Anda di halaman 1dari 8

Salah satu isyu besar dalam pengembangan IPTEK dan Industri di

berbagai belahan dunia saat ini adalah permasalahan yang


berkenaan dengan isyu lingkungan hidup. Isyu ini menyangkut
bagaimana kondisi lingkungan yang ada saat ini dapat terus
terkontrol sehingga tidak berbahaya bagi manusia maupun
makhluk hidup lainnya. Permasalahan ini mengemuka ketika para
peneliti mendapati bahwa tingkat penceraman udara akibat
berbagai kegiatan industri dan rumah tangga sudah mencapai
ambang

batas

yang

membahayakan.

Sebuah

wacana

baru

bagaimana membagun dunia yang berkelanjutan pun menjadi


bahasan

yang

pertemuan

sangat

tingkat

penting

dunia

untuk

bahkan

dirumuskan.

digagas

untuk

Sebuah
membuat

kesepakatan terhadap setiap negara di dunia tentang sejauh


mana kandungan zat buang yang boleh diproduksi oleh masing
masing negara, yang dikenal dengan Kyoto protocol. Dalam
protocol yang ditandatangani oleh sekitar 180 negara pada
Desember 1997 ini disepakati bahwa negara-negara pemroduksi
gas berbahaya (yang dikenal dengan greenhouse gas) diharuskan
untuk mengurangi emisinya hingga 5.2% hingga tahun 2012 [1].
Gas barbahaya ini meliputi Karbon Dioksida (CO2), Methane
(CH4), Nitrit Oksida (NO2), dan Ozone (O3) ini pada kenyataanya
banyak diproduksi oleh industri di negara-negara maju seperti
US, negara di Uni Eropa, Jepang, Rusia dan sebagainya. Dengan
semakin meningkatnya isyu lingkungan ini, tidak mengherankan
jika di negara-negara industri penelitian tentang kesehatan
lingkungan menjadi penelitian yang mendapat perhatian utama
di samping energi dan jaringan informasi.
Lebih jauh, kondisi di atas membuat meningkatnya kepedulian
para ilmuwan untuk meneliti alat yang mampu mendeteksi zat
zat

(baik

gas

maupun

cairan)

yang

berbahaya

bagi

lingkungan. Alat yang mampu melakukan fungsi seperti itu


dikenal dengan sebutan sensor. Artikel singkat ini mencoba
memberikan gambaran tentang perkembangan teknologi dari
salah satu bentuk sensor, yaitu sensor kimia. Sebelum masuk
kepada

bahasan

mengenai

sensor

kimia,

akan

diberikan

penjelasan singkat tentang teknologi sensor secara umum.

Pengertian Umum Sensor


Sebenarnya sensor secara umum didefinisikan sebagai alat yang
mampu

menangkap

fenomena

fisika

atau

kimia

kemudian

mengubahnya menjadi sinyal elektrik baik arus listrik ataupun


tegangan [2]. Fenomena fisik yang mampu menstimulus sensor
untuk menghasilkan sinyal elektrik meliputi temperatur, tekanan,
gaya,

medan

magnet

cahaya,

pergerakan

dan

sebagainya.

Sementara fenomena kimia dapat berupa konsentrasi dari bahan


kimia baik cairan maupun gas [2]. Dengan definisi seperti ini
maka sensor merupakan alat elektronik yang begitu banyak
dipakai dalam kehidupan manusia saat ini. Bagaimana tekanan
jari kita pada key board computer, remote televisi, lantai lift yang
kita tuju, menghasilkan perubahan pada layar computer atau
televisi, serta gerakan pada lift adalah contoh mudah sensor
secara luas. Atau sensor temperatur yang banyak digunakan
dalam mengontrol temperatur ruangan pada AC. Demikian pula
sensor pengukur cairan oksigen ataupun gas lainnya yang sering
digunakan di rumah sakit. Hampir seluruh kehidupan sehari hari
saat

ini

tidak

ada

yang

tidak

melibatkan

sensor.

Tidak

mengherankan jika sensor (atau juga ada yang menyebutnya


dengan transducer) banyak disebut juga sebagai panca inderanya alat elektronik modern. Sesuai dengan definisi ini maka
sesungguhnya sensor merupakan suatu cabang ilmu yang sangat
luas cakupannya. Secara garis besar sensor dapat dibagi menjadi
2 bagian yaitu sensor fisika dan sensor kimia sesuai dengan
parameter yang akan dideteksinya seperti yang telah dijelaskan
di atas.
Sensor Kimia
Seperti juga definisi umum tentang sensor di atas, sensor kimia
adalah alat yang mampu menangkap fenomena berupa zat kimia
(baik gas maupun cairan) untuk kemudian diubah menjadi sinyal
elektrik. Seiring dengan kesadaran yang meningkat terhadap
masalah lingkungan, perkembangan pesat dari industri yang
berpengaruh pada gas emisi membuat permintaan akan sensor
menjadi meningkat drastis. Pasar sensor yang pada tahun 1998

berjumlah 1.5 milyar US $, pada tahun 2010 diprediksikan akan


meningkat mencapai 2.5 milyar US $ [5]. Meskipun cakupan dari
sensor kimia ini sangat luas meliputi seluruh zat-zat kimia,
namun dalam perkembangannya yang sangat menonjol adalah
sensor yang berkenaan dengan gas gas kimia seperti NO2, CO2,
VOCs, Oksigen. Tidak heran jika banyak para ilmuwan yang juga
menyebut sensor kimia ini dengan sebutan sensor gas.
Secara umum model sensor gas atau sensor kimia meliputi
bagian penerima yang memiliki sensitifitas terhadap zat yang
akan dideteksi yang dikenal dengan hidungnya sensor (sensitive
layer/ nose parts/chemical interface). Bagian berikutnya adalah
transducer, yaitu bagian yang mampu mengubah hasil deteksi
tersebut menjadi sinyal elektrik. Skema sensor kimia dapat
dilihat pada gambar 1. Bagian penerima berfungsi menyeleksi
dan mengubah sifat kimia yang dideteksinya menjadi energi yang
bisa diukur oleh bagian transducer. Sedangkan bagian transducer
berfungsi mengubah energi yang membawa sifat sifat kimia
tersebut

menjadi

sinyal

elektrik.

Jika

bagian

penerima

merupakan bagian yang mampu membedakan zat yang akan


dikenalinya, maka bagian transducer ini bukanlah bagian yang
mampu membedakan sifat sifat kimia.
Berdasarkan teknologi yang digunakan untuk mengubah zat
kimia yang dideteksi menjadi sinyal elektrik, terdapat beberapa
jenis sensor yaitu jenis sensor optik, sensor elektrokimia, sensor
elektrik,

dan

ditentukan

sensor

dari

kemampuan

sensiitif

sejauh

yang

baik

mana
dalam

berat.

Karakteristik

sensor

tersebut

mengenali

zat

sensor
memiliki

yang

ingin

dideteksinya. Kemampuan mendeteksi zat tersebut ini meliputi:


1. Sensitifitas, yaitu ukuran seberapa sensitif sensor mengenali
zat

yang

dideteksinya.

Sensor

yang

baik

akan

mampu

mendeteksi zat meskipun jumlah zat tersebut sangat sedikit


dibandingkan gas disekelilingnya. Sebagai gambaran sebuah
riset dengan menggunakan material nano porous terhadap gas
NO2 sudah mampu mendeteksi gas NO2 hanya dengan jumlah
300

ppb

(part

per

billion),

artinya

sejumlah

300

partikel

NO2 yang ada dalam 1 milyar partikel udara sudah bisa membuat
sensor ini mendeteksi keberadaannya [4].
2. Selektifitas, yaitu sejauh mana sensor memiliki kemampuan
menyeleksi gas atau cairan yang ingin dideteksinya. Sifat ini
tidak kalah penting dengan senitifitas mengingat gas atau cairan
yang dideteksi tentunya akan bercampur dengan zat lain yang
ada disekelilingnya.
3.

Waktu

respon

dan

waktu

recovery,

yaitu

waktu

yang

dibutuhkan sensor untuk mengenali zat yang dideteksinya.


Semakin cepat waktu respon dan waktu recoveri maka semakin
baik sensor tersebut. Beberapa gas berbahaya bahkan dapat
sangat

cepat

bereaksi

dengan

tubuh

manusia

yang

dapat

berakibat sangat fatal seperti gas CO2 atau NO2 yang dalam
hitungan dibawah 5 menit dapat mengakibatkan kematian.
Karenanya kemampuan mendeteksi gas seperti ini harulah lebih
cepat dari kemampuan gas tersebut beraksi dengan tubuh
manusia.
4. Stabilitas dan daya tahan, yaitu sejauh mana sensor dapat
secara konsisten memberikan besar sensitifitas yang sama untuk
suatu gas, serta seberapa lama sensor tersebut dapat terus
digunakan.
Keempat sifat sensor ini merupakan sifat yang senantiasa
diidentifikasi oleh para peneliti untuk mendapatkan sensor yang
berkualitas baik. Di samping ke empat sifat di atas, terdapat dua
sifat lain yang juga tidak kalah pentingnya terutama bagi sensor
komersial

yaitu

konsumsi

energi

yang

dibutuhkan

untuk

menjalankan sensor tersebut. Dan yang kedua adalah berapa


harga yang dibutuhkan untuk memproduksi sensor ini. Sudah
barang tentu tingkat konsumsi energi yang rendah serta harga
yang murah menjadi harapan bagi industri sensor disamping sifat
sifat sensor yang baik.
Gambar 1. Skema sensor kimia
Dari Elektrolit Padat Sampai Teknologi Nano

Sebagaimana telah dipaparkan di bagian atas bahwa terdapat


beberapa

tipe

digunakannya.

sensor

berdasarkan

Teknologi

eletrolit

jenis
padat

teknologi
yang

yang

bekerja

berdasarkan prinsip elektrokimia, merupakan prinsip sensor


yang paling tua yang telah berkembang. Pengembangan yang
cukup pesat tentang membran sensor dari elektrolit padat telah
terjadi sejak tahun 1930 an. Sensor elektrolit padat adalah
sensor yang menggunakan lempengan sel elektrolit yang disekat
dengan

dua

elektroda

dan

biasanya

ditambahkan

dengan

pengatur temperatur. Sensor komersial jenis ini yang sangat


populer adalah sensor oksigen yang menggunakan lempengan
Yttria-doped zirconia dengan disekat oleh elektroda berpori
platinum (2). Sensor jenis ini sangat handal dan biasanya
digunakan pada temperatur tinggi untuk mengobtrol aliran zat
buang pada suatu mesin. Pengembangan berikutnya juga terus
terjadi pada sensor jenis ini yang pada decade belakangan
dikenal dengan sebuat NASICON sensor. Dengan usianya yang
relatif lebih tua dibandingkan dengam moteode sensor lainnya,
elektrolit padat merupakan sensor kimia yang paling banyak
diproduksi dalam dunia sensor komersial dibandingkan dengan
jenis sensor lainnya (gambar 2) [5].
Metode

sensor

lainnya

adalah

dengan

berdasarkan

pada

teknologi optik dimana penyerapan suatu gas atau cairan kimia


tertentu pada suatu bahan akan mengakibatkan perubahan pada
fenomena optik seperti daya pantul ataupun daya absorpsi suatu
cahaya. Meskipun metode ini juga menjanjikan sistem sensor
yang akurat, pengembangan yang relatif lebih sulit disamping
instrumen

yang

lebih

mahal

membuat

sensor

optik

pada

kenyataannya tidak terlalu banyak dilirik oleh para peneliti. Jenis


sensor kimia lainnya adalah model sensor sensitif berat. Sensor
tipe ini bekerja dengan berdasarkan bahan sensor yang mampu
menghasilkan gelombang akustik sehingga saat suatu zat kimia
melewatinya bahan ini mampu mengkonfersi informasi kimia dari
zat tersebut menjadi informasi fisik yaitu dalam bentuk berat
(meskipun sangat kecil perubahannya).

Teknologi sensor lainnya yang juga tengah banyak digeluti oleh


para penteliti di bidang sensor adalah sensor yang berdasarkan
metal oksida atau semikonduktor. Teknologi yang memanfaatkan
keunggulan

sifat

semikonduktor

suatu

bahan

merupakan

teknologi yang cukup menjanjikan bagi masa depan mengingat


harganya yang murah, bentuknya yang lebih kecil, serta lebih
tahan lama. Tidak mengherankan jika dunia sensor masa depan
diprekdisikan akan didominasi oleh jenis sensor tipe metal oksida
ini. Penelitian tentang pengembangan sensor yang ada saat ini
pun banyak dialakukan seputar semikonduktor sensor ini.
Teknologi semikonduktor memiliki peran yang siginifikan dalam
teknologi

sensor

mengingat

kemampuan

konduktifitas

dari

semikonduktor yang dapat berubah ubah. Kunci dari teknologi


semikonduktor bagi aplikasi dalam dunia sensor adalah jumlah
dan mobilitas dari pembawa muatan yang terdapat dalam bahan
semikonduktor sangat sensitif tidak hanya terhadap paramater
fisik seperti temnperatur, cahanya atauapun tekanan, tetapi juga
sangat sensitive terhadap paramter kimia. Dengan sifat seperti
ini maka sebuah bahan semikonduktor yang dilalui oleh zat kimia
tertentu akan mengalami perubahan besaran konduktifitasnya
yang jika diubah dalam proses berikutnya mampu mengeluarkan
besaran kuantitatif. Sensor jenis semikonduktor ini pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1953 setelah seorang peneliti Amerika
yaitu John Bardeen dan Walter H Brattain menemukan perubahan
konduktifitas

suatu

bahan

semikonduktor

setelah

terjadi

penyerapan gas kimia pada bahan semikonduktor tersebut [6].


Atas temuan yang spektakuler ini (kedua peneliti ini juga
berhasil

mengugkap

sifat

sifat

lain

semikonduktor)

kedua

peneliti tersebut bersama dengan William Shokley mendapat


hadiah

nobel

perkembangan
sentuhan

bidang

Fisika

berikutnya

teknologi

nano

dari
yang

pada

tahun

sensor
pada

1956.

Pada

semikonduktor

kenyataannya

ini,

mampu

menghasilkan bahan semikonduktor yang lebih baik membuat


daya tarik lebih besar bagi para peneliti sensor semikonduktor.
Teknologi nano yang berkembang sangat pesat pada dekade
terakhir ini memiliki pengaruh yang sangat besar pada hampir

semua bidang tidak terkecuali pada sensor kimia ini. Teknologi


nano diyakini mampu meningkatkan performansi sensor sampi
berlipat lipat. Seorang professor pada University of California
Davis Frank Osterloh menyatakan bahwa material pada ukuran
nano akan sangat tepat untuk diaplikasikan pada sensor kimia
mengingat sifat fisik material pada ukuran tersebut akan sangat
sensitif jika bersentuhan dengan gas tertentu. Osterloh bersama
dengan

mahasiswa

presentasinya
molybdenum

membuktikan

pada
dan

ACS

selenium

pernyataannya

Meeting

ke

228

pada

ukuran

itu

dalam

ketika

level

litium,

nano

yang

dibuatnya mampu meningkatkan sesnsitifitas hingga 200 kali


dari material yang bukan dalam ukuran nano. Partikel bahan
semikonduktor yang berukuran nano juga menyebabkan luas
bidang sentuhnya menjadi berlipat lipat yang menyebabkan
sentuhan permukaan dengan zat kimia yang dideteksinya akan
menjadi jauh lebih luas, yang diharapkan mampu meningkatkan
sensitiftas sensor tersebut.
Gambar 2. Perbandingan penggunaan beberapa jenis sensor
komersial
Ukuran

yang

menghasilkan

kecil

dari

bahan

sensitifitas

yang

berukuran
tinggi,

nano

juga

ini

selain

memungkinkan

dibuatnya ukuran yang lebih kecil dari sensor ini. Kondisi ini
memungkinkan dihasilkannya model sensor tersusun dimana
satu buah sensor tidak hanya terdiri dari satu bagian yang
sensitive terhadap satu zat melainkan terdiri dari beberapa
bahan yang sensitif terhadap beberapa zat kimia. Sensor model
ini yang menjadi cita cita bagi para peneliti sensor kimia akan
mampu mendeteksi bahan bahan kimia lebih dari satu jenis.
Dalam

satu buah

chip

yang

berukuran kecil

akan

mampu

dideteksi beberapa jenis gas. Model sensor seperti ini dikenal


dengan sensor pintar (smart sensor) seperti yang terlihat pada
gambar 3. Prestasi yang dihasilkan dari rekayasa pada teknologi
nano pada kenyataanya membuat mimpi memperoleh smart
sensor yang handal akan lebih mudah diwujudkan. Mengingat
pentingnya teknologi sensor ini disamping permintaan dari pasar
yang terus meningkat, sudah selayaknya juga Indonesia mulai

membangun penetilian yang berkenaan dengan dunia sensor ini


dan juga dengan teknologi nano. Dengan tingginya keterlibatan
industri dalam dunia sensor ini bukannya hal yang mustahil
berbagai penelitian tentang sensor akan dapat bekerja sama
dengan

dunia

industri.

Adalah

sebuah

keniscayaan

bahwa

dengan dikuasainya teknologi nano serta aplikasinya bagi sensor


kimia, memungkinkan bagi kita untuk bersaing dalam kompetisi
di bidang sensor kimia di masa datang.
Referensi:
1. http://www.ec.gc.ca/climate/kyoto-e.html
2. Adrian Venema, Principles of Chemical Microsensors, Lecture
Notes at Delft University of Technology, 1998.
3. J. J. Carr, Sensors and Circuit, PTR Prentice-Hall, 1993.
4. Brian Yuliarto, H. S. Zhou, T. Yamada, I. Honma, K. Asai,
CHEMPHYSCHEM, 2004, 5, 261.
5. S.A. Hooker, Nanotechnology advantegs applied to gas sensor
development, The Nanoparticles Confrence Proceeding, 2002.
6.

W.H.

Brattain

and

J.

Bardeen,

Surface

properties

of

Germanium, Bell Syst Tech. J., 32 (1953).


Sumber : Dimensi vol. 6 no. 2 edisi Januari 2005 Warta Sains dan
Teknologi ISTECS-Japan

Anda mungkin juga menyukai