Definisi
Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi
keruh atau berwarna putih, abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang.
Katarak terjadi apabila protein pada lensa yang secara normal, transparan
terurai dan mengalami koagulasi pada lensa. (Corwin, Elizabeth J, 2009).
Katarak berasal dari bahasa yunani kataarrhakies yang berarti air
terjun. Dalam bahasa Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan
seperti tertutup air terjuan akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan
cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya ( Ilyas,1999 cit
Anas Tamsuri, 2011 : 54 ).
Katarak merupakan keadaan dimana pada lensa mata atau kapsula
lentis terjadi kekeruhan (opasitas) yang berangsur-angsur (Kowalak, 2011)
B. Etiologi
Sebagian besar katarak,yang disebut katarak senilis, terjadi akibat
perubahan degenerative yang berhubungan dengan penuaan. Pajanan terhadap
sinar matahari selma hidup dan predisposisi herediter berperan dalam
perkembangan katarak senilis.
Katarak juga dapat terjadi pada usia berapa saja setelah trauma lensa,
infeksi mata, atau pajanan terhadap radiasi atau obat tertentu. Janin yang
terpajan virus rubella dapat mengalami katarak. Individu yang mengalami
katarak, yang kemungkinan besar disebabkan olehg gangguan aliran darah ke
mata dan perubahan penanganan dan metabolisme glukosa. (Corwin, 2009).
C. Patofisiologi
Lensa berisi 65% air, 35% protein dan mineral penting. Lensa yang
normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung
tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada
korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri
di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan
bentuk katarak yang paling bermakna seperti kristal salju (Ilyas, 2008).
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam
lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak (Ilyas, 2008).
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma
atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan
yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak
meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin
antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama (Guyton, 1997).
Katarak merupakan kondisi penurunan ambilan oksigen,penurunan
air,peningkatan kandungan kalsium dan berubahnya protein yang dapat larut
menjadi tidak larut. Pada proses penuaan, lensa secara bertahap kehilangan
air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan densitasnya. Peningkatan
densitas diakibatkan oleh kompresi sentral serta lensa yang lebih tua. Saat
serat lensa yang baru diproduksi dikorteks,serat lensa ditekan menuju sentral.
Serat-serat lensa yang padat lama-lama menyebabkan hinlangnya transparansi
lensa yang tidak terasanyeri dan sering bilateral (Ilyas, 2005).
Selain itu berbagai penyebab katarak diatas menyebabkan gangguan
metabolism pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini , menyebabkan
perubahan kandungan bahan-bahan yang ada didalam lensa yang pada
akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan dapat berkembang
diberbagai bagian lensa atau kapsulnya. Pada gangguan ini sinar yang masuk
memalui kornea yang dihalangi oleh lensa yang keruh atau huram. Kondisi
ini memburamkan bayangan semu yang sampai pada retina. Akibat otak
mengiterprestasikan sebagai bayangan yang berkabut. Pada katarak yang
tidak diterapi, lensa mata menjadi putih susu, kemudian berubah kuning ,
bahkan menjadi coklat atau hitam dank lien mengalami kesulitan dalam
membedakan warna (Mansjoer, 2008).
H. Pathway
Galaktosemia
Proses penuaan
Nukleus
menebal/mengeras
Penyakit metabolik
(Galaktosemia, DM)
Proses penuaan
Defek kongenital
Faktor radikal bebas
Obat-obatan
Trauma
Penyakit2 sebelumnya
mata, ex : uveitis
Akumulasi sorbitol
Densitas
lensa
Hilangnya
transparansi
lensa
pada
Kerusakan protein
Denaturasi protein
Koagulasi protein
Protein soluble menjadi
protein insoluble
KATARAK
Opasitas lensa
Kortikosteroid
Perubahan selaput
halus zunula
Trauma mekanik
Kerusakan jaringan
Menembus kapsul
anterior
Kerusakan lensa
Pre operasi
Intumesensi lensa
Dislokasi lensa
Uveitis
Suplai O2 tidak seimbang
akibat dari demam
Peningkatan kerja
napas
Mengaburkan bayangan
yang semu yang sampai
pada retina
Peradangan pada
uvea
Suplai O2 tidak seimbang
akibat dari demam
Peningkatan kerja
napas
Perfusi jaringan menurun
Dyspnea
MK :
Resiko pola napas tidak
efektif
MK : Resiko Gg.
Perfusi jaringan
Intumesensi lensa
Ansietas
HCl meningkat
Cahaya ke retina
berkurang
Peradangan pada
uvea
Otak menginterpretasikan
sebagai bayangan berkabut
Pandangan kabur
MK :
- Gg. Persepsi
sensori (visual)
- Resti cidera
Peristaltik
meningkat
Visus menurun
Mual, muntah
Suplai O2 tidak seimbang
akibat dari demam
Penglihatan kabur
Anoreksia
Imobilisasi kurang
Evaporasi meningkat
Dehidrasi
MK : Gg. immobilitas
fisik
Post Operasi
MK : Kekurangan
volume cairan
MK : Resiko
perdarahan
Terpasang bebat,
fungsi mata (-)
MK : Defisit
pengetahuan
tentang perawatan
MK : Resiko
Infeksi
D. Manifestasi klinis
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat
kemunduran secara progresif dan gangguan dari penglihatan. Penyimpangan
penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis katarak ketika klien datang.
1. Penurunan Ketajaman Visual
Penurunan ketajaman visual merupakan keluhan yang paling umum
dari pasien dengan katarak senilis. katarak dianggap relevan secara klinis
jika ketajaman visual dipengaruhi secara signifikan. Selanjutnya, berbagai
jenis katarak menghasilkan efek yang berbeda pada ketajaman visual.
Misalnya, tingkat ringan posterior subkapsular katarak dapat
menghasilkan penurunan berat ketajaman visual dengan dekat ketajaman
mempengaruhi lebih dari jarak penglihatan, mungkin sebagai akibat dari
miosis yang akomodatif. Namun, katarak sklerotik inti sering dikaitkan
dengan penurunan ketajaman jarak dan dekat penglihatan yang baik.
(Vicente Victor D Ocampo, 2016)
2. Kesilauan
Silau adalah keluhan lain yang umum dari pasien dengan katarak
senilis. Keluhan ini dapat mencakup seluruh spektrum dari penurunan
sensitivitas kontras dalam lingkungan yang terang atau menonaktifkan
silau siang hari untuk melemahkan silau dengan lampu melaju di malam
hari.
Gangguan visual seperti yang menonjol khususnya dalam katarak
posterior subkapsular dan, untuk tingkat yang lebih rendah, dengan katarak
kortikal. Hal ini terkait frekuensi yang jarang dengan sclerosis inti. Banyak
pasien mungkin mentolerir tingkat moderat silau tanpa banyak kesulitan,
dan, dengan demikian, silau dengan sendirinya tidak memerlukan
manajemen bedah. (Vicente Victor D Ocampo, 2016)
3. Pergeseran rabun
Perkembangan katarak mungkin sering meningkatkan daya
Dioptric dari lensa mengakibatkan derajat ringan sampai sedang miopia
atau
rabun
bergeser.
Akibatnya,
pasien
presbyopic
melaporkan
karena
terdapat
photoreceptor. Influs
saraaf
dari stimulasi
dan
anterior
Konsentrasi
air
melalui
berbagai duktus
Tindakan
mata
menutupi sebagian besar permukaan mata dan terdiri dari jaringan ikat
kolagen padat yang ditembus oleh pembuluh darah dan saraf. Kornea
merupakan bagian transparan dari sclera yang telah dimodifikasi
sehingga dapat ditembus cahaya. (Saladin, 2006).
Middle vascular layer (tunica vasculosa) disebut juga uvea.
Lapisan ini terdiri dari tiga bagian yaitu choroid, ciliary body, dan iris.
Choroid merupakan lapisan yang sangat kaya akan pembuluh darah dan
sangat terpigmentasi.
Ciliary
Lapisan
ini
terletak
di
belakang
retina.
yang disebut
suspensory ligament,
yang
ketebalan
lensa
penurunan
daya
akomodasi
hal
tersebut
sindrom.
Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait
dengan sebab-sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan
oleh trauma, baik tumpul maupun tembus, penyebab lain adalah
G. Komplikasi
1. Komplikasi Intra Operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan
atau efusi suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi
vitreus, incacerata kedalam luka serta retinal light toxicity.
2. Komplikasi dini pasca operatif
COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara
cairan yang keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil
dan siliar, edema stroma dan epitel, hipotonus, brown-McLean
syndrome (edema kornea perifer dengan daerah sentral yang bersih
paling sering)
Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus
Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang
tidak
adekuat
yang
dapat
menimbulkan
komplikasi
seperti
AC dan BC
Tuli sensori neural
berhimpit.
Tuli campuran
AC dan BC.
b. Derajat ketulian
Dari audiogram dapat di tentukan derajat ketulian. Caranya
adalah dengan menghitung rata-rata ambang pendengaran pada
frekuensi bicara (500 Hz, 1000 Hz dan 2000 Hz)
c. Klasifikasi Derajat Ketulian
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
KLASIFIKASI
Normal
Tuli Ringan
Tuli Sedang
Tuli Sedang Berat
Tuli Berat
Tuli Sangat Berat
2. Tes Garputala
a. Tes Rinne
Tujuan tes ini untuk membandingkan daya tangkap telinga
terhadap rangsang bunyi lewat hantaran tulang (bone conduction=BC)
dan lewat hantaran udara (Air Conduction=AC) atau membandigkan
konduksi tulang dan konduksi udara pada satu telinga penderita.
Ada 2 cara tes rinne yaitu :
Cara Pertama
1.
2.
negative.
Bunyikan garputala dengan frekuensi 512 Hz. Penderita di minta
untuk membedakan apakah bunyi yang di dengar lewat hantaran
tulang lebih keras atau lebih lemah di bandingkan dengan
hantaran lewat udara. Apabila hantaran lewat tulang lebih baik
dibanding udara (BC > AC) desebut rinne negative. Tetapi apabila
hantaran lewat udara lebih baik dibanding hantaran lewat tulang
( AC > BC) disebut rinne positif. Apabila hantaran lewat tulang
sama dengan hantaran udara (AC=BC) disebut Rinne + (positif-
negatif).
Cara kedua :
1. Membandingkan kerasnya bunyi yang didengar lebih keras
terdegar dibelakang atau di belakang telinga.
Interpretasi : rinne positif didapatkan pada telinga normal atau tuli
sensori neural, sedangkan rinne negative pada tuli konduksi.
Kadang-kadang terjadi false rinne (pseudo positif atau pseudo
negative) keadaan ini terjadi bila bunyi garputala ditangkap oleh
telinga kontral lateral yang pendengarannya jauh lebih baik. Rinne
baru disebut negative apabila terdapat tuli konduksi lebih dari 15
Db.
b. Tes Weber
Tujuan tes weber ini adalah untuk membandingkan daya
tangkap kedua telinga penderita terhadap rangsang bunyi lewat
hantaran tulang (membandingkan konduksi tulang kedua telinga
penderita).
Caranya :
Garputala
512
Hz
dibunyikan
kemudian
tangkainya
dipancangkan tegak lurus digaris median dengan kedua kaki pada garis
horizontal, penempatan dapat pada ubun ubun, dahi, dagu atau pada
gigi insisivus, pada umumnya diletakkan di dahi. Penderita diminta
untuk menunjukan telinga mana yang mendengar atau mendegar lebih
keras. Bila bunyi hanya di dengar pada satu telinga disebut lateralisasi
ke sisi telinga tersebut, bila kedua telinga penderita tidak mendengar
atau mendengar semuanya disebut tidak ada lateralisasi.
Weber normal adalah suara didengar sama-sama keras ditelinga
kanan dan kiri. Interpretasi : apabila tidak ada lateralisasi berarti
telinga normal. Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang sehat berarti
telinga yang sakit menderita tuli persepsi.
c. Tes Schwabach
Tujuan tes ini adalah untuk membandingkan hantaran lewat
tulang antara penderita dengan pemeriksa.
Caranya : garputala 512 Hz di bunyikan kemudian tangkainya di
pancangkan tegak lurus pada mastoid pemeriksa. Apabila pemeriksa
sudah tidak mendengar, secepatnya garputala dipindahkan ke mastoid
penderita. Dalam hal ini dapat terjadi 2 kemungkinan, apabila :
1.
2.
telinga pasien yaitu ada atau tidaknya perforasi dan melihat ada tidaknya
secret yang keluar dari telinga.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga
kronik memiliki nilai diagnostic yang terbatas bila dibandingkan dengan
manfaat otoskopi dan audiometric. Pemeriksaan radiologi biasanya
memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid
yang satunya atau normal. Erosi tulang yang berada didaerah atik member
kesan adanya kolesteatom proyeksi radiografi yyang sekarang biasa
digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan
memperlihatkan luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas. CT
Scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau
tidaknya
tulang-tulang
pendengaran
dan
beberapa
kasus
terlihat
d. Penatalaksanaan
Perawatan pasien dengan katarak mungkin memerlukan rujukan
untuk konsultasi dengan atau pengobatan oleh dokter mata yang lain atau
b. Pasien bedah
Dalam sebagian besar keadaan, tidak ada alternatif untuk
operasi katarak untuk mengoreksi gangguan visual dan / atau
meningkatkan kemampuan fungsional. Pasien harus diberikan
informasi tentang hasil temuan dari pemeriksaan mata, pilihan
intervensi
bedah,
dan
faktor-faktor
apa
saja
yang
dapat
visual
dan
kemampuan
fungsionalnya
terganggu.
bias
akan
sering
secara
signifikan
meningkatkan
katarak
sebaiknya
dilakukan
pemeriksaan
tajam
definitif
katarak
adalah
tindakan
pembedahan.
Ocampo, 2016)
Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui
robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien
dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa
intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi
untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami
prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata
dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah
penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan
kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder. (Vicente Victor D Ocampo, 2016).
3. Small incision katarak surgery (SICS)
Daftar Pustaka
Anas, Tamsuri. 2011. Klien Gangguan Mata dan Penglihatan Jakarta. EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi : 3. Alih Bahasa : Nike
Budhi Subekti. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : Aditya
Media
Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Tajam Penglihatan, Kelainan Refraksi Dan
Penglihatan Warna. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Kowalak JP. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Alih bahasa: Hartono A. Jakarta:
EGC.
Murrill A. Cynthia. 2014. Care of the Adult Patient with Cataract. Optometric
Clinical
Practice
Guideline.
http://cdn.ca9.uscourts.gov/datastore/library/2014/09/12/Colwell_Catara
ct.pdf. Diakses pada hari Selasa, 22 Maret 2016.
Tarwoto. 2009. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Trans
Info Media
Ocampo,
Vicente
Victor
D.
2016.
Senile
Cataract.