1. DEFINISI
Mastoiditis merupakan peradangan akut pada rongga mastoid tulang temporal yang
biasanya terjadi karena otitis media akut.
2. ETIOLOGI
o Streptococcus pneumonia
o Streptococcus beta hemolyticus grup A
o Staphylococcus aureus
o Moraxella catarrhalis
o Haemophillus influenza
o Pseudomonas aeruginosa
o Mycobacterium sp
o Aspergillus fumigatus
3. MANIFESTASI KLINIS
Gejala biasanya dimulai beberapa hari sampai minggu setelah onset otitis media
akut. Gejala meliputi :
- Demam
- Nyeri telinga berdenyut dan persisten
- Otorea profus, purulen dan persisten (biasanya > 3 minggu)
- Prosesus mastoid mengalami kemerahan , bengkak, nyeri tekan dan
fluktuasi
- Aurikula terdorong ke inferior dan lateral
- Hampir semua pasien memiliki manifestasi otitis media akut
- Hearing loss semakin memburuk.
4. DIAGNOSIS
Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
oemeriksaan penunjang
- Anamnesis
o Riwayat otitis media akut
o Otorea purulent yang persisten > 3 minggu
o Otalgia persisten dan berdenyut
o Demam
o Penurunan pendengaran yang semakin memburuk
o Nyeri kepala
o Disertai gejala otitis media akut
- Pemeriksaan fisik
o Tanda vital : suhu tubuh > 37,5 C
o Pemeriksaan kepala dan telinga
Prosesus mastoid bengkak, merah , dan nyeri tekan ( tanda khas
acute surgical mastoiditis)
Eritema telinga
Aurikula terdorong kea rah lateral dan inferior , akibat dari abses
subperoosteal
Proptosis aurikula
Otorea purulen
Penebalan periosteal (bandingkan dengan sisi kontralateral)
Pemeriksaan otoskopi
Tanda otitis media akut
Protrusi sentral (nipplelike) dari membrane timpani , akibat
terdorong pus
Terdapat kantong pada dinding kanalis aurikula bagian
superoposterior (mengarahkan kemungkinan acute surgical
mastoiditis)
Pemeriksaan penunjang
o Laboratorium darah : leukositosis, laju endap darah meningkat
o Timpanosentesis/ miringotomi : untuk bahan kultur pus
o Pemeriksaan mikrobiologi : uji pewarnaan gram, kultur, dan bakteri
tahan asam
o Audiometri : untuk mengevaluasi tanda hearing loss
o Foto polos mastoid : destruksi tulang dengan perselubungan pada
mastoid
o CT scan kepala : kavum mastoid berisi cairan, kavum mastoid melebar.
CT scan kepala untuk konfirmasi diagnosis, evaluasi risiko komplikasi
dan rencana operasi.
5. TERAPI
Tatalaksana awal yang bisa diberikan pada pasien mastoiditis adalah terapi
suportif dan pemberian antibiotic melalu intravena yang dapat melewati
sawar darah otak. Tindakan operatif dilakukan jika pemberian antibiotic yang
adekuat tidak memberikan hasil.
TATALAKSANA AWAL
o Amankan ABC
o Pasang IV line , berikan cairan kristaloid maintenance jika tidak ada
tanda dehirasi atau syok.
TATALAKSANA FARMAKOLOGI
A. Mastoiditis tanpa osteitis dan periosteitis
o Pemberian antibiotic empiris untuk otitis media akut : Ceftriaxone 1
gram/12 jam IV diberikan selama 2 minggu
o Jika komplikasi terjadi (demam, nyeri atau nyeri tekan bertambah),
lakukan kultur dari telinga tengah untuk antibiotic yang sesuai
o Pertimbangkan mastoidektomi jika antibiotic baru tetap gagal
o Pemberian antipiretik paracetamol 500mg/8jam IV
o Pemberian analgesik injeksi ketorolac 30mg/12 jam
B. Mastoiditis akut dengan osteitis
o Pemberian antibiotic vankomisin 1 gram/12 jam IV dan seftriakson 1
gram/12 jam, selama 4-14 hari
o Pemberian steroid intravena dosis tinggi dan tunggal untuk mengontrol
proses inflamasi (dexamethasone IV)
o Pemberian antipiretik paracetamol 500mg/8jam IV
o
o
ABSES PERITONSILAR
1. DEFINISI
Abses peritonsilar merupakan kondisi terkumpulnya pus pada ruang di antara
tonsil dan musculus konstriktor pharyngeal superior
2. ETIOLOGI
Bakteri penyebab abses peritonsilar yang paling sering adalah bakteri aerob
dan anaerob seperti
AEROB
Streptococcus
pyogenes
Staphylococcus
aureus
Haemophilus
influenza
Neisseria sp
ANAEROB
Fusobacterium
Pepostreptococcus
Prevotella
Bacteroides
3. KLINIS
Informasi paling penting yang bisa didapat adalah lokasi nyeri pada
tenggorokan yang dapay menentukan lokasi abses. Pasien biasanya
mengalami demam dan rasa sulit menelan (disfagia). Pada pemeriksaan fisik
akan ditemukan kesulitan atau kaku dalam membuka mulut (trismus) karena
peradangan pada spasium pharingomaxilary dan musculus pterigoideus.
Manifestasi paling jelas pada pemeriksaan fisik adalah terdorongnya tonsil
yang meradang kea rah medioinferior dan adanya deviasi uvula kea rah
kontralateral dari tonsil yang inflamasi. Pasien juga sering menghasilkan
suara seperti bergumam / muffled voice yang biasa disebut hot potato voice
4. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang
-
Anamnesis
o Nyeri tenggorokan (sore throat) yang memberat secara progresif,
lokasi sering menunjukkan pada satu sisi saja.
o Demam
o Susah menelan (disfagia)
o Otalgia
o Nyeri menelan (odinofagia) dengan hipersalivasi
o Sulit membuka mulut (trismus)
Pemeriksaan fisik
o Keadaan umum pasien tampak toksik
o Tanda vital : suhu tubuh meningkat
o Pemeriksaan kepala-leher : limfadenopati servikal pada sisi lesi
o Pemeriksaan THT
Sulit membuka mulut / Trismus ( ukuran lebar 3 jari)
hipersalivasi
Muffled atau hot potato voice
5. TERAPI
o Pastikan tidak ada masalah pada ABC
Pastikan patensi jalan nafas dan lakukan Penilaian tanda
obstruksi jalan nafas (eg : stridor). Lakukan triple maneuver
airway jika perlu. Lakukan suction jalan nafas jika terdapat
cairan pada jalan nafas yang potensi aspirasi.
Penilaian tanda gangguan ventilasi . berikan oksigen 3 liter
per menit melalui nasal kanul jka perlu
Pasang IV dan lakukan penilaian tanda dehidrasi (karena
pasien susah menelan sehingga intake oral berkurang).
Berikan cairan rehidrasi kristaloid sesuai derajat dehidrasi.
Berikan cairan maintenance jika tidak ada tanda dehidrasi.
Pasang DC urin jika perlu untuk balans cairan.
o Berikan analgesik dan antipiretik
1. asetaminofen 500mg/8 jam atau
2. ibuprofen 400mg/8jam,
lakukan dose adjustment sampai respons maksimal.
o Berikan antibiotic empiris yang dapat mencakup streptococcus
pyogenes dan anaerob. Antibiotic diberikan melalui intravena atau
oral (jika sudah bisa toleransi intake per oral) selama 10 hari.
Pilihan antibiotic sebagai berikut (salah satu) :
1. Antibiotic Intravena
- Ampicillin-sulbactam 3 gram/6 jam
- Penicillin G 10juta unit/6 jam + metronidazole 500mg/6 jam
- Clindamycin 900mg/8 jam
2. Antibiotic Oral
- Amoxicillin-clavulanic acid (amoxiclav) 2 x 875 mg
- Clindamycin 2 x 600mg atau 4 x 300mg
EPISTAKSIS
1. DEFINISI
Perdarahan yang berasal dari hidung atau disebut juga mimisan
2. ETIOLOGI
biasanya sumber perdarahan dapat terlihat jelas berasal dari anterior atau
posterior. (prosedur ini juga dilakukan sebagai tatalaksana)
a. Epistaksis anterior
Darah keluar melalui lubang hidung pada posisi duduk. Pada epistaksis
posterior jarang menimbulkan perdarahan massif. Sumber perdarahan
berasal dari pleksus kiesselbach yang merupakan anastomosis dari a.
etmoidalis anterior , a . sfenopalatina, a. labialis superior dan a. palatine
mayor
b. Epistaksis posterior
Darah akan mengalir menuju ke kerongkongan pada posisi duduk. Pada
epistaksis posterior biasanya menimbulkan perdarhan massif. Sumber
perdarahan biasanya berasal dari a. sfenopalatina atau a. etmoidalis
posterior
o Memeriksa apakah terdapat corpal ataupun tanda tanda trauma seperti
bengkak, kemerahan, atau deformitas
- Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang tidak selalu dikerjakan. Pemeriksaan penunjang haya
dikerjakan jika terdapat kecurigaan penyebab sistemik seperti gangguan
koagulopati atau infeksi.
o Laboratorium darah : darah rutin dan profil pembekuan darah ( clotting time,
bleeding time, PT, aPTT, dan INR)
o Radiologi : CT scan dan MRI ( untuk melihat adanya kecurigaan keganasan)
4. TERAPI
- Tatalaksana suportif awal ( pastikan ABC aman !)
Airway
: Lakukan suction jika terdapat tanda perdarahan yang mengalir
ke saluran nafas
Breathing
:Pastikan ventilasi baik
Circulation
: pastikan hemodinamik stabil. Pasang IV line jika terdapat
perdarahan masif. Berikan cairan resusitasi jika perlu ( terdapat tanda syok)
- Mengidentifikasi dan menghentikan sumber perdarhan
a. Epistaksis anterior
Pasien diposisikan duduk , posisi kepala terangkat dan condong ke
depan , jangan sampai hiperekstensi agar darah tidak mengalir ke
saluran nafas.
o Pada perdarahan ringan dapat dilakukan penekanan langsung
dengan ibu jari dan telunjuk pada kedua cuping hidung kearah
septum selama 5-20 menit. Pasien harus bernafas melalui mulut.
Pada anak anak dan perdarahan ringan biasanya berhenti dengan
prosedur ini.
o Dilakukan pemasangan tampon adrenalin menggunakan kasa steril
dengan adrenalin 1/5000 1/10000 ditambah pantokain atau
lidokain 2% . kassa dimasukkan kavum nasi sebanyak 1- 2 buah
selama 10-15 menit. (prosedur ini biasanya dilakukan untuk
mengetahui lokasi perdarahan)