Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PROFESIONALISASI MANAJEMEN PENDIDIKAN


UPAYA MEMBANGUN PENDIDIKAN GURU YANG PROFESIONAL
Diajukan sebagai tugas individu dalam mata kuliah Profesionalisasi Manajemen Pendidikan

OLEH :
OZI ANISSA RAMADANI
NIM 1200255

JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan Karunia-Nya berupa kesehatan dan umur yang panjang sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan laporan kasus ini . Laporan ini di tulis untuk memenuhi tugas individu
pada mata kuliah Profesionalisasi Manajemen Pendidikan.
Selama penulisan laporan ini banyak sekali terdapat kekurangan maka dari itu penulis
meminta saran dan kritik yang membangun kepada pembaca agar kita semua mendapat
pengetahuan tentang menggunakan pendekatan supervisi yang relevan terhadap kasus yang
dialami guru dan terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah
memberikan sumbangan pikiran, bimbingan, dan saran serta petunjuk-petunjuk yang sangat
berharga, sehingga dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. Serta terimakasih kepada pihak
pihak yang telah membantu kelancaran pembuatan laporan ini.

Padang, November 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A.

Latar Belakang.........................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Makna Kualitas Pendidikan......................................................................................................3
B. Posisi Guru Dalam Pendidikan.................................................................................................4
C. Masalah Pendidikan.................................................................................................................7
D. Upaya Membangun Pendidikan Guru yang Profesional..........................................................9
BAB III PENUTUP......................................................................................................................12
A.

Kesimpulan............................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

ii

iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini dunia pendidikan nasional Indonesia berada dalam situasi kritis baik dilihat
dari sudut internal kepentingan pembangunan bangsa maupun secara eksternal dalam kaitan
dengan kompetisi antar bangsa. Fakta menunjukkan bahwa kualitas pendidikan nasional masih
rendah dan jauh ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara lain. Berbagai kritikan tajam
yang berasal dari berbagai sudut pandang terus ditujukan kepada dunia pendidikan nasional
dengan berbagai alasan dan kepentingan. Bahkan ada beberapa pihak yang menuding bahwa
krisis nasional sekarang ini bersumber dari pendidikan dan lebih jauh ditudingkan sebagai
kesalahan guru. Benarkah ada unsur salah pada guru? Mungkin ya dan mungkin tidak
tergantung dari sudut mana memandang dan menilainya. Namun yang pasti ialah bahwa kondisi
guru saat ini bersumber dari pola-pola bangsa ini memperlakukan guru. Meskipun diakui guru
sebagai unsur penting dalam pembangunan bangsa, namun secara ironis guru belum memperoleh
penghargaan yang wajar sesuai dengan martabat serta hak-hak azasinya. Hal itu tercermin dari
belum adanya jaminan kepastian dan perlindungan bagi para guru dalam pelaksanaan tugas dan
perolehan hak-haknya sebagai pribadi, tenaga kependidikan, dan warga negara.
Siapapun mulai dari presiden, wakil rakyat, para pejabat, dan semua warga masyarakat
sangat setuju bahwa kualitas

pendidikan kita harus dirtingkatkan untuk mengejar

ketertinggalannya di dalam tantangan golal. Namun bagaimana upaya itu harus dilakukan secara
sistemik agar dapat terwujud dengan baik. Tulisan ini akan mengemukakan satu pandangan
bahwa upaya mencapai pendidikan berkualitas harus dimulai dengan guru yang berkualitas.
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan tanpa memperhitungkan guru secara nyata, hanya akan
menghasilkan satu fatamorgana atau sesuatu yang semu dan tipuan belaka.
Jika kita renungi masalah pembangunan pendidikan di Indonesia, sungguh mengundang
kita semua untuk dapat mencermati betapa pendidikan di Indonesia baru sekedar mampu
memberikan dampak langsung pendidikan yang diwujudkan dengan ijazah, tetapi belum sampai
memberikan dampak pengiring pengajaran yang indikatornya adanya kemampuan daya saing
sumberdaya manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha maupun tuntutan dunia
industry, apalagi persaingan dalam kancah percaturan dunia.
1

Sehubungan dengan itu bahasan berikut akan menyampaikan hal-hal yang berkaitan
dengan makna kualitas pendidikan, posisi guru dalam pendidikan, masalah dan kendala, serta
upaya membangun pendidikan guru yang ideal. Bahasannya baru merupakan pikiran awal yang
masih harus dikaji dan dikembangkan lebih lanjut berdasarkan kajian sumber-sumber empiris
dari berbagai penelitian dan pengalaman nyata baik dalam maupun luar negeri. Dalam
ketidaksempurnaan ini ibarat setitik air di tengah samudera luas, namun semoga memberi
manfaat dan sumbangsih bagi kaum guru dan dunia pendidikan pada umumnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa makna dari kualitas pendidikan
2. Bagaimana posisi guru dalam pendidikan
3. Bagaimana masalah dalam pendidikan
4. Bagaimana upaya membangun pendidikan guru yang professional
C. Tujuan
1. Memahami makna kualitas pendidikan
2. Memahami posisi guru dalam pendidikan
3. Memahami masalah pendidikan
4. Memahami upaya membangun pendidikan guru yang profesional

BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna Kualitas Pendidikan


Dalam konsep yang lebih luas, kualitas pendidikan mempunyai makna sebagai suatu
kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan. Kualitas pendidikan yang menyangkut
proses dan atau hasil ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu. Proses
pendidikan merupakan suatu keseluruhan aktivitas pelaksanaan pendidikan dalam berbagai
dimensi baik internal maupun eksternal, baik kebijakan maupun oprasional, baik edukatif
maupun manajerial, baik pada tingkatan makro (nasional), regional, institusional, maupun
instruksional dan individual; baik pendidikan dalam jalur sekolah maupun luar sekolah, dsb.
Dalam bahasan ini proses pendidikan yang dimaksud adalah proses pendidikan Proses
pendidikan yang berkualitas ditentukan oleh berbagai faktor yang saling terkait. Kualitas
pendidikan bukan terletak pada besar atau kecilnya sekolah, negeri atau swasta, kaya atau
miskin, permanen atau tidak, di kota atau di desa, gratis atau membayar, fasilitas yang wah dan
keren, guru sarjana atau bukan, berpakaian seragam atau tidak. Faktor-faktor yang menentukan
kualitas proses pendidikan suatu sekolah adalah terletak pada unsur-unsur dinamis yang ada di
dalam sekolah itu dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Salah satu unsurnya ialah
guru sebagai pelaku terdepan dalam pelaksanaan pendidikan di tingkat institusional dan
instruksional.
Dalam konteks yang lebih luas, hasil pendidikan mencakup tiga jenjang yaitu: produk,
efek, dan dampak. Hasil pendidikan yang berupa produk, adalah wujud hasil yang dicapai pada
akhir satu proses pendidikan, misalnya akhir satu proses instruksional, akhir semester, akhir
tahun ajaran, akhir jenjang pendidikan, dan sebagainya. Wujudnya dinyatakan dalam satu satuan
ukuran tertentu seperti angka, grade, peringkat, indeks prestasi, yudisium, UN, dan sebagainya
sebagai gambaran kualitas hasil pendidikan dalam periode tertentu. Hasil pendidikan berupa
efek, adalah perubahan lebih lanjut terhadap keseluruhan kepribadian peserta didik sebagai
akibat perolehan produk dari proses pendidikan (pembelajaran) dari satu periode tertentu.
Perolehan produk pendidikan yang dinyatakan dalam bentuk hasil belajar seperti angka dalam
3

rapor, dan sebagainya, seharusnya memberikan pengaruh (efek) terhadap perubahan keseluruhan
perilaku/kepribadian peserta didik seperti dalam pemahaman diri, cara berfikir, sikap, nilai, dan
kualitas kepribadian lainnya. Selanjutnya hasil pendidikan yang berupa dampak, adalah berupa
pengaruh lebih lanjut hasil pendidikan berupa produk dan efek yang diperoleh peserta didik
terhadap kondisi dan lingkungannya baik di dalam keluarga ataupun masyarakat secara
keseluruhan.
B. Posisi Guru Dalam Pendidikan
Setiap tahun ajaran baru dimulai, guru-guru Sekolah Dasar Kelas I dengan rajin
mengajari peserta didiknya untuk menguasai dan dapat membawakan Hymne Guru agar pada
saat upacara dan kesempatan-kesempatan lain mereka dapat ikut menyenandungkan nyanyia itu
bersama kakak-kakak kelasnya. Bila suara dan pengahayatannya bagus, di antara anak-anak
tersebut mungkin ada juga yang terpilih untuk bergabung dalam kelompok paduan suara yang
mewakili sekolah dalam perlombaan antar Sekolah Dasar di tingkat kecamaan. Seorang guru
Sekolah Dasar mengakui, kadang-kadang ada perasaan rikuh ketika ia mengajari muridmurudnya menghafalkan lagu ini karena seakan-akan ia minta dipuji oleh para muridnya.
Sejalan dengan itu, kesadaran dan kepedulian para guru, calon guru, sebagian masyarakat
dan pejabat pemerintah terhadap perbaikan nasib guru serta upaya mengangkat citra dan
martabat guru dirasakan semakin kuat. Kesadaran itu tumbuh melihat kenyataan bahwa imbalan
yang diterima oleh para guru belum layak dibandingkan dengan beban tugas yang dipikulnya dan
standar kehidupan yang sepantasnya diperoleh sesuai dengan predikatnya sebagai pendidik
generasi bangsa.
Dalam menjalankan tugasnya, guru tidak jarang pula mendapatkan perlakuan-perlakuan
yang kurang pada tempatnya. Misalnya pemotongan gaji untuk sesuatu yang sebenarnya kurang
perlu dan pengurusan kenaikan pangkat yang dipersulit oleh orang-orang tertentu di atasnya.
Kalangan yang peduli itu kemudian melihat kembali lirik Hymne Guru, menyimak kata
demi kata, kalimat demi kalimat, serta merenungkan makna eksplisit maupum implisitnya.
Ditemukan bahwa hingga baris kedua terakhir, tidak ada masalah. Memang demikianlah guru
adanya. Hanya ada saja, tidak ada masalah. Pertama, tidak ditemukan kata, kalimat, atau makna
baik secara eksplisit maupun implisit yang mengarah pada kesejahteraan dan perlindungan
terhadap diri dan profesinya sebagai guru sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor
4

20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kedua, kandungan yang ditekankan di
dalamnya lebih pada pengabdian dan pengorbanan para guru untuk peserta didik dan bangsanya,
dan untuk itu mereka dihargai dan dijunjung tinggi. Tetapi, penghargaan itu baru penghargaan
moral berupa pengakuan atas jasa-jasanya. Bagaimana dengan penghargaan dalam bentuk
peningkatan kesejahteraan? Ketiga, begitu menginjak baris terakhiryang dapat diibaratkan
sebagai klimaksnya atau gongnya, ada sesuatu yang mengganggu guru adalah kalimat
Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.
Memang semua julukan tersebut dimaksudkan untuk menjunjung tinggi martabat dan
kehormatan guru. Sebutan itu lebih dimaksudkan sebagai simbol pengabdian guru yang tanpa
tanda pamrih dan ikhlas. Sekalipun bekerja seharian untuk mendidik murid-muridnya dalam
rentang waktu belasan bahkan puluhan tahun, para guru tetap setia. Mereka tidak mengharapkan
ada kalungan medali atau kelak dimakamkan di taman makam pahlawan, sekalipun sebagian
anak didinya kemudian menjadi presiden, menteri, guru besar, jenderal, dan konglomerat.
Di pihak lain, julukan guru sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa bisa tidak
menguntungkan bagi para guru dan profesi keguruan. Dengan julukan tersebut, ada kesan
seakan-akan guru merupakan kelompok masyarakat yang melakukan pekerjaan yang terhormat,
bernilai, dan agung dalam mendidik bangsanya, namun atas keringat dan jerih payahnya tersebut
meeka mesti menerima apa adanya. Tidak perlu banyak menuntut atau adanya atau
mengharapkan sesuatu yang lebih dari apa yang mereka dapatkan sekarang.
Jawaban klise yang sering mereka dengar bila mereka dengan penuh kerendahan hati,
rasa hormat, dan harapan (juga doa kepada Alla Swt) mengungkapkan isi hatinya yang berkaitan
dengan nasibnya adalah Siapa menyuruh Saudara jadi guru, Mengapa anda memilih
pekerjaan guru?, atau Tetap menjadi guru atau mundur, take in or leave if. Sungguh jawaban
seperti ini tidak empatik yang membuat guru panas dingin, tidak tahu kepada siapa lagi mereka
mesti mengadu untuk menyampaikan isi hatinya.
Itulah kesan, citra, dan implikasi yang timbul dari julukan guru sebagai Pahlawan Tanpa
Tanda Jasa. Orang sinistik malah menyebut penggunaan julukan tersebut dalam Hymne Guru
yang semula berkonsentrasi dan bermaksud baik, berubah menjadi ibarat sebuah nyanyian
kematian bagi profesi keguruan.
Sesuai dengan judulnya, guru merupakan subyek yang menjadi fokus bahasan ini,
karena siapapun sependapat bahwa guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses
5

pendidikan khususnya di tingkat insitusional dan instruksional. Tanpa guru, pendidikan hanya
akan menjadi slogan muluk, karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan
ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan, yaitu guru. No teacher no
education, no education no economic and social development. Demikian prinsip dasar yang
diterapkan dalam pembangunan pendidikan di Vietnam berdasarkan amanat Bapak bangsanya,
yaitu Ho Chi Minh. Guru menjadi titik sentral dan awal dari semua pembangunan pendidikan. Di
Indonesia guru masih belum mendapatkan posisi yang seharusnya dalam kebijakan dan programprogram pendidikan. Saatnya kini membuat kebijakan dengan paradigma baru, yaitu membangun
pendidikan dengan memulainya dari subyek guru. Tanpa itu semua dikhawatirkan mutu
pendidikan tidak sampai pada cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan
sumber daya manusia.
Dalam kenyataan, guru belum memperoleh haknya untuk dapat mengajar secara
profesional dan efektif, Hal itu tercermin dari kondisi saat ini yang mencakup jumlah yang
kurang sehingga harus bekerja melebihi lingkup tugasnya, mutu yang belum sesuai dengan
tuntutan, distribusi yang kurang merata, kesejahteraan yang amat tidak menunjang, dan
manajemen yang tidak kondusif. Semua itu merupakan cerminan adanya pelanggaran hak azasi
guru. Hak azasi guru proteksi dari pemerintah dan masyarakat melalui perundang-undangan yang
mengatur pendidikan antara lain Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen harus
segera diimplementasikan pada tatanan operasional dan manajerial mulai di tingkat nasional,
regional, institusional, sampai tingkat instruksional.
Hamzah Uno (2008), posisi dan peran guru yang dikaitkan dengan konsep pendidikan
berbasis lingkungan dalam proses pembelajaran, dimana guru harus menempatkan diri sebagai:
1. Pemimpin belajar, dalam arti guru sebagai perencana, pengorganisasi, pelaksana, dan
pengontrol kegiatan belajar peserta didik.
2. Fasilitator belajar, dalam arti guru sebagai pemberi kemudahan kepada peserta didik dalam
melakukan kegiatan belajarnya memalui upaya dalam berbagai bentuk.
3. Moderator belajar, dalam arti guru sebagai pengatur arus kegiatan belajar peserta didik.
4. Motivator belajar, dalam arti guru sebagai pendorong peserta didik agar mau melakukan
kegiatan belajar. Sebagai motivator guru harus menciptakan kondisi kelas yang merangsang
peserta untuk mau melakukan kegiatan belajar, baik individual maupun kelompok.
5. Evaluator belajar, dalam arti guru sebagai penilai yang objektif dan komprehensif.
6

C. Masalah Pendidikan
Hingga saat ini masih banyak masalah dan kendala yang berkaitan dengan guru sebagai
satu kenyataan yang harus diatasi dengan segera. Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah
banyak dilakukan antara lain melalui perbaikan sarana, peraturan, kurikulum, dan sebagainya.
tapi belum mempriotitaskan guru sebagai pelaksana di tingkat instruksional terutama dari aspek
kesejahteraannya. Beberapa masalah yang berkaitan dengan kondisi guru antara lain sebagai
berikut.
1. Kuantitas, Kualitas, dan Distribusi.
Dari aspek kuantitas, jumlah guru yang ada masih dirasakan belum cukup untuk menghadapi
pertambahan siswa serta tuntutan pembangunan sekarang. Kekurangan guru di berbagai jenis
dan jenjang khususnya di sekolah dasar, merupakan masalah besar terutama di daerah
pedesaan dan daerah terpencil. Dari aspek kualitas, sebagian besar guru-guru dewasa ini
masih belum memiliki pendidikan minimal yang dituntut. Dari aspek penyebarannya, masih
terdapat ketidakseimbangan penyebaran guru antar sekolah dan antar daerah. Dari aspek
kesesuaiannya, di SLTP dan SMA, masih terdapat ketidaksepadanan guru berdasarkan mata
pelajaran yang harus diajarkan.
2. Kesejahteraan
Dari segi keadilan kesejahteraan guru, masih ada beberapa kesenjangan yang dirasakan
sebagai perlakuan diskriminatif para guru. Di antaranya adalah (1) kesenjangan antara guru
dengan PNS lainnya, serta dengan para birokratnya, (2) kesenjangan antara guru dengan
dosen, (3) kesenjangan guru menurut jenjang dan jenis pendidikan, misalnya antara guru SD
dengan guru SLTP dan Sekolah Menengah, (4) kesenjangan antara guru pegawai negeri yang
digaji oleh negara, dengan guru swasta yang digaji oleh pihak swasta, (5) kesenjangan antara
guru pegawai tetap dengan guru tidak tetap atau honorer, (6) kesenjangan antara guru yang
bertugas di kota-kota dengan guru-guru yang berada di pedesaan atau daerah terpencil, (7)
kesenjangan karena beban tugas, yaitu ada guru yang beban mengajarnya ringan tetapi di lain
pihak ada yang beban tugasnya banyak misalnya di sekolah yang kekurangan guru, akan
tetapi imbalannya sama saja atau lebih sedikit. Kesejahteraan mencakup aspek imbal jasa,
rasa aman, kondisi kerja, hubungan antar pribadi, dan pengembangan karir.
3. Manajemen Guru
Dari sudut pandang manajemen SDM guru, guru masih berada dalam pengelolaan yang lebih
bersifat birokratis-administratif yang kurang berlandaskan paradigma pendidikan antara lain
manajemen pemerintahan, kekuasaan, politik, dan sebagainya. Dari aspek unsur dan
7

prosesnya, masih dirasakan terdapat kekurangterpaduan antara sistem pendidikan, rekrutmen,


pengangkatan, penempatan, supervisi, dan pembinaan guru. Masih dirasakan belum terdapat
keseimbangan dan kesinambungan antara kebutuhan dan pengadaan guru. Rerkrutmen dan
pengangkatan guru masih selalu diliputi berbagai masalah dan kendala terutama dilihat dari
aspek kebutuhan kuantitas, kualitas, dan distribusi. Pembinaan dan supervisi dalam jabatan
guru belum mendukung terwujudnya pengembangan pribadi dan profesi guru secara
proporsional. Mobilitas mutasi guru baik vertikal maupun horisontal masih terbentur pada
berbagai peraturan yang terlalu birokratis dan arogansi dan egoisme sektoral. Pelaksanaan
otonomi daerah yang kebablasan cenderung membuat manajemen guru menjadi makin
semrawut.
4. Penghargaan terhadap guru
Seperti telah dikemukakan di atas, hingga saat ini guru belum memperoleh penghargaan yang
memadai. Selama ini pemerintah telah berupaya memberikan penghargaan kepada guru
dalam bentuk pemilihan guru teladan, lomba kreatiivitas guru, guru berprestasi, dsb.
meskipun belum memberikan motivasi bagi para guru. Sebutan pahlawan tanpa tanda jasa
lebih banyak dipersepsi sebagai pelecehan ketimbang penghargaan. Pemberian penghargaan
terhadap guru harus bersifat adil, terbuka, non-diskriminatif, dan demokratis dengan
melibatkan semua unsur yang terkait dengan pendidikan terutama para pengguna jasa guru
itu sendiri, sementara pemerintah lebih banyak berperan sebagai fasilitator.
5. Pendidikan guru
Pendidikan guru yang ada sekarang ini masih bertopang pada paradigma guru sebagai
penyampai pengetahuan sehingga diasumsikan bahwa guru yang baik adalah yang menguasai
pengetahuan dan cakap menyampaikannya. Hal ini mengabaikan azas guru sebagai fasilitator
dalam pembelajaran dan sumber keteladanan dalam pengembangan kepribadian peserta
didik. Pada hakekatnya pendidikan guru itu adalah pembentukan kepribadian disamping
penguasaan materi ajar. Disamping itu pola-pola pendidikan guru yang ada dewasa ini masih
terisolasi dengan sub-sistem manajemen lainnya seperti rekrutmen, penempatan, mutasi,
promosi, penggajian, dan pembinaan profesi. Sebagai akibat dari hal itu semua, guru-guru
yang dihasilkan oleh LPTK tidak terkait dengan kondisi kebutuhan lapangan baik kuantitas,
kualitas, maupun kesepadannya dengan kebutuhan nyata.

Sebagai unsur yang berada di garda terdepan pendidikan, begitu banyak sebutan
sanjungan yang diberikan kepada guru seperti Guru yang digugu dan ditiru, Guru pejabat
mulia, pahlawan tanpa tanda jasa, guru sebagai jabatan profesional, guru sebagai sumber
teladan, guru sebagai pengukir masa depan bangsa, dan sebagainya. Tentunya ungkapanungkapan tersebut merupakan upaya untuk memotivasi para guru dalam melaksanakan tugasnya,
meskipun dalam kenyataannya banyak yang mempersepsi ungkapan-ungkapan tersebut justru
merupakan sanjungan yang tidak sesuai dengan realitas sehingga membuat guru tersandung.
Guru dipandang memiliki prestise terhormat, akan tetapi sebagai profesi yang rendah dengan
imbalan yang tidak memadai.
Dengan posisi yang sangat strategis di garda terdepan pendidikan, seharusnya guru
mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dalam hal pembinaan profesional dan dukungan
kesejahteraan melalui manajemen pendidikan yang kondusif. Menurut Carl D. Glickman (1990)
guru masih berada di lingkungan kerja yang disebut The legacy of the One-Room Schoolhouse
atau warisan satu-kamar bangunan sekolah. Dikatakan bahwa guru melakukan tugas kerjanya
berada dalam sebuah ruangan yang dibatasi empat dinding di kawasan bangunan sekolah.
Aktivitas guru dari menit ke menit dari hari ke hari dan dari tahun ke tahun berada dalam batas
tembok empat dinding menata seluruh kelas, memeriksa kehadiran murid, mengajar, menilai, dan
sebagainya.
D. Upaya Membangun Pendidikan Guru yang Profesional
Menghadapi berbagai tantangan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional,
diperlukan guru berkualitas yang mampu mewujudkan kinerja profesional, modern, dalam
nuansa pendidikan dengan dukungan kesejahteraan yang memadai dan berada dalam lindungan
kepastian hukum. Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi dan profesi bagi seseorang
yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan memalui interaksi edukatif secara terpola,
formal, dan sistematis. Saat ini telah lahir Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru
dan Dosen sebagai satu landasan konstitusional yang sekaligus sebagai payung hukum yang
memberikan jaminan bagi para guru dan dosen secara profesional, sejahtera, dan terlindungi.
Undang-undang guru sangat diperlukan dengan tujuan: (1) mengangkat harkat citra dan martabat
guru, (2) meningkatkan yanggung jawab profesi guru sebagai pengajar, pendidik, pelatih,
pembimbing, dan manajer pembelajaran, (3) memberdayakan dan mendayagunakan profesi guru
9

secara optimal, (4) memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi guru,
(5) meningkatkan mutu pelayanan dan hasil pendidikan, (6) mendorong peranserta masyarakat
dan kepedulian terhadap guru.
Dalam UU Guru dan Dosen (pasal 1 ayat 1) dinyatakan bahwa: Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru profesional akan tercermin dalam
penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam
materi maupun metode, rasa tanggung jawab, pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual, dan
kesejawatan, yaitu rasa kebersamaan di antara sesama guru. pribadi. Sementara itu, perwujudan
unjuk kerja profesional guru ditunjang dengan jiwa profesionalisme yaitu sikap mental yang
senantiasa mendorong untuk mewujudkan diri sebagai guru profesional.
Kualitas profesionalisme ditunjukkan oleh lima unjuk kerja sebagai berikut:
1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal.
2. Meningkatkan dan memelihara citra profesi.
3. Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat
meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan ketrampilannya.
4. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi.
5. Memiliki kebanggaan terhadap profesinya.
Dalam UU Guru dan Dosen (pasal 7 ayat 1) prinsip profesional guru mencakup
karakteristik sebagai berikut: (a) memiliki bakat, minat, panggilan dan idealisme, (b) memiliki
kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, (c) memiliki
kompetrensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, (d) memiliki ikatan kesejawatan dan
kode etik profesi, (e) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan, (f) memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, (g) memiliki kesempatan untuk
mengembangkan profesi secara berkelanjutan, (h) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, dan (i) memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keprofesian. Selanjutnya pasal 14
menyatakan bahwa guru mempunyai hak professional sebagai berikut: (a) memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; (b)
mendapatkan poromosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, (c) memperoleh
perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual, (d) memperoleh
10

kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, (e) memperoleh dan memanfaatkan sarana dan
prasaranban pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofeionalam, (f) memiliki
kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusaan, penghargaan dan/atau
sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan
perundang-undangan, (g) memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan
tugas, (h) memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi, (i) memiliki
kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan, (j) memperoleh kesempatan
untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi, dan/atau, (k)
memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
Beberapa substansi UU Guru dan Dosen yang bernilai pembaharuan untuk mendukung
profesionalitas dan kesejahteraan guru antara lain yang berkenaan dengan:
1. Kualifikasi dan kompetensi guru: yang mensyaratkan kualifikasi akademik guru minimal
lulusan S-1 atau Diploma IV, dengan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
2. Hak guru: penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum berupa gaji pokok, tunjangan yang
melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat
tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru (pasal 15 ayat 1).
3. Kewajiban guru; untuk mengisi keadaan darurat adanya wajib kerja sebagai guru bagi PNS
yang memenuhi persyaratan.
4. Pengembangan profesi guru; melalui pendidikan guru yang lebih berorientasi pada
pengembangan kepribadian dan profesi dalam satu lembaga pendidikan guru yang terpadu.
5. Perlindungan; guru mendapat perlindungan hukum dalam berbagai tindakan yang merugikan
profesi, kesejahteraan, dan keselamatan kerja.
6. Organisasi profesi; sebagai wadah independen untuk peningkatan kompetensi karir, wawasan
kependidikan, perlindungan profesi, kesejahtreraan dan atau pengabdian, menetapkan kode
etik guru, memperjuangkan aspirasi dan hak-hak guru.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
11

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:


Kualitas proses pendidikan suatu sekolah ditentukan pada unsur-unsur dinamis yang ada di
dalam sekolah itu dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Salah satu unsurnya ialah
guru sebagai pelaku terdepan dalam pelaksanaan pendidikan di tingkat institusional dan
instruksional. Dalam konteks yang lebih luas, hasil pendidikan mencakup tiga jenjang yaitu
produk, efek, dan dampak. Peran guru dalam peningkatan mutu pendidikan dapat dilihat dari
empat dimensi, yaitu: peran guru sebagai pribadi, peran guru di keluarga, sekolah, dan
masyarakat.Masalah yang berkaitan dengan kondisi guru antara lain kuantitas, kualitas, dan
distribusi; kesejahteraan; manajemen guru; penghargaan terhadap guru; dan pendidikan guru.
Upaya membangun guru yang profesional antara lain (1) mengangkat harkat citra dan martabat
guru, (2) meningkatkan tanggungjawab profesi guru sebagai pengajar, pendidik, pelatih,
pembimbing, dan manajer pembelajaran, (3) memberdayakan dan mendayagunakan profesi guru
secara optimal, (4) memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi guru,
(5) meningkatkan mutu pelayanan dan hasil pendidikan, (6) mendorong peranserta masyarakat
dan kepedulian terhadap guru.

12

DAFTAR PUSTAKA

Jalal, Fasli dan Dedi Supriyadi (ed). 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi
Daerah. Yogyakarta: Adicipta.
Uno, Hamzah. 2008. Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

13

Anda mungkin juga menyukai