Gejala gejala tertentu yang ditampilkan tersebut berbeda dengan yang ditampilkan pada orang
orang yang tidak terganggu jiwanya (normal). Karena itu untuk melihat apakah seseorang itu terganggu
jiwanya atau tidak, dapat dipelajari dari gejala gejala yang ditampilkannya.
Definisi
Simptomatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala gejala. Simptomatologi gangguan
jiwa berarti ilmu yang mempelajari gejala gejala gangguan jiwa. Dalam kerja psikiatri (ilmu tentang
cara pengobatan jiwa yang sakit), mempelajari gejala gejala sangat penting artinya. Tidak saja untuk
menentukan atau mengklasifikasikan gangguan yang dialami penderita, tetapi yang lebih
pentingadalah untuk mengidentifikasi sebab sebab dari gangguan tersebut (etiologi).
Mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit/gangguan jiwa berarti upaya untuk
menghilangkan suatu sebab dan bukan sekedar menghilangkan suatu gejala. Suatu gejala hanyalah
manifestasi dari adanya gangguan dan bukan sebab, namun untuk menemukan sesuatu yang
menyebabkan gangguan tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari gejala gejalanya.
Gejala adalah sesuatu yang adanya dipermukaan, sedang sebab adanya dibalik atau di bawah
gejala. Sesuatu gangguan dapat dengan mudah dikenali melalui gejala-gejalanya, sedangkan untuk
menemukan sebab sebabnya harus dilakukan melalui studi yang mendalam tentang gejala
gejalanya. Dalam pandangan psikopatologi modern, dikatakan bahwa setiap gejala mempunyai arti
yang dapat menjelaskan perkembangan psikodinamik dari penyakit si penderita.
Pada hakekatnya, tiap gejala merupakan satu segi dari proses gangguan secara keseluruhan.
Misalnya seorang yang mengalami gangguan pikiran, bukan berarti yang terganggu hanya pikirannya
saja sementara aspek yang lain tetap sehat, tetapi sebenarnya gangguan tersebut merupakan gangguan
keseluruhan kepribadian. Hanya yang lebih dominan atau lebih menjadi pusat perhatian kita pada
aspek pikirannya. Disamping itu, gejala yang dapat dialami atau dilihat dari dalam (misal takut yang
irrasional) atau dapat dilihat dari luar (misal berkeringat dingin pada penderita katatonik).
Gejala gangguan mental pada umumnya bersifat kompleks dan merupakan hasil interaksi antar
unsure somatika, psikogenik, dan sosiobudaya. Karena itu, gejala selalu menunjukkan adanya
dekompresi proses adaptasi dan terdapat terutama dalam pemikiran, perasaan, dan perilaku.
Bagaimana pentingnya mempelajari gangguan jiwa tampak dalam suatu proses penyembuhan
yang dilakukan oleh seorang terapis atau dokter. Sebelum terapis atau dokter tersebut memberikan
treatment tertentu, maka langkah awal yang dikerjakan adalah melakukan pemeriksaan.
Secara umum, menurut Maramis (1990), pemeriksaan terhadap penderita gangguan jiwa
diperlukan untuk mendapatkan satu atau lebih hal hal berikut ini :
1. Menemukan dan menilai gangguan jiwa yang ada, yang akan dipakai sebagai dasar pembuatan
dignosis serta menentukan tingkat gangguan pengobatannya (indikasi pengobatan psikiatri
khusus) dan selanjutnya penafsiran prognosisnya (ramalan hasil atau akibat suatu penyakit yang
diderita seseorang).
2. Menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwwayat dan
perkembangan gangguan jiwa yang dialami.
3. Menilai kemampuan dan kemauan pasien dalam berpartisipasi secara wajar dalam pengobatan
yang cocok baginya.
Hasil pemeriksaan jiwa pasien yang telah dilakukan, selanjutnya disusun dalam bentuk laporan,
diharapkan dapat menggambarkan keadaan jiwa pasien dalam arti luas. Karena itu harus mengandung
banyak hal tentang aspek kejiwaan manusia itu sendiri, seperti : afek, emosi, cara berbicara (ucapan),
proses berpikir (bentuk, isi, dan jalan pikiran), kesadaran, psikomotor, persepsi, fungsi kognitif,
termasuk didalamnya persepsi, dan sebagainya. Karena itu pula studi tentang gangguan kejiwaan juga
mencakup tentang gangguan gangguan dalam aspek tersebut.
Untuk memperoleh data tentang gejala gejala dalam banyak hal tersebut, caranya dapat
dilakukan dengan tes maupun nontes. Dengan tes misalnya melalui tes tes psikologik (tes intelegensi
atau tes kepribadian). Dengan nontes misalnya melalui wawancara atau observasi terhadap reaksireaksi yang ditampilkan (yaitu reaksi umum dan sikap badan, ekspresi muka, mata, reaksi terhadap apa
yang dikatakan dan diperbuat, reaksi otot, reaksi emosi yang tampak, reaksi bicara, wujud tulisan, dan
sebagainya).
Pada pasien yang dalam pemeriksaan menunjukkan perilaku tidak kooperatif atau tidak mau bicara
(diam), bukan berarti gejalanya tidak ada, sebab tidak kooperatif atau tidak mau bicara itu
sendirinsudah merupakan gejala yang penting dalam pemeriksaan.
Dengan demikian, salah satu tujuan pemeriksaan penderita gangguan jiwa adalah untuk
menemukan gejala gejala yang ada pada penderita tersebut, pembuatan diagnosis, pembuatan jenis
dan tingkat gangguan yang dialami, pilihan pengobatan dan sebagainya.
Gejala gejala gangguan jiwa pada umumnya dapat dipahami dari dua segi, yaitu :
1. Deskriptif, hanya melukiskan bagaimana gejala itu terjadi tanpa menerangkan makna dan
dinamikanya. Misal : terjadi halusinasi berulang ulang atau pada saat-saat tertentu (pagi hari)
tanpa menerangkan halusinasi apa dan sebagainya.
2. Psikodinamik, tidak hanya menerangkan tentang bagaimana gejala itu terjadi tetapi juga
dinamikanya. Misal : kapankah terjadinya, tentang apa gangguannya, bagaimana prosesnya,
reaksi psikologis yang ditampilkan kemudian, dan sebagainya.
Dalam mempelajari gejala-gejala gangguan jiwa, perlu dipahami istilah penting sebagai
berikut:
a. Sindrom
Sindrom/sindroma adalah kumpulan gejala yang membedakan antara penyakita atau
gangguan yang satu dengan yang lain. Misalnya ada sejumlah gejala (a,b,c). Ketiga gejala
tersebut dapat dipahami tentang adanya penyakit tertentu. Jadi sifatnya khas dan menunjukkan
suatu penyjakit tertentu.
b. Sign
Sign adalah gejala-gejala yang dapat diobservasi (observable) dan pada umumnya bersifat
objektif (mengenai fisik).
c. Simptom
Simptom adalah gejala-gejala yang tidak dapat diobservasi (unobservable) oleh orang lain,
tetapi mungkin merupakan gejala bagi orang yang bersangkutan. Jadi sifatnya subjektif, karena
itu harus ditanyakan kepada yang bersangkutan.
d. Gejala primer primer & sekunder
Gejala primer dan sekunder dibedakan atas urutan munculnya gejala. Gejala primer adalah
gejala pertama yang dialami oleh seseorang, sedangkan gejala sekunder gejala yang muncul
kemudian. Misalnya seorang penderita insomnia (sulit tidur) kemudian diikuti munculnya
halusinasi. Ini berarti insomnia adalah gejala primer dan halusinasi adalah gejala sekunder.
e. Gejala dasar dan gejala tambahan
Gejala dasar adalah gejala-gejala yang ada dalam tiap gangguan tertentu, terutama setelah
gangguan tersebut mencapai intensitas tertentu, atau gejala utama dari suatu gangguan tertentu.
Gejala ini penting untuk kepentingan diagnosis. Sedangkan gejala tambahan adalah gejala-gejala
yang belum tentu ada pada setiap gangguan. Misalnya pada penderita skizophrenia, maka gejala
dasarnya adalah kerancuan pikiran, sedang gejala tambahannya dapat berupa halusinasi, ilusi,
dan sebagainya yang mungkin berbeda untuk setiap penderitanya.
f. Gejala organogenik dan gejala psikogenik
Pembedaan gejala ini berdasarkan pada asal atau sebabnya. Gejala organogenik adalah
gejala-gejala yang muncul sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi organik. Sedangkan
gejala psikogenik adalah gejala-gejala yang muncul dan berasal dari adanya gangguan-gangguan
dalam fungsi psikologis, yang terutama berakar pada alam kesadarannya. Misalnya seseorang
yang pusing karena banyak pikiran, merupakan gejala psikogenik. Sedangkan orang yang pusing
karena keracunan makanan adalah gejala organogenik, sekalipun gejala yang ditampakkan
bersifat kejiwaan.
g. Gejala prodomal dan residual
Gejala prodomal adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sebelum sakit, pada awal sakit, atau
selama fase sakit. Sedangkan gejala residual adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sesudah fase
sakit.
h. Perilaku sakit, peran sakit, dan peran pasien (illness behavior, sick role, and patient role)
Perilaku sakit (illness behavior) yaitu reaksi penderita terhadap pengalamannya sebagai
orang sakit yang merupakan respon unik individu tentang kesadarannya bahwa ia sakit (orang
yang sakit gigi responnya berbeda dengan yang sakit kepala). Perilaku sakit ini misalnya ;
meraung-raung, teriak-teriak, dan sebagainya.
Peran sakit (sick role) merupakan aspek lain dari perilaku sakit, yaitu peran penderita yang
diberikan masyarakat dalam kaitannya dengan kesadaran sekeliling. Seperti dilayani, disuruh
tidur, disuruh berobat, disuruh periksa, dan perilaku mencari kesehatan (heakth seeking
behavior). Bagamana peran seseorang yang sakit sangat ditentukan oleh masyarakatnya.
Peran pasien (patient role) pengertiannya lebih sempit dibanding peran sakit, karena
merupakan salah satu akibat dari peran sakit dan hanya dijumpai pada penderita yang sudah
berstatus sebagai pasien. Peran sakit ini seperti ; patuh pada otoritas dokter, minum obat teratur,
dan banyak istirahat. Peran pasien sangat ditentukan oleh pihak medis.
3. Memahami dan Menjelaskan Struktur Neuroanatomi System Limbic dan System Kortikal
Sistem Limbik
Pengertian: yang termasuk ke dalam sistem limbik adalah semua bangunan berikut:
- Lobus limbik
- Formatio hippocampi
- Nucleus amygdaloideus
- Hypothalamus
- Nucleus anterior thalami
- Nucleus medio dorsalis thalami
- Area septi
Beserta penghubungnya:
- Alveus
- Fimbria
- Fornix
- Tractus mammillothalamicus
- Stria terminalis
- Stria medullaris
Dari bangunan-bangunan tersebut terlihat bahwa sistem limbik melibatkan telencephalon dan
diencephalon
1) Gyrus Dentatus
- Pengertian: merupakan seberkas substansia grissea yang terletak antara fimbria
hippocampi dan Gyrus Hippocampi
Struktur : nucleinya dibedakan kelompok medial dan kelompok lateral yang dibatasi oleh fornix dan
traktus mamilothalamicus. Hypothalamus berhubungan erat dengan hypophysis dan membentuk axis
hypothalamus-hypophysis.
Fungsi hypothalamus :
1. Mengontrol sistem saraf otonom
Terkait dengan kontrol neuroendokrin yang berpengaruh terhadap homeostasis
2. Mengontrol kelenjar endokrin
3. Mengontrol suhu tubuh
4. Mengontrol intake air dan makanan
- Terdapat hunger center (bila rusak, menyebabkan hyperphagia, obesitas, dan perilaku agresif)
- Terdapat satiety center (bila rusak, menyebabkan anorexia dan lethargia)
5. Mengontrol emosi dan perilaku
6. Mengontrol irama sikardia
7. Mengontrol tidur
Thalamus
Thalamus adalah substansia grissea yang merupakan pembentuk utama diencephalon. Thalamus terdiri
dari beberapa kelompok nuclei :
1. Kel. Nuclei anterior thalami
2. Kel. Nuclei intermedia thalami (nuclei of midline)
3. Kel. Nuclei medialis thalami
4. Kel. Nuclei lateralis thalami
5. Kel. Nuclei posterior thalami
Fungsi thalamus :
Menerima segala sensasi sensorik kecuali penciuman
Karena hubungannya yang luasa dengan cortex lobus frontalis dan hypothalamus, maka diduga dia
juga berfungsi sebagai pusat perasaan subjektif dan kepribadian seseorang.
Fungsi sistem limbik :
1. Pengendali emosi dan perilaku terutama reaksi takut, marah dan libido
2. Khusu hipocampus berperan dalam ingatan sekarang dan pembelajaran. Ingatan masa lalu disimpan
dalam cortex lobus prefrontalis.
3. Diduga juga berperan dalam penciuman.
4. Berperan dalam respon homeostatik terhadap perubahan lingkungan.
5. Sebagai interaksi antara emosi dan pemikiran.
6. Mempengaruhi 3 sistem : sistem neuroendokrin, sistem saraf otonom, dan sistem saraf somatomotorik.
7. Hampir semua pengatur neurotransmitter utama, punya hubungan dengan sistem limbik :
a. Dopamin-ergic yang berasal dari mesencephalon (area tegmentum dan substansia nigra)
berhubungan dengan sistem limbik.
b. Serotonin-ergic yang berasal dari nucleus raphe (bagian paling medial dari formatio reticulare
disepanjang batang otak) berhubungan dengan sistem limbik.
c. Noradrenalin-ergic yang berasal dari locus ceruleus (pada pons dan bagian atas mesencephalon)
berhubungan dengan sistem limbik yang berperan besar dalam timbulnya depresi
d. Cholin-ergic dari ganglia basalis, area septi dan nuclei pita diagonal (Brocca) berhubungan
dengan sistem limbik.
4. Memahami dan Menjelaskan Peran Dopamin dan Perilaku
Fungsi Dopamin
Dopamin memiliki banyak fungsi di otak, termasuk peran penting dalam perilaku dan kognisi,
gerakan sukarela, motivasi dan penghargaan, penghambatan produksi prolaktin (yang terlibat dalam
laktasi), tidur, mood, perhatian, dan belajar. Neuron dopaminergik (yaitu, neuron yang utama adalah
dopamin neurotransmitter) yang hadir terutama di daerah tegmental ventral (VTA) dari otak tengah,
substantia nigra pars compacta, dan inti arkuata dari hipotalamus.
Telah dihipotesiskan bahwa dopamin mengirimkan hadiah kesalahan prediksi, meskipun ini telah
dipertanyakan. Menurut hipotesis ini, respon phasic neuron dopamin diamati ketika pahala tak terduga
disajikan. Respon ini transfer ke timbulnya stimulus yang dikondisikan setelah pasangan berulang
dengan pahala. Selanjutnya, neuron dopamin mengalami depresi ketika pahala yang diharapkan adalah
dihilangkan. Dengan demikian, neuron dopamin tampaknya untuk mengkodekan kesalahan prediksi
hasil memuaskan. Di alam, kita belajar untuk mengulangi perilaku yang mengarah untuk
memaksimalkan manfaat. Dopamin Oleh karena itu diyakini memberikan sinyal pengajaran ke bagian
otak yang bertanggung jawab untuk memperoleh perilaku baru. perbedaan belajar Temporal
menyediakan sebuah model komputasi menggambarkan bagaimana kesalahan prediksi neuron dopamin
digunakan sebagai sinyal mengajar.
Sistem reward serangga menggunakan octopamine, yang merupakan homolog arthropoda dianggap
norepinefrin, daripada dopamin. Dalam serangga, dopamin bertindak bukan sebagai sinyal hukuman
dan diperlukan untuk membentuk kenangan menyenangkan.
Anatomi
Neuron dopaminergik membentuk sistem neurotransmitter yang berasal substantia nigra pars
compacta, daerah tegmental ventral (VTA), dan hipotalamus. Akson ini proyek ke daerah-daerah
besar dari otak melalui empat jalur utama:
Mesocortical jalur menghubungkan daerah tegmental ventral lobus frontal korteks pre-frontal.
Neuron dengan somas di wilayah proyek akson ventral tegmental ke korteks pre-frontal.
Mesolimbic jalur membawa dopamin dari daerah tegmental ventral ke nucleus accumbens
melalui amigdala dan hipokampus. Para somas dari neuron memproyeksikan berada di daerah
tegmental ventral.
Nigrostriatal jalur berjalan dari nigra substantia untuk neostriatum tersebut. Somas dalam
proyek substantia nigra akson ke dalam nukleus dan putamen berekor. jalur ini terlibat dalam
loop motor ganglia basal.
Tuberoinfundibular jalur dari hipotalamus ke kelenjar pituitari.
Persarafan ini menjelaskan banyak efek dari mengaktifkan sistem dopamin. Sebagai contoh,
jalur mesolimbic menghubungkan VTA dan nucleus accumbens; keduanya pusat sistem otak
yang memberi imbalan.
Gerakan
Melalui reseptor dopamin, D 1-5, dopamin mengurangi pengaruh dari jalur tidak langsung, dan
meningkatkan tindakan jalur langsung dalam ganglia basal. Kurangnya dopamin biosintesis dalam
neuron dopaminergik dapat menyebabkan penyakit Parkinson, di mana seseorang kehilangan
kemampuan untuk mengeksekusi halus, gerakan terkontrol.
Di lobus frontal, dopamin mengontrol arus informasi dari daerah lain di otak. Dopamin
gangguan di wilayah otak dapat menyebabkan penurunan fungsi neurokognitif, terutama memori,
perhatian, dan pemecahan masalah. Mengurangi konsentrasi dopamin di prefrontal cortex
diperkirakan untuk memberikan kontribusi terhadap gangguan perhatian defisit. Telah ditemukan
bahwa reseptor D1 serta reseptor D4 bertanggung jawab atas efek kognitif-meningkatkan dopamin.
Pada sebaliknya, bagaimanapun, obat anti-psikotik bertindak sebagai antagonis dopamin dan
digunakan dalam pengobatan gejala positif skizofrenia, meskipun, yang lebih tua disebut "biasa"
antipsikotik yang paling sering bertindak pada reseptor D2, sedangkan obat atipikal juga bertindak
pada reseptor D1, D3 dan D4.
patologis negara lain juga telah dikaitkan dengan disfungsi dopamin, seperti skizofrenia, autisme,
dan gangguan perhatian defisit hiperaktif, serta penyalahgunaan narkoba.
Dopamin sangat erat kaitannya dengan hadiah-mencari perilaku, seperti pendekatan, konsumsi,
dan kecanduan. Baru-baru ini penelitian menunjukkan bahwa penembakan neuron dopaminergik
merupakan zat motivasi sebagai konsekuensi dari hadiah-antisipasi. Hipotesa ini didasarkan pada
bukti bahwa, ketika hadiah lebih besar dari yang diharapkan, penembakan tertentu meningkat
neuron dopaminergik, yang akibatnya meningkatkan keinginan atau motivasi terhadap pahala.
Penelitian ini menemukan pahala neuron mendominasi di wilayah ventromedial dalam nigra pars
compacta substantia serta daerah tegmental ventral. Neuron dalam wilayah proyek terutama ke
striatum ventral dan dengan demikian mungkin mengirimkan informasi terkait nilai-nilai
penghargaan hal.
Dengan pengurangan besar di dopamin, tikus tidak akan lagi makan dengan kemauan sendiri.
Para peneliti kemudian dipaksa makan makanan tikus dan mencatat apakah mereka memiliki
ekspresi wajah yang tepat menunjukkan apakah mereka menyukai atau tidak menyukai itu. Para
peneliti dari penelitian ini menyimpulkan bahwa penurunan dopamin tidak mengurangi kenikmatan
consummatory tikus, hanya keinginan untuk benar-benar makan. Dalam studi lain, mutan
hyperdopaminergic (meningkat dopamin) tikus menunjukkan lebih tinggi "menginginkan" tapi
tidak "menyukai" hadiah manis.
5. Mengetahui Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Jiwa
Sumber Penyebab Gangguan Jiwa
Sumber penyebab gangguan jiwa bisa somatogenik, psikogenik, sosiogenik. Biasanya
penyebab tidak tunggal, tapi multipel. Beberapa penyebab (soma-psiko-sosial) sekaligus sebagai
penyebab yang saling mempengaruhi, maka timbullah gangguan jiwa, sehingga dalam membuat
diagnosa biasanya dibuat diagnosa multiaksial (multifaktorial/ multidimensional) seperti yang
digunakan pada Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa ( PPDGJ ) II, III yang mengacu
kepada The Diagnosis And Statistical Manual of Mental Disorder ( DSM ) III, IV.
1. Faktor-faktor Somatik ( Somatogenik ) :
- Neroanatomi
- Nerofisiologi
- Nerokimia
- Tingkat kematangan dan perkembangan organik
- Faktor-faktor pre dan perinatal
2. Faktor-faktor Psikologik ( Psikogenik)
- Interaksi ibu-anak: normal (rasa percaya /trust dan aman/secure) atau abnormal seperti
kekurangan, distorsi, terputus (rasa tak percaya dan kebimbangan)
- Peranan ayah
- Persaingan antara saudara ( sibling rivaly)
- Intelegensi
- Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat
- Kehilangan yang menyebabkan kecemasan, depresi, rasa malu, atau rasa salah-Konsep
dini: pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
- Ketrampilan, bakat, dan kreativitas.
- Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
- Tingkat perkembangan emosi
3. Faktor-faktor sosio-budaya ( sosiogenik) :
- Kestabilan keluarga
- Pola mengasuh anak
- Keluarga dengan ekspresi emosi tinggi atau rendah
- Tingkat ekonomi
- Perumahan, perkotaan, atau pedesaan
- Masalah kelompok minoritas yang berprasangka, fasilitas kesehatan, pendidikan serta
kesejahteraan yang tidak memadai
- Pengaruh rasial dan keagamaan
- Nilai-nilai
3. Tahap Controling : Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul
tetapi suara tersebut terusmenerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien susah berhubungan
dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien merasa sangat kesepian/sedih.
4. Tahap Conquering : Klien merasa panik , suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak
diikuti perilaku klien dapat bersipat merusak atau dapat timbul perilaku suicide.
Psikopatologi dan Patofisiologi
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa perubahan-perubahan pada neurotransmiter dan resptor
di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan serotonin, ternyata
mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif
dan negatif skizofrenia.
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam penelitian dengan
menggunakan CT Scan otak, ternyata ditemukan pula perubahan pada anatomi otak pasien, terutama
pada penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks bagian
depan, dan atrofi otak kecil (cerebellum).
Gejala Skizofrenia
Ada 2 gejala skizofrenia yaitu:
1. Gejala positif /gejala tipe I
A. Delusi adalah kepercayaan yang tidak sesuai realita;.mis. Merasa dirinya Nabi
B. Halusinasi adalah pengalaman indrawi yang tidak nyata; mis. Merasa melihat, mendengar,
atau membaui sesuatu yang sebenarnya tidak ada
C. Pikiran dan bicara kacau adalah pola bicara yang kacau; mis. tidak nyambung,
menyambung kata berdasar bunyinya yang tidak ada artinya
D. Perilaku kacau atau katatonik adalah perilaku sangat tidak dapat diramalkan, aneh, dan
sangat tidak bertanggung jawab; mis. Tidak bergerak sama sekali dalam waktu lama, tibatiba melompat-lompat tanpa tujuan.
2. Gejala negative/ gejala II
A. Afek datar adalah secara emosi tidak mampu memberi respon thd lingkungan sekitarnya;
mis. Ketika bicara ekspresi tidak sesuai, tidak ada ekspresi sedih ketika situasi sedih.
B. Alogia adalah tidak mau bicara atau minimal; mis. Membisu beberapa hari.
C. Avolition adalah tidak mampu melakukan tugas berdasar tujuan tertentu (dalam jangka
lama); mis. Tidak mampu mandi sendiri, makan sampai selesai, dll.
Selain gejala-gejala tersebut terdapat beberapa ciri lain skizofrenia, yang sebenarnya bukan
kriteria formal untuk diagnosa namun sering muncul sebagai gejala, yaitu:
1) afek yang tidak tepat (mis. Tertawa saat sedih dan menangis saat bahagia),
2) anhedonia (kehilangan kemampuan untuk merasakan emosi tertentu, apapun yang dialami tidak
dapat merasakan sedih atau gembira), dan
3) ketrampilan sosial yang terganggu (mis. kesulitan memulai pembicaraan, memelihara hubungan
sosial, dan mempertahankan pekerjaan).
b.
-
Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu
dari luar atau
- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu
dari luar atau
- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota
gerak atau kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus).
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat
khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik;
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku pasien
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar
dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau
kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau
berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)
Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik oleh waham yang
mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang
berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang menumpul
tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neureptika.
* adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau
lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall
quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.
Klasifikasi dan Gambaran Klinik Gangguan Psikotik
Perjalanan Gangguan Skizofrenik dapat diklasifikasi dengan menggunakan kode lima
karakter berikut: F20.X0 Berkelanjutan, F20.X1 Episodik dengan kemunduran progresif, F20 X2
episodik dengan kemunduran stabil, F20.X3 Episode berulang , F20. X4 remisi tak sempurna,
F20.X5 remisi sempurna, F20.X8. lainnya, F20.X9. Periode pengamatan kurang dari satu tahun.
F.20 Skizofrenia Paranoid
Pedoman diagnostik
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:
Halusinasi dan/ waham arus menonjol;
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau
bunyi tawa (laughing).
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual , atau lain-lain perasaan
tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity (delussion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif
tidak nyata / tidak menonjol.
Diagnosa Banding :
Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
Keadaan paranoid involusional (F22.8)
Paranoid (F22.0)
F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Pedoman Diagnostik
Memenuhi Kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda
(onset biasanya 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak
harus demikian untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
Untuk meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya,
untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :perilaku
yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta manerisme, ada kecenderungan
untuk menyendiri (solitaris) dan perilaku menunjukan hampa tujuan dan hampa perasaan. Afek
pasien yang dangkal (shallow) tidak wajar (inaproriate), sering disertai oleh cekikikan (gigling)
atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum-senyum sendiri (self absorbed smiling) atau
sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyerigai, (grimaces), manneriwme, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondriakalI dan ungkapan dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases), dan proses pikir yang mengalamu disorganisasi dan
pembicaraan yang tak menentu (rambling) dan inkoherens
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir biasanya menonjol,
halusinasi dan waham biasanya ada tapi tidak menonjol ) fleeting and fragmentaty delusion and
hallucinations, dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determnation) hilang serta
sasaran ditinggalkan, sehingga prilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of
purpose) Tujuan aimless tdan tampa maksud (empty of puspose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal, dan bersifat dibuat-buar terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami jalan pikirannya.
F20.3 Skizofrenia Tak terinci (undifferentiated )
Pedoman diagnostik :
1) Memenuhi kriteria umu untuk diagnosa skizofrenia
2) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik.
3) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skiszofrenia
F20.5 Skizofrenia Residual
Pedoman diagnostik:
Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan , persyaratan berikut harus di penuhi semua:
a) Gejala Negatif dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktifitas
menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketidak adaan inisiatif, kemiskinan dalam
kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk, seperti ekspresi muka,
kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri, dan kinerja sosial yang buruk.
b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi kriteria
untuk diagnosa skizofrenia
c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang
nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom
negatif dari skizofrenia
d) Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik lainnya, depresi kronis atau
institusionla yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.
F20.6 Skizofrenia Simpleks
Pedoman diagnostik
Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan
perkembangan yang berjalan berlahan dan progresif dari:
1) gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi waham,
atau manifestasi lain dari episode psikotik. Dan
2) disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi
sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psokotiknya dibanding dengan sub type skisofrenia lainnya.
Penatalaksanaan Skizofrenia
1. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik
bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia.
Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau
kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk
mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
a.
Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang
serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1) Haldol (haloperidol)
2) Mellaril (thioridazine)
3) Navane (thiothixene)
4) Prolixin (fluphenazine)
5) Stelazine ( trifluoperazine)
6) Thorazine ( chlorpromazine)
7) Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,
banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.---Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien
yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik
konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk
meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan
minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama
(long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara
perlahan-lahan. Sistemdepot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic
antipsycotic.
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan
Skizofrenia.
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama.
Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan
antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang
tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan
jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang
mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih
aman tidak berhasil.
Nama Generik
Klorpromazin
2.
Haloperidol
3.
4.
5.
6.
Perfenazin
Flufenazin
Flufenazin dekanoat
Levomeprazin
7.
8.
9.
Trifluperazin
Tioridazin
Sulpirid
10.
11.
Pimozid
Risperidon
Sediaan
Tablet 25 dan 100 mg,
injeksi 25 mg/ml
Tablet 0,5 mg, 1,5 mg,
5 mg
Injeksi 5 mg/ml
Tablet 2, 4, 8 mg
Tablet 2,5 mg, 5 mg
Inj 25 mg/ml
Tablet 25 mg
Injeksi 25 mg/ml
Tablet 1 mg dan 5 mg
Tablet 50 dan 100 mg
Tablet 200 mg
Injeksi 50 mg/ml
Tablet 1 dan 4 mg
Tablet 1, 2, 3 mg
Dosis
150 - 600 mg/hari
5 - 15 mg/hari
12 - 24 mg/hari
10 - 15 mg/hari
25 mg/2-4 minggu
25 - 50 mg/hari
10 - 15 mg/hari
150 - 600 mg/hari
300 - 600 mg/hari
1 - 4 mg/hari
2 - 6 mg/hari
Cara penggunaan
o Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang sama
pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
o Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan
dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
o Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis
lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana
profil efek samping belum tentu sama.
o Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
o Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu
kualitas hidup pasien
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai
dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila
perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)
diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2
tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4
minggu) stop
Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan
dapat dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis
terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis
reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kueun
waktu 2 minggu 2 bulan.
Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan
dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:
gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini
akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM
dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau
atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis
dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1
cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu
perubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya
dengan injeksi nor adrenalin (effortil IM)
Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet
trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari.
o
o
o
o
o
antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila
terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
2. Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah
sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara
lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorientasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara
yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas
teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan
tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.---Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi
terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga
adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka
relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 10 % dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam
menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi
pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara
interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman
tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi
dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.---Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien
skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati.
Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan
hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang
prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha
untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
3. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat
kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara
pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada
perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh
serta keluarga pasien tentang skizofrenia.---Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun
aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit
pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit
harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.---Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah sakit
yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-1963).
Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang
digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita menerima
aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang
digunakan 2-3 detik.
Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:
Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.
Penderita harus puasa
Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan
Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan.
Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras.
Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os temporalis)
dibersihkan.
Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien menggigitnya.
Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:
2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari
2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan
Maintenance tiap 2-4 minggu
Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut lagi.
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien karena
alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah
pemberian antipsikotik.---Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta,
penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien
dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak.
Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra,
Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.
Prognosis
A. Prognosis ke Arah Baik
1) Onset akut dengan faktor pencetus yang jelas
2) Riwayat hubungan sosial & pekerjaan yang baik ( premorbid )
3) Adanya gejala afektif ( depresi )
4) Subtipe paranoid
5) Subtipe katatonik
6) Sudah menikah
7) Banyak symptoms positif
8) Kebingungan
9) Tension, cemas hostilitas
B. Prognosis ke Arah Buruk
1) Onset perlahan-lahan dengan faktor pencetus tidak jelas
2) Riwayat hubungan sosial dan pekerjaan buruk ( premorbid )
3) Menarik diri , tingka laku yang artistik
4) Tipe Hebepink dan tipe tak tergolongkan
5) Belum menikah
6) Riwayat skizofrenia dalam keluarga
7) Adanya gejala neurologik
8) Banyak symptom negatif
9) Tidak ada gejala afektif atau hostilitas yang jelas
sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan tuannya dan
menghindarkan murkanya.
Manusia adalah hamba Allah Ibaadullaah jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di
tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau
menghamba kepada-Nya:
56
Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu (QS. 51(al-Dzariyat):
56).
b. Jenis Ibadah
1. Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat
yang berbeda antara satu dengan lainnya; Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang
murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung. Ibadah bentuk
ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun
al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika
keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh
Allah adalah untuk memberi contoh:
64
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah(QS. 4: 64).
7
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang,
maka tinggalkanlah( QS. 59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:
. . .
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul
saw., maka dikategorikan Muhdatsatul umur perkara meng-ada-ada, yang populer disebut
bidah: Sabda Nabi saw.:
. .
.
.
.
Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah
karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka:
.
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran
logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi
memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri. Shalat, adzan, tilawatul Quran,
dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak,
melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syariat, atau tidak. Atas dasar ini,
maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya taat, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan
atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya,
semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu
satu bahasa, demikian juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-Quran
adalah bahasa al-Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran.