Anda di halaman 1dari 30

EFIKASI PENGGUNAAN NIFEDIPIN SEBAGAI ANTI

HIPERTENSI PADA IBU HAMIL

KEPANTITERAAN KLINIK FARMASI

Disusun oleh Kelompok 4A


No.

Nama

NPM

1.

Ardian Rahmatul S

04700182

2.

Andriani Sumarno

05700193

3.

I Wayan Panji Suarcana Gama

10700080

4.

Daniel Candrianto

10700084

5.

M. Azman Pasha

10700184

6.

Ichsan

10700239

7.

Astri Melinda Paelongan

10700341

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SURABAYA
2014

EFIKASI PENGGUNAAN NIFEDIPIN SEBAGAI ANTI


HIPERTENSI PADA IBU HAMIL

KEPANTITERAAN KLINIK FARMASI

Disusun oleh Kelompok 4A


No.

Nama

NPM

1.

Ardian Rahmatul S

04700182

2.

Andriani Sumarno

05700193

3.

I Wayan Panji Suarcana Gama

10700080

4.

Daniel Candrianto

10700084

5.

M. Azman Pasha

10700184

6.

Ichsan

10700239

7.

Astri Melinda Paelongan

10700341

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SURABAYA
2014

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Tuhan YME karena atas anugerah yang
diberikan-Nya, kami bisa menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik farmasi yang
sangat sederhana ini. Kami berharap agar tugas ini dapat dipergunakan sebaikbaiknya dan dapat menunjukkan hasil belajar kami untuk memajukan setiap
mahasiswa kedokteran dalam berpikir dan memecahkan masalah-masalah
kedokeran yang ada saat ini.
Dengan kerendahan hati, kami berharap tugas ini dapat berguna bagi
semua pihak dan bisa menjadi referensi bagi tugas-tugas yang akan kami susun
selanjutnya. Atas perhatian, kami ucapkan terima kasih dan apabila ada kesalahan
penulisan kata-kata kami memohon maaf.

Surabaya, 20 Maret 2014


Tim Penyusun

iii

DAFTAR ISI

halaman
Judul..................................................................................................................

Kata Pengantar..................................................................................................

ii

Daftar Isi...........................................................................................................

iii

Daftar Gambar...................................................................................................

Daftar Tabel.......................................................................................................

vi

BAB I
1.1
1.2
1.3

PENDAHULUAN
Latar Belakang......................................................................................
Rumusan Masalah.................................................................................
Tujuan Penelitian...................................................................................

BAB II
2.1
2.2
2.3

2.4
2.5
2.6
2.7

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Hipertensi................................................................................
Sifat Fisiko Kimia dan Rumus Kimia Nifedipin...................................
Farmasi Umum Nifedipin.....................................................................
2.3.1 Dosis.........................................................................................
2.3.2 Sediaan......................................................................................
2.3.3 Cara Penggunaan......................................................................
Farmakologi Umum Nifedipin .............................................................
Farmakodinamik Nidedipin..................................................................
Farmakokinetik Nidedipin....................................................................
Toksisitas dan Penanggulangan Toksisitas............................................
2.7.1 Efek Samping............................................................................
2.7.2 Gejala Toksisitas dan Penanggulangan Gejalan
Toksisitas...................................................................................

4
4
5
5
6
6
7
8
11
12
12
13

iv

BAB III
BAB IV
BAB V
BAB VI

PENYELIDIKAN & PENELITIAN.....................................


PEMBAHASAN......................................................................
RINGKASAN..........................................................................
SUMARY.................................................................................

15
18
21
22

Daftar Pustaka...................................................................................................

23

DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1: Rumus Kimia Nifedipin
4

vi

DAFTAR TABEL
halaman
Tabel I

: Sifat Fisiko Kimia Nifedipin.........................................................

Tabel II

: Dosis Obat Nifedipin


..................................................................................................
..................................................................................................

5
..................................................................................................
Tabel III

: Indikasi dan Kontra Indikasi Pemberian Nifedipin......................

Tabel IV : Farmakokinetik Nifedipin


..................................................................................................
..................................................................................................
12
..................................................................................................
Tabel V

: Gejala Toksisitas dan Penanganan Gejala Toksisitas....................

13

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kehamilan adalah suatu keadaan yang sangat didambakan oleh semua

wanita yang sudah menikah. Selama 9 bulan akan dijalani proses kehamilan yang
bersejarah bagi masing-masing ibu sampai pada saatnya kelahiran sang buah hati
yang sangat dinantikan. Namun tidak semua kehamilan dapat berjalan dengan
lancar, terdapat beberapa penyulit yang bisa terjadi pada masa kehamilan ini
sehingga dapat mengancam jiwa ibu maupun janin. Salah satu komplikasi yang
sering terjadi adalah hipertensi dalam kehamilan.(2)
Hipertensi diderita sekitar 10 % dari insiden kehamilan, merupakan satu di
antara tiga penyebab mortalitas dan morbiditas ibu bersalin selain infeksi dan
pendarahan. Penyakit hipertensi bagi ibu hamil dapat membawa pada kematian
kelahiran. Hal itu dikarenakan angka kejadian yang tinggi dan penyakit ini
mengenai semua lapisan masyarakat. Penyakit hipertensi dalam kehamilan dapat
menyebabkan berbagai macam komplikasi dari yang paling ringan sampai berat,
bahkan kematian dan meliputi berbagai organ. Pada penderita penyakit ini dapat
terjadi hipovolemia yaitu kekurangan cairan plasma akibat gangguan pembuluh
darah, gangguan ginjal, gangguan hematologis, gangguan hati, gangguan
neurologis, dan gangguan penglihatan.(15,26)
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskular yang
terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas.
Hipertensi dalam kehamilan adalah suatu terminologi luas dan terdapat
pembagian di dalamnya, antara lain hipertensi gestasional (hipertensi yang timbul
pada kehamilan dan menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan), hipertensi
kronis (hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu dan menetap
12 minggu pasca persalinan).(7)

Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang menimpa ibu hamil akan sangat
membahayakan baik kehamilan itu sendiri maupun bagi ibu. Hipertensi atau
tekanan darah tinggi terjadi ketika darah yang dipompakan oleh jantung
mengalami peningkatan tekanan, hingga hal ini dapat membuat adanaya tekanan
dan merusak dinding arteri di pembuluh darah. Seseorang dikatakan mengalami
hipertensi jika tekanan darahnya di atas 140/90 mmHg. Hipertensi pada
kehamilan banyak terjadi pada usia ibu hamil di bawah 20 tahun atau di atas 40
tahun, kehamilan dengan bayi kembar, atau terjadi pada ibu hamil dengan
kehamilan pertama.(16)
Ada dua hal penyebab hipertensi, yaitu hipertensi esensial atau hipertensi
primer di mana penyebabnya bukan disebabkan oleh adanya gangguan pada
jantung atau ginjal, melainkan disebabkan oleh faktor lain seperti pola hidup yang
tidak sehat; mengalami stress, mengkonsumsi garam yang berlebih, merokok,
minuman alkohol dan kafein, pola makan yang tidak sehat yang mengakibatkan
timbunan lemak dan kelebihan berat badan dan adanya faktor keturunan.(7)
Sedangkan hipertensi yang disebabkan oleh adanya gangguan ginjal atau
jantung disebut dengan hipertensi sekunder. Jenis hipertensi pada kehamilan yang
paling berbahaya adalah preeklampsia atau di sebut juga keracunan kehamilan.
Preeklampsia ialah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema
dan proteinuria yg timbul karena kehamilan.(7)
Pada akhirnya hipertensi dalam kehamilan dapat menimbulkan berbagai
kerusakan organ vital sehingga dapat mengakibatkan kematian. Seperti diketahui,
penyebab kematian maternal utama adalah: 1) Perdarahan, 2) Infeksi, 3)
Hipertensi pada kehamilan.(11)
Nifepidin sebenarnya adalah preparat yang lebih banyak digunakan
sebagai obat tokolitik dibandingkan sebagai obat hipertensi. Nifedipin merupakan
antagonis kalsium (calcium channel blocker) yang mengakibatkan penurunan
konsumsi oksigen jantung, memperbaiki toleransi latihan pada pasien angina
pektoris, mengurangi kebutuhan nitrogliserin dan mengurangi perubahan iskemik
jantung saat beristirahat dan beraktivitas. Pada percobaan terhadap hewan,
menunjukkan perbaikan perfusi pada miokardium yang iskemik. Pada angina

Printzmetal dimana nyeri dada disebabkan oleh spasme koroner, nifedipin terbukti
merupakan terapi yang efektif. Nifedipin merupakan antihipertensi poten, dimana
responnya lebih bermakna pada tekanan darah inisial yang lebih tinggi. Pada
individu dengan normotensif, tekanan darahnya hampir tidak turun sama sekali
Pada pasien hipertensi, nifedipin menurunkan resistensi perifer serta tekanan
darah sistolik dan diastolik, meningkatkan volume per menit dan kecepatan
jantung, juga mengurangi resistensi koroner, meningkatkan aliran koroner dan
menurunkan konsumsi oksigen jantung. Efek antihipertensi dari nifedipin\ dalam
dosis tunggal oral memberi onset sangat cepat dalam waktu 15-30 menit dan
berlangsung selama 6-12 jam.(9)
Nifepidin lebih berhasil mengurangi tekanan darah dan mempunyai efek
samping lebih kecil dibanding obat lain. Nifedipin cocok untuk terapi
antihipertensi ringan, sedang dan berat. Terapi dapat dikombinasikan dengan beta
bloker, diuretik, metildopa atau klonidin. Pada kasus resistensi terhadap beta
bloker atau terapi kombmasi beta bloker dan diuretik, respon positif dapat
diperoleh dengan penambahan nifedipin dalam terapi. Pemberian nifedipin secara
oral pada krisis hipertensi akan menurunkan tekanan darah dengan cepat dan
efektif.

Nifedipin

juga

digunakan

untuk

terapi

hipertensi

nefrogenik,

hiperaldosteronisme dan feokromositoma.(10)


Sesuai dengan apa yang telah dijelaskan di atas, peneliti tertarik untuk
mengetahui apakah nifedipin efektif digunakan pada ibu hamil dengan hipertensi
dan tidak memberikan efek buruk pada janin.
1.2

Permasalahan
a. Apakah pemberian nifedipin efektif pada ibu hamil dengan hipertensi?
b. Apakah pemberian nifedipin aman bagi janin?

1.3

Tujuan Penulisan
a. Mengetahui efektifikasi penggunaan nifedipin pada ibu hamil dengan
hipertensi.
b. Mengetahui manfaat penggunaan nifedipin

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Hipertensi
Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di

Amerika Serikat. Sekitar seperempat jumlah penduduk dewasa menderita


hipertensi. Mereka yang menderita hipertensi mempunyai risiko besar bukan saja
terhadap penyakit jantung, tetapi juga terhadap penyakit lain seperti penyakit
saraf, ginjal, dan vaskular. Makin tinggi tekanan darah makin besar resikonya.(27)
Hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah sistolik
dan/atau diastolik yang tidak normal. Batas yang tepat dari kelainan ini tidak
pasti. Nilai yang dapat diterima berbeda sesuai dengan usia dan jenis kelamin.
Namun umumnya, sistolik yang berkisar dari 140-160 mmHg dan diastolik antara
90-95 mmHg dianggap merupakan garis batas hipertensi. Diagnosis hipertensi
sudah jelas pada kasus dimana tekanan darah sistolik melebihi 160 mmHg dan
diastolik melebihi 95 mmHg. Nilai-nilai ini sesuai dengan definisi konseptual
hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah yang berkaitan dengan peningkatan
mortalitas kardiovaskular lebih dari 50%.(27)
2.2

Sifat Fisiko Kimia dan Rumus Kimia Nifedipin

Gambar 1.1 Rumus Kimia Nifedipin

TABEL I. SIFAT FISIKO KIMIA NIFEDIPIN(5,12,18)


Rumus Molekul
Nama Kimia

C17H18N2O6
Dimetil 1,4 dihidro -2,6 dimetil -4- ( o- nitrofenil ) -3,5
piridina dikarboksilat (21829 -25 -4 )
346,34

Suhu Lebur
Kelarutan

171 sampai 175 C


Praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam aseton dan
kloroform; kurang larut dalam etanol
Nifedipin, suatu turunan 4-(2-nitrofenil)-1,4-

Stabilitas

dihidropiridin, di bawah pengaruh cahaya mengalami tata


ulang fotokimia akanberubah menjadi turunan 4-(2nitrofenil-piridin)

2.3
2.3.1

Farmasi Umum Nifedipin


Dosis

TABEL II. DOSIS OBAT NIFEDIPIN(3,20)


Dosis Dewasa
Dosis awal 10 mg (usia lanjut dan
gangguan hati 5 mg) 3 kali sehari dengan
Angina
Penyakit Raynaud

atau setelah makan; dosis pemeliharaan


5-20 mg 3 kali sehari; untuk efek yang
segera pada angina: gigit kapsul dan telan
dengan cairan

Hipertensi Ringan Sedang


Profilaksis Angina

Sediaan lepas lambat, 30 mg sekali sehari


(tingkatkan bila perlu, maksimum 90 mg
sekali sehari) atau 20 mg 2 kali sehari
dengan atau setelah makan (awalnya 10

mg 2 kali sehari, dosis pemeliharaan


lazim 10-40 mg 2 kali sehari)
Dosis Anak
Dosis Pasien Hemodialisa

Hipertrofi kardiopati 0,6-0,9 mg/kg/24


jam dalam 3-4 dosis terbagi
Tidak diperlukan dosis tambahan
Diperlukan penurunan dosis 50-60%

Dosis pasien dengan gangguan hepar

pada pasien yang menderita sirosis


hepatik

2.3.2

Sediaan
Dalam perdagangan, nifedipin tersedia dalam bentuk tablet mengandung 5

mg; 10 mg, tablet retard 10 mg; 20 mg dan tablet oros 20 mg; 30 mg; 60 mg.
Kapsul 10 mg, 20 mg. Tidak ada sediaan iv.

2.3.3

Cara Penggunaan
Nifedipin tersedia sebagai tablet dan tablet kerja panjang untuk digunakan

melalui mulut. Tablet biasanya digunakan dua atau tiga kali sehari. Tablet kerjapanjang harus digunakan sekali sehari pada waktu perut kosong, baik 1 jam
sebelum atau 2 jam setelah makan. Gunakan nifedipin pada sekitar waktu yang
sama setiap hari.
2.4

Farmakologi Umum Nifedipin


Nifedipin adalah zat pertama (1975) dari kelompok dihidropiridin dengan

gugusan fenil pada posisi-para. Khasiat utamanya adalah vasodilatasi, maka


terutama digunakan pada hipertensi esensil (ringan/ sedang), juga pada angina
variant berdasarkan efeknya terhadap jantung yang relatif ringan: tak berkhasiat
ionotrop negatif. Pada angina stabil hanya digunakan bila kontraindikasi beta-

bloker atau kurang efektif. Khususnya dianjurkan tablet long-acting Oros (system
osmotis yang melepaskan obat secara teratur untuk waktu lama).(20)
Golongan antagonis kalsiummenghambat influk kalsium pada sel otot
polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah antagonis kalsium
terutama menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang di pengaruhi.
Penurunan resistensi perifer ini sering di ikuti oleh reflek takikardia dan
vasokontriksi, terutama bila menggunakan golongan dehidropiridin kerja pendek
seperti nifedipin.(4)
Nifedipin memiliki sifat vaskuloselektif, ini menguntungkan karena: a)
efek langsung pada nodus AV dan SA minimal, b) menurunkan resistensi perifer
tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti, c) relatif aman dalam kombinasi
dengan beta-bloker. Agar efeknya pesat, tablet dapat dikunyah dan diletakkan di
bawah lidah (pada krisis hipertensi). Selanjutnya obat ini juga berguna pada
Penyakit Raynaud dan serangan sedu (hiccup).(4,20)
TABEL III. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI PEMBERIAN
NIFEDIPIN
Pengobatan
Indikasi

dan

pencegahan

insufisiensi koroner (terutama angina


pektoris setelah infark jantung) dan
sebagai terapi tambahan pada hipertensi
Hipersensitivitas
Karena

Kontra Indikasi

terhadap

pengalaman

yang

nifedipin.
terbatas,

pemberian nifedipin pada wanita hamil


hanya dilakukan dengan pertimbangan
yang hati-hati

2.5

Farmakodinamik Nifedipin

Pada otot jantung dan otot vaskular, Ca++ terutama berperan dalam
peristiwa kontraksi. Meningkatnya kadar Ca++ dalam sitosol akan menigkatkan
kontraksi. Masuknya Ca++ dari ruang ekstrasel (2 mM) kedalam ruang ekstrasel
di pacu oleh perbedaan kadar Ca++ ektrasel 10.000 kali lebih tinggi daripada
kadar Ca++ intrasel sewaktu diastole dan karena ruang intrasel bermuatan negatif.
Pada otot jantuang mamalia, masuknya Ca++ meningkatkan kadar Ca++ sitosol dan
mencetuskan pelepasan Ca++ dalam cukup banyak dari depot intrasel (retikulum
sarkoplasmik) sehingga aparat kontraktil (sarkomer) bekerja. Masuknya Ca++
terutama lewat slow channel. Slow channel berbeda dengan fast Na channel yang
melewatkan ion Na+ dari ruang intrasel menuju ruang intrasel dan dihambat oleh
terodotoksin. Kanal Ca++ tidak dihambat oleh terodotoksin.(4)
Secara umum ada 2 jenis kanal Ca++ pertama voltage-sensitive (VCS) atau
potential-dependent calcium channels (PDC). Kanal Ca++ jenis ini akan
membuka bila ada depolarisasi membran sel. Kedua, receptor-operated calcium
channel (ROC) yang membuka bila suatu antagonis menempati reseptor dalam
komplek sistem kanal ini. Contoh : hormon, neurohormon misalnya noepeinefrin.
(4)

Selain kanal Ca++ diatas, pengaturan kontraksi otot polos vaskular dan
miokard, oleh kanal Ca++ melaui agonist-induced contraction. Pada peristiwa
yang terjadi tanpa depolarisasi membran ini, terjadi pengelepasan inosotol
trifosfat (IP3) dari polifosfoinosida membran yang berfungsi sebagai second
messenger

mencetuskan pengelepasan Ca++ dari sarkoplasmik retikulum.

Terlepasnya Ca++ dari depot intraseluler akan memicu masuknya Ca ++ lebih lanjut
dari ruang ekstrasel. Peningkatan konsentrasi Ca++

dalam sitosol-setelah

berikatan dengan kalmodulin akan mengaktivasi myosin light-chain kinase


sehingga terjadi fosfolirasi myosin dan konteaksi sarkomer.(4)
Pada otot jantung dan vaskular, masuknya Ca ++ lewat kanal lambat dan
pengelepasan Ca++ dari sarkopalasmik retikulum berperan penting dalam
kontraksi, sebaliknya otot rangka relatif tidak memerlukan Ca++ ektrasel karena

sistem sarkoplasmik retikulum telah berkembang baik. Hal ini menjelaskan


mengapa kontraksi otot polos dan otot jantung dapat dihambat oleh penghantar
kanal Ca++, tetapi otot rangka tidak. Atas dasar perbadaan konduktansi dan
sensivisitas, VCS juga di bagi menjadi beberapa subtipe : L, T, N, P.(4)
Pada otot jantung dan otot polos jenis dominan adalah subtipe-L.
Penghambat kanal Ca++ mempunyai reseptor pada membran sel, di mana reseptor
dihidropiridin, verapamil dan diltiazem berada pada derah yang berbeda.
Penghambat kanal Ca++ menghambat masuknya Ca++ kedalam sel, sehingga
terjadi relaksasi otot polos vaskular, menurunnya kontraksi otot jantung dan
menurunya kecepatan nodus SA serta konduksi AV. Semua penghambat kanal
Ca++ menyebabkan relaksasi otot polos arterial. Tetapi efek hambatan ini kurang
terhadap penbuluh darah vena, sehingga kurang mempengaruhi beban preload.
Ketiga penghambat kanal Ca++ mempunyai efek yang

berbeda terhadap

fisiolologi kanal Ca++. Verpamil dan diltiazem terikat pada protein kanal terutama
pada fase inaktivasi kanal sehingga menunjukkan karakteristik frequency
dependent; hal ini menerangkan efek yang kuat kedua obat ini terhadap sistem
konduksi jantung.(4)
Nifedipin, sebaliknya kurang mempengaruhi kinetik kanal Ca++ sehingga
tidak tergantung pada frekwensi stimulasi dan tidak mempengaruhi konduksi
jantung. Derivat dihiropiridin mempunyai efek yang lebih kuat terhadap otot
polos dari pada otot jantung atau sistem konduksi.(4)
Reseptor operate channel (ROC) juga di hambat oleh penghambat kanal
Ca++ , tetapi penghambat tidak sekuat pada VCS. Penghambat arus masuk Ca ++
dapat diatasi sebagian oleh peningkatan konsentrasi Ca++ dan obat-obat yang
meningkatkan masuknya Ca++ kedalam sel seperti simpatomimetik dan glikosida
jantung.(4)
Penghambat kanal Ca++ mempunayai 3 efek hemodinamik yang utama
yang berhubungan dengan pengurangan kebutuhan oksigen otot jantung yaitu :

10

1). Vasodilatasi koroner dan perifer. 2). Penurunan kontraktilitas jantung dan 3).
Penurunan automatisitas serta kecepatan konduksi pad naodus SA dan AV.(4)
Penghambat kanal Ca++ meningkatkan suplai sebagian otot jantung dengan
cara 1). Dilatasi koroner 2). Penurunan tekana darah dan otot jantung yang
mengakibatkan perfusi subendokard membaik.(4)
Nifedipin mempunyai efek inotropik negatif invitro, tetapi karena adanya
relaksasi terhadap otot polos vaskular yang jelas pada dosis rendah maka di
samping tekanan darah menurun, peningkatan kontraksi dan frekwensi denyut
jantung konpensasi akan meningkatkan sedikit konsumsi oksigen.derivat
dihidropiridin lain mempunyai efek kardiovaskular yang kurang lebih sama.
Nikardipin kurang menimbulkan efek samping pusing dibanding nifedipin.
Amlodipin kurang menimbulkan reflek takikardi dibandingkan nifedipin,
mungkin karena waktu paruh yang panjang sehingga kadar puncak dan kadar
lemah obat menjadi rendah.(4)
Felodipin mempunyai efek spesifik terhadap vaskular (vaskuloselektif)
lebih kuat dibandingkan nifedipin atau amlodipin. Isradipin mempunyai efek
kronotropik negatif karena menekan nodus SA. Nimodipin mudah larut dalam
lemak sehingga efektif.(4)
Verapamil mempunyai efek vasodolatasi kurang kuat dibandingkan efek
dihiropiridin. Tetapi pada dosis yang menimbulkan vasodilatasi perifer,
verapamil menunjukkan efek langsung kronotropik, domotropik dan inotropik
negatif yang lebih kuat dari pada dihidropiridin. Pemberian verapamil oral
menyebabkan penurunan tekanan darah dan resistensi perifer tanpa perubahan
frekwensi denyut jantung yang berarti.(4)
Diltiazem 4 menimbulkan penurunan resitensi perifer den tekanan darah di
sertai reflek takikardia dan peningkatan curah jantung kompensatoir. Tetapi
pemberian secara oral menyebabkan penurunan tekanan darah dan frekwensi

11

denyut jantung. Dibandingkan dengan verapamil efek inotropik diltizem kurang


kuat.(4)

2.6

Farmakokinetik Nifedipin
Perubahan fisiologi pada kehamilan mempengaruhi dimulai pada trimester

pertama dan lebih terlihat saat trimester ketiga terutama pada absorbsi, distribusi
dan eksresi obat. Pengosongan lambung dan motilitas usus halus berkurang
dikarenakan tingginya kadar progesterone. Hal ini dapat menyebabkan
peningkatan Tmax dan menurunkan Cmax, walaupun efek pada bioavalabilitas
kecil namun dapat menurunkan efikasi dari obat oral dengan dosis tunggal.(17)
Selama kehamilan terdapat ekspansi kadar air intravaskuler dan
ekstravasculer. Total air dalam tubuh meningkat sampai dengan 8 liter. Beberapa
sistem enzim hati sitokrom P-450 yang diinduksi oleh estrogen atau progesterone,
menyebabkan peningkatan metabolism obat.(17)
Antagonis kalsium tipe dihidropiridin dalam dosis terapeutik lebih
menonjol.

Karena

efeknya

yang

selektif

terhadap

pembuluh

darah.

Mengakibatkan vasodilatasi pembuluh resistensi perifer (arteri dan arteriol) dan


pembuluh darah coroner.(17)
Prototipe antagonis kalsium tipe 1,4-dihidropiridin adalah nifedipin.
Nifedipin menurunkan tekanan darah dan resistensi perifer. Penggunaan
pengobatan dalam bentuk oral dengan dosis tunggal 5-10 mg untuk hipertensi
arterial dan krisis hipertensi, mula kerja obat setelah 15 30 menit dan kerja obat
akan bertahan selama 6-12 jam, dengan absorbsi sampai dengan 90% dari usus.
Bioavailabilitas protein plasma hanya kurang lebih 60% dan waktu paruh 2,5 5
jam. Metabolisme nifedipin hampir lengkap dan peruraian oksidatif menjadi
metabolit inaktif, serta eliminasi sampai 80% di ginjal, sisanya akan dikeluarkan
bersama dengan feses.(17)

12

Eksresi nifedipine meningkat dua kali lipat selama kehamilan, oleh karena
itu harus dipikirkan jika nifedipin akan dilanjutkan setelah melahirkan atau tidak,
karena penurunan dosis harus dilakukan untuk menghindari overdosis dan efek
samping yang berhubungan dengan dosis.(14)
TABEL IV. FARMAKOKINETIK NIFEDIPIN(4)
Bioavalabilitas oral
40-60%
Tmax (jam)
30 menit sampai 1 jam
Waktu paruh
2 sampai 3 jam
Frekuensi pemberian
3 kali sehari
Metabolisme hati
> 95%
Eksresi utuh lewat ginjal
< 0.1%
Interaksi
Digoksin plasma

Siklosporin plasma

Simetidin
+

2.7

Toksisitas dan Penanggulangan Toksisita

2.7.1

Efek Samping
Nifedipin kerja singkat paling sering menyebabkan hipotensi dan dapat

menyebabkan iskemia miokard atau serebral. Reflek takikardia dan palpitasi


mempermudah terjadinya serangan angina pada pasien dengan PJK. Edema
perifer (10%) terjadi akibat dilatasi arteriol yang melebihi dilatasi vena, sehingga
meningkatkan tekanan hidrostatik yang mendorong cairan keluar keruang
interstisial tanpa adanya retensi cairan dan garam. Efek samping lainya ialah
hiperplasia gusi.(4,13)
Selain itu nifedipin mempunyai insiden efek samping yang tinggi (sekitar
20%) tetapi biasanya ringan dan dapat membaik dengan berjalannya waktu. Efek
samping ini dapat dikurangi dengan menurunkan dosis atau kombinasi dengan
beta-bloker. Telah disebutkan bahwa nifedipin dapat menimbulkan serangan
angina. Rasa nyeri muncul kira-kira 30 menit setelah makan obat. Bila ini terjadi,
obat harus diturunkan dosisnya atau dihentikan.(19)

13

Nifedipin memiliki onset yang cepat, kerja obat yang lama dengan sedikit
efek samping dan tidak efek bermakna pada detak jantung janin serta tidak ada
penurunan bermakna pada aliran darah plasenta.(26)

2.7.2

Gejala Toksisitas dan Penanganan Gejala Toksisitas


TABEL V. GEJALA TOKSISITAS DAN PENANGANAN GEJALA
TOKSISITAS(8,19)

Gejala Toksisitas

Penanganan Gejala Toksisitas

Nyeri kepala berdenyut


Muka merah
Pusing
Edema perifer
Hipotensi
Takikardia
Kelemahan otot
Mual
Serangan angina (timbul/memburuk)
a. Menghentikan pemakaian obat
b. Terapi suportif
c. Penanganan ABCD (Airway, Breathing,
Circulation, Disability)
d. Mengkoreksi kadar asam basa & kadar
elektrolit untuk mengetahui kelainan
fungsi jantung
e. Untuk pasien overdosis perlu di evaluasi
kejiwaannya
f. Edukasi pasien

16

BAB III
PENYELIDIKAN DAN PENELITIAN

Nifedipin merupakan obat golongan penyekat jalur kalsium (Calcium


Channel Blocker) yang memiliki cara kerja cepat (short-acting action) dengan
penggunaan sehari-hari secara sublingual ataupun oral. Dikenal terdapat 3
preparat anti hipertensi yang digunakan secara luas di dunia, antara lain
hydralazin, labetalol, dan nifedipin. Berdasarkan penelitian yang kami lakukan,
diketahui efektivitas nifedine antara lain memiliki efek keluaran urin yang lebih
baik dibandingkan dengan labetalol, aksi kerja durasi cepat, aksi kerja lebih
panjang, efek samping yang lebih rendah pada pemberian oral, tidak
menimbulkan penurunan aliran darah plasenta secara signifikan dan tidak
mempengaruhi secara signifikan aliran darah fetus. Disisi lain kerugian atau efek
samping dari preparat ini antara lain: efek keamanan pada penghambat jalur
kalsium (Calcium Channel Blocker) bagi ibu masih belum dapat dijelaskan,
menimbulkan efek yang belum jelas pada pasien dengan hipertensi kronis yang
akan menjalani operasi Caesar emergensi yang sebelumnya sudah menerima
magnesium sulfat. Dilaporkan terdapat efek berupa transient neuromuscular
weakness pada pasien yang menerima magnesium sulfat dan nifedipin secara
bersamaan.(26)
Berdasarkan penelitian tentang efektivitas antara hydralazin dan nifedipin
dengan metode Randomized Controlling Trial (RCT) yang dilakukan di Woman
Hospital, Tehran, Iran pada wanita hamil usia 24 minggu didapatkan beberapa
hasil antara lain terdapat penurunan tekanan darah 24 mmHg dalam 10 menit pada
responden dengan nifedipin oral dibandingkan responden dengan hydralazine IV
yang mengalami penurunan 34,8 mmHg dalam 18,8 menit. Disamping itu,
Nifedipin memerlukan dosis yang lebih rendah dibandingkan golongan
hydralazin. Pada penelitan dideteksi bahwa nifedipin memiliki kemungkinan
menimbulkan hipertensi krisis sebesar 20%, lebih rendah dibandingkan hydralazin
sebesar 44 %. Efek samping terhadap ibu didapatkan lebih banyak pada nifedipin

17

dibandingkan hydralazin, namun untuk efek pada fetus lebih rendah pada
nifedipin dibandingkan hydralazin. Efek pada ibu dengan nifedipin lebih berupa
nyeri kepala (headhache) dan hipotensi, dan untuk efek pada fetus dengan
hydralazin berupa abnormalitas detak jantung fetus (fetal heart rate). Jika
dibandingkan tentunya efek samping pada ibu dengan nifedipin lebih ringan
dibandingkan efek samping hydralazin pada fetus. Pada penelitian ini tidak
diamati apgar score <7 selama 5 menit pada kedua grup responden. Pada
penggunaan nifedipin efek diuretik (pengeluaran urin) lebih banyak dibandingkan
pada penggunaan hydralazin.(26)
Penggunaan nifedipin sebagai antihipertensi perlu hati-hati karena
dapat menyebabkan edema ekstrimis bawah, jarang namun dapat terjadi
hepatitis karena alergi. Hipotensi dapat terjadi bila pasien mengkonsumsi
kalsium. Sebaiknya dihindari pada kehamilan IUGR (Intrauterine Growth
Restriction) dan dengan pasien dengan fetus yang terlacak memiliki detak
jantung abnormal. Dalam kategori keamanan obat menurut FDA, nifedipin
termasuk obat golongan C.(6)
Beberapa studi lain yang kami temukan mengenai efek nifedipin pada ibu
hamil antara lain: efikasi nifedipin lebih baik dibandingkan hydralazin karena
dosis yang lebih rendah, kerja obat yang lebih cepat dan menimbulkan efek
diuretika yang lebih tinggi dibandingkan hydralazin. Studi lain oleh Fenakel et all,
menunjukkan efikasi yang lebih tinggi pada nifedipin dibandingkan hydralazin
untuk menghasilkan efek penurunan tekanan darah yang efektif pada kasus severe
pre-eclampsia, disamping itu ditemukan efek fetal distress yang lebih rendah dan
penurunan masa rawat inap di NICU pada fetus dengan ibu yang diberikan terapi
nifedipin. Hal ini diperkuat juga dengan studi yang dilakukan oleh Kwawukume
and Ghost, namun pada hasil penelitian mereka tidak didapatkan efek samping
berupa abnormalitas detak jantung janin.(22,23,25)
Dahulu hydralazin merupakan pilihan utama (first choice) pada kasus
hipertensi pada kehamilan. Namun dengan banyak penelitian-penelitian, dewasa
ini nifedipin dipilih sebagai alternatif utama karena memiliki efek samping yang
lebih rendah dengan efikasi yang lebih tinggi. Dengan mempertimbangkan hasilhasil penelitian tersebut maka nifedipin dipercaya sebagai obat anti hipertensi

18

pilihan utama pada kasus hipertensi emergensi pada kehamilan yang lebih baik
dibandingkan obat lain.(24)

BAB IV
PEMBAHASAN

Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di


beberapa negara. Penderita hipertensi mempunyai risiko besar bukan saja terhadap
penyakit jantung, tetapi juga terhadap penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal,
dan vaskular. Makin tinggi tekanan darah semakin besar resikonya.
Insiden terjadinya hipertensi pada kehamilan sebesar 10%, merupakan satu
di antara tiga penyebab mortalitas dan morbiditas ibu bersalin selain infeksi dan
pendarahan. Penyakit hipertensi bagi ibu hamil dapat menyebabkan kematian
janin. Penyakit hipertensi dalam kehamilan dapat menyebabkan berbagai macam
komplikasi dari yang paling ringan sampai berat, bahkan kematian dan meliputi
berbagai organ. Pada penderita penyakit ini dapat terjadi hipovolemia yaitu
kekurangan cairan plasma akibat gangguan pembuluh darah, gangguan ginjal,
gangguan hematologis, gangguan hati, gangguan neurologis, dan gangguan
penglihatan.
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskular yang
terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas.
Hipertensi dalam kehamilan adalah suatu terminologi luas dan terdapat
pembagian di dalamnya, antara lain hipertensi gestasional yaitu hipertensi yang
timbul pada kehamilan dan menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan dan
hipertensi kronis yaitu hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu dan menetap 12 minggu pasca persalinan.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang menimpa ibu hamil akan sangat
membahayakan janin maupun bagi ibu. Hipertensi atau tekanan darah tinggi
terjadi ketika darah yang dipompakan oleh jantung mengalami peningkatan
tekanan, sehingga hal ini dapat membuat adanaya tekanan dan merusak dinding
arteri di pembuluh darah. Seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan

18

19

darahnya di atas 140/90 mmHg. Insiden hipertensi pada kehamilan banyak terjadi
pada usia ibu hamil di bawah 20 tahun atau di atas 40 tahun, kehamilan dengan
bayi kembar, atau terjadi pada ibu hamil dengan kehamilan pertama.
Penyebab hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu hipertensi

esensial atau hipertensi primer di mana penyebabnya bukan disebabkan oleh


adanya gangguan pada jantung atau ginjal, melainkan disebabkan oleh faktor lain
seperti pola hidup yang tidak sehat; mengalami stress, mengkonsumsi garam yang
berlebih, merokok, minuman alkohol dan kafein, pola makan yang tidak sehat
yang mengakibatkan timbunan lemak dan kelebihan berat badan dan adanya
faktor keturunan. Sedangkan hipertensi yang disebabkan oleh adanya gangguan
ginjal atau jantung disebut dengan hipertensi sekunder. Jenis hipertensi pada
kehamilan yang paling berbahaya adalah preeklampsia. Preeklampsia ialah
penyakit yang timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yg
timbul karena kehamilan.
Dalam terapi anti hipertensi, preparat yang baling sering digunakan secara
luas adalah hydralazin, labetalol, dan nifedipin. Terdapat beberapa penelitian yang
membuktikan bahwa nifedipin memiliki efikasi yang lebih baik dibandingkan
dengan obat lain. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sharbaf tahun 2011,
terdapat penurunan tekanan darah 24 mmHg dalam 10 menit pada responden
dengan nifedipin oral dibandingkan responden dengan hydralazine IV yang
mengalami penurunan 34,8 mmHg dalam 18,8 menit. Disamping itu, Nifedipin
memerlukan dosis yang lebih rendah bila dibandingkan golongan hydralazin pada
penelitian ini. Ditemukan bahwa nifedipin memiliki kemungkinan menimbulkan
hipertensi krisis sebesar 20%, ini merupakan angka yang lebih rendah bila
dibandingkan hydralazin, yaitu sebesar 44%. Efek samping terhadap ibu
didapatkan lebih banyak pada nifedipin dibandingkan hydralazin, sebaliknya pada
fetus nifedipin memiliki efek lebih rendah bila dibandingkan dengan hydrazalin.
Efek pada ibu dengan pemberian nifedipin lebih berupa nyeri kepala (headhache)
dan hipotensi, dan untuk efek pada fetus dengan hydralazin berupa abnormalitas
detak jantung fetus (fetal heart rate). Jika dibandingkan tentunya efek samping

20

pada ibu dengan terapi nifedipin lebih ringan bila dibandingkan dengan efek
samping hydralazin pada fetus.
Terdapat kategori obat-obat yang diberikan selama kehamilan menurut
FDA, nifedipin termasuk dalam kategori C. Obat dalam kategori C memiliki
pengertian sebagai obat-obat yang belum didukung oleh studi yang kuat, baik
pada binatang atau pada manusia atau obat-obat yang menunjukkan efek yang
merugikan pada studi binatang tetapi belum ada studi pada manusia.
Penggunaan nifedipin sebagai antihipertensi perlu diperhatikan karena
dapat menyebabkan edema ekstrimis bawah, hal ini jarang terjadi namun
dapat terjadi hepatitis karena alergi. Hipotensi dapat terjadi bila pasien
mengkonsumsi kalsium bersamaan denga nifedipin. Obat ini sebaiknya dihindari
pada kehamilan IUGR (Intrauterine Growth Restriction) dan dengan pasien
dengan fetus yang terlacak memiliki detak jantung abnormal.
Pada akhirnya nifedipin digunakan sebagai obat pilihan pertama
menggantikan hydrazalin dikarenakan nifedipin memiliki efikasi yang jauh lebih
baik bila dibandingkan dengan hydrazalin dalam hal dosis yang lebih rendah,
kinerja obat yang lebih cepat, menimbulkan efek diuretika yang lebih tinggi dan
aman bagi janin. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fenakel et all, menunjukkan
bahwa nifedipin juga memiliki efikasi yang sangat baik dengan adanya efek
penurunan tekanan darah yang efektif pada kasus severe pre-eclampsia dan efek
fetal distress yang lebih rendah dan penurunan masa rawat inap di NICU pada
fetus dengan ibu yang diberikan terapi nifedipin.

BAB V
RINGKASAN

Hipertensi paa ibu hamil merupakan keadaan darurat yang harus segera
ditangani agar tidak membahayakan nyawa ibu dan janin selama kehamilan.
Pemberian obat pada ibu hamil memerlukan pengawasan yang lebih, dikarenakan
terdapat beberapa obat yang dapat memberikan efek yang buruk baik pada ibu
maupun janin. Preparat obat anti hipertensi yang sering digunakan adalah
nifedipin, hydrazalin, dan labetalol. Nifedipin termasuk dalam kelompok
dihidropiridin. Khasiat utamanya adalah vasodilatasi, maka terutama digunakan
pada hipertensi. Di pembuluh darah antagonis kalsium terutama menimbulkan
relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang di pengaruhi. Penurunan resistensi
perifer sering di ikuti oleh reflek takikardia dan vasokontriksi. Nifedipin juga
memiliki efek samping edema pada ekstrimitas bawah.
Nifedipin tersedia dalam bentuk tablet mengandung 5 mg; 10 mg, tablet
retard 10 mg; 20 mg dan tablet oros 20 mg; 30 mg; 60 mg. Kapsul 10 mg, 20 mg.
Tidak ada sediaan intravaskular. Dosis untuk hipertensi adalah 30mg sekali sehari.
Nifedipin terbukti memiliki efikasi yang lebih baik bila dibandingkan dengan
hydrazalin. Dengan dosis yang lebih rendah, kinerja obat yang lebih cepat,
menimbulkan efek diuretika yang lebih tinggi dan aman bagi janin, nifedipin
digunakan sebagai obat pilihan pertama pada ibu hamil dengan hipertensi.

21

BAB VI
SUMMARY

Hypertension in pregnancy is an obstetrical emergency that requires


prompt evaluation and treatment in an intensive care setting to prevent untoward
effects to both the fetus and mother. Pharmacological management needs to be
monitored closely due to some medication may give side effect on both mother
and the fetus. Suggested antihypertensive drugs are nifedipine, hydralazine and
labetalol. Nifedipine is a part of the drug class called dihydropyridine derivate. A
potent vasodilator agent is used for the treatment of hypertension. In the blood
vessel, calcium channel blockers dilate the arterioles, but not veins. Thereby,
reduced peripheral resistance can lead to tachycardia and vasoconstriction.
Meanwhile, lower extremity edema also may occur as its side effect.
Nifedipine is available in the form of tablets containing 5 mg; 10 mg,
retard tablet 10 mg; 20 mg and OROS tablet 20 mg; 30 mg; 60 mg, capsule 10
mg, 20 mg and the intravascular form is not available. The dosage for
hypertension is 30 mg, taken once daily.
Nifedipine proved to have better efficacy compared to hydralazine.
Considering pharmacokinetic properties of nifedipine such as lower dose, rapid
onset, higher diuretic effect and safe throughout pregnancy, nifedipine is used as
the first-choice drug to control hypertension during pregnancy.

22

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Saputra YE, Perwitasari DA. Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi


Pada Pasien Ibu Hamil Pemegang Jampersal di Rumah Sakit JOGJA
Yogyakarta Periode Januari - Agustus 2012. Yogyakarta : Fakultas Farmasi
Univesitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, 2012.
2. Andika A. Ibu Darimana Aku Lahir. Yogyakarta : Gedung Galangpress Center,
2010.
3. Anonym. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT ISFI, 2008.
4. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2007.
5. Ditjen POM. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen kesehatan
Republik Indonesia, 1995 ; 611-613.
6. Gerald, G.B, Roger, K.F, Summer, J. X. Drugs in Pregnancy and
lactation 6th edition. Lippincott Williams and Wilkins Publisher, 2001 ; 8.
7. Gunawan L. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta : Kanisius, 2001.
8. Horowitz, B Zane. Calcium Channel Blocker Toxicity. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/2184611-overview. accessed in March
12th 2014.
9. Jordan S. Farmakologi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2004.
10. Maitra N. Maternal and Fetal Cardiovascular Side Effects of Nifedipine and
Ritodrine Used as Tocolytics. J Obstet Gynecol India Vol. 57, No. 2,
March/April, 2007.
11. Manuaba. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2007 ; 401.
12. Moffat AC, Osselton MD, Widdop B. Clarkes Analysis of Drugs and Poisons
3th edition. London: Pharmaceutical Press, 2004.
13. Mycek MJ, Harvey RA, Champe CC. Farmakologi Ulasan Bergambar.
Lippincotts illustrated reviews: Farmacology. Penerjemah Azwar Agoes.
Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit Widya Medika, 2001 ; 189-190.
14. Nader AMA. Nifedipine pharmacokinetics and pregnancy: Studies on
clearance,
absorption,
and
transport.
Available
at
th
(http://search.proquest.com//docview/1435651161), accessed in 12 March
2013.
15. Nita KP. Comparative Evaluation of Antihypertensive Drugs In The
Management of Pregnancy-Induced Hypertension. IJBCP International
Journal of Basic & Clinical Pharmacology, 2012.
16. Sastrawinata S. Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2005.
17. Schmitz G, Lepper H, Heidrich M. Farmakologi dan Toksikologi: Obat yang
Bekerja pada Jantung Edisi 3. Jakarta : EGC, 2003 ; 334.

24

18. Schunack W. Senyawa Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,


1990.
19. Setiawati A, Bustami ZS. Antihipertensi, dalam Farmakologi dan Terapi.
Editor: Ganiswara SG, Edisi IV. Jakarta : UI-Press. 1995 ; 329, 356.
20. Tjay TH, Raharjo K. Obat-obat Penting. Jakarta: Penerbit PT. Elek Media
Komputindo, 2002 ; 503, 527.
21. Magee LA, Cham C, Waterman EJ, Ohlsson A, vonDadelszen P.
Hydralazine for treatment of severe hypertension in
pregnancy: meta-analysis. BMJ, 2003 ; 327 (7421) : 955.
22. Fenakel K, Fenakel G, Appelman Z, Lurie S, Katz Z,Shoham Z.
Nifedipine in the treatment of severe preeclampsia.
ObstetGynecol, 1991 ; 77 (3) : 331-7.
23. Kwawukume EY, Ghosh TS.Oral nifedipine therapy inthe
management of severe preeclampsia. Int J Gynaecol Obstet,
1995 ; 49 (3) : 265-9.
24. Montn S. Drugs used in hypertensive diseases inpregnancy.
Curr Opin Obstet Gynecol, 2004 ; 16 (2) : 111-5.
25. Aali BS, Nejad SS. Nifedipine or hydralazine as a firstlineagent
to control hypertension in severe preeclampsia. Acta Obstet
Gynecol Scand 2002 ; 81(1) : 25-30.
26. Sharbaf FR, Rezaei Z, Pourmojieb M, Youefzadeh-Fard Y,
Motevalian M, Khazaeipour M, Esmaeili S. Comparison of the
Efficacy of Nifedipine and Hydralazinein Hypertensive Crisis in
Pregnancy. Acta Medica Iranica, 2011 : 49(11) : 701-706.
27. Sylvia AP, Lorraine MW. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995.

Anda mungkin juga menyukai