Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR II
(PEMBUATAN LARUTAN)

Oleh:
AGUNG WIDODO
A1M012080

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2013

TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk membuat larutan dengan konsentrasi tertentu,
mengencerkan larutan, dan menentukan konsentrasi larutan yang telah dibuat.
II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Larutan
Larutan merupakan fase yang setiap hari ada disekitar kita. Suatu sistem homogen yang
mengandung dua atau lebih zat yang masing-masing komponennya tidak bisa dibedakan
secara fisik disebut larutan, sedangkan suatu sistem yang heterogen disebut campuran. Suatu
larutan adalah campuran homogen yang terdiri atas dua atau lebih zat. Suatu larutan disebut
suatu campuran karena susunannya dapat berubah-ubah. Disebut homogen karena
susunannya begitu seragam sehingga tak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan.
Dalam campuran heterogen permukaan-permukaan tertentu dapat dideteksi antara bagianbagian atau fase-fase yang terpisah (Keenan, 1984).
Larutan dilihat berdasarkan keadaan fasa setelah bercampur ada yang homogen dan
heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang membentuk satu fasa yaitu yang
mempunyai sifat dan komposisi yang sama antara satu bagian dengan bagian lain didekatnya.
Contoh larutan homogen yaitu gula dan alkohol dalam air. Sedang campuran heterogen
adalah campuran yang mengandung dua fasa atau lebih, contohnya air susu dan air kopi
(Syukri, 1999).
Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut di
dalam larutan. Konsentrasi pada umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat
terlarut dengan jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi adalah molar, molal, dan
bagian per juta (part per million). Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat
dinyatakan encer (berkonsentrasi rendah) atau pekat (berkonsentrasi tinggi).Molekul
komponen-komponen larutan berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Pada proses
pelarutan, tarikan antar partikel komponen murni terpecah dan tergantikan dengan tarikan
antar pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut dan zat terlarutnya sama-sama polar,
akan terbentuk suatu struktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut, hal ini memungkinkan
interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil bila komponen zat terlarut ditambahkan
tidak akan dapat larut lagi (Oktoby, 2001).
Pour point adalah suhu terendah yang dinyatakan sebagai kelipatan 5 oF dimana minyak
yang diamati mengalir apabila minyak didinginkan dan diperiksa pada kondisi tertentu. Poir

point yang tinggi akan mengakibatkan mesin sulit dinyalakan pada suhu rendah. Pour point
ester minyak jarak yang dihasilkan jauh lebih rendah daripada spesifikasi yang
diperbolehkan. Rendahnya nilai pour point ini menunjukkan bahwa produk ester minyak
jarak dapat digunakan pada daerah yang sangat dingin (Kusumaningsih dkk, 2006).
B. Jenis-jenis larutan
Komponen dari larutan terdiri dari dua jenis, pelarut dan zat terlarut, yang dapat
dipertukarkan tergantung jumlahnya. Pelarut merupakan komponen yang utama yang terdapat
dalam jumlah yang banyak, sedangkan komponen minornya merupakan zat terlarut. Larutan
terbentuk melalui pencampuran dua atau lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi
langsung dalam keadaan tercampur. Semua gas bersifat dapat bercampur dengan sesamanya,
karena itu campuran gas adalah larutan
Jenis-jenis larutan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a)

Gas dalam gas seluruh campuran gas

b)

Gas dalam cairan oksigen dalam air

c)

Cairan dalam cairan alkohol dalam air

d)

Padatan dalam cairan gula dalam air

e)

Gas dalam padatan hidrogen dalam paladium

f)

Cairan dalam padatan Hg dalam perak

g)

Padatan dalam padatan alloys (Keenan, 1984).


Pengenceran bisa menurunkan harga konsentrasi larutan. Hal itu yang menjadi dasar
pembuatan larutan di laboratorium seringnya. Dalam rumus pengenceran pun dapat dilihat
bahwa penambahan air atau zat pelarut akan menurunkan konsentrasi larutan. Rumusnya:
V1.M1 = V2.M2 jika V1 adalah volume betadine pekat dan M1 adalah konsentrasi betadine
pekat. Kemudian ditambahkan pelarut untuk proses pengenceran sehingga V 2 (volume encer)
maka M2 sebagai konsentrasi pengenceran yang memiliki konsentrasi lebih kecil dari pada
konsentrasi sebelumnya. Jadi intinya pengenceran dapat menurunkan harga (Oktoby, 2001).

Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan.
Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan.
Kelarutan (S) suatu endapan menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari
larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung pada berbagai kondisi seperti suhu, tekanan,
konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan itu, dan pada komposisi pelarutnya (Lesdantina,
2009).
Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan beberapa cara, seperti persen berat (w/w),
persen volume (v/v), molaritas (M), molalitas (m), bagian per sejuta (ppm), fraksi mol (x) dan
normalitas (N).
a. Persen berat (w/w)
Persen berat menyatakan banyaknya gram zat terlarut dalam 100 gram

larutan.

Perhitungannya:
%(w/w) = Massa Komponen / Massa Campuran x 100%( Keenan, 1984).
b. Persen Volume (v/v)
Persen volume menyatakan mL zat terlarut dalam 100 mL larutan. Perhitungannya:
%(v/v) = Volume Komponen / Volume Campuran x 100% (Keenan, 1984).
c. Molaritas (M)
Molaritas menyatakan banyaknya mol zat terlarut dalam 1 kg pelarut. Perhitungannya:
M = Massa Zat x 100% : Mr x V (Keenan, 1984).
d. Molalitas (m)
Molalitas menyatakan banyaknya mol zat terlarut dalam 1 kg pelarut. Perhitungannya:
m = Massa Zat Terlarut x 1000 : Mr x p (Keenan,1989).
III.

ALAT DAN BAHAN


A. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah: gelas piala, gelas ukur 100 mL,

pipet tetes, pipet ukur, pipet gondok 10 mL, labu takar 50 mL dan 100mL buret.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah : asam klorida pekat, larutan
natrium hidroksida 0,1M pelet natrium hidroksida, larutan asam klorida 0,1M, indikator metil
merah, indikator phenophtalein, indikator metil orange, aquades.
IV.

PROSEDUR KERJA

A. Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida

1.

Larutan asam klorida pekat diambil 4,15 mL dengan menggunakan gelas ukur yang telah
ditimbang dan pipet tetes. Lakukan dalam lemari asam.

2.

Labu takar 50 mL yang kosong ditimbang,catat beratnya. Isi labu takar tersebut dengan
sekitar 20-25 mL akuades.

3.

Asam klorida pekat yang telah diambil tadi dimasukkan ke dalam labu takar dengan
perlahan-lahan. Lakukan dalam lemari asam.

4. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas (perhatikan, meniskus yang
diamati adalah meniskus bawah). Tutup labu takar dan lakukan pengocokan hingga larutan
homogen. Timbang berat labu takar yang telah berisi larutan. Larutan yang telah dibuat dalam
tahap ini disebut sebagai larutan A. Tutup labu takar dan lakukan pengocokan hingga larutan
homogen. Timbang berat labu takar yang telah berisi larutan.
6. Larutan asam klorida yang telah dibuat (larutan A) dipindahkan 10 mL ke dalam labu takar
50 mL yang baru dengan menggunakan pipet ukur dan pipet gondok.
7. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar tersebut hingga tanda batas. Larutan HCl yang
telah diencerkan ini disebut larutan B.
B. Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Klorida melalui Titrasi
Titrasi dengan indikator Metil Merah
1.

Buret dibilas dengan akuades, kemudian bilas kembali dengan larutan NaOH
yang akan digunakan.

2. Buret diisi dengan larutan natrium hidroksida.


3.

Volume awal dicatat larutan natrium hidroksida dalam buret dengan membaca
skala pada meniskus bawah larutan.

4. Larutan asam klorida encer (larutan B) dipindahkan sebanyak 10 mL ke dalam


erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5. Indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
6.

Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan natrium hidroksida di dalam


buret hingga terjadi perubahan warna begitu terjadi perubahan warna yang
konstan, hentikan titrasi.

7. Volume akhir natrium hidroksida yang tersisa dalam buret dibaca. Hitung volume
natrium hidroksida yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan
volume akhir natrium hidroksida dalam buret.
8. Titrasi diulang sebanyak 2 kali.
Titrasi dengan indikator phenophtalein

1.

Prosedur dilakukan kembali dengan titrasi terhadap 10 mL larutan asam klorida encer
(larutan B) dengan larutan NaOH 0,1 M, namun dengan menggunakan indikator
phenophtalein.

2.

Dibandingkan hasil yang diperoleh antara perlakuan dengan menggunakan indikator metil
merah dan dengan menggunakan indikator phenaphtalein sebagai indikator.
C. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida

1. 0,4 gram butiran natrium hidroksida ditimbang menggunakan kaca arloji dan neraca analitik.
2. Natrium hidroksida dipindahkan dari gelas arloji ke dalam gelas beker yang telah berisi 2025 mL akuades hangat.
3. Diaduk dengan pengaduk kaca hingga seluruh natrium hidroksida larut sempurna.
4. Larutan dari gelas beker dipindahkan ke dalam labu takar 50 mL.
5. Akuades ditambahkan hingga tanda batas pada labu takar. Tutup labu takar kemudian kocok
hingga homogen. Larutan yang diperoleh pada tahap ini disebut sebagai larutan C.
6.

Larutan C dipindahkan sebanyak 25 mL ke dalam labu takar 100 mL yang baru dengan
menggunakan pipet gondok yang sesuai.

7. Akuades ditambahkan hingga tanda batas. Kocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh
disebut sebagai larutan D.
D. Penentuian Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi
Titrasi NaOH dengan larutan HCl sebagai Titran
1.

Buret dibilas dengan akuades sebelum digunakan, kemudian bilas kembali


dengan larutan HCl 0,1 M yang akan digunakan.

2. Buret diisi dengan larutan HCl 0,1 M.


3. Volume awal larutan HCl 0,1 M dicatat dalam buret dengan membaca skala pada
meniskus bawah larutan.
4.

NaOH encer (larutan D) dipindahkan 10 mL ke dalam erlenmeyer dengan


menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.

5. Indikator metil merah ditambahkan 2-3 tetes ke dalam larutan tersebut.


6.

larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan HCl 0,1 M di dalam buret
hingga terjadi perubahan warna begitu terjadi perubahan warna yang konstan,
hentikan titrasi.

7. Dibaca volume akhir asam klorida yang tersisa dalam buret. Hitung volume asam
klorida yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir
asam klorida dalam buret.
8. Titrasi diulangi sebanyak 2 kali.

Titrasi HCl 0,1 M dengan larutan NaOH sebagai Titran


1. Buret dibilas dengan akuades sebelum digunakan, kemudian bilas kembali dengan
larutan NaOH yang telah dibuat (larutan D).
2. Buret diisi dengan larutan NaOH encer (larutan D).
3. larutan HCl 0,1 M dipindahkan sebanyak 10 mL ke dalam erlenmeyer dengan
menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
4. Indikator metil merah ditambahkan 2-3 tetes ke dalam larutan tersebut.
5. Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH encer di dalam buret
hingga terjadi perubahan warna begitu terjadi perubahan warna yang konstan,
hentikan titrasi.
6. Volume NaOH yang diperlukan dihitung untuk mentitrasi larutan HCl.
7. Titrasi diulang sebanyak 2 kali.
8. Hasil yang diperoleh dibandingkan antara perlakuan dengan larutan HCl 0,1 M
sebagai titran, dan larutan NaOH encer sebagai titran.
V.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil dan Perhitungan

1.

Hasil
I. Pembuatan dan Pengenceran Larutan HCl (Larutan Asam Klorida)
No.
Langkah Percobaan
1. Diambil larutan asam klorida pekat
dengan menggunakan alat ukur
2.
Diisi labu takar dengan aquades
3.
Dimasukkan secara perlahan-lahan asam
klorida pekat ke dalam labu takar
4.
Ditambahkan aquades ke dalam labu takar
hingga tanda batas
5.
Ditutup labu takar dan dikocok hingga
larutan homogeny
6.
Dicatat volume larutan A
7.
Dipindahkan larutan A dengan menggunakan
pipet gondok atau pipet tetes
8.
Diukur ke dalam labu takar 50 mL
yang baru
9.
Ditambahkan aquades ke dalam labu takar
hingga tanda batas
10.
Dicatat larutan setelah diencerkan
(larutan B)

Hasil Pengamatan
4,15 mL
20-25 mL

50 mL

50 mL

II.

Penentuan

Konsentrasai

Larutan

HCl

melalui

a. Titrasi dengan Indikator Metil Merah


No.
1.
2.

4.

Langkah Percobaan
Diambil 10 mL larutan HCl 0,1 M
Dimasukkan ke dalam elenmeyer
dengan menggunakan pipet gondok
atau pipet ukur
Ditambahkan 2-3 tetes indicator
metil merah dan dititrasi larutan NaOH
Dicatat pembacaan volume akhir

5.

Rata-rata Volume NaOH

3.

Rata-rata Volume HCl

Hasil Pengamatan
Berwarna merah

Berwarna kuning
V1 NaOH = 2,8 mL
V2 NaOH = 3,2 mL
V1 HCl = 10 mL
V2 HCl = 10 mL
(2,8 + 3,2) : 2 = 3 mL
(10 + 10) : 2 = 10 mL

b. Titrasi dengan Indikator Fenolftalien


No.
1.
2.

3.

4.

5.

III.
No
.
1
2
3

Langkah Percobaan
Diambil 10 mL larutan HCl 0,1 M
Dimasukkan ke dalam elenmeyer
dengan menggunakan pipet gondok
atau pipet ukur
Ditambahkan 2-3 tetes indikator
phenopthalein dan dititrasi larutan
dalam elenmeyer dengan ditetesi
larutan NaOH
Dicatat pembacaan volume akhir

Rata-rata volume HCl


Rata-rata volume NaOH

Hasil Pengamatan
Berwarna kuning

Berwarna merah muda

V1 HCl = 10 mL
V2 HCl = 10 mL
V1 NaOH = 3,2 mL
V2 NaOH = 3,6 mL
(10 + 10) : 2 = 10 mL
(3,2 + 3,6) : 2 = 3,4 mL

Pembuatan Larutan NaOH


Langkah Percobaan
Butiran NaOH ditimbang
Dipindah ke dalam gelas beker berisi aquades
aduk hingga larut
Dipindah ke dalam labu takar 50 mL ditambah
aquades
Mr NaOH
(Larutan C)

Hasil Pengamatan
0,4 gram
20-25 mL
V = 50 mL
40 gram/mol

titrasi

Dipindah larutan C ke dalam labu takar 50 mL


yang baru
Ditambah dengan aquades
(Larutan D)

IV.

Penentuan

Konsentrasi

Larutan

V = 10 mL
V = 50 mL

NaOH

melalui

a. Titrasi NaOH dengan larutan HCl sebagai titran


No.
1.
2.
3.

4.
5.

Langkah Percobaan
Hasil Pengamatan
Buret dibilas dengan aquades dan HCl,
Berwarna bening
lalu diisi dengan larutan HCl
Pindah NaOH ke dalam elenmeyer
10 mL
Larutan
NaOH
dalam
elenmeyer
ditambahkan
2 tetes indikator metil merah
Perubahan warna pada titrasi I
Volume pada titrasi I
Perubahan warna pada titrasi II
Volume pada titrasi II
Rata-rata volume HCl
Rata-rata volume NaOH

Berwarna kuning
Berwarna merah muda
4,6 mL
Berwarna merah muda
4,6 mL
(4,6+4,6) : 2 = 4,6 mL
(10+10) : 2 = 10 mL

b. Titrasi Larutan HCl dengan NaOH sebagai Titran


No
.
1.
2.
3.

4.
5.

Langkah Percobaan
Buret dibilas dengan aquades dan
NaOH, lalu diisi dengan laruta NaOH
Pindah NaOH ke dalam elenmeyer
Larutan NaOH dalam elenmeyer
ditambahkan 2 tetes indikator metil
merah
Perubahan warna pada titrasi I
Volume pada titrasi I
Perubahan warna pada titrasi II
Volume pada titrasi II
Volume NaOH
Volume HCl

Hasil Pengamatan

10 mL
Berwarna merah muda

Berwarna kuning
V = 20,4 mL
Berwarna kuning
V = 17,9 mL
(20,4 + 17,9) : 2 = 19,15 mL
(10 10) : 2 = 10 mL

2. Perhitungan

Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Pekat


Diketahui

: Massa jenis HCl

= 1,19 kg/mL = 1190 gram/L

Titrasi.

Persen berat HCl = 37 % (b/b)


Massa 1 L larutan pekat HCl = 1190 gr/L x 1 L =1190 gram
Massa HCl dalam 1 L larutan pekat = 37 % x 1190 = 440,3g
Mr HCl pekat = 36,5 gram/mol
[HCl] pekat = 440,3 gram/36,5 gram.mol-1 = 12,0630mol/L
1L
Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Encer (Larutan A dan B)
1.

Melalui Perhitungan Pengenceran


a. Konsentrasi Larutan A
Diketahui : Volume HCl pekat = 4,15 mL
MHCl = 12,0630
VA = 50 mL
Ditanya
Jawab

MolaritasA = .?

: MA . VA = MHCl . VHCl
MA . 50 = 12,0630 . 4,15
MA = 1,00 M
b. Konsentrasi Larutan B
Diketahui

: MA = 1,00 M

VA yang diencerkan = 20 mL
VB = 100 mL
Ditanya
Jawab

: MB = ..?
: MA . VA = MB . VB

(1,00 . 20) = MB . 100


20 = MB . 100

MB =

= 0,2 M

2. Melalui Titrasi
a. Dengan indikator metil merah
Diketahui : MNaOH =
VHCl

0,1 M

= 10 mL

VNaOH = 3 mL
Ditanya

: MHCl = ..?

Jawab

: MHCl . VHCl . n = MNaOH . VNaOH . n

X .10 mL .1 = 0,1 . 3
10X = 0,3
MHCl = 0,03 M
b. Dengan indikator fenophtalein
Diketahui : MNaOH = 0,1 M
VHCl = 10 mL
VNaOH = 3,4 mL
Ditanya

: MHCl = ..?

Jawab

: MHCl . VHCl . n = MNaOH . VNaOH . n

X .10 mL . 1 = 0,1 . 3,4. 1


10X = 0,34
MHCl = 0,034 M
Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH
1. Melalui Perhitungan Pengenceran
a.

Konsentrasi Larutan C
Diketahui : massa NaOH

= 0,4 gram

Volume NaOH = 50 mL = 0,05 L


Mr NaOH = 40 gr/mol
Ditanya

Jawab

: M NaOH = .?

:n =

= 0,01 mol

MNaOH = n/v
= 0,01/0,05 L
= 0,2 M
b. Konsentrasi Larutan D
Diketahui
VC = 25 mL

: MC = 0,2 M

VD = 100 mL
Ditanya

: MD = ..?

Jawab

: MC . VC = MD . VD

0,2. 25 = MD . 100
5 = 100 MD
MD =

= 0,05 M

100
2.

Melalui
a.

Titrasi

NaOH

Diketahui

Titrasi

oleh

VNaOH

HCl

10

VHCl

mL

4,6

mL

NHCl
:

Titrasi
Diketahui

VNaOH

MNaOH.VNaOH

MNaOH.0,01

MNaOH

19,15
=

0,046

NaOH

mL
10

NHCl

=
mL

0,01915

0,01

Ditanyakan
:

oleh

VHC

Jawab

L
?

HCl
:

=0,0046

MNaOH

NHCl.VHCl

0,1.0,0046
b.

=0,1

Ditanyakan
Jawab

0,01

MNaOH

NHCl.VHCl

0,1.0,01L

0,1

=
=

N
?

MNaOH.VNaOH
MNaOH.0,01915

MNaOH = 0,0522 M
B. Pembahasan
Percobaan pembuatan dan pengenceran larutan asam klorida percobaan ini untuk
mengetahui bagaimana cara pembuatan dan penentuan konsentrasi larutan. Dalam praktikum
ini kita menggunakan beberapa bahan yaitu larutan asam klorida pekat, larutan natrium
hidroksida 0,1M, pellet natrium hidroksida, larutan asam klorida yang sudah diketahui
konsentrasinya

yaitu

sebesar

phenophtlaein , dan akudes.

0,1M,

kemudian

indikator

metil

merah,

indikator

Percobaan yang pertama adalah pembuatan dan pengenceran larutan HCl yang bertujuan
untuk mendapatkan konsentrasi larutan lebih rendah dari konsentrasi semula. HCl pekat
diambil sebanyak 4,15 mL diambil dengan gelas ukur kemudian dimasukkan dalam labu
takar beri akuades 20-25ml masih dilakukan didalam lemari asam. Kemudian diencerkan
dengan menambahkan air murni (akuades) sampai batas tutup labu takar kocok hingga
homogen. Dari pengenceran ini akan kita dapatkan HCl encer yang tentunya dengan
konsentrasi yang lebih rendah. Dengan demikian data yang kami peroleh dari hasil percobaan
sesuai dengan tujuan pengenceran. Molaritas HCl pekat adalah 12,0630 mol/L, molaritas
larutan A adalah 1,0 M mol/L, dan molaritas larutan B adalah 0,2 M Dapat kita lihat,
Molaritas HCl pekat lebih tinggi daripada molaritas larutan A dan larutan B. Begitu pula
molaritas larutan A lebih tinggi daripada molaritas larutan B. Hal ini menunjukan bahwa
pembuatan larutan dan dimaksudkan untuk mengencerkan larutan tersebut saya rasa sudah
terlihat jelas.
Hal ini dapat terlihat pada hasil perhitungan molaritas dalam hal ini satuan konsentrasi
yang dipakai adalah moralitas. Terlihat bahwa terjadi perbedaan yang jelas dari data yang ada
dengan data perhitungan setelah kami melakukan percobaan. Konsentrasi larutan HCl pekat
lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi dari larutan HCl yang sudah m,engalami
pengenceran. Kami telah melakukan pengenceran untuk melakukan pengenceran larutan.
setelah ini kami akan melakukan titrasi dari larutan yang sudah kita encerkan lagi dengan
penitran yang sesuai.
Penentuan konsentrasi larutan asam klorida melalui titrasi suatu larutan konsentrasinya
sudah diketahui maka larutan tersebut adalah larutan standar. Larutan standar terbagi menjadi
dua yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer
konsentrasinya relatif tetap dibandingkan dengan konsentrasi awal pada saat pertama kali
larutan tersebut dibuat. Larutan standar sekunder konsentrasinya sering mengalami perubahan
dibanding konsentrasi awal pada saat pertama kali larutan tersebut dibuat. Standarisasi adalah
penentuan konsentrasi eksak dari larutan standar sekunder dengan bantuan larutan standar
primer.
Pada praktikum ini dilakukan titrasi HCl encer dengan menggunakan titran NaOH dan
indikator metil merah serta indikator phenophtalein. Fungsi dari pemberian indikator adalah
untuk mengetahui titik ekivalen dari suatu proses titrasi apakah sudah tercapai. Pada titrasi
HCl dengan menggunakan indikator metil merah terlihat bahwa adanya perubahan warna
ketika HCl ditetesi metil merah. Sebelum larutan ini dititrasi larutan ini berwarna merah
muda , lalu setelah dilakukan titrasi dengan menggunakan NaOH terjadi perubahan warna

yaitu menjadi warna kuning muda. Pada titrasi ini rata-rata volume NaOH yang terpakai yaitu
3 mL sehingga didapat molaritasnya 0,03 mol/L.
Titrasi HCl dengan menggunakan indikator phenophtalein terlihat bahwa belum adanya
perubahan warna ketika HCl ditetesi phenophtalein karena indikator phenophtalein dalam
larutan asam tidak berwarna. Sebelum larutan ini dititrasi larutan ini tidak berwarna, lalu
setelah dilakukan titrasi dengan menggunakan NaOH terjadi perubahan warna yaitu menjadi
warna merah muda. Perubahan warna ini pengaruh dari phenophtalein sebagai penujuk
bahwa suasana larutan yang awalnya asam berubah menjadi basa setelah adanya penambahan
NaOH. Pada titrasi ini rata-rata volume NaOH yang terpakai yaitu 3,4 mL sehingga didapat
molaritasnya 0,034 mol/L.
Data pada titrasi pertama volume NaOH secara garis besar, telah dilakukan dengan benar.
Baik menggunakan indikator metil merah maupun indikator phenophtalein. Prosedur diatas
menggunakan reaksi kuantitatif yang mengacu pada reaksi asam basa.
Pembuatan larutan natrium hidroksida untuk membuat konsentrasi larutan lebih rendah
dari konsentrasi semula maka dilakukan pengenceran larutan tersebut. Pelet natrium
hidroksida di timbang sebanyak 0,4gram menggunakan kaca arloji pada neraca analitik,
kemudian pindahkan ke gelas beker yang telah berisi akuades 20-25

ml aduk dengan

menggunakan batang pengaduk add homogen. Kemudian pindahkan dalam labu takar 50ml
tambahkan akuades sampai tanda batas lalu kocok dan jadilah larutan C.
Pelet natrium hidroksida dilarutkan dan diencerkan dengan menambahkan air murni
(akuades) sampai batas yang ditentukan tujuannya untuk menurunkan konsentrasi NaOH.
Dari pengenceran ini akan kita dapatkan NaOH yang tentunya dengan konsentrasi yang lebih
rendah. Dengan demikian data yang kami peroleh dari hasil percobaan ini sesuai pula dengan
tujuan pengenceran. Molaritas NaOH (larutan C) adalah 0,2 mol/L. Kemudian setelah didapat
larutan C diambil lagi sebanyak 25mL pindahkan kedalam labu takar 100ml diberi akuades
hingga tanda baca. Tutup labu takar kocok larutan C dan akuades tadi sampai homogeny, dan
setelah melakukan pengenceran didapatkan molaritas NaOH (larutan D) adalah 0,05 mol/L.
Dapat kita lihat dari data tersebut, molaritas larutan C lebih tinggi daripada molaritas larutan
D.
Dalam pembuatan larutan dengan melarutkan zat dalam bentuk padatan harus memilik
ketelitian dan kesabaran sendiri. Hal ini tergantung pada asisten masing-masing. Pada
penentuan titik ekivalen sudah dibantu oleh indicator karena indikator penentu titik ekivalen.
Tetapi dalam menentukan titik ekivalen masing-masing orang tidak sama dalam presepsi
warna akhir. Maka dari itu diperlukan kerjasama yang kompak dari praktikan dan asisten.

Penentuan konsentrasi larutan natrium hidroksida melalui titrasi pada praktikum ini
dilakukan titrasi NaOH dengan menggunakan HCl sebagai titran dan titrasi HCl dengan
menggunakan NaOH sebagai titran. Pada titrasi NaOH dengan menggunakan larutan HCl
sebagai titran, NaOH dititrasi dengan larutan HCl 0,1 M sebagai titran. Diambil sejumlah
10ml larutan D kedalam Erlenmeyer dan beri beberpa tetes indikator metal merah. Titrasi
dengan hati-hati dilihat dengan seksama jika terjadi perubahan warna konstan hentikan
praktikum. Ditambahkanya indikator yang berfungsi sebagai penunjuk titik akhir dalam
titrasi. Indikator yang digunakan pada percobaan ini yaitu metil merah Pada titrasi ini terjadi
perubahan warna yaitu dari kuning menjadi merah muda. Lakukan pratikum sebanyak duplo
hasil volume titran yang terpakai dihitung rata-ratanya.
Jika suatu larutan konsentrasinya sudah diketahui maka larutan tersebut adalah larutan
standar. Larutan standar terbagi menjadi dua yaitu larutan standar primer dan larutan standar
sekunder. Larutan standar primer konsentrasinya relatif tetap dibandingkan dengan
konsentrasi awal pada saat pertama kali larutan tersebut dibuat. Larutan standar sekunder
konsentrasinya sering mengalami perubahan dibanding konsentrasi awal pada saat pertama
kali larutan tersebut dibuat.
Percobaan selanjutnya adalah titasi larutan HCl yang sudah diketahui konsebtrasinya 0,1
M dengan larutan D alias larutan natrium hidroksida yang sudah di encerkan tadi. Masukkan
larutan D kedalam buret yang bersih dan sudah dibilas dengan larutan D. Ambil 10ml HCl
0,1M kedalam Erlenmeyer kemudian tambahkan indikator metal merah. Lakukan titrasi
dengan hati-hati dan dilihat perubahan warna yang terjadi. Hentikan titrasi jika warna
berubah konstan dan lakukan titrasi ini sebanyak 2 kali dan nanti di hitung rata-ratanya.Pada
titrasi larutan HCl dengan menggunakan NaOH sebagai titran, larutan HCl dititrasi dengan
larutan NaOH sebagai titran. Ditambahkan indikator yang berfungsi sebagai penunjuk titik
akhir dalam titrasi atau tercapainya titik ekivalen dalam percobaan yang dilakukan dengan
cara penitrasian. Pada titrasi ini terjadi perubahan warna yaitu dari merah muda menjadi
kuning.
VI.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :
1. Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang
jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut, sedangkan zat
yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau
solven.

2. Untuk membuat suatu larutan dengan konsentrasi tertentu dapat dilakukan dengan
cara melakukan pengenceran zat terlarut yang berada dalam bentuk padatan dan
mengencerkan suatu larutan pekat. Salah satu cara menurunkan konsentrasi suatu
larutan adalah dengan cara pengenceran.
3. Dalam proses titrasi diperlukan adanya indikator sebagai penunjuk akhir suatu proses
titras atau sebagai penunujuk tercapainya titik ekuivalen. Dalam percobaan ini
digunakan dua indikator yaitu phenophtalein dan metil merah.
4. Dari data perhitungan konsentrasi dari Larutan A adalah = 1,0 M dan untuk larutan B
sebanyak = 0,2 M, kemudian konsentrasi larutan C 0,2 M , dan konsentrasi dari
larutan D sebesar 0,05 M.

DAFTAR PUSTAKA
Keenan, C.W. 1984. Kimia Untuk Universitas. Erlangga: Jakarta.
Keenan, C.W. 1989. Kimia Universitas Edisi ke-6. Erlangga: Jakarta.
Kusumaningsih,T.,Pranoto,dan R.Suryoso.2006.Pembuatan Bahan Bakar Biodisel dari Minyak
Jarak; Pengaruh Suhu dan Konsentrasi KOH pada Reaksi Transesterifikasi Berbasis Katalis
Basa.Bioteknologi,3(1):20-26.
http:// biosains.mipa.uns.ac.id/C/C0301/C030104.pdf.
Diakses pada tanggal 12 Oktober 2013.
Lesdantina. 2009. Pemurnian
UNDIP: Yogyakarta.

NaCl Dengan Menggunakan Natrium Karbonat.

Oktoby,D.W. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern .Erlangga: Jakarta.


Petrucci,R.H. 1987. Kimia Dasar Jilid 2. Erlangga: Jakarta.
Syukri,S. 1999. Kimia Dasar 1. ITB: Bandung.

http://laporanpraktikumlengkap.blogspot.co.id/2014/09/pembuatan-danpenentuan-konsentrasi_81.html

Anda mungkin juga menyukai