Anda di halaman 1dari 7

KONSISTENSI PELAJARAN OPTIK

MENCAKUP TIK DI KELAS 8


Suzane El Hage, Karine Robinault, Christian Buty

Pengutip pada versi ini :


Suzane El Hage, Karine Robinault, Christian Buty. KONSISTENSI PELAJARAN OPTIK
MENCAKUP TIK DI KELAS 8. Pembelajaran IPA berbasis computer, 2010, , varsovie,
Poland. pp.165-177, 2010. <halshs-00815807>

HAL Id: halshs-00815807


https://halshs.archives-ouvertes.fr/halshs-00815807
Dikirim pada 19 Apr 2013

HAL adalah sebuah komunitas yang memiliki arsip terbuka untuk diakses agar Anda dapat akses
Terbuka untuk arsip agar Anda dapat menyimpan dan menyebarluaskan dokumen penelitian
ilmiah, walapun diterbitkan atau tidak. . Dokumen-dokumen berasal dari pengajaran dan
penelitian lembaga di Perancis maupun negara lain, atau dari lembaga penelitian public atau
swasta.

KONSISTENSI PELAJARAN OPTIK MENCAKUP TIK DI KELAS 8.

EL HAGE Suzane, BECU-ROBINAULT Karine dan BUTY Christian

ABSTRAK
Makalah ini memaparkan suatu analisis tentang pelaksanaan kegiatan berbasis ICT dalam
pelajaran fisika tentang optik di kelas 8 (sekolah menengah pertama). Kegiatan ini bertujuan
untuk mengenalkan warna baru dengan bantuan simulator. Kegiatan analisis ini telah diuraikan
dalam penelitian pengembangan asosiasi kelompok guru sekolah menengah dan peneliti ilmu
pendidikan. Para guru mengikuti studi ini untuk diberitahu tentang tujuan konseptual dan

hipotesis yang mendasari hubungan model pembelajaran. Simulasi dapat digunakan sebagai
referensi pengalaman sepanjang pelajaran. Hal ini memungkinkan siswa untuk membandingkan
ide-ide mereka sebelumnyadari hasil simulasi dan hasil percobaan nyata. Perbandingan ini dapat
digunakan sebagai model yang melatarbelakangi adanya simulasi.

Kata kunci :
Proses Pemodelan, pendekatan komunikatif, multimodal, simulasi, fisika.

PENDAHULUAN :
Penggunaan ICT dalam pengajaran sains sangat penting. Fungsi dan tujuan didactical pengajaran
dengan penggunaan ICT ini telah dibuktikan. Untuk kelas, materi,dan bab yang sama, kita
menemukan berbagai macam perangkat lunak. Guru kemudian harus memilih di antara berbagai
macam perangkat lunak ini. Namun, sebagian besar waktu, program ini tidak disertai dengan
sumber informasi yang menjelaskan cara penggunaannya dan hipotesis yang mendasari
pembelajaran. Hal ini telah dilaporkan sebagai "kerusakan besar" oleh de Vries (2001).
Penguasaan alat-alat teknologi memerlukan banyak waktu dan investasi pribadi baik dalam hal
manajemen dan integrasi mereka ke dalam pengaturan instruksional. Oleh karena itu, beberapa
guru percaya bahwa ICT menentukan pengetahuan. Sebaliknya kita menganggap bahwa aktivitas
ICT tidak memiliki makna tersendiri; hal ini memperoleh peran dalam menghubungkan bagian
yang berbeda dari sesi ini. Guru memiliki peran utama dalam membangun konsistensi antara
bagian. Paling tidak, konsistensi ini dibangun di atas hubungan antara model dan eksperimen
yang diusulkan. Link ini dibangun dan dibuat secara eksplisit melalui interaksi lisan antar siswa
dan antara siswa dan guru.

KERANGKA TEORITIS
Untuk menganalisis konsistensi pelajaran dan kesempatan belajar, kita memilih untuk
membangun kerangka teoritis yang mengartikulasikan sudut pandang titik epistemologis
mengenai pemodelan dan sudut pandang lain yang berkaitan dengan interaksi di dalam kelas.

Pemodelan sebagai dasar untuk mengajar dan mempelajari fisika


Beberapa peneliti menganggap bahwa pemodelan memiliki asal dalam penilaian epistemologis
tentang hakikat dalam fisika dan kimia. Mereka menyajikan proses pemodelan seperti fisika dan
kimia. Pentingnya pemodelan bpembelajaran fisika sering terlihat pada kenyataan bahwa model

adalah produk dari kegiatan ilmiah. Mereka muncul sebagai alat yang ideal untuk menyampaikan
informasi antara guru dan siswa dalam menjelaskan, menafsirkan dan memprediksi fenomena.
Martinand (1992), proses pemodelan memerlukan pertimbangan dari tiga tingkatan: teori, model
dan rujukan empiris.
Tiberghien (1994), proses pemodelan dalam pengajaran fisika membutuhkan artikulasi dari tiga
tingkatan: teori, model dan bahan materi.
Pada artikel ini, berdasarkan Tiberghien (1994), dengan "keseluruhan sistem dan
peristiwa, maksudnya yaitu unsur pengetahuan yang mengacu pada bahan materi
dan "keseluruhan teori dan model" yang berarti alat kualitatif atau kuantitatif dapat
berhubungan dengan pemahaman tentang apa yang terjadi pada sistem dan
peristiwa.
Saat konfirmasi, guru menegaskan bahwa sulit untuk mempertimbangkan semua
aspek dari sistem dan kegiatan dalam pembentukan model. Oleh karena itu,
masing-masing model didefinisikan sebagai domain validitas.
Hampir sepanjang waktu, permasalahan siswa terletak pada teori yang digunakan
mengacu pada akal sehat dan kehidupan sehari-hari, dan hanya memiliki sedikit
kesamaan dengan teori-teori fisika yang mereka diharapkan untuk menggunakan
dan belajar.
Oleh karena itu, membangun perbedaan dan hubungan antara materi, teori dan
model membutuhkan banyak pekerjaan dari guru. Perbedaan ini membantu siswa
untuk menghadapi titik pandang mereka sendiri pada teori-teori dan model fisika.
Perangkat seperti simulasi dapat membatu siswa menjadi model, yaitu untuk
menyadari perbedaan antara objek dan peristiwa serta teori dan model.
Pendekatan Komunikatif
Studi yang berbeda dalam pembelajaran sains dilakukan untuk mempelajari
bagaimana makna dibentuk dalam kelas melalui bahasa dan metode komunikasi
lainnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui cara-cara yang dipahami untuk
dikembangkan dalam konteks sosial pada kelas sains.
Kerangka yang dikembangkan oleh Mortimer & Scott (2003) memberikan perspektif
tentang bagaimana guru bekerja dengan siswa untuk mengembangkan ide-ide di
dalam kelas. Kerangka ini didasarkan pada lima aspek terkait yang berfokus pada
peran guru, yaitu : "tujuan pengajaran", "isi", "pendekatan komunikatif", "intervensi
guru" dan "pola interaksi". Pada artikel ini kita fokus perhatian kita pada
pendekatan komunikatif.
Pertama-tama kita mendefinisikan konsep sudut pandang sebagai sesuatu yang
tidak lumrah. Seperti yang diungkap Rabatel (2005, p.96) yang kita sebut "sudut

pandang" adalah suatu ucapan yang membawa arti tertentu; ini berarti sudut
pandang memberikan informasi baik pada konten semantik dan pada emitor.
Berdasarkan Mortimer & Scott (ibid.), Pendekatan komunikatif dalam ranah
mengajar mungkin dianggap dialogis dan otoritatif. Hal ini dapat dikatakan dialogis
ketika guru memperhitungkan sudut pandang yang berbeda, seperti yang
dikemukakan oleh siswa. Sedangkan pendekatan komunikatif yang dikatakan
otoritatif yaitu ketika guru hanya memperhitungkan satu sudut pandang yang
biasanya didasarkan pada pengetahuan ilmiah si pengajar itu sendiri. Baik dialogis
ataupun otoritatif, hal ini bebas untuk dikatakan individual atau beberapa orang.
Maka itulah yang membuat penulis melihat dari sudut pandang kedua yaitu:
interaktif atau non-interaktif. Pendekatan ini memenuhi syarat sebagai interaktif
ketika melibatkan partisipasi lebih dari satu orang dalam wacana dan sebagai noninteraktif jika hanya satu orang berpartisipasi.
Jenis pendekatan komunikatif antara guru dan murid mungkin tidak aneh dalam
kelas: guru mengubah pendekatan komunikatif setiap kali ia merasa perlu. Scott et
al (2006) menganggap bahwa perubahan pendekatan komunikatif dapat
mendukung pembelajaran: "masa transisi antara dialogis dan interaksi otoritatif
merupakan dasar untuk mendukung pembelajaran bermakna pengetahuan yang
disiplin sebagai tujuan pengajaran " (Scott et al, ibid.). Dalam presentasi ini, kita
akan mempelajari wacana kelas atas dasar teori pendekatan komunikatif dan
pemodelan dalam menggunakannya. Kita akan memusatkan analisis ini pada
kemunculan dan pengembangan titik pandangan dalam kaitannya dengan tingkat
pemodelan.
PERTANYAAN PENELITIAN
Dengan mempertimbangkan kerangka teoretis, pertanyaan penelitian kami dapat
dinyatakan sebagai berikut: untuk kegiatan tertentu, bagaimana bisa pemilihan
perangkat ICT dapat digabungkan pada pembelajaran fisika dan pengaruh
kesempatan belajar serta hakikat pembelajarannya ?

URAIAN SINGKAT STUDI PENGAJARAN


Konteks umum penelitian ini
Penelitian ini telah dilakukan dalam konteks kelompok riset-pengembangan yang
mendesain urutan pengajaran fisika (Bcu-Robinault, 2007; Buty et al, 2004.).
Semua urutan pengajaran telah bekerja sama dengan peneliti dan pelatihan guru,
dilaksanakan di ruang kelas agar bisa dinilai dari pengajaran dan pembelajaran
perspektif. Presentasi ini fokus pada urutan materi optik kelas 8, yang berlangsung
tiga bulan dalam sistem sekolah Prancis. Kami disini mengutamakan lima dari tujuh
aktivitas. Selama penjabaran dari urutan pengajaran, sejumlah hipotesis telah
dipertimbangkan, terkait dengan miskonsepsi mengenai optik, pemodelan, dan

pendekatan komunikatif. Dengan demikian, para guru menerapkannya untuk


melihat sudut pandang poin epistemologis dan komunikatif yang disajikan dalam
kerangka teoretis. Kegiatan kelima ini dikhususkan untuk rekonstruksi cahaya putih
(daylight) dari tiga lampu berwarna (hijau, biru dan merah). Rekonstruksi ini disebut
bagian "sintesis aditif".
Konteks pengajaran
Urutan mengajar dibangun secara bertahap mulai dari perspektif konseptual:
bahkan setiap kegiatan diperhitungkan apa yang telah dilakukan sebelumnya.
Pengajaran sebelumnya telah dihadapkan dengan :
-

Pada langkah pertama, siswa melakukan eksperimen terhadap kehidupan seharihari untuk melihat bahwa sinar matahari dapat dipecah menjadi warna cahaya;
Spektrum cahaya di siang hari ,kemudian dipresentasikan dan dipelajari;
Sejumlah mata pelajaran dipelajari untuk mengetahui pengaruh warna cahaya
terhadap warna benda. Pada saat itu, filter berwarna juga dipelajari sebagai
benda berwarna dan benda-benda yang memungkinkan untuk mengubah warna
siang hari.
Tepat sebelum kegiatan ini, telah dijelaskan terlebih secara singkat efek energi
cahaya pada warna suatu benda.

Kegiatan yang dipelajari


Saat kegiatan berlangsung, siswa diminta untuk menggunakan perangkat TIK untuk
menyajikan simulasi sintesis aditif. Di luar konten fisika, "sintesis aditif",
penggunaan TIK diharapkan mencapai tujuan pengajaran yang lebih umum, yaitu
untuk memvisualisasikan perbedaan antara simulasi dan percobaan nyata. Pada
uraian berikut, kami memperbanyak tiga langkah utama dari kegiatan ini, sesuai
dengan instruksi tertulis yang diberikan kepada siswa; dan kami menggambarkan
bagaimana siswa menggunakan perangkatnya.
1- Siswa mengisi tabel 1 dengan memprediksi cahaya berwarna yang diperoleh
ketika melapiskan dua atau tiga cahaya biru, merah atau hijau.
Tabel 1. Prediksi yang diperoleh dari cahaya berwarna
Bercak warna

Merah
X
X
X

Hijau
X
X
X

Warna cahaya yang


diperoleh
biru
X
X
X

2- Siswa membandingkan prediksi mereka dengan hasil yang ditunjukkan pada


layar simulator Visiolab 1 (gambar 1) dan mengisi tabel kedua (tabel 2). Ketika
membuka perangkat TIK ini, kami memvisualisasikan di layar dengan tiga bercak
berwarna pada wallpaper hitam. Awalnya, tiga bercak warna itu sudah dilapiskan
(gambar 1). Lalu, tiga lampu muncul di bagian bawah layar dan tiga kursor dapat
membantu untuk memodifikasi intensitas cahaya. Para siswa dapat mengubah
beberapa parameter seperti intensitas cahaya, atau diameter tempat. Untuk
menggerakkan bercak cahaya, siswa harus memindahkannya dengan
menggerakkan mouse. Hal ini tidak mungkin untuk memindahkan lampu langsung;
gerakan mouse itulah yang dapat memindahkan bercak cahaya.

tampilan ketika memulai Visiolab

Tampilan ketika melapiskan warna merah dan biru

Tampilan ketika melapiskan warna merah, biru, dan hijau

Anda mungkin juga menyukai