Anda di halaman 1dari 14

TUGAS IKM

POLI
1. POLI PENYAKIT MENULAR
Poli penyakit menular atau infeksi melayani berbagai penyakit menular pada respirasi
kasus terbanyak sampai saat ini adalah TB. Dokter Spesialis yang bertugas pada poli ini
adalah dr.Movita Hidayati, Sp.P, beliau menjelaskan mengenai penyakit TB dan
komplikasinya.
Penyakit TB adalah penyakit endemis di Indonesia.Jumlah pasien TB di Indonesia
merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina denganjumlah pasien sekitar 10%
dari total jumlah pasien TB didunia.Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni
di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GOHN. Makrofag yang beraktivitas dalam jumlah besar akan mengelilingi daerah yang
ditumbuhi oleh M. tuberkulosis yang padat seperti keju (daerah nerkotik) sebagai bagiandari
imunitas yang dimediasi oleh sel. Hipersensitivitas tipe terunda juga berkembang melalui
aktivitas dan perbanyakan limfoid T. Makrofag membentuk granuloma yang mengandung
kuman. Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian
masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8
minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.Selama berminggu-minggu awal proses
infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya
belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat

terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut
ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya
respons positif terhadap uji tuberculin. Pada orang dewasa, terjadi TB sekunder.
Cara penularan TB yakni pada waktu penderita TB batuk atau bersin, pasien
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.
Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Sedangkan risiko
menjadi sakit TB yakni hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan sakit. Faktor yang
mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang
rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor
risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV
mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga
jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan
menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Diagnosis Tuberkulosis : apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka
beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
* Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
* Pemeriksaan fisik.
* Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
* Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
* Rontgen dada (thorax photo).
* Uji tuberkulin.
Pada anamnesis tanyakan gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama
2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.
Selain itu tanyakan riwayat kontak dengan penderita TB.
Pada pemeriksaan fisik tidak khas, yaitu terkadang terdengar suara ronkhi maupun
bronkhivesikuler di parenkim paru. Jangan lupa untuk membandingkan suara paru kanan,
kiri, depan dan belakang.

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan


pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu
(SPS):
S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama
kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi
pada hari kedua.
P(Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi. Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA).
Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan
dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama
ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi
sebagai berikut:
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
(lihat bagan alur di lampiran 2)
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT(non fluoroquinolon). (lihat bagan alur lampiran 2)
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi
pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis.
Selain itu, dr.Movita juga menjelaskan pentingnya kepatuhan minum obat,
pencegahan penyebaran kuman, dan penanggulangan pasien TB yakni dengan DOTS.
Penanggulangan Tuberkulosis merupakan program nasional yang harus dilaksanakan di
seluruh Unit Pelayanan Kesehatan termasuk Rumah Sakit. DOTs Merupakan strategi

penanggulangan Tuberkulosis di Rumah Sakit melalui pengobatan jangka pendek dengan


pengawasan langsung. Khusus bagi pelayanan pasien tuberkulosis di Rumah Sakit dilakukan
dengan strategi DOTS. Pojok DOTs adalah tempat untuk konsultasi pasien TB.
Hal ini memerlukan pengelolaan yang lebih spesifik, karena dibutuhkan kedisplinan
dalam penerapan semua standar prosedur operasional yang ditetapkan, disamping itu perlu
adanya koordinasi antar unit pelayanan dalam bentuk jejaring serta penerapan standar
diagnosa dan terapi yang benar, dan dukungan yang kuat dari jajaran direksi rumah sakit
berupa komitmen dalam pengelolaan penanggulangan TB.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:
1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan
tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap
hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Strategi DOTS di atas telah dikembangkan oleh kemitraan global dalam
penanggulangan TB (stop TB partnership) dengan memperluas strategi DOTS sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.

Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS


Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
Berkontribusi dalam penguatan siten kesehatan
Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun

swasta
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan riset.

2. POLI TB
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.dengan cara penularan antara lain dengan:
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar

matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa
jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut.
e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Cara mendiagnosis Tuberkulosis antara lain yang dilakukan adalah:
a. Anamnesis : ditanyakan mulai dari pekerjaan, kemungkinan paparan dari penderita
TB, atau riwayat keluarga dan juga riwayat sosial ekonomi.
b. Pemeriksaan Fisik : pada umumnya, pemeriksaan fisik kurang spesifik mendiagnosis
TB. Paling banyak terjadi batuk yang lebih dari 2 minggu, lemah, berat badan
menurun dan demam. Selain itu apabila keadaan semakin memburuk dapat terjadi
pernapasan yang sangat berat.
c. Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-PagiSewaktu (SPS),
S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama
kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.
P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
Fasyankes.
S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi.


Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada pengendalian TB adalah
untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu : pasien TB

Ekstra paru, pasien Tb anak dan pasien TB BTA negatif


Uji Kepekaan Obat TB
Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulosis terhadap OAT.
Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi dan
lulus pemantapan mutu atau Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut
ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR.

Penentuan Diagnosis TB paru


a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB.
Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga
sering terjadi overdiagnosis.
Diagnosis TB ekstra paru
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau
histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena
Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)
Pada ODHA, diagnosis TB paru dan TB ekstra paru ditegakkan sebagai berikut:
1. TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak positif.
2. TB Paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan gambaran klinis &
radiologis mendukung Tb atau BTA negatif dengan hasil kultur TB positif.
3. TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan
atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.
Tatalaksana
Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. o Sebagian besar pasien TB
BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia:
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
o Kategori Anak: 2HRZ/4HR
o Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia terdiri dari
OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin
dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4
jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya.
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru
Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari

Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16 minggu

RHZE (150/75/400/275)

RH (150/150)

2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT

2 tablet 2KDT
3 tablet 2KDT
4 tablet 2KDT
5 tablet 2KDT

Berat Badan
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg

Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1


Dosis per hari / kali
Tahap

Jumlah

Lama
hari/kali

PengobatanPengobatan Tablet
Isoniasid
@ 300 mgr
Intensif 2 Bulan
1
Lanjutan 4 Bulan
2

Kaplet
Rifampisin
@ 450 mgr
1
1

Tablet
Pirazinamid
@ 500 mgr
3
-

Tablet
Etambutol
@ 250 mgr
3
-

menelan
obat
56
48

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2


Tahap Intensif
tiap hari

Tahap Lanjutan
3 kali seminggu

Berat
RHZE (150/75/400/275) + S

RH (150/150) + E(400)

Badan
Selama 28

selama 20 minggu

Selama 56 hari
30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
71 kg

hari
2 tab 4KDT

2 tab 4KDT
+ 500 mg Streptomisin inj.
3 tab 4KDT
3 tab 4KDT
+ 750 mg Streptomisin inj.
4 tab 4KDT
4 tab 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj.
5 tab 4KDT
5 tab 4KDT
+ 1000mg Streptomisin inj.

2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol
3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol
4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol
5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol

Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2


Tablet
Tahap Lama

Kaplet
Rifampisi Tablet

Isoniasid n

Etambutol

Jumlah
Strepto

Tablet

Tablet

Pirazinamid @ 250
@ 500 mgr
mgr

@ 400

hari/kali
misin

Pengobat Pengoba- @ 300


An Tan
mgr
Tahap

@ 450
Mgr

menelan
injeksi

mgr

obat

Intensif 2 bulan 1
(dosis
1 bulan 1
harian)
Tahap
Lanjutan 4 bulan 2
(dosis 3x
semggu)

1
1

3
3

3
3

0,75 gr 56
28

60

Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisi adalah
500mg tanpa memperhatikan berat badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
d. Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)
dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi
yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama.
Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lini
kedua.
Tindak lanjut hasil pemriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak

Tipe
Pasien TB

Tahap
Pengobatan

Hasil
Pemeriksaan
Dahak
Negatif

Tindak Lanjut
Tahap lanjutan dimulai.
Dilanjutkan dengan OAT sisipan

Akhir tahap
selama 1 bulan.
Jika setelah sisipan

Intensif
Positif

Pasien baru
Dengan
pengobatan
kategori 1

Negatif
Pada bulan
ke-5
pengobatan

Positif

masih tetap

positif:
tahap lanjutan tetap diberikan.
jika memungkinkan, lakukan
biakan, tes resistensi atau rujuk ke
layanan TB-MDR
Pengobatan dilanjutkan
Pengobatan diganti dengan OAT
Kategori 2 mulai dari awal.
Jika memungkinkan, lakukan biakan,
tes resistensi atau rujuk ke layanan

TB-MDR
Negatif
Akhir
Pengobatan
(AP)

Positif

Negatif

Akhir Intensif
Positif

Pengobatan dilanjutkan
Pengobatan diganti dengan OAT
Kategori 2 mulai dari awal.
Jika memungkinkan, lakukan biakan,
tes resistensi atau rujuk ke layanan
TB-MDR
Teruskan pengobatan dengan tahap
lanjutan.
Beri Sisipan 1 bulan. Jika setelah
sisipan masih tetap positif, teruskan
pengobatan tahap lanjutan. Jika
setelah sisipan masih tetap positif:
tahap lanjutan tetap diberikan

Pasien paru

jika memungkinkan, lakukan


biakan, tes resistensi atau rujuk ke
layanan TB-MDR

BTA positif
Dengan
pengobatan
Ulang
kategori 2

Pada bulan
ke-5

Negatif

Pengobatan diselesaikan
Pengobatan dihentikan , rujuk ke

pengobatan

Positif
layanan TB-MDR
Negatif

Pengobatan diselesaikan

Akhir
Pengobatan dihentikan , rujuk ke
Pengobatan
Positif
(AP)

layanan TB-MDR Pengobatan


dihentikan , rujuk ke layanan TBMDR
Pengobatan dihentikan , rujuk ke
layanan TB-MDR

Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif


Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan
apusan dahak ulang (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu
pemeriksaan sebelumnya
Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap

tetapi tidak tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada AP dan
pada satu pemeriksaan sebelumnya.
Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
Putus berobat (Default)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai.
Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Pindah (Transfer out)
Adalah pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register) lain
dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
Keberhasilan pengobatan (treatment success)
Jumlah yang sembuh dan pengobatan lengkap. Digunakan pada pasien
dengan BTA+ atau biakan positif.
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping gatal dan kemerahan kulit:
Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal
singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil
meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian
pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan
kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan
kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu
dirujuk
Pada Fasyankes Rujukan penanganan kasus-kasus efek samping obat dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka
pemberian kembali OAT harus dengan cara drug challenging dengan
menggunakan obat lepas. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat mana
yang merupakan penyebab dari efek samping tersebut.
Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas
atau karena kelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan
dulu kemudian diberi kembali sesuai dengan prinsip dechallenge-rechalenge.

Bila dalam proses rechallenge yang dimulai dengan dosis rendah sudah timbul
reaksi, berarti hepatotoksisitas karena reakasi hipersensitivitas.
Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui,
misalnya pirasinamid atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan TB
dapat diberikan lagi dengan tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat
tersebut dengan obat lain. Lamanya pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi
hal ini akan menurunkan risiko terjadinya kambuh.
Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan)
terhadap Isoniasid atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang
paling ampuh sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam
pengobatan jangka pendek. Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap
Isoniasid atau Rifampisin tersebut HIV negatif, mungkin dapat dilakukan
desensitisasi. Namun, jangan lakukan desensitisasi pada pasien TB dengan HIV
positif sebab mempunyai risiko besar terjadi keracunan yang berat.

3. DOTS
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan
IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen
kunci, yaitu:
1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5) Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap
hasil pengobatan pasien dan kinerja program.
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam pengendalian
TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi
kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif (cost-effective). Integrasi ke dalam pelayanan
kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit
yang dilakukan di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS,
setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program pengendalian TB, akan menghemat
sebesar US$ 55 selama 20 tahun.

Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan
kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai penularan TB dan
dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan
pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.
Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak negara. Pada
tahun 2005 strategi DOTS di atas oleh Global stop TB partnership strategi DOTS tersebut
diperluas menjadi Strategi Stop TB, yaitu:
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian
Pada tahun 2013 muncul usulan dari beberapa negara anggota WHO yang
mengusulkan adanya strategi baru untuk mengendalikan TB yang mampu menahan laju
infeksi baru, mencegah kematian akibat TB, mengurangi dampak ekonomi akibat TB dan
mampu meletakkan landasan ke arah eliminasi TB. Eliminasi TB akan tercapai bila angka
insidensi TB berhasil diturunkan mencapai 1 kasus TB per 1 juta penduduk, sedangkan
kondisi yang memungkinkan pencapaian eliminasi TB (pra eliminasi) adalah bila angka
insidensi mampu dikurangi menjadi 10 per 100.000 penduduk. Dengan angka insidensi
global tahun 2012 mencapai 122 per 100.000 penduduk dan penurunan angka insidensi
sebesar 1-2% setahun maka TB akan memasuki kondisi pra eliminasi pada tahun 2016. Untuk
itu perlu ditetapkan strategi baru yang lebih komprehensif bagi pengendalian TB secara
global.
Pada sidang WHA ke 67 tahun 2014 ditetapkan resolusi mengenai strategi
pengendalian TB global pasca 2015 yang bertujuan untuk menghentikan epidemi global TB
pada tahun 2035 yang ditandai dengan:
1. Penurunan angka kematian akibat TB sebesar 95% dari angka tahun 2015.
2. Penurunan angka insidensi TB sebesar 90% (menjadi 10/100.000 penduduk)
Strategi tersebut dituangkan dalam 3 pilar strategi utama dan komponen-komponenya
yaitu:
1. Integrasi layanan TB berpusat pada pasien dan upaya pencegahan TB

a. Diagnosis TB sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT bagi semua dan penapisan TB
secara sistematis bagi kontak dan kelompok populasi beresiko tinggi.
b. Pengobatan untuk semua pasien TB, termasuk untuk penderita resistan obat dengan disertai
dukungan yang berpusat pada kebutuhan pasien (patient-centred support)
c. Kegiatan kolaborasi TB/HIV dan tata laksana komorbid TB yang lain.
d. Upaya pemberian pengobatan pencegahan pada kelompok rentan dan beresiko tinggi serta
pemberian vaksinasi untuk mencegah TB.
2. Kebijakan dan sistem pendukung yang berani dan jelas.
a. Komitmen politis yang diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan layanan dan pencegahan
TB.
b. Keterlibatan aktif masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan dan pemberi layanan
kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
c. Penerapan layanan kesehatan semesta (universal health coverage) dan kerangka
kebijakan lain yang mendukung pengendalian TB seperti wajib lapor, registrasi vital, tata
kelola dan penggunaan obat rasional serta pengendalian infeksi.
d. Jaminan sosial, pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain untuk mengurangi dampak
determinan sosial terhadap TB.
3. Intensifikasi riset dan inovasi
a. Penemuan, pengembangan dan penerapan secara cepat alat, metode intervensi dan
strategi baru pengendalian TB.
b.Pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan dan merangsang inovasi
inovasi baru untuk mempercepat pengembangan program pengendalian TB.

Sumber :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Bakti
Husada

Anda mungkin juga menyukai

  • Soal IKM
    Soal IKM
    Dokumen10 halaman
    Soal IKM
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Tulang Ikan
    Tulang Ikan
    Dokumen1 halaman
    Tulang Ikan
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen1 halaman
    Skenario 1
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Anemia Aplastik
    Anemia Aplastik
    Dokumen27 halaman
    Anemia Aplastik
    Faisal M
    96% (24)
  • Sisa
    Sisa
    Dokumen2 halaman
    Sisa
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Bahan
    Bahan
    Dokumen2 halaman
    Bahan
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Bahan Sken 1 Blok 18
    Bahan Sken 1 Blok 18
    Dokumen7 halaman
    Bahan Sken 1 Blok 18
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Bahan Sken5blok4
    Bahan Sken5blok4
    Dokumen8 halaman
    Bahan Sken5blok4
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Sisa
    Sisa
    Dokumen2 halaman
    Sisa
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Bahan
    Bahan
    Dokumen5 halaman
    Bahan
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Mamae
    Mamae
    Dokumen16 halaman
    Mamae
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Cara Kerja
    Cara Kerja
    Dokumen1 halaman
    Cara Kerja
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Spondilitis TB
    Spondilitis TB
    Dokumen9 halaman
    Spondilitis TB
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Bela Jar
    Bela Jar
    Dokumen25 halaman
    Bela Jar
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Labirinitis
    Labirinitis
    Dokumen3 halaman
    Labirinitis
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Etiologi
    Etiologi
    Dokumen1 halaman
    Etiologi
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Oma
    Oma
    Dokumen2 halaman
    Oma
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • UAS KWN Edit Full
    UAS KWN Edit Full
    Dokumen14 halaman
    UAS KWN Edit Full
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Viper
    Viper
    Dokumen1 halaman
    Viper
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Priapismus
    Priapismus
    Dokumen5 halaman
    Priapismus
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Tutorial 2.1
    Tutorial 2.1
    Dokumen5 halaman
    Tutorial 2.1
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Erusisme Edit
    Erusisme Edit
    Dokumen2 halaman
    Erusisme Edit
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Biokim
    Biokim
    Dokumen1 halaman
    Biokim
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • MDGs
    MDGs
    Dokumen1 halaman
    MDGs
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Far Mako
    Far Mako
    Dokumen4 halaman
    Far Mako
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Alat Bahan Prosedur
    Alat Bahan Prosedur
    Dokumen5 halaman
    Alat Bahan Prosedur
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • EKG Gelombang
    EKG Gelombang
    Dokumen6 halaman
    EKG Gelombang
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Asidosis Metabolik
    Asidosis Metabolik
    Dokumen3 halaman
    Asidosis Metabolik
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan Vitamin B2
    Pembahasan Vitamin B2
    Dokumen1 halaman
    Pembahasan Vitamin B2
    Intan Zhofir
    Belum ada peringkat