BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akhir-akhir ini banyak yang mempertanyakan hubungan antara ilmu dengan filsafat.
Banyak pula yang belum paham akan filsafat
mempelajari ilmu tidak akan perah lepas dari filsafat. Filsafat akan membantu kita berpikir
lebih kritis, radikal, dan universal.
Filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan
sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu
merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu
pengetahuan yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada
umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan, ia
merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Secara sederhana, filsafat dapat
diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib dengan bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga
sampai ke dasar suatu persoalan, yakni berfikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti
analitis, pemahaman deskriptif, evaluatif, interpretatif dan spekulatif. Sejalan dengan ini,
Musa Asyari menyatakan bahwa filsafat adalah berfikir bebas, radikal, dan berada pada
dataran makna. Bebas artinya tidak ada yang menghalang-halangi kerja pikiran. Radikal
artinya berpikir sampai ke akar-akar masalah (mendalam) bahkan sampai melewati batasbatas fisik atau yang disebut metafisis. Sedang berpikir dalam tahap makna berarti
menemukan makna terdalam dan suatu yang terkandung didalamnya. Makna tersebut bisa
berupa nilai-nilai seperti kebenaran, keindahan maupun kebaikan.(K. Bertens, 1999).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa filsafat ilmu adalah
segenap pemikiran reflektif, radikal dan mendasar atas berbagai persoalan mengenai ilmu
pengetahuan, landasan dan hubungannya dengan segala segi kehidupan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian filsafat?
2 Bagaimana hubungan filsafat dengan ilmu?
3
1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian filsafat.
2. Agar mahasiswa mengetahui hubungan ilmu dengan filsafat.
3. Agar mahasiswa mengetahui kegunaan ilmu dalam filsafat.
4. Agar mahasiswa tahu tentang kebenaran dalam filsafat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Filsafat
Apakah filsafat itu?. Pertanyaan ini tidak asing ditelinga para pelajar dan orang yang
mendalami filsafat pada umumnya. Bagi orang yang baru mengenal filsafat, pasti tidak ada
yang tahu definisi dari filsafat itu sendiri. Filsafat sendiri sebenarnya tidak mempunyai definisi
yang mutlak ataupun yang jelas, karena setiap orang bisa membuat definisinya sendiri tentang
filsafat. Ketika seseorang bertanya apa itu filsafat? Maka sebenarnya dia melakukan aktivitas
filsafat, karena filsafat lahir dari rasa heran manusia terhadap sesuatu, dan itulah arti filsafat
yang sebenarnya.
Namun, secara etimologi filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu, philo yang artinya
cinta, dan Shopia yang artinya kebijaksanaan. Jadi filsafat diartikan sebagai cinta terhadap
kebijaksanaan. Orang yang pertama kali menggunakan istilah ini adalah Phytagoras.
Phytagoras sendiri mengatakan bahwa manusia tidak akan pernah menjadi bijaksana, karena
kebijaksanaan hanya dimiliki oleh Tuhan, jadi manusia hanya bisa menjadi Pecinta
kebijaksanaan. Phytagoras pernah berkata cukuplah seseorang menjadi mulia ketika ia
menginginkan hikmah dan berusaha untuk mencapainya, (Fuad, 2012:18)
2.2
Karena jika dilhat dari ciri-cirinya, filsafat tidak memenuhi syarat untuk bisa dikatakan sebagai
sebuah ilmu. Tapi, meskipun filsafat hanya memenuhi satu persyaratan untuk bisa dikatakan
sebagai sebuah ilmu, ia punya peran besar terhadap lahirnya ilmuilmu pengetahuan. Oleh
karena itu filsafat sering disebut sebagai Mother of Science atau Induk dari segala Ilmu.
Dewasa ini, semua ilmu pengetahuan yang dulunya dikaji dalam filsafat perlahan-lahan
memisahkan diri dari filsafat karena ilmu pengetahuan tersebut mengalami perkembangan dan
perubahan yang sangat besar. Di abad 20 ini, yang terakhir memisahkan diri dari filsafat adalah
Psikologi dan Antropologi. Dan filsafat kini tidak punya objek tertentu untuk dipelajari.
Pertanyaannya adalah apakah filsafat masih pantas disebut sebagai Induk dari segala Ilmu?
Pertanyaan ini berkembang setelah ilmu ilmu pengetahuan itu memisahakan diri dari filsafat.
Meskipun semua ilmu pengetahuan itu memisahkan diri, filsafat tetap menunjukkan
peran yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Setiap perkembangan ilmu
pengetahuan tidak pernah lepas dari pengaruh filsafat. Filsafat dan ilmu pengetahuan selalu
berhubungan mesra hingga dewasa ini karena saling melengkapi satu sama lain.
2.3
sempit yakni objek yang mempunyai bentuk, karena yang membedakan objek kajian ilmu
adalah caranya, bukan pada objek materialnya. Contohnya adalah Psikologi, antropologi,
sosiologi, kriminologi, dll. Mereka semua mempelajari tentang manusia, dan yang
membedakannya adalah cara mereka mempelajarinya. Mereka mempelajari dari sudut yang
berbeda. Oleh karena itu ilmu yang dihasilkan juga berbeda.
Dari ilmu tersebut pasti banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli dibidangnya
masingmasing. Dan dari penelitian itu pasti menyisakan sesuatu untuk dipelajari dan dikaji
oleh filsafat. Disinlah peran ilmu kepada filsafat. Ilmu memberikan kajian atau memberikan
lahan kepada filsafat untuk dipelajari, karena semua ilmu pengetahuan sudah memisahkan diri
dari filsafat, jadi tidak ada lahan lagi yang bisa dipelajari oleh filsafat seperti di masa lalu
sebelum mereka memisahkan diri dari filsafat. Satusatunya lahan yang bias dipelajari oleh
filsafat adalah ilmuilmu pengetahuan itu sendiri. Oleh karena itu, ilmu mempunyai peran juga
kepada filsafat.
2.3
umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran.
Problematik mengenai kebenaran merupakan masalah yang mengacu pada tumbuh dan
berkembangnya dalam filsafat ilmu.
Kebenaran dapat dibagi dalam tiga jenis menurut telaah dalam filsafat ilmu, yaitu
1. Kebenaran Epistemologikal, adalah kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan
manusia,
2. Kebenaran Ontologikal, adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada
segala sesuatu yang ada maupun diadakan.
3. Kebenaran Semantikal, adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata
dan bahasa.
Perbincangan tentang kebenaran dalam perkembangan pemikiran filsafat sebenarnya
sudah dimulai sejak Plato melalui metode dialog membangun teori pengetahuan yang cukup
lengkap sebagai teori pengetahuan yang paling awal.
Kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles hingga saat ini, dimana teori pengetahuan
berkembang terus untuk mendapatkan penyempurnaan. Untuk mengetahui ilmu pengetahuan
mempunyai nilai kebenaran atau tidak sangat berhubungan erat dengan sikap dan cara
memperoleh pengetahuan.
Karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dan kualitas, sifat, hubungan, dan nilai
itu sendiri, maka setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan
pengertian yang amat berbeda satu dengan yang lainnya, dan disitu terlihat sifat-sifat dan
kebenaran. Sifat kebenaran dapat dibedakan menjadi tiga hal. yaitu:
(a). Kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan, dimana setiap pengetahuan yang
dimiliki ditilik dan jenis pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan itu berupa:
1)
Pengetahuan biasa atau disebut ordinary knowledge atau common sense knowledge.
Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya amat
terikat pada subjek yang mengenai.
2)
Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau
spesifik dengan menerapkan metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan para ahli
sejenis. Kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan sesuai
dengan hasil penelitian yang penemuan mutakhir.
3)
pemikiran filsafat, bersifat mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran analitis,
kritis, dan spekulatif. Si fat kebenaran yang terkandung adalah absolute.-intersubjektif.
(Masbied, 2009).
4)
agama bersifat dogmatis yang selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga
pernyataan dalam kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang
digunakan untuk memahaminya.
(b).
Kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dan bagaimana cara atau dengan alat
apakah seseorang membangun pengetahuannya. Implikasi dan penggunaan alat untuk
memperoleh pengetahuan akan mengakibatkan karakteristik kebenaran yang dikandung
oleh pengetahuan akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya. Jadi jika
membangun pengetahuan melalui indera atau sense experience, maka pembuktiannya
harus melalui indera pula.
(c). Kebenaran
dikaitkan
atas
ketergantungan
terjadinya
pengetahuan.
Membangun
pengetahuan tergantung dan hubungan antara subjek dan objek, mana yang dominan. Jika
subjek yang berperan, maka jenis pengetahuan ini mengandung nilai kebenaran yang
bersifat subjektif. Sebaliknya, jika objek yang berperan, maka jenis pengetahuannya
mengandung nilai kebenaran yang sifatnya objektif
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sampai pada titik ini, bisa kita simpulkan bahwa ilmu dan filsafat sangatlah erat. Tidak
akan bisa memisahkan hubungan antara keduanya. Dengan belajar filsafat, kita bias
berpikir lebih kritis, mendalam, dan universal, jadi banyak kegunaan dan manfaatnya
dalam mempelajari filsafat. Dan ilmu pun mempunyai andil besar bagi filsafat, dan tidak
pernah bisa dipisahkan dari filsafat.
3.2 Saran
Sebagai seorang mahasiswa kita harus mempunyai Ilmu pengetahuan yang luas. Selain
itu ilmu pengetahuan juga harus dimanfaatkan dan ilmu yang diperoleh tersebut tidak akan
berguna bila tidak dibagi ke orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. 1999. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
Farid Ismail, Fuad. 2012. Cara Mudah Belajar Filsafat. Yogyakarta: IRCiSoD.
Masbied. 2009. Latar Belakang Masalah Ilmu Filsafat. (online), (http://www.masbied.com),
diakses pada 16 Desember 2012.