Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus Ilmu Bedah

Stephanie ( 406138048)

LAPORAN KASUS ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RS HUSADA

Identitas
Nama

: Nn.A

Umur

: 19 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tempat/tanggal Lahir : Jakarta / 17-08-1995


Pendidikan

: SMP

Agama

: Islam

Suku / Bangsa

: Sunda

Status Pernikahan

: Belum Menikah

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Diketahui

Tanggal masuk RS

: 3 Mei 2015

I. Anamnesis
Diambil dari autoanamnesa tanggal
Keluhan Utama

: Nyeri perut kanan bawah hilang timbul sejak 2 minggu SMRS.

Keluhan Tambahan : Demam, mual, tidak nafsu makan.


Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah. Nyeri dirasakan hilang timbul sudah
sekitar 2 minggu SMRS. Nyeri awalnya dirasakan disekitar ulu hati kemudian semakin
menajam di bagian perut kanan bawah. Nyeri dirasakan seperti kram dan melilit, dan sangat
sakit ketika berjalan. Pasien juga mengeluh mual dan muntah. Pasien mengaku perut terasa
kembung sehingga tidak bernafsu untuk makan. Pasien mengalami demam sekitar 1 minggu
SMRS. Pasien sudah berobat ke dokter dan diberikan obat lambung dan penghilang sakit
namun hanya bertahan sementara, kemudian nyeri timbul kembali.

Laporan Kasus Ilmu Bedah

Stephanie ( 406138048)

Riwayat BAK : Warna kuning jernih, tidak perih dan tidak sakit, tidak terasa panas, tidak
berbusa.
Riwayat BAB: Normal, tidak terdapat mencret.
Riwayat Menstruasi : Menstruasi teratur, siklus 28 hari, lama menstruasi 7 hari, setiap
menstruasi ganti pembalut sekitar 3-4x per hari. Saat ini sedang menstruasi hari ke 5.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, asma, alergi, penyakit kuning
disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Kencing manis (-)


Darah tinggi (-)
Jantung (-)

Riwayat Kebiasaan

Kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol disangkal.

II. Status Praesens


Status Umum :
Pemeriksaan Fisik
-

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, Somnolen GCS 15 (E4M6V5)


Tanda Vital :
o Tekanan darah : 120/80 mmHg
o Nadi : 84x/menit
o RR : 20x/menit
o Suhu : 37,3
Kulit : warna kulit kecoklatan, turgor baik, tidak ikterik, tidak pucat, tidak ada kelaian

kulit lainnya.
Kel. Limfe : Tidak teraba adanya pembesaran KGB.
Muka : Simtetris.
Kepala : Bentuk dan ukuran normal, tidak teraba adanya benjolan, tidak ada kelainan
di kulit kepala, rambut berwarna hitam keputihan terdistribusi merata, tidak mudah
dicabut.

Laporan Kasus Ilmu Bedah

Stephanie ( 406138048)

Mata : Kedudukan bola mata simetris, palpebra superior et inferior, dextra et sinistra
tidak edema, tidak cekung, konjungtiva palpebra dextra et sinistra anemis. Sklera

tidak ikterik. Kedua pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+
Telinga : Bentuk dan ukuran normal, kedua liang telinga lapang, sekret (-), serumen

(-), tidak ada nyeri tarik auricula, nyeri tekan tragus dan nyeri tekan retro aurikuler
Hidung : Bentuk normal, tidak ada depresi tulang hidung, tidak ada nyeri tekan
hidung, tidak ada nyeri tekan sinus paranasal, tidak ada deviasi septum, sekret (-),

darah (-), mukosa hidung tidak hiperemis, tidak ada pernafasan cuping hidung
Mulut : Bibir kering, mukosa mulut kering, lidah tidak kotor. Tonsil T1-T1 tidak

hiperemis, mukosa dinding faring tidak hiperemis


Leher : Trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba, kelenjar getah bening

submandibula, servikal, dan supraklavikula tidak membesar.


Thorax :
o Inspeksi : Bentuk normal, tidak terdapat retraksi, simetris dalam diam dan
pergerakan napas
o Palpasi : Stem fremitus kanan kiri, depan sama kuat
o Perkusi : Sonor, batas paru hepar ICS VI MCL, dextra
o Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki (-/-) wheezing (-/-)
Jantung :
o Inspeksi :
Tidak tampak pulsasi ictus kordis
o Palpasi :
Pulsasi iktus kordis teraba di ICS V MCL sinistra, Trill (-)
o Perkusi :
Batas jantung kanan : Sejajar ICS V midsternal line
Batas jantung kiri : Sejajar ICS V MCL sinistra
Batas pinggang jantung : di ICS III parasternal line sinistra
o Auskultasi :
Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop.
Abdomen : Lihat status lokalis.
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Ekstremitas : Akral teraba hangat, tidak ada edema, tidak ada parese.
Neurologis
o Reflex Fisiologis
Biceps +/+
Triceps +/+
Patella +/+
Achilles +/+
o Reflex Patologis
Babinski -/ Chaddock -/ Oppenheim -/-

Status lokalis bedah region abdomen

Laporan Kasus Ilmu Bedah

Stephanie ( 406138048)

Inspeksi : Perut rata, scar (-), striae (-), tidak terlihat adanya massa, tidak ada dilatasi vena.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Perkusi : Timpani di seluruh abdomen, nyeri ketok CVA (-/-)
Palpasi : Abdomen supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan pada titik mc
burney (+), nyeri lepas (+), Psoas sign (+), obrturator sign (+).
III.Diagnosa Kerja
Appendisitis akut.
IV.Diagnosa Banding

KET
Kista ovarium terpuntir
Demam dengue

V. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Lab 04.05.2015
PEMERIKSAAN

HASIL

SATUAN

RUJUKAN

Hemoglobin

11,1*

gr/dL

11.7 15.5

Hematokrit

35

35 - 47

Leukosit

13,0*

10^3/uL

3.6 11.0

Trombosit

307

Ribu/uL

150 - 450

MCV

76*

fL

80 - 100

MCH

24*

pg/mL

28 33

Hematologi

Laporan Kasus Ilmu Bedah

Stephanie ( 406138048)

MCHC

32

g/dL

32 36

Eritrosit

4,57

juta/uL

4.20 5.40

PT (Pasien)

9,3

Detik

9,0 12, 1

PT (Kontrol)

10,0

Detik

APTT (Pasien)

37,6

Detik

APTT (Kontrol)

31,0

Detik

Glukosa sewaktu CITO

112

mg/dL

70 200

Ureum darah

13*

mg/dL

19 49

Creatinin darah

0,51*

mg/dL

0,6 1,1

eGFR

155,4

mL/min/1,73 m^2

Kalium (K)

4,7

mmol/L

3,5 5,0

Natrium (Na)

143

mmol/L

136 146

Klorida (Cl)

103

mmol/L

98 - 109

Hemostasis

31,0 47,0

Kimia Klinik

Pemeriksaan USG abdomen tanggal 5 Mei 2015


Hepar : 10,5 cm mcl ka parenchym/ permukaan/ pemb.darah sal.empedu intra/extra hepatic
biasa : Q porta : 1 cm tepi hati lancip.
Vesica Felea : 5,2 x 2,5 cm ddg teratur ; batu (-)
Aorta abdominalis : 1,6 cm ddg 0,5 cm Q vci : 1,1cm Q v.lienalis : 0,5 cm.
Pancreas : 6 cm x 0,8 cm ; parenchym homogen/ teratur.

Laporan Kasus Ilmu Bedah

Stephanie ( 406138048)

Lien : 9 x 2,1 4,3 cm ; batas bawah ren kiri.


Ren dextra : 9,7 x 4,3 cm ; pyelum : 1,8 cm ; teratur ; batu (-).
Ren sinistra : 9,7 x 4,3 cm ; pyelum : 1,8 cm ; teratur ; batu (-).
Vesica urinaria : Mucosa teratur ; batu (-).
RLQ abdomen : appendix : 5,88 x 0,69 cm dinding : 0,37 cm, nyeri tekan (+) / lepas (+)
Genitalia interna saat haid.
Kesan : Suspect appendicitis chronica exacerbasi akut.
VI. Resume
Telah diperiksa seorang perempuan berusia 19 tahun, dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah. Nyeri dirasakan hilang timbul sudah sekitar 2 minggu SMRS. Nyeri awalnya
dirasakan disekitar ulu hati kemudian semakin menajam di bagian perut kanan bawah. Nyeri
dirasakan seperti kram dan melilit, dan sangat sakit ketika berjalan. Pasien juga mengeluh
mual dan muntah. Pasien mengaku perut terasa kembung sehingga tidak bernafsu untuk
makan. Pasien mengalami demam sekitar 1 minggu SMRS. Pasien sudah berobat ke dokter
dan diberikan obat lambung dan penghilang sakit namun hanya bertahan sementara,
kemudian nyeri timbul kembali. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak
sakit sedang, kesadaran compos mentis, GCS : E4M6V5, Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
84x/menit, suhu 37,3, frekuensi nafas 20x/menit. Pada pemeriksaan status lokalis region
abdomen didapatkan nyeri tekan pada titik mc burney (+), nyeri lepas (+), Psoas sign (+),
obrturator sign (+). Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan Hb, ureum,
creatinine. Didapatkan peningkatan leukosit. Dari pemeriksaan USG didapatkan kesan
suspect appendicitis chronica exacerbasi akut.
VII. Pengobatan
1. Medikamentosa
IVFD Ringer Asering
Ceftriaxone iv
Ranitidine iv
2. Operatif
Appendektomi
VIII. Prognosa

Laporan Kasus Ilmu Bedah

Ad Vitam
Ad Functionam
Ad Sanationam

Stephanie ( 406138048)

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm),
dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit pada ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di
belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.

Laporan Kasus Ilmu Bedah

Stephanie ( 406138048)

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior
dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. oleh karena itu,
nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika
arteri in tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami
gangren.
Fisiologi apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang
terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks , ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendik tidak
memengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, apendiks itu bisa
pecah.
Epidemiologi
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun
jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.
Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umue 20-30 tahun,
ketika insidens pada lelaki lebih tinggi.
Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
pencetus. Di samping hyperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris

Laporan Kasus Ilmu Bedah

Stephanie ( 406138048)

dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis
ialah erosi mukosa apendiks akibat parasite seperti E.histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Patofisiologi
Apendisitis akut pada dasarnya adalah suatu proses obstuksi (hyperplasia kel. Limfe
submucosa, fecolith, benda asing, striktur, tumor). Kemudian disusul dengan proses infeksi
sehingga gejalanya adalah mula-mula suatu obstruksi ileus ringan yakni : Kolik, mual,
muntah, anoreksia dan sebagainya yang kemudian mereda karena sudah jadi paralitik ileus.
Kemudian disusul oleh gejala keradangan yakni : nyeri tekan, defans muscular, subfebril dan
sebagainya.
Faktor obstruksi pada anak-anak terutama hyperplasia dari kelenjar lymphe submucosal. Pada
orang tua adalah fecolith, dan sedikit corpus alineum, strictura dan tumor. Tumor pada orang
muda adalah cacinoid dan pada orang tua adalah Ca caecum. Fecolith diduga terbentuk bila
ada serabut sayuran terperangkap masuk ke dalam apendiks, sehingga keluar mucous
berlebihan.
Cairan mucous ini mengandung banyak calcium sehingga bahan tersebut mengeras dan dapat
menimbulkan obstruksi,dan peregangan lumen apendiks, hambatan venous return dana aliran
lymphe yang berakibat oedema apendiks dimulai dengan diapedesis dan gambaran ulcus
mukosa. Hal ini merupakan tahap dari akut fokal apendisitis. karena apendiks dan usus halus
mempunyai tekanan intra luminal dengan akibat obstruksi vena dan thrombosis sehingga
terjadi oedema dan ischemi apendiks. Invasi bakteri malalui dinding apendiks. Phase ini
disebut akut supurative apendisitis. lapisan serosa apendiks berhubungan dengan peritoneum
parictalis.
Nyeri somatis timbul dari peritoneum karena terjadi kontak dengan apendiks yang meradang,
dan ini tampak sebagai perubahan yang klasik dalam bentuk nyeri yang terlokalisir di
kuadran kanan bawah perut. Seterusnya proses patologis mungkin mengenal sistim arterial
apendiks. Apendiks dengan vaskularisasi yang sangat kurang akan mengalami gangrene dan

Laporan Kasus Ilmu Bedah

Stephanie ( 406138048)

terlihat. Sekresi yang terus menerus dari mukosa apendiks yang masih baik serta peningkatan
intra luminal berakibat perforasi melalui gangrenous infark. Timbul perforated apendisitis.
Jika apendisitis tidak terjadi secara progressive, terbentuk perlekatan pada lubang usus,
peritoneum dan omentum yang mengelilingi apendiks. Kecepatan rentetan peristiwa tersebut
tentunya tergantung pada : virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding
apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale bahkan organ lain seperti buli-buli,
uterus, tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses keradangan ini. Bila proses
melokalisir ini belum dan sudah terjadi perforasi maka timbul peritonitis. Walaupun proses
melokalisir sudah selesai tetapi belum cukup kuat menahan tarikan/tegangan dalam cavum
abdominalis, karena itu pasien harus benar-benar bedrest.
Kadang-kadang apendisitis akut terjadi tanpa adanya obstruksi, ia terjadi karena adanya
penyebaran infeksi dari organ lain secara hematogen ke apendiks. Terjadi abscess multiple
kecil pada apendiks dan pembesaran lnn.mesentrica regional. Karena terjadi tanpa obstruksi
maka gambaran klinis tentunya berbeda dengan gejala obstruksi tersebut diatas.
Klasifikasi
Klasifikasi dari apendisitis terbagi atas dua, yaitu :
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk
nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan
timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya
ditemukan pada usia tua.
Gejala klinis
Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di
daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan muntah.
Umumnya, nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan
bawah ke titik McBurney. Di sini, nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat.

Laporan Kasus Ilmu Bedah

Stephanie ( 406138048)

Bila apendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut bawah tidak begitu jelas
dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena apendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri
kearah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor
menengang dari dorsal.
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering hanya
menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga menjadi lemah dan letargik.
Pemeriksaan
Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5 38,5. Bila suhu lebih tinggi, mungkin
sudah terjadi perforasi. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Pada palpasi,
didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans
muscular merupakan rangsangan peritoneum parietale. Pada penekanan perut kiri bawah,
akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang di sebut tanda Rovsing.
Peristaltik usus sering normal tetapi dapat juga menghilang akibat adanya ileus paralitik pada
peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan jari
telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.
Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Uji obturator dengan
gerakan fleksi dan endotorsi sendi panggul pada posisi terlentang dan menimbulkan nyeri
pada apendisitis pelvika.
Laboratorium
Jumlah leukosit berkisar antara 10.000 dan 16.000/mm dengan pergeseran ke kiri (lebih dari
75 persen neutrofil) pada 75 persen kasus yang ada. 96 persen diantaranya leukositosis atau
hitung jenis sel darah putih yang abnormal. Tetapi beberapa pasien dengan apendisitis
memiliki jumlah leukosit yang normal. Pada urinalisis tampak sejumlah kecil eritrosit atau
leukosit.
Apendikogram

Laporan Kasus Ilmu Bedah

Stephanie ( 406138048)

Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaSO4 serbuk halus yang
diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum pemeriksaan
kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, 1hasil apendikogram
diexpertise oleh dokter spesialis radiologi.
Diagnosis
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut
masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus.
Skor Alvarado

Gejala

Tanda

Laboratorium

Manifestasi

Nilai

Nyeri berpindah

Anoreksia

Mual dan / atau muntah

Nyeri tekan kuadran kanan bawah

Nyeri tekan lepas

Peningkatan suhu tubuh

Leukositosis

Hitung leukosit terdapat

pergeseran ke kiri (neutrophil


>75%)
Total poin

Interpretasi :
Skor 9-10 terdapat apendisitis, dan harus dilakukan operasi.
Skor 7-8 kemungkinan besar terdapat apendisitis.
Skor 5-6 Compatible.

Tatalaksana

10

Laporan Kasus Ilmu Bedah

Stephanie ( 406138048)

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satu nya pilihan
yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu
diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate.
Apendektomi dapat dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila apendektomi
terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih.
Komplikasi
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendidingan sehingga berupa massa
yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Perforasi apendiks dapat mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam
tinggi, nyeri makin hebat, perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans
muscular terjadi di seluruh perut. Peristaltik usus dapat menurun sampai menghilang karena
adanya ileus paralitik.

TINJAUAN KHUSUS

Seorang perempuan berusia 19 tahun, dengan keluhan nyeri perut kanan bawah. Nyeri
dirasakan hilang timbul sudah sekitar 2 minggu SMRS. Nyeri awalnya dirasakan disekitar ulu
hati kemudian semakin menajam di bagian perut kanan bawah. Nyeri dirasakan seperti kram
dan melilit, dan sangat sakit ketika berjalan. Pasien juga mengeluh mual dan muntah. Pasien
mengaku perut terasa kembung sehingga tidak bernafsu untuk makan. Pasien mengalami
demam sekitar 1 minggu SMRS. Pasien sudah berobat ke dokter dan diberikan obat lambung
dan penghilang sakit namun hanya bertahan sementara, kemudian nyeri timbul kembali.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, GCS : E4M6V5, Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 84x/menit, suhu 37,3,
frekuensi nafas 20x/menit. Pada pemeriksaan status lokalis region abdomen didapatkan nyeri
tekan pada titik mc burney (+), nyeri lepas (+), psoas sign (+), obrturator sign (+). Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan Hb, ureum, creatinine. Didapatkan

Laporan Kasus Ilmu Bedah

Stephanie ( 406138048)

peningkatan leukosit. Pada pemeriksaan USG didapatkan kesan suspect appendicitis chronica
exacerbasi akut.
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan penunjang, pasien di diagnosa
appendisitis akut. Diagnosa ini didapatkan dari gejala klinis pasien yaitu nyeri perut kanan
bawah hilang timbul di sertai demam, mual dan muntah. Diagnosa ini ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium dan USG abdomen,
Tatalaksana untuk pasien ini adalah operasi appendektomi, selain itu juga diberikan
cairan untuk mencegah dehidrasai. Antibiotik, obat anti mual untuk mengurangi gejala pasca
operasi.
VII. Pengobatan
3. Medikamentosa
IVFD Ringer Asering
Ceftriaxone iv
Ranitidine iv
4. Operatif
Appendektomi

Anda mungkin juga menyukai