nilai rata-rata kemampuan berkemih


sebelum intervensi adalah 3 (2-6) atau yang
termasuk dalam kategori kurang. Sedangkan
nilai rata-rata kemapuan berkemih pada post

intervensi adalah 5 (3-6). Terdapat perbedaan


sebelum dan setelah diberikan intervensi pada
kemampuan berkemih pasien retensi urine.

Analisa Bivariat
Tabel 3. Analisis pengaruh bladder trainning terhadap kemampuan berkemih pada pasien pria
dengan retensi urine
Variabel

Mean

Median

SD

Jenis Uji

Sebelum

20

3,35

3,00

5,00

Wilcoxon Sign

Sesudah

20

5,00

5,00

5,00

Rank Test

P-Value

0,001

Dari tabel di atas dapat dijelaskan


bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
kemampuan berkemih setelah diberikan
intervensi bladder training. Dari tabel di atas
menujukan bahwa terdapat perbedaan nilai
rata-rata
sebelum
dan
setelahiberikan
tindakan dimana pada pra nilai mean 3,35

menjadi meningkat pada post yaitu mean


=5,00 . Uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test
menunjukan nilai p= 0,001 atau lebih kecil dari
= 0,05, sehingga Ha (Hipotesis alternatif)
diterima atau ada pengaruh bladder training
terhadap kemamppuan berkemih pada pasien
retensi urine di RSUD Bitung.

PEMBAHASAN
Pengaruh penelitian pengaruh bladder trainning terhadap kemampuan berkemih pada pasien
pria retensi urine
Dengan adanya latihan Blader Training
maka pasien akan terlatih untuk meingkatkan
kemampuan dalam eliminasi urine karena
latihan ini dapat mengembalikan pola normal
perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih.
Berdasarkan teori bahwa proses eliminasi
urine merupakan proses pengeluaran cairan
dan hal ini sangat bergantung pada fungsifungsi organ eliminasi urine seperti ginjal,
ureter, bladder dan uretra. Ginjal
memindahkan air dari darah dalam bentuk
urine. Ureter mengalirkan urine ke bladder,
dalam bladder urine ditampung sampai
mencapai batas tertentu yang kemudian
dikeluarkan melalui uretra (Wartonah, 2006).

Uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test


menunjukan nilai p= 0,001 atau lebih kecil dari
= 0,05, sehingga Ha (Hipotesis alternatif)
diterima atau ada pengaruh bladder training
terhadap kemamppuan berkemih pada pasien
retensi urine di RSUD Bitung.
Bladder trianing adalah latihan yang dilakukan
untuk mengembalikan tonus otot kandung
kemih agar fungsinya kembali normal klien
yang mengalami inkontensia retentio urine
(Perry & Potter, 2005). Dari hasil penelitian
yang dilakukan pada 20 responden menujukan
bahwa terdapat 9 responden yang mengalami
peningkatan kemampuan berkemih setelah
diberikan bladder training.

70

Namun pada keadaan retensi urine


terjadai
ketidakmampuan
mengosongkan
kandung kemih secara keseluruhan. Kondisi
ini dapat disebabkan oleh penyumbatan pada
saluran kemih karena pembesaran kelenjar
prostat, batu ginjal dan batu kandung kemih
atau akibat penyebab non-obstruktif, seperti
lemahnya otot kandung kemih dan masalah
persarafan yang menyebabkan terganggunya
sinyal saraf antara otak dan kandung kemih.
Ada dua tipe retensi urin: Retensi Urin Akut
dan Retensi Urin Kronis. Retensi urin akut
ditandai dengan ketidakmampuan untuk
berkemih sama sekali. Hal ini merupakan
suatu kedaruratan medis yang memerlukan
perawatan yang secepatnya. Pada retensi urin
kronis, individu masih dapat berkemih tetapi
memiliki kesulitan untuk memulai atau
mengosongkan kandung
kemih
secara
keseluruhan. Namun dalam penelitian ini tidak

di klasifikasikan jenis retensi urine pada


responden, dan hanya di lihat ada tidaknya
pengaruh bladder training terhadap
kemampuan berkemih pada pasien.
Hasil penelitian ini juga di dukung dengan hasil
penelitian yang serupa oleh Kristanawati
(2009) tentang
Efektifitas Pelaksanaan
Bladder Training Secara Dini Pada Pasien
Yang Terpasang Douwer Kateter Terhadap
Kejadian Inkontinensia Urine di Ruang Umar
dan Ruang Khotijah Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang, dengan hasil
bahwa hasi penelitian menunjukkan bahwa
sebanyak 11 orang (26,2%) responden
mengalami inkontinensia urin dan sebanyak
31 orang (73,8%) responden tidak mengalami
inkontinensia urin. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa bladder training
memberikan pengaruh pada kemampuan
berkemih

KESIMPULAN
1. Frekuensi berkemih pada pasien pria
dengan retensi urine di Ruang Penyakit
dalam RSUD Bitung pada hampir
sebagian besar responden menunjukan
dengan skor 3 (2-6) atau yang termasuk
dalam kategori kurang.
2. Kemampuan pengosongan urine pada
pasien pria retensi urine setelah diberikan
bladder training menjadi lebih baik

dibandingkan dengan sebelum diberikan


tindakan. Terjadi peningkatan adalah 5
(3-6) atau termasuk dalam kategori baik
3. Ada pengaruh bladder trainning terhadap
kemampuan berkemih pada pasien pria
retensi urine dimana jika pasien mampu
untuk melatih kandung kemihnya maka
akan meningkatkan kemampuan
berkemihnya.

DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku
Kavin G, Jonna B, et al (2003) Incidence
and Treatmen of urniary retention
postpartum. Int Urogynecol of Journal

Potter dan Perry (2005). Buku ajar


Fundamental Keperawatan edisi 4 vol 2.
EGC, Jakarta
Pradana Adryan (2011). Kebutuhan Eliminasi.
Diakses dari
http://ardyanpradana007.blogspot.com/

Hasmita Maya (2011). Efektivitas Bladder


Training Sitz Bath Terhadap Fungsi
Eliminasi Berkemih Spontan Pada Ibu
Post Partum Spontan Di RSUP. H. Adam
Malik RSUD. Dr. Pirngadi Medan Dan
RS.
Jejaring.
Diakses
dari
http://repository.usu.ac.id/handle/1234567
89/27637

Puspasari Dewi (2011). Efektvitas latihan


Kegel dalam mengatasi keluhan
disparenia dan kesulitas orgasme pada
perempuan pasca terapi kanker serviks.
Tesis. Program Magister Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.

Krisnawati Beti (2009). Efektifitas Pelaksanaan


Bladder Training Secara Dini Pada
Pasien Yang Terpasang Douwer Kateter
Terhadap Kejadian Inkontinensia Urine di
Ruang Umar dan Ruang Khotijah Rumah
Sakit
Roemani
Muhammadiyah
Semarang.
Abstrak.
http://eprints.undip.ac.id/8751/1/Abstrak.p
df

Sulli Nova (2011). Retensi Urine. Diakses dari


http://www.scribd.com/novasuli
Syafar (2011). Bladder Trainning. Diakses
dari http://odesyafar.wordpress.com/
Wartonah Tarwoto (2006). Kebutuhan dasar
manusia dan proses keperawatan Edisi,
3. Salemba Medika, Jakarta

71

72

Anda mungkin juga menyukai