Anda di halaman 1dari 29

A.

Definisi
Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi
keruh atau berwarna putih, abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang.
Katarak terjadi apabila protein pada lensa yang secara normal, transparan
terurai dan mengalami koagulasi pada lensa. (Corwin, Elizabeth J, 2009).
Katarak berasal dari bahasa yunani kataarrhakies yang berarti air
terjun. Dalam bahasa Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan
seperti tertutup air terjuan akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan
cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya ( Ilyas,1999 cit
Anas Tamsuri, 2011 : 54 ).
Katarak merupakan keadaan dimana pada lensa mata atau kapsula
lentis terjadi kekeruhan (opasitas) yang berangsur-angsur (Kowalak, 2011)
B. Etiologi
Sebagian besar katarak,yang disebut katarak senilis, terjadi akibat
perubahan degenerative yang berhubungan dengan penuaan. Pajanan terhadap
sinar matahari selma hidup dan predisposisi herediter berperan dalam
perkembangan katarak senilis.
Katarak juga dapat terjadi pada usia berapa saja setelah trauma lensa,
infeksi mata, atau pajanan terhadap radiasi atau obat tertentu. Janin yang
terpajan virus rubella dapat mengalami katarak. Individu yang mengalami
katarak, yang kemungkinan besar disebabkan olehg gangguan aliran darah ke
mata dan perubahan penanganan dan metabolisme glukosa. (Corwin, 2009).
C. Patofisiologi
Lensa berisi 65% air, 35% protein dan mineral penting. Lensa yang
normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung
tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada
korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri
di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan
bentuk katarak yang paling bermakna seperti kristal salju (Ilyas, 2008).
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam
lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu

transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak (Ilyas, 2008).
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma
atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan
yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak
meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin
antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama (Guyton, 1997).
Katarak merupakan kondisi penurunan ambilan oksigen,penurunan
air,peningkatan kandungan kalsium dan berubahnya protein yang dapat larut
menjadi tidak larut. Pada proses penuaan, lensa secara bertahap kehilangan
air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan densitasnya. Peningkatan
densitas diakibatkan oleh kompresi sentral serta lensa yang lebih tua. Saat
serat lensa yang baru diproduksi dikorteks,serat lensa ditekan menuju sentral.
Serat-serat lensa yang padat lama-lama menyebabkan hinlangnya transparansi
lensa yang tidak terasanyeri dan sering bilateral (Ilyas, 2005).
Selain itu berbagai penyebab katarak diatas menyebabkan gangguan
metabolism pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini , menyebabkan
perubahan kandungan bahan-bahan yang ada didalam lensa yang pada
akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan dapat berkembang
diberbagai bagian lensa atau kapsulnya. Pada gangguan ini sinar yang masuk
memalui kornea yang dihalangi oleh lensa yang keruh atau huram. Kondisi
ini memburamkan bayangan semu yang sampai pada retina. Akibat otak
mengiterprestasikan sebagai bayangan yang berkabut. Pada katarak yang
tidak diterapi, lensa mata menjadi putih susu, kemudian berubah kuning ,
bahkan menjadi coklat atau hitam dank lien mengalami kesulitan dalam
membedakan warna (Mansjoer, 2008).

H. Pathway

Galaktosemia

Proses penuaan

Kadar glukosa darah


berlebihan

Nukleus
menebal/mengeras

Glukosa dalam kapsul


lensa meningkat

Penyakit metabolik
(Galaktosemia, DM)
Proses penuaan
Defek kongenital
Faktor radikal bebas
Obat-obatan
Trauma
Penyakit2 sebelumnya
mata, ex : uveitis

Lapisan korteks lens


menghasilkan serat lensa baru

Glukosa di ubah menjadi


sorbitol oleh aldose
reduktse

Kompresi sentral serat


lens yang lebih tua

Akumulasi sorbitol

Densitas
lensa
Hilangnya
transparansi
lensa

pada

Zat2 radikal bebas


(rokok, UV)
Oksidasi protein pada lensa

Kerusakan protein
Denaturasi protein

Koagulasi protein
Protein soluble menjadi
protein insoluble

KATARAK
Opasitas lensa

Kortikosteroid

Gg. Metabolisme lensa

Perubahan selaput
halus zunula

Trauma mekanik
Kerusakan jaringan
Menembus kapsul
anterior
Kerusakan lensa

Pre operasi

Kapsul lensa rusak

Intumesensi lensa

Zonulla zinni lepas

Massa asing bagi


jaringan uvea

Dislokasi lensa

Uveitis
Suplai O2 tidak seimbang
akibat dari demam
Peningkatan kerja
napas

Mengaburkan bayangan
yang semu yang sampai
pada retina

Peradangan pada
uvea
Suplai O2 tidak seimbang
akibat dari demam
Peningkatan kerja
napas
Perfusi jaringan menurun

Dyspnea

MK :
Resiko pola napas tidak
efektif

Blocking sinar yang


masuk kornea

MK : Resiko Gg.
Perfusi jaringan

Intumesensi lensa

Ansietas

Sinar terpantul kembali

Massa asing bagi


jaringan uvea

HCl meningkat

Cahaya ke retina
berkurang

Peradangan pada
uvea
Otak menginterpretasikan
sebagai bayangan berkabut

Pandangan kabur

MK :
- Gg. Persepsi
sensori (visual)
- Resti cidera

Peristaltik
meningkat

Visus menurun

Mual, muntah
Suplai O2 tidak seimbang
akibat dari demam

Penglihatan kabur

Anoreksia

Imobilisasi kurang

Evaporasi meningkat

Dehidrasi

MK: Perubahan nutrisi


kurang dari kebutuhan
tubuh

MK : Gg. immobilitas
fisik

Post Operasi
MK : Kekurangan
volume cairan

MK : Resiko
perdarahan

Terpasang bebat,
fungsi mata (-)
MK : Defisit
pengetahuan
tentang perawatan

MK : Resiko
Infeksi

D. Manifestasi klinis
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat
kemunduran secara progresif dan gangguan dari penglihatan. Penyimpangan
penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis katarak ketika klien datang.
1. Penurunan Ketajaman Visual
Penurunan ketajaman visual merupakan keluhan yang paling umum
dari pasien dengan katarak senilis. katarak dianggap relevan secara klinis
jika ketajaman visual dipengaruhi secara signifikan. Selanjutnya, berbagai
jenis katarak menghasilkan efek yang berbeda pada ketajaman visual.
Misalnya, tingkat ringan posterior subkapsular katarak dapat
menghasilkan penurunan berat ketajaman visual dengan dekat ketajaman
mempengaruhi lebih dari jarak penglihatan, mungkin sebagai akibat dari
miosis yang akomodatif. Namun, katarak sklerotik inti sering dikaitkan
dengan penurunan ketajaman jarak dan dekat penglihatan yang baik.
(Vicente Victor D Ocampo, 2016)
2. Kesilauan
Silau adalah keluhan lain yang umum dari pasien dengan katarak
senilis. Keluhan ini dapat mencakup seluruh spektrum dari penurunan
sensitivitas kontras dalam lingkungan yang terang atau menonaktifkan
silau siang hari untuk melemahkan silau dengan lampu melaju di malam
hari.
Gangguan visual seperti yang menonjol khususnya dalam katarak
posterior subkapsular dan, untuk tingkat yang lebih rendah, dengan katarak
kortikal. Hal ini terkait frekuensi yang jarang dengan sclerosis inti. Banyak
pasien mungkin mentolerir tingkat moderat silau tanpa banyak kesulitan,
dan, dengan demikian, silau dengan sendirinya tidak memerlukan
manajemen bedah. (Vicente Victor D Ocampo, 2016)
3. Pergeseran rabun
Perkembangan katarak mungkin sering meningkatkan daya
Dioptric dari lensa mengakibatkan derajat ringan sampai sedang miopia
atau

rabun

bergeser.

Akibatnya,

pasien

presbyopic

melaporkan

peningkatan pandangan dekat mereka dan kurang perlu untuk kacamata


karena mereka mengalami apa yang disebut pandangan kabur atau dua
bayangan. Namun, kejadian seperti ini sementara, dan, karena kualitas

optik lensa memburuk, pandangan kabur atau dua bayangan akhirnya


kalah.
Biasanya, pergeseran rabun dan penglihatan kedua tidak terlihat di
kortikal dan posterior katarak subkapsular. Selanjutnya, pengembangan
asimetris miopia lensa-diinduksi dapat mengakibatkan anisometropia
gejala yang signifikan yang mungkin sendiri memerlukan manajemen
bedah. (Vicente Victor D Ocampo, 2016).
4. Diplopia Monocular.
Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada
bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area reflaktil padabagian tengah
dari lensa, yang sering memberikan gerak gambaran terbaik pada reflek
merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti
ini menimbulkan diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan
kacamata, prisma, atau lensa kotak (Vicente Victor D Ocampo, 2016).
E. Anatomi Indera Penglihatan
Mata merupakan organ untuk penglihatan dan sangat sensitive terhadap
cahaya

karena

terdapat

photoreceptor. Influs

saraaf

dari stimulasi

photoreceptor dibawa keotak pada lobus occipital di serebrum dimana sensasi


penglihatan diubah menjadi persepsi. Reseptor penglihatan dapat memproses
satu juta stimulus yang berbeda setiap detik.
1. Struktur Mata
Bola mata berada diruangan cekung pada tulang tengkorak yang
disebut orbit. Orbit tersusun oleh 7 tulang tengkorak yaitu tulang frontalis,
lakrimalis, etmoidalis, zigomatikum, maksila, sphenoid dan palatin yang
berfungsi mendukung, menyanggah dan melindungi mata. Pada orbit
terdapat dua lubang yaitu foramen optic untuk lintasan saraf optic dan
arteri optalmik dan fisura bagian mata terdiri dari:
a. Sclera
Sclera merupakan merupakan jaringan ikat fibrosa yang kuat
berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya, kecuali dibagian
depan yang transparan yang disebut kornea. Sclera member bentuk
pada bola mata dan memberikan tempat melekatnya otot ekstrinsik.
b. Kornea

Kornea merupakan jendela mata, unik karaena bentuknya


transparan, terletak pada bagian depan mata berhubungan dengan
sclera. Bagian ini merupakan tempat masuknya cahaya dan
memfokuskan berkas cahaya. Kornea tersusun atas lima lapisan yaitu
epithelium, membrane bowman stroma, membrane descemet dan
endothelium.
c. Lapisan koroid
Lapisan koroid berwarna coklat kehitaman dan merupakan lapisan
yang berpigmen, mengandung banyak pembuluh darah untuk member
nutrisi dan oksigen pada retina. Warna gelap pada koroid berfungsi
untuk mencegah refleksi atau pemantulan sinar. Pada bagian depan
koroid membentuk korpus siliaris yang berlanjut membentuk iris.
d. Iris
Iris merupakan perpanjangan dari korpus siliaris ke enterior. Iris
tidak tembus pandang dan berpigmen, berfungsi mengendalikan
banyaknya cahaya yang masuk kedalam mata dengan cara merubah
ukuran pupil. Ukuran pupil dapat berubah karena mengandung seratserat otot sirkuler yang mampu menciutkan pupil dan serat-serat
radikal yang menyebabkan peleebaran pupil.
Iris merupakan suatu diafragma yang dapat diatur ukurannya
dan lubang yang dibentuk oleh iris ini disebut sebagai pupil. Iris
memiliki dua lapisan berpigmen yaitu posterior pigment epithelium
yang berfungsi menahan cahaya yang tidak teratur mencapai
retina

dan

anterior

border layer yang mengandung sel-sel

berpigmen yang disebut sebagai chromatophores.

Konsentrasi

melanin yang tinggi pada chromatophores inilah yang memberi


warna gelap pada mata seseorang seperti hitam dan coklat.
Konsentrasi melanin yang rendah memberi warna biru, hijau, atau
abu-abu. Inner layer (tunica interna) terdiri dari retina dan nervus
optikus (Saladin, 2006)
e. Lensa
Lensa mempunyai struktur bikonfeks,tidak mempunyai pembuluh
darah, transparan dan tidak besrwarna. Kapsul lensa merupakan

membrane seni semipermiabel, tebalnya sekitar 4 mm dan


diameternya 9 mm. lensa berada dibelakang iris dan ditahan oleh
ligamentum yang disebut zonula. Adanya ikatan lensa dengan
ligamentum ini menyebabkan dua rongga bola mata yaitu bagian
depan lensa dan bagian belakang lensa. Ruangan bagian depan lensa
berisi cairan yang disebut aqueous humor, cairan ini diproduksi oleh
korpus siliaris dan ruangan pada bagian belakang lensa berisi cairan
vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga lensa tetap
pada tempatnya dan dalam bentuk yang sesuai serta memberikan
makanan pada kornea dan lensa. Lensa tersusun dari 65% air dan
sekitar 35% protein dan sedikit mineral, terutama kalium. Lensa
berfungsi untuk memfokuskan cahaya yang masuk kedepan retina
melalui mekanisme akomodasi yaitu proses penuaan secara otomatis
pada lensa untuk memfokuskan objek secara jelas dan jarak yang
beragam.
f. Retina
Retina merupakan lapisa terdalam pada mata, melapisi dua pertiga
bola mata pada bagian belakang. Pada bagian depan berhubungan
dengan korupus siliaris di oraserata. Retina merupakan bagian mata
yang sangat peka terhadap cahaya. Pada bagian depan retina terdapat
lapisan berpigmen dan berhubungan dengan koroid dan pada bagian
belakang terdapat lapisan saraf dalam. Pada lapisan saraf dalam
mengandung reseptor, sel bifolar, sel ganglion, sel horizontal dan sel
amakrin. Ada dua sel reseptor atau photoreceptor pada retina yaitu sel
konus atau sel kerucut dan sel rod atau sel batang. Sel kerucut berisi
pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua pigmen
tersebut akan terurai jika terkena sinar, terutama pada bagian pigmen
berwarna ungu yang terdapat pada sel batang oleh karena itu pigmen
pada sel batang berfungsi untuk situasi yang kurang terang atau
malam hari. Sedangkan pigmen pada sel kerucut berfungsi lebih pada
suasana terang atau pada tingkat intensitas cahaya yang tinggi dan
berperan dalam penglihatan di siang hari. Pigmen ungu yang ada pada

sel batang disebut rodopsin yang merupakan senyawa protein dan


vitamin A. apabila terpapar sinar , rodopsin akan terurai menjadi
protein dan vitamin A. pembentukan kembali pigmen tersebut terjadi
dalam keadaan gelap dan memerlukan waktu yang disebut adaptasi
gelap. Sedangkan pigmen lembayung dari sel kerucut merupakan
senyawa yodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan opsin.
Pada sel kerucut terdapat 3 macam yaitu sel yang peka terhadap warna
merah, hijau dan biru sehingga sel kerucut dapat menangkap spectrum
warana. Kerusakan pada salah satu sel kerucut akan menyebabkan
buta warna.
g. Fovea sentralis
Fovea sentralis merupakan bagian dari retina yang banyak sel
kerucut tapi tidak ada sel batang. Pada fovea ini sel bifolar bersinap
dengan sel ganglion membentuk jalur langsung ke otak. Berkas sinar
yang masuk jatuh tepat pada fovea.
h. Lutea macula
Lutea macula merupakan daerah kekuningan yang berada sedikit
lateral dari pusat.

Mata juga dilengkapi oleh organ asessoris seperti kelopak mata,


alis, apparatus lakrimalis yang melindungi mata dan seperangkat otot
ekstrinsik yang dapat menggerakan mata. (Tarwoto, 2009)
Sebagai struktur tambahan mata, dikenal berbagai struktur
aksesori yang terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata,
konjungtiva, aparatus lakrimal, dan otot-otot mata ekstrinsik. Alis mata
dapat mengurangi masuknya cahaya dan mencegah masuknya keringat,
yang dapat menimbulkan iritasi, ke dalam mata. Kelopak mata dan bulu
mata mencegah masuknya benda asing ke dalam mata. Konjungtiva
merupakan suatu membran mukosa yang tipis dan transparan.
Konjungtiva palpebra melapisi bagian dalam kelopak mata dan
konjuntiva bulbar melapisi bagian anterior permukaan mata yang

berwarna putih. Titik pertemuan antara konjungtiva palpebra dan bulbar


disebut sebagai conjunctival fornices (Seeley, 2006).
Apparatus lakrimal terdiri dari kelenjar lakrimal yang terletak di
sudut anterolateral orbit dan sebuah duktus nasolakrimal yang terletak di
sudut inferomedial orbit. Kelenjar lakrimal diinervasi oleh serat-serat
parasimpatis dari nervus fasialis.
yang keluar dari kelenjar

air

Kelenjar ini menghasilkan air mata


mata

melalui

berbagai duktus

nasolakrimalis dan menyusuri permukaan anterior bola mata.

Tindakan

berkedip dapat membantu menyebarkan air mata yang dihasilkan kelenjar


lakrimal (Seeley, 2006).
Air mata tidak hanya dapat melubrikasi mata melainkan juga
mampu melawan infeksi bakterial melalui enzim lisozim, garam serta
gamma globulin. Kebanyakan air mata yang diproduksi akan menguap
dari permukaan mata dan kelebihan air mata akan dikumpulkan di bagian
medial mata di kanalikuli lakrimalis. Dari bagian tersebut, air

mata

akan mengalir ke saccus lakrimalis yang kemudian menuju duktus


nasolakrimalis.
Struktur aksesoris mata dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1.2. Otot-otot Ekstrinsik Bola Mata


(Saladin, 2006)
Mata mempunyai diameter sekitar 24 mm dan tersusun atas
tiga lapisan utama, yaitu outer fibrous layer, middle vascular layer dan
inner layer. Outer fibrous layer (tunica fibrosa) dibagi menjadi dua
bagian yakni sclera dan cornea.

Sclera (bagian putih dari mata)

menutupi sebagian besar permukaan mata dan terdiri dari jaringan ikat
kolagen padat yang ditembus oleh pembuluh darah dan saraf. Kornea
merupakan bagian transparan dari sclera yang telah dimodifikasi
sehingga dapat ditembus cahaya. (Saladin, 2006).
Middle vascular layer (tunica vasculosa) disebut juga uvea.
Lapisan ini terdiri dari tiga bagian yaitu choroid, ciliary body, dan iris.
Choroid merupakan lapisan yang sangat kaya akan pembuluh darah dan
sangat terpigmentasi.
Ciliary

Lapisan

ini

terletak

di

belakang

retina.

body merupakan ekstensi choroid yang menebal serta

membentuk suatu cincin muskular disekitar lensa dan berfungsi


menyokong iris dan lensa serta mensekresi cairan yang disebut sebagai
aqueous humor (Saladin, 2006).
Struktur anatomi yang telah dijelaskan sebelumnya dapat
dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3. Anatomi Bola Mata


(Khurana, 2007)

2. Komponen Optik Mata


Komponen optik dari mata adalah elemen transparan dari
mata yang tembus cahaya serta mampu membelokkan cahaya
(refraksi) dan memfokuskannya pada retina. Bagian-bagian optik ini
mencakup kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous body. Aqueous
humor merupakan cairan serosa yang disekresi oleh ciliary body ke
posterior chamber, sebuah ruang antara iris dan lensa. Cairan ini
mengalir melalui pupil menuju anterior chamber yaitu ruang antara
kornea dan iris. Dari area ini, cairan yang disekresikan akan
direabsorbsi kembali oleh pembuluh darah yang disebut sclera
venous sinus (canal of Schlemm) (Saladin,2006).

Lensa tersuspensi dibelakang pupil oleh serat-serat yang


membentuk cincin

yang disebut

suspensory ligament,

menggantungkan lensa ke ciliary body.

yang

Tegangan pada ligamen

memipihkan lensa hingga mencapai ketebalan 3,6 mm dengan


diameter 9,0 mm. Vitreous body (vitreous humor) merupakan suatu
jelly transparan yang mengisi ruangan besar dibelakang lensa.
Sebuah kanal (hyaloids canal) yang berada disepanjang jelly ini
merupakan sisa dari arteri hyaloid yang ada semasa embrio (Saladin,
2006).
3. Komponen Neural Mata
Komponen neural dari mata adalah retina dan nervus
optikus. Retina merupakan suatu membran yang tipis dan transparan
dan tefiksasi pada optic disc dan ora serrata. Optic disc adalah lokasi
dimana nervus optikus meninggalkan bagian belakang (fundus) bola
mata. Ora serrata merupakan tepi anterior dari retina. Retina
tertahan ke bagian belakang dari bola mata oleh tekanan yang
diberikan oleh vitreous body. Pada bagian posterior dari titik tengah
lensa, pada aksis visual mata, terdapat

sekelompok sel yang

disebut macula lutea dengan diameter kira-kira 3 mm. Pada bagian


tengah dari macula lutea terdapat satu celah kecil yang disebut fovea
centralis, yang menghasilkan gambar/visual tertajam. Sekitar 3 mm
pada arah medial dari macula lutea terdapat optic disc. Serabut
saraf dari seluruh bagian mata akan berkumpul pada titik ini dan
keluar dari bola mata membentuk nervus optikus. Bagian optic disc
dari mata tidak mengandung sel-sel reseptor sehingga dikenal juga
sebagai titik buta (blind spot) pada lapangan pandang setiap mata
(Saladin, 2006).
4. Mekanisme Penglihatan
Fungsi utama mata adalah mengubah energi cahaya menjadi
inpuls saraf sehingga dapat diterjemahkan oleh otak menjadi gambar
visual. untuk menghasilkan gambar visual yang tepat dan diinginkan

terjadi proses yang sangat kompleks dimuai adanya gelombang


sinar/cahaya yang masuk ke mata.
Berkas cahaya masuk ke mata melalui konjungtiva, kornea,
aqueus humor, lensa dan vitreous humor, dimana pada masing-masing
bagian tersebut berkas cahaya dibiaskan (refraksi) sebelum akhirnya
jatuh tepat diretina. jumlah cahaya yang masuk di mata akan diatur
oleh iris dengan jalan membesarkan atau mengecilkan pupil. pada iris
terdapat dua otot polos yang tersusun sirkuler dan radila yang mampu
bergerak membesar atau mengecil membentuk pupil.
Agar sinar dari objek menghasilkan gambar yang jelas pada
tina maka berkas sinar tersebut harus dibiaskan (direfrasikan).
pembiasan cahaya untuk menghasilkan penglihatan yang jeas disebut
pemfokusan. jarak terdekat dari objek yang dapat dilihat dengan jelas
disebut titik dekat (puncutum proximum). sedangkan jarak terjauh saat
benda tempak jelas tanpa kontraksi disebut titik jauh (puctum
remotum). pemfokusan berkas cahaya merupakan peran utama dari
lensa. lensa akan membiaskan cahaya yang masuk dan memfokuskan
ke retina. kemampuan lensa untuk menyesuaikan cahaya dekat atau
jauh ke titik retina disebut akomodasi. bentuk lensa sendiri dapat
berubah-ubah dan diatur oleh otot siliaris yang merupakan otot polos
melingkar dan melekat pada lensa melalui ligamentum susupensorium.
bentuk lensa yang bikonveks (cembung) akan membiaskan cahaya
kesuatu titik/ mengumpul dibelakang lensa. sedangkan lensa bikonkaf
(cekung) akan membiaskan cahaya menyebar di belakang lensa.
sedangkan lensa bikonkaf (cekung) akan membiaskan cahaya
menyebar di belakang lensa. semakin besar lngkungan suatu lensa di
ukur dioptri.
Berkas cahaya dari lensa kemudian difokuskan di retina.
reina merupakan bagian magta vertebrata yang peka terhadap cahya
dan mampu mengubahnya men jadi impuls saraf untuk dihantarkan ke
otak melalui nervus optikus (nervus cranial II). pda retina terdapat
lapisan saraf atau neuron yaitu neuron fotoreseptor, neuron bipolar dan

neuron ganglion. neuron fotoreseptor merupakan reseptor yang peka


terhadap cahaya karena mengandung sel batang ( rods) dan sel kerucut
(cones). sel batang mengandung pigmen rodopsin yang khusus untuk
penglihatan hitam putih dalam cahaya redup. rodopsin merupakan
senyaawa prootein dsn vitamin A. Apanbila terkena sinar, maka
rodopsin menjadi protein dan vitamin A. pembentukan kembali
pigmen tersebut terjadi dalam keadaan gelap. sedangkan sel kerucut
berisikan pigmen lembayung yang merupakan senyawa iodopsin yaitu
gabungan senyawa retinin dan opsin. sel kerucut peka terhadap warna
merah, hijaun dan biru sehingga dapat menangkap spectrum warna
dan dapat menghasilkan bayang yang tajam dalma cahaya terang.
Cahaya yang diterima oleh neuron fotoresptor akan di ubah
dalam bentuk bayangan pertama, kemudian akan di ubah kembali
menjadi bayangan pertama, kemudian akan diubah kembali menjadi
bayangan kedua di sel bipolar dan selanjutnya menjadi bayangan
ketiga di sel ganglion yang kemudian dibawa ke korteks penglihatan
primer untuk dihasilkan visual penglihatan. (Tarwoto, 2009)
F. Klasifikasi
Klasifikasi katarak menurut Vaughan 2005 dalam Putri K, 2015
terbagi atas :
a. Katarak terkai usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling dijumpai dan
terjadi padausia 65 taghun menurut (Depkes RI,2005). Pada usia lanjut
banyak terjadi perubahan pada lensa mata, antara lain peningkatan masa
dan

ketebalan

lensa

penurunan

daya

akomodasi

hal

tersebut

mengakibatkaan tinggi kejadian katarak usia lanjut.Satu-satunya gejala


adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
b. Katarak anak-anak
Katarak anak-anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera setelah
sesudahnya banyak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya
walaupun mungkin terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan

oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau berkaitan dengan berbagai


2.

sindrom.
Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait
dengan sebab-sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan
oleh trauma, baik tumpul maupun tembus, penyebab lain adalah

uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat.


c. Katarak Traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan cedera benda asing di
lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera
setelah dimasukan benda asing karena lubang pada kapsul menyebabkan
humor aqueus dan kadang-kadang korpus vitreum masuk dalam struktur
lensa.
d. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit
intraokular pada fisiologi lensa, katarak biasanya berawal dari sub kapsul
posterior dan akhirnya mengenai struktur lensa. Penyakit-penyakit
intraokullar yang sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah
uveiitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan
pelepasan retina.
e. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan-gangguan sistemik
berikut : diabetes mellites hipoparatiroidisme, distrofi miotonik,
dermatitis atropik, galaktosimia, dan sindrom lowe, werner atau down.
f. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an
sebagai akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk
menekan nafsu makan).kortikosteroid yang diberikan dalam waktu lama,
baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat
menyebabkan kekeruhan lensa.
g. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukan kekeruhan kapsul posterior akibat
katarak traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi
katarak ekstrakapsular.
Klasifikasi katarak berdasarkan tingkat perkembangan katarak :

a. Katarak insipien yaitu lensa yang kekeruhannya ringan, kekaburan dimulai


pada perifer lensa, lambat laun mengarah pada bagian inti lensa mata
sehingga menyerupai terali besi (roda sepeda)
b. Katarak imatur yaitu lensa yang kekeruhannya sebagian dan masih
memiliki bagian yang jernih, terjadi perubahan pada lensa dimana lensa
menjadi bengkak dan menarik cairan dari jaringan sekitar.
c. Katarak matur yaitu seluruh lensa sudah keruh, kekaburan lensa lebih
padat dan lebih mudah dipisahkan dari kapsulnya. Pada tahap ini
merupakan stadium yang tepat dilakukan operasi.
d. Katarak hipermatur, yaitu ada bagian permukaan lensa yang sudah
merembes melalui kapsula lensa dan bisa menyebabkan peradangan pada
struktur mata yang lainnya, biasanya akan ditemukan perubahan, katarak
menjadi lembek, mencair atau menjadi seperti susu. (Djing, 2006)

G. Komplikasi
1. Komplikasi Intra Operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan
atau efusi suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi
vitreus, incacerata kedalam luka serta retinal light toxicity.
2. Komplikasi dini pasca operatif
COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara
cairan yang keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil
dan siliar, edema stroma dan epitel, hipotonus, brown-McLean
syndrome (edema kornea perifer dengan daerah sentral yang bersih
paling sering)
Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus
Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang
tidak

adekuat

yang

dapat

menimbulkan

komplikasi

seperti

penyembuhan luka yang tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior


kronik dan endoftalmitis.
Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi
3. Komplikasi lambat pasca operatif
Ablasio retina

Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi


rendah yang terperangkap dalam kantong kapsuler
Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah
Malformasi lensa intraokuler, jarang terjadi (Ilyas, 2007)
H. Pemeriksaan Penunjang
Tes Pendengaran
1. Audiometrik untuk mengetahui tuli konduktif
Audiometri adalah tes pendengaran dengan audiometer yang
merupakan alat elektro aukustik. Audiogram adalah hasil pemeriksaan
yagn ditampilkan dalam bentuk grafik. Pemeriksaan audiometri yang
sederhana adalah audiometric nada murni (pure tone audimetri).
Pemeriksaa dilakukan di ruang kedap suara. Dilakukan pemeriksaan
ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi
tulang (BC). Bila ambang dengar ini di hubungkan dengan garis, baik AC
maupun BC maka akan didapatkan grafik yang dinamakan audiogram.
Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian seseorang.
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati
tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineura, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas.
a. Jenis Ketulian
Audiogram normal
Tuli konduksi

: BC dan AC < 20 Db.


: BC < 20 Db, AC > 20 Db, ada jarak antara

AC dan BC
Tuli sensori neural

: BC lebih dari 20 Db, keduanya hampir

berhimpit.
Tuli campuran

: BC > 20 Db, AC < 20 Db, ada jarak antara

AC dan BC.
b. Derajat ketulian
Dari audiogram dapat di tentukan derajat ketulian. Caranya
adalah dengan menghitung rata-rata ambang pendengaran pada
frekuensi bicara (500 Hz, 1000 Hz dan 2000 Hz)
c. Klasifikasi Derajat Ketulian

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

KLASIFIKASI

NILAI AMBANG RATA-RATA

Normal
Tuli Ringan
Tuli Sedang
Tuli Sedang Berat
Tuli Berat
Tuli Sangat Berat

(500 1000 2000 Hz)


0-25 Db
26-40 Db
41-55 Db
56-70 Db
71-90 Db
>90 Db

2. Tes Garputala
a. Tes Rinne
Tujuan tes ini untuk membandingkan daya tangkap telinga
terhadap rangsang bunyi lewat hantaran tulang (bone conduction=BC)
dan lewat hantaran udara (Air Conduction=AC) atau membandigkan
konduksi tulang dan konduksi udara pada satu telinga penderita.
Ada 2 cara tes rinne yaitu :
Cara Pertama
1.

Bunyikan garputala frekuensi 512 Hz. Pancangkan tangkainya


tegak lurus pada mastoid penderita (Posterior dari meatus
eksternus) sampai penderita tak mendengar. Kemudian secepatnya
dipindahkan ke depan meatus eksternus penderita. Apabila saat
itu garputala masih di dengar penderita disebut rinne positif,
tetapi bila tidak di dengar disebut rinne negative. Bunyikan
garputala dengan frekuensi 512 Hz. Penderita di minta untuk
membedakan apakah bunyi yang di dengar lewat hantaran tulang
lebih keras atau lebih lemah dibandingkan dengan hantaran lewat
udara. Apabila hantaran lewat tulang lebih baik dibanding udara

2.

(BC>AC) disebut rinne negatif. Tetapi apabila


Tangkai garputala tegak lurus pada mastoid penderita (posterior
dari meatus eksternus) sampai penderita tak mendengar.
Kemudian secepatnya di pindahkan ke depan meatus eksternus
penderita. Apabila saat itu garputala masih di dengar penderita

disebut rinne positif, tetapi bila tidak di dengar disebut rinne


3.

negative.
Bunyikan garputala dengan frekuensi 512 Hz. Penderita di minta
untuk membedakan apakah bunyi yang di dengar lewat hantaran
tulang lebih keras atau lebih lemah di bandingkan dengan
hantaran lewat udara. Apabila hantaran lewat tulang lebih baik
dibanding udara (BC > AC) desebut rinne negative. Tetapi apabila
hantaran lewat udara lebih baik dibanding hantaran lewat tulang
( AC > BC) disebut rinne positif. Apabila hantaran lewat tulang
sama dengan hantaran udara (AC=BC) disebut Rinne + (positif-

negatif).
Cara kedua :
1. Membandingkan kerasnya bunyi yang didengar lebih keras
terdegar dibelakang atau di belakang telinga.
Interpretasi : rinne positif didapatkan pada telinga normal atau tuli
sensori neural, sedangkan rinne negative pada tuli konduksi.
Kadang-kadang terjadi false rinne (pseudo positif atau pseudo
negative) keadaan ini terjadi bila bunyi garputala ditangkap oleh
telinga kontral lateral yang pendengarannya jauh lebih baik. Rinne
baru disebut negative apabila terdapat tuli konduksi lebih dari 15
Db.
b. Tes Weber
Tujuan tes weber ini adalah untuk membandingkan daya
tangkap kedua telinga penderita terhadap rangsang bunyi lewat
hantaran tulang (membandingkan konduksi tulang kedua telinga
penderita).
Caranya :
Garputala

512

Hz

dibunyikan

kemudian

tangkainya

dipancangkan tegak lurus digaris median dengan kedua kaki pada garis
horizontal, penempatan dapat pada ubun ubun, dahi, dagu atau pada
gigi insisivus, pada umumnya diletakkan di dahi. Penderita diminta
untuk menunjukan telinga mana yang mendengar atau mendegar lebih

keras. Bila bunyi hanya di dengar pada satu telinga disebut lateralisasi
ke sisi telinga tersebut, bila kedua telinga penderita tidak mendengar
atau mendengar semuanya disebut tidak ada lateralisasi.
Weber normal adalah suara didengar sama-sama keras ditelinga
kanan dan kiri. Interpretasi : apabila tidak ada lateralisasi berarti
telinga normal. Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang sehat berarti
telinga yang sakit menderita tuli persepsi.
c. Tes Schwabach
Tujuan tes ini adalah untuk membandingkan hantaran lewat
tulang antara penderita dengan pemeriksa.
Caranya : garputala 512 Hz di bunyikan kemudian tangkainya di
pancangkan tegak lurus pada mastoid pemeriksa. Apabila pemeriksa
sudah tidak mendengar, secepatnya garputala dipindahkan ke mastoid
penderita. Dalam hal ini dapat terjadi 2 kemungkinan, apabila :
1.
2.

Penderita masih menderita, disebut schwabach memanjang.


Penderita tidak mendengar, terdapat 2 kemungkinan lagi yaitu
schwabach memendek atau schwabach normal.
Untuk membedakan kedua kemungkinan ini perlu dilakukan tes

secara terbalik. Garputala di bunyikan, kemudian di pancangkan tegak


lurus pada mastoid penderita. Segera setelah penderita tidak
mendengar, secepatnya garputala dipindahakan ke mastoid pemeriksa.
Bila pemeriksa juga tidak mendengar berarti schwabach normal tetapi
bila pemeriksa masih mendengar berarti schwabach penderita
memendek. Interpretasi : schwabach memanjang dijumpai pada tuli
konduksi, sedangkan schwabach memendek pada tuli persepsi.
(Mulyani S,2011)
3. Pemeriksaan Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya letak perforasi.
Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. Pemeriksaan
otoskopi adalah untuk melihat keadaan dari liang telinga sampai
membrane timpani. Dapat mengetahui bentuk liang telinga, lapang atau
sempit, terdapat sumbatan pada liang telinga aatu tidak, kondisi gendang

telinga pasien yaitu ada atau tidaknya perforasi dan melihat ada tidaknya
secret yang keluar dari telinga.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga
kronik memiliki nilai diagnostic yang terbatas bila dibandingkan dengan
manfaat otoskopi dan audiometric. Pemeriksaan radiologi biasanya
memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid
yang satunya atau normal. Erosi tulang yang berada didaerah atik member
kesan adanya kolesteatom proyeksi radiografi yyang sekarang biasa
digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan
memperlihatkan luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas. CT
Scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau
tidaknya

tulang-tulang

pendengaran

dan

beberapa

kasus

terlihat

fistulapada kanalis semisirkularis horizontal. Pemeriksaan dengan CT


Scan akan lebih akurat dan dapat memperlihatkan komplikasi yang
lainnya.
5. Pemeriksaan Bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari infeksi
akut, bakteri yang di temukan pada secret yang kroni berbeda dengan yang
di temukan pada Otitis media Supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai
pada OMSK adalah pseudomonas aerudinosa, stapilococcus aureus, dan
proteus sp. Sedangkan bakteri pada titis media supuratif akut adalah
streptococcus pneumoniae dan H.influenza infeksi telinga biasanya masuk
melalui tuba eustachius dan berasal dari hidung, sinus paranasal, adenoid,
atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumococcus,
streptococcus atau H influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan ini agak
berbeda karena adanya perforasi di membrane timpani maka infeksi lebih
sering dari luar yang masuk melalui peforasi tadi. (corwin, E.2009).

d. Penatalaksanaan
Perawatan pasien dengan katarak mungkin memerlukan rujukan
untuk konsultasi dengan atau pengobatan oleh dokter mata yang lain atau

dokter mata berpengalaman dalam pengobatan katarak, untuk pelayanan di


luar ruang lingkup dokter mata praktek. dokter mata dapat berpartisipasi
dalam pengelolaan pasien, termasuk kedua perawatan pra operasi dan pasca
operasi.
Sejauh mana seorang dokter mata dapat memberikan pengobatan
pasca operasi untuk pasien yang telah menjalani operasi katarak dapat
bervariasi, tergantung pada lingkup negara hukum praktek dan peraturan dan
sertifikasi dokter mata individu tersebut. (Cynthia A. Murrill, 2014)
1.
Dasar untuk Pengobatan
Keputusan pengobatan untuk pasien dengan katarak tergantung
pada sejauh mana kecacatan visual nya.
a. Pasien Non Bedah
Kebanyakan orang yang berusia di atas 60 tahun memiliki
beberapa tingkat pembentukan katarak. Namun, beberapa orang
tidak mengalami penurunan ketajaman visual atau memiliki gejala
yang mengganggu aktivitas mereka sehari-hari. Jika pasien memiliki
beberapa keterbatasan fungsional sebagai akibat dari katarak dan
operasi tidak diindikasikan, mungkin tepat untuk mengikuti pasien
dengan selang waktu 4 sampai 12 bulan untuk mengevaluasi
kesehatan mata dan penglihatan untuk menentukan apakah kecacatan
fungsionalnya berkembang.
Hal ini penting bagi pasien untuk memiliki pemahaman dasar
tentang pembentukan katarak, tanda-tanda nyata dan gejala yang
berhubungan dengan perkembangan katarak, dan risiko dan manfaat
dari perawatan bedah dan non-bedah. Pasien harus dianjurkan untuk
melaporkan semua gejala nyata seperti penglihatan kabur, penurunan
penglihatan dengan silau atau kondisi kontras rendah, diplopia,
penurunan persepsi warna, berkedip, atau floaters. Karena kemajuan
katarak sebagian besar dari waktu ke waktu, adalah penting bahwa
pasien mengerti bahwa tepat waktu menindaklanjuti pemeriksaan
dan manajemen yang penting untuk pengambilan keputusan yang
tepat dan intervensi untuk mencegah kehilangan penglihatan lebih
lanjut. (Cynthia A. Murrill, 2014)

b. Pasien bedah
Dalam sebagian besar keadaan, tidak ada alternatif untuk
operasi katarak untuk mengoreksi gangguan visual dan / atau
meningkatkan kemampuan fungsional. Pasien harus diberikan
informasi tentang hasil temuan dari pemeriksaan mata, pilihan
intervensi

bedah,

dan

faktor-faktor

apa

saja

yang

dapat

mempengaruhi ketajaman visual pasca operasi atau kesehatan mata.


Potensi manfaat dan kemungkinan komplikasi harus dibahas. Selain
itu, pasien harus disarankan bahwa operasi katarak merupakan
prosedur elektif dalam banyak kasus yang harus dilakukan apabila
ketajaman

visual

dan

kemampuan

fungsionalnya

terganggu.

Informasi ini harus diberikan sebelum pasien memutuskan apakah


melanjutkan operasi katarak atau tidak.
Jika pasien telah membuat keputusan untuk melakukan operasi
katarak, dokter mata harus membantu pasien dalam memilih ahli
bedah mata dan membuat pengaturan yang diperlukan untuk
prosedur ini. dokter mata harus menyiapka ahli bedah dengan hasil
pemeriksaan diagnostik sebelum operasi. (Cynthia A. Murrill, 2014)
2.

Pilihan yang tersedia Pengobatan


a. Pengobatan non bedah
Katarak yang baru terdiagnosa dapat menyebabkan pergeseran
kesalahan bias, kekaburan, berkurangnya kontras, dan silau masalah
bagi pasien. Pengobatan awal untuk katarak gejala mungkin termasuk
merubah pandangan atau resep kontak lensa untuk memperbaiki
penglihatan, dilengkapi dengan filter ke dalam kacamata untuk
mengurangi silau cacat, memberikan saran pada pasien untuk
memakai topi bertepi dan kacamata hitam untuk mengurangi silau,
dan dilatasi pupil untuk memungkinkan melihat dengan daerah yang
lebih perifer lensa.
Mengganti resep lensa untuk mengimbangi perubahan dengan
kesalahan

bias

akan

sering

secara

signifikan

meningkatkan

penglihatan pasien. Namun, sebagai akibat dari perbaikan pandangan

perubahan bias yang tidak sama atau unilateral, perbedaan ukuran


gambar mungkin terjadi. Resep lensa dengan kurva dasar yang sama
dan ketebalan pusat dapat membantu mengurangi masalah ini. Pasien
katarak dalam satu mata mungkin memiliki kesulitan dengan tugastugas yang membutuhkan penglihatan binokular yang baik dan
mungkin menjadi calon dari lensa kontak atau kombinasi lensa
pemandangan-kontak. lensa kontak biasanya membantu untuk
meminimalkan perbedaan ukuran gambar.
Lensa kontak biasanya membantu untuk meminimalkan
perbedaan ukuran gambar. Demikian pula, perubahan bias merata atau
unilateral dapat menyebabkan deviasi vertikal yang menghasilkan
ketidaknyamanan visual atau diplopia saat mendekati tugas yang
dilakukan. Masalah ini sering dapat dikelola oleh desentrasi dari lensa
kacamata, mengubah posisi bifocal, atau resep gaya berbeda segmen,
daya prisma, atau lensa kontak. (Cynthia A. Murrill, 2014)
b. Pengobatan farmakologi
Kombinasi topikal dan oral antiglaucoma, antibiotik, dan obat
anti-inflamasi dapat diberikan kepada pasien sebelum, selama, dan
setelah operasi. (Cynthia A. Murrill, 2014)
Pada

katarak

sebaiknya

dilakukan

pemeriksaan

tajam

penglihatan sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan


sebanding dengan turunnya tajam penglihatan. Pada katarak nuklear tipis
dengan miopia tinggi akan terlihat tajam penglihatan yang tidak sesuai,
sehingga mungkin penglihatan yang turun akibat kelainan pada retina
dan bila dilakukan pembedahan memberikan hasil tajam penglihatan yang
tidak memuaskan. Sebaliknya pada katarak kortikal posterior yang kecil akan
mengakibatkan penurunan tajam penglihatan yang sangat berat pada
penerangan yang sedang akan tetapi bila pasien berada di tempat gelap
maka tajam penglihatan akan memperlihatkan banyak kemajuan. (Ilyas,
2007)
Pengobatan

definitif

katarak

adalah

tindakan

pembedahan.

Pembedahan dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sehingga

mengganggu kegiatan sehari-hari atau adanya indikasi medis lainnya


seperti

timbulnya penyulit. Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan

beberapa teknik, antara lain ICCE, ECCE, dan fakoemulsifikasi. Setelah


dilakukan pembedahan, lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak
atau lensa tanam intraokuler. (Ilyas, 2007)
1. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa
bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan
cryophake dan depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior
yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan
lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama
populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien
berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea
kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme,
glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan. (Vicente Victor D
2.

Ocampo, 2016)
Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui
robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien
dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa
intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi
untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami
prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata
dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah
penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan
kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder. (Vicente Victor D Ocampo, 2016).
3. Small incision katarak surgery (SICS)

yaitu upaya untuk mengeluarkan nukleous lensa dengan panjang


sayatan sekitar 5-6 mm, dengan inovasi peralatan yang lebih
sederhana, seperti anterior chamber maintainer (ACM), irigating
vectis, nucleus cracer, dll. (soekardi & hutahuruk, 2004 dalam putri K,
2015).
4. Fakoemulsivikasi tekhnik operasi yang tidak berbeda jauh dengan cara
EKEK, tetapi nukleus lensa diambil dengan alat khusus yaitu emulsi
vier. Dibanding EKEK, irissan luka operasi ini lebih kecil sehingga
setelah diberi IOL rehabilitasi virus lebih cepat disamping itu penyulit
pasca bedah lebih sedikit ditemukan. (lumenta, 2006 dalam putri K,
2015).
Pada saat operasi katarak, dokter akan membuka daerah depan mata
dengan bantuan mikroskop untuk mengangkat lensa yang keruh digantikan
lensa buatan. Operasi tidak menimbulkan rasa sakit karena klien akan diberi
anastesi lokal berupa tetes mata.

Daftar Pustaka
Anas, Tamsuri. 2011. Klien Gangguan Mata dan Penglihatan Jakarta. EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi : 3. Alih Bahasa : Nike
Budhi Subekti. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : Aditya
Media
Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Tajam Penglihatan, Kelainan Refraksi Dan
Penglihatan Warna. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Kowalak JP. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Alih bahasa: Hartono A. Jakarta:
EGC.

Murrill A. Cynthia. 2014. Care of the Adult Patient with Cataract. Optometric
Clinical

Practice

Guideline.

http://cdn.ca9.uscourts.gov/datastore/library/2014/09/12/Colwell_Catara
ct.pdf. Diakses pada hari Selasa, 22 Maret 2016.
Tarwoto. 2009. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Trans
Info Media
Ocampo,

Vicente

Victor

D.

2016.

Senile

Cataract.

http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview Diakses pada


hari Senin, 21 Maret 2016.
Putri, Kartika N. A 2015. Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Tentang
Katarak Terhadap Intensi Untuk Melakukan Operasi Katarak Pada
Klien Katarak Di Wilayah Kerja Puskesmas Semboro Kabupaten Jember.
Jember: Digital Repository Universitas Jember

Anda mungkin juga menyukai