Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

HASIL PENELITIAN
2.1.

Hasil Implementasi Kebijakan

2.2.1.

Mengidentifikasi Tipe Kebijakan dan Masalah yang Hendak

Dipecahkan
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis kebijakan
publik berdasarkan aspek perubahan, maka Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial termasuk tipe kebijakan fundamental. Dikarenakan
kebijakan tentang kesejahteraan sosial pada anak melakukan perubahan pada aspek
nilai, yaitu kepedulian terhadap kehidupan anak-anak khususnya anak terlantar.
Kebijakan ini bertujuan meningkatkan komitmen pemerintah,

masyarakat di

kabupaten/kota dalam upaya mewujudkan pembangunan yang peduli terhadap anak,


kebutuhan dan kepentingan terbaik bagi anak; mengintegrasikan potensi sumber daya
manusia, keuangan, sarana, prasarana, metoda dan teknologi yang pada pemerintah,
masyarakat khususnya di kota Palu dalam mewujudkan hak anak; mengimplementasi
kebijakan perlindungan anak melalui perumusan strategi dan perencanaan
pembangunan secara menyeluruh dan berkelanjutan sesuai dengan indikator
kesejahteraan sosial anak; dan memperkuat peran dan kapasitas pemerintah dalam
mewujudkan pembangunan di bidang perlindungan anak.
Kemudian terkait dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial di mana selaras dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010
tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, maka ditetapkan PKSA sebagai

program prioritas nasional yang meliputi Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita
(PKS-AB), Program Kesejahteraan Sosial Anak Telantar (PKS-AT), Program
Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan (PKS-AJ), Program Kesejahteraan Sosial Anak
yang Berhadapan dengan Hukum dan Remaja Rentan (PKS-ABH dan Remaja),
Program Kesejahteraan Sosial Anak Dengan Kecacatan (PKS-ADK) dan Program
Kesejahteraan Sosial Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (PKS-AMPK).
PKSA dikembangkan dengan perspektif jangka panjang sekaligus untuk
menegaskan komitmen Kementerian Sosial untuk merespon tantangan dan upaya
mewujudkan kesejahteraan sosial anak yang berbasis hak. Juga perwujudan dari
kesungguhan

Kementerian

Sosial

mendorong

perubahan

paradigma

dalam

pengasuhan, peningkatan kesadaran masyarakat, penguatan tanggung jawab orang


tua/keluarga dan perlindungan anak yang bertumpu pada keluarga dan masyarakat,
serta mekanisme pemenuhan kebutuhan dasar anak yang dapat merespon
keberagaman kebutuhan melalui tabungan. Oleh karena itu, PKSA merupakan respon
sistemik dalam perlindungan anak, termasuk memberikan penekanan pada upaya
pencegahan.
Sasaran PKSA diprioritaskan kepada anak yang memiliki kehidupan yang
tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial seperti
kemiskinan,

ketelantaran,

kecacatan,

keterpencilan,

ketunaan

sosial

dan

penyimpangan perilaku, korban bencana, korban tindak kekerasan, korban eksploitasi


dan diskriminasi.

Kategori sasaran dimaksud untuk memberikan kesempatan akses yang lebih


luas bagi anak yang mengalami masalah sosial dan menghindari terjadinya tumpang
tindih sasaran. Dalam prakteknya terdapat anak yang mengalami masalah ganda,
misalnya anak jalanan yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA. Untuk masalah
seperti ini, pendamping bersama LKSA melakukan klasifikasi masalah anak
didasarkan pada beberapa hal :
1. Bobot masalah yang dialami anak.
2. Kedekatan akses anak terhadap layanan kesejahteraan sosial.
3. Kedekatan akses anak terhadap LKSA yang mendampingi.
Dalam keadaan populasi anak yang membutuhkan lebih banyak daripada
jumlah sasaran PKSA yang tersedia, diperlukan langkah sebagai berikut :
1. Melakukan asesmen masalah secara mendalam
2. Melakukan seleksi berdasarkan bobot masalah yang diprioritaskan. Semakin
berat masalahnya, semakin miskin kondisinya dan semakin membutuhkan
pertolongan/bantuan segera, semakin diprioritaskan menjadi sasaran utama.
3. Melakukan musyawarah antara orang tua/keluarga, lembaga dan komunitas
setempat, termasuk meminta pertimbangan dari tokoh masyarakat, RT/ RW dan
aparat setempat.

Analisis Kinerja (Keberhasilan/Kegagalan), dilihat dari Tipe Kebijakan.


Keberhasilan kebijakan tersebut, di mana semakin banyak daerah yang telah memiliki
Unit Pelaksana Program Kesejahteraan Sosial Anak (UP-PKSA), Lembaga
Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), Pekerja Sosial Profesional, Pekerja Sosial

Profesional Anak, Tenaga Kesejahteraan Sosial Anak, Relawan Sosial Anak,


Pendamping PKSA, Aksesibilitas Pelayanan Sosial Dasar, Bantuan Tunai Bersyarat
(Conditional Cash Transfer), Rehabilitasi Sosial, FDS (Family Development
Session), Validasi Data, dan Verifikasi Data, yang mendukung khususnya untuk di
kota Palu, secara langsung maupun tidak, terhadap upaya perlindungan anak. Hal ini
merupakan indikasi yang positif terhadap pelaksanaan kebijakan Kesejahteraan Sosial
Anak. Isu kesejahteraan dan perlindungan anak telah masuk dalam rencana strategis
Dinas Sosial sehingga pelaksanaan kebijakan kota layak anak mendapat kepastian
dari sisi prioritas dan keberlanjutannya.
Sedangkan

kegagalan pada

kebijakan tersebut,

di mana kebijakan

kesejahteraan dan perlindungan anak di kota Palu terdapat pada kondisi sosial
ekonomi, belum sepenuhnya kondusif seperti kemiskinan, krisis energi, yang
menyebabkan pelanggaran terhadap hak anak meningkat, misalnya meningkatnya
anak putus sekolah, meningkatnya jumlah anak bekerja, selain itu kekerasan terhadap
anak juga meningkat. Hal ini seharusnya terlebih dahulu di atasi oleh pemerintah kota
Palu untuk dapat mewujudkan Program Kesejahteraan Sosial Anak seutuhnya dan
terlaksana sesuai yang kita harapkan bersama, demi anak anak di kota Palu.
2.2.2.

Mengidentifikasi Model Implementasi Kebijakan

Dari gambaran umum model implementasi kebijakan public, mengenai


Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, maka dapat
disimpulkan peraturan tersebut menggunakan model implementasi top-down. Yang
mana kebijakan ini dibuat oleh Kementrian Sosial Republik Indonesia, dengan kata

lain pihak kementrian sebagai perumus dan penetap kebijakan nasional dan
memfasilitasi kebijakan Program Kesejahteraan Sosial Anak di Kabupaten/Kota
khususnya di kota Palu. Selain itu, Kementrian Negara juga melakukan fungsi
koordinasi dalam pelaksanaan kebijakan Program Kesejahteraan Sosial Anak.
Sedangkan yang melaksanakan atau sebagai pelaksana utama (implementator) dari
kebijakan ini adalah pemerintah kota Palu dan semua pihak yang terkait serta terlibat
di dalamnya. Tidak hanya sebagai implementator, pemerintah kota Palu juga
bertanggung jawab dalam membuat kebijakan dan menyusun perencanaan,
pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan memobilisasi potensi sumber daya untuk
pengembangan Program Kesejahteraan Sosial Anak di kota Palu ke depannya.
Berdasarkan

analisis

kinerja

(Keberhasilan/Kegagalan)

dilihat

dari

Keberhasilan Model Implementasinya yaitu semaraknya jumlah lembaga lembaga


sosial khususnya di kota Palu yang bergerak di bidang pendidikan anak, seperti
pendidikan anak usia dini (PAUD), Taman Kanak Kanak, Kelompok
bermain merupakan indikasi meningkatnya kesadaran masyarakat di bidang
perlindungan anak. Hal ini disebabkan tujuan dan sasaran kebijakan dirumuskan
secara jelas dan bisa dipahami dengan baik oleh lembaga non pemerintahan maupun
masyarakat di kota Palu.
Sedangkan kegagalan Model Implementasinya yaitu rendahnya frekuensi
sosialisasi peraturan di bidang anak menyebabkan pemahaman dan pengetahuan
masyarakat di kota Palu mengenai pentingnya perlindungan dan pemenuhan hak
terbatas.

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Diketahui bahwa perlindungan anak merupakan isu pembangunan lintas

program

(cross-cutting

issues)

sehingga

perlu

adanya

kebijakan

yang

mengintegrasikan berbagai Program Kesejahteraan Sosial Anak yang berhubungan


dengan anak di kota Palu. Oleh karena itu, pemerintah kota Palu melaksanakan
kebijakan

Program

Kesejahteraan

Sosial

Anak

yaitu

kebijakan

untuk

mengintegrasikan berbagai sumber daya pembangunan dan pengintegrasian berbagai


kebijakan perlindungan anak yang sudah ada di kota Palu secara terencana dan
menyeluruh untuk memenuhi hak anak anak di kota Palu.
Kebijakan yang perlindungan anak yang sudah ada berupa Undang Undang
Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Ditinjau dari aspek pembagian
tipe kebijakan publik berdasarkan aspek perubahan, maka peraturan ini termasuk tipe
kebijakan fundamental. Dikarenakan kebijakan tentang kesejahteraan sosial pada
anak melakukan perubahan pada aspek nilai, yaitu kepedulian terhadap kehidupan
anak-anak khususnya anak terlantar. Kebijakan PKSA juga bersifat dinamis sehingga
memungkinkan untuk dilaksanakan di wilayah yang infrastrukturnya telah lengkap
maupun yang masih kurang. Hal-hal yang secara operasonal diperlukan namun belum
diatur dalam kebijakan PKSA ini maka terbuka kemungkinan untuk diadakan

perbaikan sesuai dengan perubahan sosial dan dinamika kebutuhan masyarakat dan
anak di kota Palu.
Sedangkan dari gambaran umum model implementasi kebijakan publik,
kebijakan PKSA yang termuat di dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial, maka dapat disimpulkan peraturan tersebut
menggunakan model implementasi top-down. Yang mana kebijakan ini dibuat oleh
Kementrian Sosial Republik Indonesia dan yang melaksanakan atau sebagai
pelaksana utama (implementator) dari kebijakan ini adalah pemerintah kota Palu.
3.2.

Saran
Pengintegrasian sumberdaya pembangunan dan pengintegrasian pelaksanan

kebijakan perlindungan anak yang sudah ada dalam suatu wadah dan semangat
menciptakan kabupaten/kota layak anak, memerlukan adanya pemahaman dan
kesadaran yang sama tentang Undang-Undang Perlindungan Anak, Konvensi Hak
Anak dan kebijakan kota layak anak. Pemahaman dan kesadaran tersebut harus
dibangun secara sinergis antar dan sesama pemangku kepentingan pembangunan kota
Palu di bidang anak antara lain aparat pemerintah termasuk hakim, jaksa dan polisi,
lembaga swadaya masyarakat, khususnya yang bekerja di bidang perlindungan
anak, sektor swasta dan dunia usaha, tokoh masyarakat pemerhati anak, organisasi
kepemudaan, pramuka, guru, orang tua, dan anak-anak.
Keberhasilan pelaksanaan kebijakan PKSA akan sangat ditentukan oleh
adanya saling pengertian dan kerjasama seluruh pemangku kepentingan di setiap

tingkatan pembangunan dengan kepemimpinan pemerintah khususnya di kota Palu


yang memiliki komitmen terhadap investasi sumber daya manusia. Pelaksanaan
kebijakan PKSA memerlukan berbagai persyaratan, namun demikian inisiatif
pelaksanaan kebijakan tersebut tidak perlu menunggu seluruh persyaratan pendukung
tersebut terpenuhi. Apabila prasyarat PKSA sudah terpenuhi, maka pelaksanaan
substansi kebijakan PKSA sudah dapat dimulai, meskipun dalam skala yang sangat
kecil, misalnya di lingkungan rumah tangga atau keluarga, di lingkungan sekolah atau
lembaga-lembaga pendidikan informal, di tempat-tempat pelayanan umum seperti
rumah sakit, klinik, terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut dan udara, dan
perpustakaan.

Anda mungkin juga menyukai