Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Varicella atau yang biasa kita kenal dengan cacar air atau chicken pox
adalah penyakit infeksi akut primer oleh Virus Varicella Zoster (VZV) yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, disertai
kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Virus
Varisela Zoster memiliki amplop, berbentuk ikosahedral, DNA berantai
ganda, yang masih termasuk keluarga herpesvirus (Sondakh, Kandou dan
Kapantow, 2015).
Di Indonesia tidak banyak data yang mencatat kasus cacar air secara
nasional. Data yang tercatat merupakan data epidemic cacar air pada daerah
tertentu saja. Sesuai data yang dimiliki Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten,
jumlah penderita cacar air pada bulan september 2011 adalah 986 orang.
Jumlah ini terhitung terdapat banyak sekali kenaikan penderita cacar air,
karena data penderita penyakit ini pada bulan agustus 2011 hanya terdapat
171 orang (Warini. E dan Sunyoto. A, 2015).
Berdasarkan data dari poliklinik umum Ilmu Kesehatan Anak Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta (IKA-RSCM) pada tahun 2005 sampai
2010 tercatat 77 kasus varicella tanpa penyulit. Pada penelitian di RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2006 samapi Desember 2008
menunjukkan varicella pada anak menempati urutan pertama dengan jumlah
penderita 44 orang dan persentase 37,93% diantara penyakit-penyakit infeksi
virus lainnya. Usia 5-14 tahun merupakan kelompok usia terbanyak yang
menderita varicella, dan perempuan lebih banyak sebagai penderita daripada
laki-laki dengan perbandingan 1,75:1 pada tahun ini. Penelitian varisela pada
anak tahun 2009-2011 di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou yang dilakukan oleh
Harahap J ditemukan 16 penderita (27,12%) varisela diantara 59 penderita

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Varicella

penyakit infeksi virus lainnya (Christa C. Sondakh, Renate T. Kandou, Grace


M. Kapantow, 2015).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit varicella ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan varicella ?
C. Tujuan Penyusunan
1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah agar
mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit varicella dan
mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada klien dengan
varicella.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari varicella.
b. Untuk mengetahui etiologi dari varicella.
c. Untuk mengetahui klasifikasi dari varicella.
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari varicella.
e. Untuk mengetahui patofisiologi dari varivella.
f. Untuk mengetahui komplikasi dari varicella untuk mengetahui
penegak diagnosis dari variclla.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari varicella.
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit
varicella.
D. Manfaat
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya
mahasiswa keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan mahardika guna
menambah pengetahuan tentang konsep teori penyakit dan konsep asuhan
keperawatan yang tepat pada klien dengan penyakit varicella.
BAB II
KONSEP TEORI

A. Definisi

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Varicella

Varicella adalah suatu penyakit infeksi akut primer menular, yang


disebabkan oleh Varicella Zooster Virus (VZV), yang menyerang kulit dan
mukosa, dan ditandai dengan adanya vesikel-vesikel (Straus. SE & Oxman.
MN, 2004).
Varicella (cacar air atau chickenpox) adalah penyakit infeksi yang biasa
terjadi pada anak-anak dan disebabkan oleh infeksi primer Varicella Zoster
Virus (VZV). Gejala sistemik umumnya ringan dan dapat sembuh sendiri (Self
Limiting Disease), tetapi pada penderita dengan imunitas rendah dapat terjadi
komplikasi berat (Parinding.I.T, dkk, 2012).
Varicella terutama menyerang anak-anak dibawah 10 tahun terbanyak
usia 5-9 tahun. Varicella merupakan penyakit yang sangat menular, 75 % anak
terjangkit setelah terjadi penularan. Varicella menular melalui sekret saluran
pernapasan, percikan ludah, terjadi kontak dengan lesi cairan vesikel, pustula,
dan secara transplasental. Individu dengan zoster juga dapat menyebarkan
varicella. Masa inkubasi 11-21 hari. Pasien menjadi sangat infektif sekitar 2448 jam sebelum lesi kulit timbul sampai lesi menjadi krusta biasanya sekitar 5
hari (Handoko, 2009; Harahap, 2010 ; Sterling & kurtz, 2006).
B. Etiologi
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). yang termasuk
dalam kelompok Herpes Virus tipe; Virus ini berkapsul dengan diameter kirakira 150-200 nm. Inti virus disebut capsid yang berebntuk ikosahedral, terdiri
dari protein dan DNA berantai ganda. Berbentuk suatu garis dengan berat
molekul 100 juta dan disusun dari 162 isomer. Lapisan ini bersifat infeksius.
Varicella Zoster Virus (VZV) dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam
darah penderita. Virus ini dapat diinokulasikan dengan menggunakan biakan
dari fibroblas paru embrio manusia kemudian dilihat dibawah mikroskop
elektron. Di dalam sel yang terinfeksi akan tampak adanya sel raksasa berinti
banyak (multinucleated giant cell) dan adanya badan inklusi eosinofilik jernih
(intranuclear eosinophilic inclusion bodies). Varicella Zoster Virus (VZV)
menyebabkan penyakit varicella dan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini
memiliki manifestasi klinis yang berbeda. Pada kontak pertama dengan
manusia menyebabkan penyakit varisela atau cacar air, karena itu varicella
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Varicella

dikatakan sebagai infeksi akut primer. Penderita dapat sembuh, atau penderita
sembuh dengan virus yang menjadi laten (tanpa manifestasi klinis) dalam
ganglia sensoris dorsalis, jika kemudian terjadi reaktivasi maka virus akan
menyebabkan penyakit Herpes zoster (Lubis.R.D, 2008).
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis varicella terdiri atas 2 stadium yaitu stadium
prodormal, dan stadium erupsi :
1. Stadium prodormal
Stadium Prodormal timbul 10-21 hari, setelah masa inkubasi selesai.
Individu akan merasakan demam yang tidak terlalu tinggi selama 1-3
hari, mengigil, nyeri kepala, anoreksia, dan malaise.
2. Stadium erupsi
Stadium erupsi 1-2 hari kemudian timbul ruam-ruam kulit dew
drops on rose petals tersebar pada wajah, leher, kulit kepala dan secara
cepat akan terdapat pada badan dan ekstremitas. Ruam lebih jelas pada
bagian badan yang tertutup, jarang pada telapak tangan dan telapak kaki.
Penyebarannya bersifat sentrifugal (dari pusat). Total lesi yang
ditemukan dapat mencapai 50-500 buah. Makula kemudian berubah
menjadi papulla, vesikel, pustula, dan krusta. Erupsi ini disertai rasa
gatal. Perubahan ini hanya berlangsung dalam 8-12 jam, sehingga
varisella secara khas dalam perjalanan penyakitnya didapatkan bentuk
papula, vesikel, dan krusta dalam waktu yang bersamaan, ini disebut
polimorf. Vesikel akan berada pada lapisan sel dibawah kulit dan
membentuk atap pada stratum korneum dan lusidum, sedangkan dasarnya
adalah lapisan yang lebih dalam Gambaran vesikel khas, bulat,
berdinding tipis, tidak umbilicated, menonjol dari permukaan kulit, dasar
eritematous, terlihat seperti tetesan air mata/embun tear drops. Cairan
dalam vesikel kecil mula-mula jernih, kemudian vesikel berubah menjadi
besar dan keruh akibat sebukan sel radang polimorfonuklear lalu menjadi
pustula. Kemudian terjadi absorpsi dari cairan dan lesi mulai mengering
dimulai dari bagian tengah dan akhirnya terbentuk krusta. Krusta akan
lepas dalam 1-3 minggu tergantung pada dalamnya kelainan kulit.

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Varicella

Bekasnya akan membentuk cekungan dangkal berwarna merah muda,


dapat terasa nyeri, kemudian berangsur-angsur hilang. Lesi-lesi pada
membran mukosa (hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna, saluran
kemih, vagina dan konjungtiva) tidak langsung membentuk krusta,
vesikel-vesikel akan pecah dan membentuk luka yang terbuka, kemudian
sembuh dengan cepat. Karena lesi kulit terbatas terjadi pada jaringan
epidermis dan tidak menembus membran basalis, maka penyembuhan
kira-kira 7-10 hari terjadi tanpa meninggalkan jaringan parut, walaupun
lesi hyper-hipo pigmentasi mungkin menetap sampai beberapa bulan.
Penyulit berupa infeksi sekunder dapat terjadi ditandai dengan demam
yang berlanjut dengan suhu badan yang tinggi (39-40,5 derajat celcius)
mungkin akan terbentuk jaringan parut (Sterling.JC dan Kurtz.JB, 2006).
D. Patofisiologi
Virus varicella zoster menular masuk ke dalam tubuh manusia melalui
mukosa saluran nafas atau orofaring. Multiplikasi virus ditempat tersebut
diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe
(viremia primer). Virus dimusnahkan oleh sel sistem retikuloendotelial, yang
merupakan tempat utama replikasi virus selama masa inkubasi. Selama masa
inkubasi virus dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh yang
terinfeksi, replikasi virus dapat mengalahkan pertahanan tubuh yang belum
berkembang, sehingga 2 minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder
dalam jumlah yang lebih banyak. Viremia tersebut menyebabkan demam dan
malaise anorexia serta menyebarkan virus ke seluruh tubuh, terutama ke kulit
dan mukosa (Siti Aisyah B dan Erdina HD, 2003).
Respons imun klien yang kemudian berkembang akan menghentikan
viremia dan menghambat berlanjutnya lesi pada kulit dan organ lain.
Terjadinya komplikasi varicella (pneumonia dan lain-lain) mencerminkan
gagalnya respon imun tersebut menghentikan replikasi serta penyebaran virus
dan berlanjutnya infeksi. Keadaan ini terutama terjadi pada klien dengan
imunokompromais. Dalam 2-5 hari setelah gejala klinis varicella terlihat,
antibody (IgG, IgM, IgA) spesifik terhadap Virus Varicella Zoster dapat

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Varicella

dideteksi dan mencapai titer tertinggi pada minggu kedua atau ketiga. Setelah
itu titer IgG menurun perlahan, sedangkan IgM dan IgA menurun lebih cepat
dan tidak terdeteksi satu tahun setelah infeksi. Imunitas selular terhadap Virus
Varicella Zoster juga berkembang selama infeksi dan menetap selama
bertahun-tahun. Pada pasien imunokompeten imunitas humoral terhadap
Virus Varicella Zoster berfungsi protektif terhadap varicella, sehingga pajanan
ulang tidak menyebabkan infeksi (kekebalan seumur hidup). Imunitas selular
lebih penting daripada imunitas humoral untuk penyembuhan varicella. Pada
pasien imunokompromais, oleh karena imunitas humoral dan selularnya
terganggu, pajanan ulang dapat menyebabkan rekurensi dan varicella menjadi
lebih berat dan berlangsung lebih lama (Siti Aisyah B dan Erdina HD, 2003).

E. Pathway

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Varicella

F. Komplikasi

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Varicella

Pada anak yang imunokompeten, biasanya dijumpai varicella yang ringan


sehingga jarang menimbulkan komplikasi. Sedangkan komplikasi yang dapat
terjadi pada klien dengan varicella menurut Lubis R.D (2008) adalah :
1. Infeksi sekunder oleh bakteri
Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak anak yang
berkisar antar 5-10%. Lesi pada kulit menjadi pintu masuk organisme
yang virulen dan apabila infeksi meluas dapat menimbulkan impetigo,
furunkel, cellulitis dan erysepelas. Organisme yang sering menjadi
penyebabnya adalh streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus.
2. Scar
Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi staphylococcus
atau streptococcus yang berasal dari garukan.
3. Pneumonia
Dapat timbul pada anak anak yang lebih tua dan pada orang dewasa,
yang dapat menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden
varicella pneumoni sekitar 1:400 kasus.
4. Neurologi
a. Acute postinfeksius cerebellar ataxia
Ataxia sering timbul tiba-tiba selalu terjadi 2-3 minggu setelah
timbulnya varicella, keadaan ini dapat menetap selama dua bulan.
Manifestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi berdiri
hingga tidak mampu berdiri dan tidak adanya koordinasi dan
dysarthria. Insiden berkisar 1:4000 insiden.
b. Encephalitis
Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varicella, yaitu
beberapa hari setelah timbulnya ruam. Letargi, drowsiness dan
confussion adalah gejala yang sering dijumpai. Beberapa anak
mengalami seizure dan perkembangan encephalitis yang cepat dapat
menimbulkan koma yang dalam. Merupakan komplikasi serius
dimana angka kematian berkisar 5-20%, insiden berkisar 1,7 :
100.000 penderita.
5. Herpes zoster
Komplikasi yang lambat dari varicella adalah timbulnya herpes
zoster, komplikasi ini timbul setelah beberapa bulan hingga tahun setelah
terjadinya infeksi primer.
6. Reye sindrom
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Varicella

Ditandai dengan fatti liver dengan enchephalopaty. Keadaan ini


berhubungan dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan
acetaminophen (antipireutik) secara luas kasus reye sindrom mulai jarang
ditemukan.
G. Penegakan Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis pada kasus dengan varicella dapat dilihat
dari berbagai cara seperti :
1. Anamnesis
Pada anamnesis akan dijumpai keluhan seperti muncul bentol-bentol
yang nyeri, fluke, kecil gatal dan berisi cairan. Selain muncul bentolbentol, lemas dan demam juga akan dikeluhkan pasien yang menderita
Varicella. Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul,
dan tingginya demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas
39oC, tetapi pada keadaan yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat
mencapai 40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh
kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau
komplikasi lainnya. Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang
biasanya timbul selama stadium vesikuler (Djuanda, 2011).

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Tzanksmear
Prevarat diambil dari scraping dasar vesikel yang masih baru
yang kemudian diwarnai menggunakan hematoxilyn eosin, giemsas,
wrights,

toluidine

blue,

ataupun

papanicolaous

dengan

menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant


cells. Sensitifitas pada pemeriksaan ini adalah 84%. Tes ini tidak
dapat membedakan antara virus varicella zoster dan virus herpes
simpleks.
b. Direct fluoresent assay (DFA)
Prevarat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah
terbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif. Hasil
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Varicella

pemeriksaan cepat dan membutuhkan mikroskop fluorescence, tes


ini dapat mendeteksi antigen virus varicella zoster. Pemeriksaan ini
juga dapat membedakan virus varicella zoster dan virus herpes
simpleks.
c. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sensitif,
dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat misalnya
seperti scraping dasar vesikel dan apabila sudah terbentuk krusta
dapat juga digunakan sebagai prevarat dan CSF. Sensitifitasnya
berkisar antara 97-100%. Tes ini dapat mendeteksi nucleic acid dari
virus varicella zoster.
d. Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis menujukan: tampak vesikel
intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis.
Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate.

H. Penatalaksanaan
1. Obat antivirus
Beberapa analog

nukleosida

seperti

acyclovir,

famciclovir,

valacyclovir, dan brivudin, dan analog pyrophosphate foskarnet terbukti


efektif untuk mengobati infeksi virus varicella zoster. Acyclovir adalah
suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin
kinase virus varicella zoster sehingga terkonsentrasi pada sel yang
terinfeksi.

Enzim-enzim

selular

kemudian

mengubah

acyclovir

monofosfat menjadi trifosfat yang mengganggu sintesis DNA virus


dengan menghambat DNA polimerase virus (Djuanda, 2011).
Untuk penderita dengan berat badan lebih dari

40

kg

(Immunocompetent) dapat mengkonsumsi acyclovir 800 mg secara oral


tiap 6 jam selama 5 hari. Sedangkan untuk penderita yang
imunocompromised dapat mengkonsumsi acyclovir 10 - 15 mg / kg
secara intravena. Untuk anak-anak usia 2 tahun dan berat badan < 40

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Varicella

10

kg dapat mengkonsumsi acyclovir 20 mg / kg / pemberian oral tiap 6 jam


selama 5 hari (Medscape, 2015).
Pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir (dalam 24
jam setelah timbul ruam) pada anak imunokompeten berusia 2-12 tahun
dengan dosis 4x20 mg / kg BB / hari selama 5 hari menurunkan jumlah
lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan
timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan
placebo. Tetapi apabila pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah
timbulnya ruam cenderung tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena
varicella merupakan infeksi yang relatif ringan pada anak-anak dan
manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan
pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan dimana harga
obat tidak menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai pada
waktu yang menguntungkan pasien (dalam 24 jam setelah timbul ruam),
dan ada kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua
pasien dapat kembali bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan.
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang
mempunyai bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga
kadar dalam darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat berkurang
(Djuanda, 2011).
2. Pemberian obat topikal
Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh
sendiri. Untuk mengatasi gatal dapat diberikan kompres dingin, atau
lotion kalamin, antihistamin oral. Cream dan lotion yang mengandung
kortikosteroid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan.
Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian golongan salisilat
sebaiknya dihindari karena sering dihubungkan dengan terjadinya
sindroma Reye. Mandi rendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi
sekunder bacterial (Djuanda, 2011).
I. Pencegahan

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Varicella

11

Pada anak imunokompeten yang telah menderita varicella tidak


diperlukan tindakan pencegahan, pencegahan diberikan pada kelompok yang
beresiko tinggi menderita penyakit varicella yang fatal seperti: neonetus, anak
dan orang dewasa dengan tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala
varicella.
1. Imunisasi pasif
Menggunakan varicella zoster imunoglobulin (VZIG), diberikan
dalam waktu tiga hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan virus
varicella zoster, pada anak anak dengan imunokompeten terbukti dapat
mencegah varicella. Sedangan pemberian pada anak anak dengan
imunokompromains dapat meringankan gejala varicella. Varicella zoster
imunoglobulin dapat diberikan pada anak dengan usia kurang dari 15
tahun yang belum pernah menderita varicella zoster maupun herpes
zoster, dan juga dapat diberikan pada pubertas usia lebih dari 15 tahun
yang belum pernah menderita varicella maupun herpes zoster dan tidak
mempunyai antibodi terhadap varicella zoster zirus. Kemudian VZIG
dapat juga diberikan pada bayi baru lahir dimana ibunya menderita
varicella dalam kurun waktu 5 hari sebelum atau 48 jam setelah
melahirkan, selain itu bayi prematur dan bayi usia kurang dari 14 hari
ynag ibunya belum pernah menderita varicella maupun herpes zoster
serta anak anak yang menderita leukaemia atau lymphoma yang belum
pernah menderita varicella. Perlindungan yang didapat bersifat sementara
dan dosis minimum 125 U serta maksimum 625 U diberikan secara
intramuskular dengan dosis 125 per 10 kg BB.
2. Imunisasi aktif
Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (oka strain) dan
kekebalan yang didapat dapat bertahan selama 10 tahun. Daya proteksi
melawan varicella berkisar antara 71-100%. Vaksin efektif diberikan
pada umur lebih dari satu tahun, direkomendasikan pemberian vaksin
pada umur 12-18 bulan. Anak yang berusia lebih dari 13 tahun yang tidak
menderita varicella direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak
yang lebih tua diberikan dalam dua dosis dengan jarak pemberian 4-8

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Varicella

12

minggu. Pemberian secara subcutan. Jenis vaksin varicella yang


diberiakan adalah varivak. Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah
demam atau reaksi lokal seperti ruam makulopapular atau vesikel, terjadi
pada 3-5% anak anak dan timbul 10-21 hari setelah pemberian pada
lokasi penyuntikan. Kontraindikasi: tidak boleh diberikan pada wanita
hamil karena dapat menyebabkan varicella kongenital (Lubis.R.D, 2008).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
b. Status kesehatan masa lalu
c. Riwayat penyakit keluarga
3. Pola kebutuhan manusia
a. Pola nutrisi
b. Pola eliminasi
c. Pola istirahat dan tidur
d. Pola kebersihan diri
e. Pola aktivitas
f. Status imunitas
g. Riwayat alergi
h. Riwayat vaksinasi
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Tingkat kesadaran
c. Tanda-tanda vital
d. Kaji nyeri
e. Kaji kulit
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Varicella

13

f. Kaji seluruh area kulit termasuk membrane mukosa.


C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Hypertermi
3. Kerusakan integritas klit
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Resiko tinggi infeksi
6. Resiko kekurangan volume cairan
7. Gangguan rasa nyaman
8. Gangguan pola tidur
9. Gangguan citra tubuh
10. Defisiensi pengetahuan

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Varicella

14

D. Asuhan Keperawatan

No
1.

Diagnosa
Kerusakan integritas kulit
Definisi : Perubahan pada
epidermis dan dermis
Batasan karakteristik:
a. Gangguan pada bagian
tubuh
b. Kerusakan lapisa kulit
(dermis)
c. Gangguan permukaan
kulit (epidermis)
Faktor yang berhubungan :
Eksternal :
a. Hipertermia atau
hipotermia
b. Substansi kimia
c. Kelembaban udara
d. Faktor mekanik

Tujuan

Intervensi

NOC : Tissue Integrity : Skin NIC : Pressure


and Mucous Membranes
Management
a. Anjurkan pasien untuk
Kriteria Hasil :
menggunakan pakaian
a. Integritas kulit yang baik
yang longgar
b. Hindari kerutan padaa
bisa dipertahankan
tempat tidur
(sensasi, elastisitas,
c.
Jaga kebersihan kulit
temperatur, hidrasi,
agar tetap bersih dan
pigmentasi)
kering
b. Tidak ada luka/lesi pada
d. Mobilisasi pasien (ubah
kulit
posisi pasien) setiap dua
c. Perfusi jaringan baik
d. Menunjukkan pemahaman
jam sekali
e.
Monitor kulit akan
dalam proses perbaikan
adanya kemerahan
kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang f. Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada
e. Mampu melindungi kulit
derah yang tertekan
dan mempertahankan
g. Monitor aktivitas dan
kelembaban kulit dan
mobilisasi pasien
perawatan alami

Rasional

(misalnya : alat yang


dapat menimbulkan luka,
e.
f.
g.
h.
i.

tekanan, restraint)
Immobilitas fisik
Radiasi
Usia yang ekstrim
Kelembaban kulit
Obat-obatan

Internal :
a. Perubahan status
metabolik
b. Tulang menonjol
c. Defisit imunologi
Faktor yang berhubungan
dengan perkembangan
a. Perubahan sensasi
b. Perubahan status nutrisi
c.
d.
e.
f.

(obesitas, kekurusan)
Perubahan status cairan
Perubahan pigmentasi
Perubahan sirkulasi
Perubahan turgor

h. Monitor status nutrisi


pasien
i. Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat

(elastisitas kulit)

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Varicella atau yang biasa kita kenal dengan cacar air atau chicken pox
adalah penyakit infeksi akut primer oleh Virus Varicella Zoster (VZV) yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, disertai
kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Virus
Varisela Zoster memiliki amplop, berbentuk ikosahedral, DNA berantai
ganda, yang masih termasuk keluarga herpesvirus (Sondakh, Kandou dan
Kapantow, 2015).
Vaksinasi merupakan cara pencegahan paling efektif yakni menggunakan
vaksin varicella virus (oka strain) dan kekebalan yang didapat dapat bertahan
selama 10 tahun. Daya proteksi melawan varicella berkisar antara 71-100%.
Vaksin efektif diberikan pada umur lebih dari satu tahun, direkomendasikan
pemberian vaksin pada umur 12-18 bulan. Anak yang berusia lebih dari 13
tahun yang tidak menderita varicella direkomendasikan diberikan dosis
tunggal dan anak yang lebih tua diberikan dalam dua dosis dengan jarak
pemberian 4-8 minggu. Pemberian secara subcutan. Efek samping yang dapat
ditimbulkan adalah demam atau reaksi lokal seperti ruam makulopapular atau
vesikel, terjadi pada 3-5% anak anak dan timbul 10-21 hari setelah pemberian
pada lokasi penyuntikan. Kontraindikasi: tidak boleh diberikan pada wanita
hamil karena dapat menyebabkan varicella kongenital (Lubis.R.D, 2008).
B. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan tentunya sangat penting mempelajari
proses perjalanan suatu penyakit dan khususnya pada system integumen.
Penulis berharap pembaca tidak puas dengan adanya makalah ini sehingga
pembaca dapat mencari referensi dari sumber-sumber yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai