Anda di halaman 1dari 4

Ciri-ciri Hati yang Unggul

Rabu, 2 April 2014

PERNAKAH kita merasakan malas saat mengerjakan sesuatu padahal fasilitas yang kita
miliki sudah lengkap dan apa yang sedang kita lakukan sebenarnya suatu hal yang
sangat penting dan bermanfaat?
Pernahkah kita merasakan futur (semangat menurun) saat seseorang mengabaikan kita,
tidak memuji serta tidak menghargai hasil pekerjaan baik kita?
Di sisi lain, pernahkah kita melihat orang yang kehidupannya sederhana namun selalu
nampak ceria, seolah-olah tidak pernah ada masalah yang melintas dalam hidupnya?
Fasilitas belajar ataupun kerjanya yang dimiliki tidak begitu memadai tapi selalu giat
dan berhasil?
Ia mendapat banyak teguran dan sindiran dari berbagai pihak namun dia tetap tegar.
Semangat dan keikhlasaannya tidak sedikitpun tergoyahkan? Pernahkah?
Ketahulillah bahwa yang membedakan itu semuanya adalah hati. Antara hati yang
sakit dan hati yang unggul. Hati yang sakit selalu mengharapkan pemuasan segera,
kekayaan yang segera dan pujian dari orang lain. Maka saat dia tidak memperoleh apa yang
diharapkankan, ia mengalami depresi, stress dan putus asa. Sedangkan hati yang unggul
adalah yang selalu menggantungkan diripada Dzat Yang maha kaya, Dzat Yang dapat
menentramkan hati, Dzat yang memberikan hikmah di balik setiap ujian dan cobaannya.
Semua pasti mendambakan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup,namun perlu
diketahui bahwa rasa bahagia dan damai itu letaknya di hati.
Maka setiap yang menginginkannya harus memperhatikan bagaimana memiliki hati yang
unggul.
Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri hati yang unggul
Pertama adalah hatinya merdeka. Artinya hatinya bebas dari kekangan hawa nafsu
dan syahwat. Bisyr bin Harist pernah mengatakan: Seorang hamba tidak akan
mampu merasakan nikmatnya ibadah sebelum ia mampu membuat tembok
penghalang dari besi yang memisahkan antara dirinya dan syahwatnya. (Hilyatul Aulia,
jil. VIII, hal. 345)
Kedua, hatinya memiliki rasa Yaqzhah. Yaitu berupa kecemasan hati tatkala
memperhatikan tidurnya orang-orang lalai. Rasa yaqzhah ini memiliki pengaruh besar
dalam kehidupan seseorang, di antaranya:
1. Waspada terhadap melimpahnya kenikmatan yang dapat menjerumuskannya
kedalam kenistaan.
2. Selalu menghitung keburukannya, dan dikaitkan segala bentuk kerugian yang
menimpanya dengan dosa yang dilakukan.

Sebagaimana firman Allah :


Yang Artinya : Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan
oleh perbuatan tanganmu sendiri. (QS. Asy-Syura [26]: 30
Rasulullah menafsirkan ayat di atas dengan sabdanya :
Tidaklah urat dan mata itu gemeter melainkan karena sebuah dosa. (HR. Thabrani)
3. Mewaspadai setiap kebaikan dan ketaatan yang melahirkan kebanggaan dan
kesombongan
Dalam hal kebanggan dan kesombongan Imam as SyafiI memberikan arahan agar
kita terhindar dari ujub dalam ketaatan, Bila Anda khawatir muncul penyakit ujub atas
amalan Anda, maka ingatlah bahwa hanya keridhaan dari ALLAH SWT yang hendak Anda
cari, nikmat apakah yang hendak Anda inginkan? Siksaan apa yang Anda takuti. Barang
siapa yang berfikir ke arah situ maka dia akan menganggap kecil amalannya. (dalam kitab
Siyarul Alamin Nubala, jil. X,hal. 111).
4. Akan timbul rasa hina dan bersalah saat melakukan dosa. Orang yang
melakukan dosa sedangkan dia biasa-biasa saja maka ini pertanda hatinya
sedang sakit. Jangan-jangan Allah sudah mengunci hatinya.
5. Mengukur keuntungan dan kerugiaan dengan ukuran akhirat. Sebagaimana
Rasulullah pernah menyembelih seekor kambing lalu disedekahkan dan yang
tersisa hanya pahanya saja, hingga Aisyah berkata, Hanya paha saja yang
tersisa? Rasulullah menjawab sebaliknya dengan timbangan akhirat, Semuanya
masih tersisa kecuali pahanya saja.
Yang ketiga, Hatinya selalu memusuhi kelalaian.
Ada beberapa ilustrasi atau contoh-contoh yang bisa memberikan kita nasihat terhadap
kelalaian hati dan panjangnya angan-angan. Sebagaimana hal tersebut digambarkan
oleh para ulama, di antaranya :
a) Bisyr bin Harist menceritakan kelalaian hati dan panjangnya angan-angan ibarat
segerombolan semut yang sibuk mengumpulkan biji-bijian di musim panas dengan
angan-angan agar dapat dimakan di musim dingin, lalu tiba-tiba seeokor burung
datang mematuknya sekaligus biji tersebut. ( Lihat: Bisyr bin Harist hal. 65)
b) Ibnu Jauzi, Dunia adalah perangkap, sedangkan manusia adalah burungnya.
Burung-burung itu menginginkan biji (yang ada dalam perangkap), tapi lupa akan
jerat perangkap. (Dalam Shaidul Khathir, hal. 373).
c) Hasan Al-Bashri, Wahai anak Adam, pisau tengah diasah, perapian tengah
dinyalakan, sedangkan domba itu tengah menikmati makanannya. (Dalam Siyaru
alamin Nubala, jil. IV, hal.586)

Maka dari itu hati yang unggul selalu waspada dan tidak terlena dengan kenikmatan yang
sesaat dan menipu serta angan-angan dunia yang melenakan, menipu, dan menjerat,
sehingga membuat dia lalai dari kehidupan yang abadi.
Keempat, hati yang senantiasa ingin membalas.
Maksudnya adalah membalas kesalahan dengan kebaikan. Karena kebaikan akan
menghapus kesalahan, sebagaimana firman Allah;



Artinya: Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik
itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. (QS.Hud [11]: 114)
Dalam hadis Rasulullah bersabda

Hendaklah ia mengiringi keburukan dengan kebaikan, niscaya keburukan itu akan


menghapus keburukan. (HR. Ahmad)
Sesungguhnya balasan kebaikan adalah kebaikan yang datang setelahnya, sedangkan
balasan keburukan adalah keburukan yang datang setelahnya, sebagaimana firman Allah.
Dengan kata lain, barangsiapa yang melakukan ketaatan dan telah paripurna, maka
tanda-tanda diterimanya ketaatan tersebut adalah diikuti dengan ketaatan yang lain.
Sedangkan tanda tidak diterimanya adalah diikuti dengan kemaksiatan setelahnya.
Nauzdubillah.
Umar r.a suatu ketika pernah disibukkan dengan kebun senilai 200.000 dirham sehingga
beliau terlambat shalat Ashar-nya, maka beliau membalasnya dengan menyedekahkan
kebun tersebut.
Hal yang senada juga pernah dilakukan oleh Thalhah, dia menyedekahkan kebunnya
sebagai kafarah (pengganti) karena ketika shalat, hatinya pernah tersibukkan dengan
burung yang hinggap di kebunnya tersebut.
Kelima, hati yang tidak mengenal rasa malas
Orang yang malas sering menyepelekan sesuatu yang kecil, dengan kemalasannya ia
selalu menunda-nunda hal yang kecil sampai akhirnya tidak sempat dilaksanakannya.
Padahal hakekat daripada sebuah gunung adalah kumpulan kerikil-kerikil kecil dan hakekat
banjir besar adalah kumpulan dari sejumlah tetesan-tetesan air.

Rasulullah telah memotifasi umatnya agar bersegera melakukan kebaikan, jangan


menunda-nundanya walaupun waktu yang dimiliki sangat sempit. Dalam hadistnya
Rasulullah bersabda : Yang artinya

Bila kiamat terjadi sedang di tangan salah seorang di antara kalian memegang bibit,
maka bila ia mampu untuk tidak bangkit hingga menanamnya, maka hendaklah ia
menanamnya. (HR.Bukhrari)
Maka hati yang memiliki ciri-ciri sebagaimana tertera di atas lah yang akan selalu unggul,
tidak pernah depresi, tidak pernah stress, tidak mengenal kata lelah dan kata menyerah,
tidak menggoyahkan sedikitpun tekadnya dengan komentar-komentar orang lain.
Karena yang diharapkankannya bukanlah pujian manusia atau sanjungan setingginya dari
orang-orang , tapi keridhaan dari Rabb Yang menciptakan manusia.
Namun untuk memperolehnya tidak hanya dengan duduk santai menunggu mujizat dan
karamah yang tiba-tiba muncul, mustahil bisa. Tapi butuh usaha semaksimal mungkin
untuk dapat memilikinya.

Anda mungkin juga menyukai